oleh :
Ayu Kristina NIM.17037140988
Anisatul Hasanah NIM.17037104985
Eka Aisyah Budiartini NIM.17037141000
Khumairoh NIM.17037141012
Fitrih Hanifiah Megarani NIM.17037141006
Putri Intan Kumalasari NIM.17037141024
Tri Sepmayanti NIM.17037141041
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan adanya
reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil
pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan
yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan
kurangnya kemandirian dalam pembangunan kesehatan. Reformasi di bidang
kesehatan perlu dilakukan mengingat lima fenomena yang berpengaruh
terhadap pembangunan kesehatan. Pertama, perubahan pada dinamika
kependudukan. Kedua, Temuan-temuan ilmu dan teknologi kedokteran.
Ketiga, Tantangan global sebagai akibat dari kebijakan perdagangan bebas,
revolusi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Keempat, Perubahan
lingkungan .Kelima, Demokratisasi. Perubahan pemahaman konsep akan
sehat dan sakit serta semakin maju IPTEK dengan informasi tentang
determinan penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan
kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat
kuratif dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu
Paradigma Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan
masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model
pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu
mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui
kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang
bersifat promotif dan preventif.Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang
diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu
lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan
yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang
berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling
tolong menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan
adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit
serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Dalam Piagam
Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah proses yang
memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan
mereka (Health promotion is the process of enabling people to increase
2
control over, and to improve, their health, WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir
promosi kesehatan adalah kesadaran di dalam diri orang-orang tentang
pentingnya kesehatan bagi mereka sehingga mereka sendirilah yang akan
melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan diri mereka.Untuk mencapai
derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu
atau kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasi-
aspirasinya untuk memenuhi kebutuhannya dan agar mampu mengubah atau
mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya).
Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang menitikberatkan sumber daya
pada pribadi dan masyarakat sebagaimana halnya pada kapasitas fisik. Untuk
itu, promosi kesehatan tidak hanya merupakan tanggung jawab dari sektor
kesehatan, akan tetapi jauh melampaui gaya hidup secara sehat untuk
kesejahteraan (WHO,1986). Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan
dengan mengombinasikan berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan
sektor kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap
unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi kesehatan
adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada gagasan bahwa
kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif.
1.2 Tujuan
Tujuan pada makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui tentang teori Health belief model.
2. Untuk memahami tentang Transtheoritical model.
3. Untuk mengetahui tentang Teory of reasoned action (TRA).
4. Untuk memahami tentang Model Precede-Proceed.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Ketidakkebalan yang dirasakan (perceived vulnerability).
Individu mungkin dapat menciptakan masalah kesehatannya
sendiri sesuai dengan kondisi.
Keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Individu
mengevaluasi keseriusan penyakit jika penyakit tersebut muncul
akibat ulah individu tersebut atau penyakit dibiarkan tidak
ditangani.
2. Keuntungan dan kerugian (benefits and costs)
Pertimbangan antara keuntugan dan kerugian perilaku untuk
memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak.
3. Pertunjukan perilaku juga diduga tepat untuk memulai proses perilaku,
yang disebut sebagai keayakinan terhadap posisi yang menonjol (salient
posistion). Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasehat
mengenai permasalahan kesehatan misalnya media massa, kampanye,
nasehat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain atau
teman).
Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan, pertimbangan keuntungan,
dan kerugian dipengaruhi oleh 1) variabel demografi (umur, jenis kelamin,
latar belakan budaya), 2) variabel sosiopsikologis (kepribadian, kelas sosial,
tekanan sosial), dan 3) variabel strukturan (pengetahuan, dan pengalaman
sebelumnya). Sebagai contoh, orang tua akan memandang secara berbeda
risiko kanker dan penyakit jantung daripada remaja. Orang yang memiliki
pengalaman dengan penyakit tertentu akan bersikap lain terhadap penyakit
tersebut dibandingkan orang yang tidak memiliki pengalaman ini, demikian
juga dengan variabel sosisopsikologis akan dinilai secara berbeda sesuai
struktur sosiopsikologisnya (Maulana, 2009).
Selanjutnya, penilaian terhadap masalah kesehatan terdahulu
merupakan petunjuk untuk berprilaku (cues to action) diduga tepat untuk
memulai proses perilaku, disebut dengan keyakinan terhadap posisi yang
menonjol (salient position). Hal ini dapat berupa bermacam-macam informasi
dari luar atau nasehat mengenai pengalaman kesehatan, misalnya media
5
masssa, kampanye, nasehat dari orang lain, dan penyakit anggota keluarga
lain atau teman.
HBM adalah perilaku pencegahan yang berkaiatan dengan media
medis dan mencangkup berbagai perilaku, seperti check up pencegahan dan
skrining, dan imunisasi. Contohnya, kegunaan HBM dalam imunisasi
memberi kesan bahwa orang yang mengikuti program imunisasi, percaya hal-
hal berikut.
Kemungkinan terkena penyakit tinggi (ketikkebala).
Jika terjangkit, penyakit tersebut membawa akibat serius.
Imunisasi merupakan cara paling efektif untuk pencegahan
penyakit.
Tidak ada hambatan serius untuk imunisasi, tetapi hasil beberapa
penelitian HBM menunjukkan kebalikannya (Maulana, 2009).
Dalam perkembangannya, HBM telah menggunakan ketertarikan
dalm kebiasaan seseorang dan sifat-sifat yang di kaitkan dengan
perkembangan dari kondisi kronis, termasuk gaya hidup tertentu seperti
merokok, diet, olahraga, perilaku keselamatan, penggunaan alkohol,
penggunaan kondom untuk pencegaha AIDS, dan gosok gigi. Penekanan
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit telah diganti kontrol terhadap
risiko, dan HBM telah diterapkan pada perilaku itu sendiri dan lebih penting
untuk mencegah perubahan dalam perilaku. Perubahan HBM melibihi
pencegahan, terjadi untuk keadaan kesakitan dan perilaku peran sakit dan
respons terhadap gejala, prestasikan keadaan tubuh dan bagaimana
berperilkau selektfi. Hal ini berarti gambaran tentang kesakitan
diterjemahkan ke dalam variabel-variabel HBM, selanjutnya variabel-variabel
ini digunakan untuk meramalkan perilaki berikutnya (Maulana, 2009).
Secara teoritis, terdapat empat kelemahan HBM. Pertama HMB
lebih didasarkan penelitian terapan dalam permasalahan pendidikan kesehatan
dari pada penelitian akedemis. Kedua, HBM didasarkan pada beberapa
asumsi yang dapat diragukan, seperti pemikiran bahwa setiap pemilihan
perilaku selalu berdasarkan pertimbangan rasional. Selain rasionalisasinya
diragukan, HBM juga tidak memberikan spesifikasi yang tepat terhadap
6
kondisi ketika individu membuat pertimbangan tertentu. Ketiga, HBM hanya
memperhatikan keyakinan kesehatan. Kenyataannya, orang dapat membuat
banyak pertimbangan tentang perilaku yang tidak berhubungan dengan
kesehatan, tetapi masih mempengaruhi kesehatan. Sebagai contoh seseorang
dapat begabung dalam olahraga karena kontak sosial atau ketertarikan pada
seseorang dalam kelompok tersebut. Keputusan yang diambil tidak ada
kaitanya dengan kesehatan, tetapi memengaruhi kondisi kesehantannya.
Keempat, berkaitan dengan komponen-komponen HBM. Banyak studi
menggunkan konsep operasional dan pengenalan yang berbeda sehingga sulit
di bandingkan. Hal ini menunjukkan hasil yang tercampur dan prediksi yang
tidak konsisten. Anlisis model ini menunjukkan bahwa sebagai prediktor
dapat berubah sewaktu-waktu (Maulana, 2009).
Sedangkan menurut Maulana (2009), komponen dan hubungannya
dalam HBM tercantum pada gambar.
penampilan
diri
dihargai dan
dihormati
rasa aman
7
Variabel HBM meliputi :
Perceived Susceptibility
Mereka merasa diri mereka rentan (beresiko) terhadap sebuah
kondisi masalah kesehatan. Bagaimana pendapat anda mengenai
kerentanan akan benjolan yang didapat dalam melakukan SADARI?
Perceived Severity
Mereka percaya hal tersebut berpotensi membuat dampak atau
masalah yang serius. Menurut anda tindak lanjut seperti apa yang harus
dilakukan setelah mengetahui terdapat benjolan pada payudara usai
melakukan SADARI?
Perceived Benefits
Mereka percaya terhadap upaya atau tindakan yang dapat
mengurangi resiko atau meminimalkan dampak buruk. Bagaimana
pendapat anda mengenai manfaat dari SADARI?
Perceived Barriers
Mereka percaya keuntungan dengan mengambil tindakan
dibarengi dengan harga yang harus dibayar atau hambatan. Menurut anda,
penghalang seperti apa yang bisa menghambat seseorang untuk melakukan
SADARI?
Cues To Action
Strategi untuk mengaktifkan kesiagaan/kesiapan. Menurut anda,
bagaimana cara mendapatkan motivasi agar seseorang mau untuk
melakukan SADARI?
Self Efficacy
Kepercayaan diri mengenai kemampuan untuk melakukan
tindakan. Bagaimana pendapat anda akan hasil yang diperoleh usai
melakukan SADARI secara rutin sekaligus bersamaan dengan
menjalankan pola hidup sehat?
8
2.2 Theory of Reasoned Action (TRA)/ Behavioral Intention Theory (Teori
Alasan tindakan/ Teori Kehendak Perilaku)
9
keyakinan dan mengevaluasi perilaku dan norma sosial? Respons terhadap
pertanyaan itu harus mencangkup peran variabel eksternal, seperti variabel
demografi, jenis kelamin, dan usia yang tidak muncul dalam teori ini.
Menurut Fisgbein dan Middlestadt (1989) dalam smet (1994), variabel ini
bukannya tidak penting, tetapi efeknya pada intensi dianggap di perantarai
norma subjektif, dan berat relatif dari komponen-komponen ini
(NovitadanYunetra, 2011).
Menurut TRA,”keyakinan kesehatan” (seperti digambarkan dalam
HBM) yang meliputi konsep ketikkebelan (mudah terjangkit penyakit),
keseriusan dan keuntungan atau kerugian, sebagai variabel secara langsung,
dapat penting atau tidak, mempengaruhi perilaku. Contohnya, TRA
memandang persepsi kekebalan akan memengaruhi perilaku jika hal itu
mempengaruhi sikap atau norma subjektif, dan jika pengaruh komponen ini
merupakan penentu intensi (NovitadanYunetra, 2011).
Theory of reasoned (TRA) merupakan model untuk meramalkan
perilaku preventif dan telah digunakan dalam berbagi jenis perilaku sehat
yang berlainan, seperti pengaturan penggunaan substansi tertentu (merokok,
alkohol, dan narkotik), perilaku makan dan pengaturan makan, pencegahan
AIDS dan penggunaan kondom, perilaku merokok, penggunaan alkohol,
penggunaan alat kontrasepsi, latihan kebugaran (fitness) dan praktik olahraga.
Norma subjektif menjadi perhatian penelitian (mengenai) dukungan sosial
dan analisis jaringan sosial. TRA juga banyak digunakan untuk memenuhi
persyaratan tindakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), sperti tindakan
keselamatan dalam pertambanagan batubara, absenteeism karyawan dan
perilaku konsumen (NovitadanYunetra, 2011).
Berdasarkan sudut pandang yang berbeda, usulan-usulan untuk
meningkatkan penggunaan praktis (NovitadanYunetra, 2011) adalah sebagai
berikut.
1. Beberapa peneliti tidak menggunakan model secara komplet, tetapi
hanya untuk memahami dan menerangkan perilaku manusia. Akan
tetapi, untuk perubahan perilaku, model lain lebih disukai karena
perubahan perilaku memerlukan pengambilan keputusan secara pasti,
10
atau paling tidak, TRA digunakan sebagai pelengkap model
sebelumnya (HBM). Sebagai contoh, setelah tahap perubahan perilaku
dan pemeliharaan perilaku, digunakan model lain seperti model dari
McGuire dan Rogers.
2. Konsep representasi mental dari kesakitan, kontrol yang dirasakan,
dukungan sosial, self-efficacy, ketidakberdayaan yang dipelajari,
dianggap sebagai variabel atau teori sosial kognitif perantara yang
menawarkan lebih banyak kesempatan untuk menerangkan hubungan
kesehatan dengan hasil kesehatan (health outcome).
3. Untuk memperbaiki HBM dan TRA, dapat digunakan konsep self-
efficacy.
Teori ini memberikan pegangan untuk menganilisis komponen
perilaku dalam item yang operasional. Fokus pada sasaran adalah prediksi
dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan berada dalam
kendali seseorang, artinya perilaku sasaran harus di seleksi dan diidentifikasi
secara jelas. Tunrutan ini memerlukan pertimbangan mengenai perbedaan
tindakan (action), sasaran (target), konteks, dan perbedaan waktu serta
komponen model sendiri termasuk intensi, sikap, norma subjektif, dan
keyakinan (NovitadanYunetra, 2011).
Konsep penting dalam TRA adalah fokus perhatian (salience), hal
ini berarti, sebelum mengembangkan intervensi yang efektif, pertama-tama
harus menentukan hasil dan kelompok refrensi yang penting bagi perilaku
populasi. Dengan demikian, harus diketahui nilai dan norma kelompok sosial
yang diselidiki (yang penting bukan budaya diri sendiri, tetapi cara budaya
memengaruhi sikap, intensi dan perilaku). Contohnya, terdapat nilai dan
norma di masyarakat bahwa diare bukan suatu penyakit, tetapi sebagai hal
alami dari tumbuh kembang anak. Hal tersebut berarti masyarakat
memandang diare bukan sfokus perhatian yang penting.contoh lain, fokus
perhatian perilaku seksual dan pencegahan AIDS tidak akan sama antara
kelompok hmoseksual dan kelompok lain tentang penggunaa kondom.
Kelompok homoseksual percaya kondom dapat mencegah mereka terkena
akan menyebarluaskan perilaku seksual (NovitadanYunetra, 2011).
11
Kelemahan TRA adalah bahwa kehendak dan perilaku hanya
bertoleransi sedang, intensi tidak selalu menuju pada perilaku itu sendiri,
terdapat hambatan-hambatan yang mencampuri atau mempengaruhi intensi
dan perilaku. Selain itu, TRA tidak mempertimbangkan pengalaman
sebelumnya dengan perilaku dan mengakibatkan akibat-akibat jelas dari
variabel eksternal (variabel demografi, gender, usia, dan keyakinan
kesehatan) terhadap pemenuhan intensi perilaku (NovitadanYunetra, 2011).
Meskipun demikian, kelebihan TRA dibandingkan HBM adalah
bahwa pengaruh TRA berhubungan dengan norma subjektf. Menurut TRA,
seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama
sekali berbeda. Hal ini berarti keputusan seseorang untuk melakukan suatu
tindakan tidak di batasi pertimbangan-pertimbangan kesehatan
(NovitadanYunetra, 2011).
12
yang tidak baik adalah itu berbuat tidak baik lagi menuju ke sebagai aturan
ketika tindakan dikira kebanyakan permasalahan perilaku kesehatan.Berita
gembira adalah itu untuk merokok dan latihan hanya sekitar 15% dari orang-
orang mundu di semua jalan langkah Precontemplation. Mayoritas yang luas
mundur ke Preparation atau Contemplating (Oktavianti, 2012).
1. Precontemplation
Langkah dimana orang-orang tidak mempunyai niat untuk
bertindak dimasa depan yang dapat diduga pada umunya 6 bulan ke depan.
Orang-orang yang mungkin termasuk di langkah ini adalah mereka yang
tidak diberitahu tentang konsekuensi dari perilaku mereka.Mereka bersifat
menentang atau tanpa motivasi atau mempersiapkan promosi kesehatan
(Oktavianti, 2012).
MenurutOktavianti (2012) untuk individu seperti ini program
promosi kesehatan tradisional sering tidak dirancang sesuai dengan
keputusan mereka.Pada tahap precontamplation menuju ke contamplation
melalui proses :
1. Peningkatan kesadaran : memberikan informasi.
2. Dramatic relief : adanya reaksi seara emosional
3. Environmental reevaluation : mempertimbangkan
pandangan ke lingkungan.
2. Contemplation / Perenuangan.
Orang-orang berniat untuk merubah ke 6 bulan berikutnya.
Mereka sadar akan pro menguvbah perilaku tetapi juga sangat sadar akan
memberdayakan. Tahapan ini menyeimbangkan anatara biaya dan
keuntungan untuk menghasilkjan 2 sifat bertentangan yang dapat
menyimpan dalam periode lama.Belum membuat keputusan yang tepat
suatu reaksi. Pada tahap contemplation ke preparation melalui proses :
Self-reevaluation : penilaian kembali pada diri sendiri (Oktavianti,
2012).
3. Preparation / Persiapan.
Langkah dimana orang-orang berniat untuk mulai bertindak di
masa mendatang.Secara khas mereka mengambil keputusan penting dari
13
masa yang lalu.Individu ini mempunyai suatu rencana kegiatan seperti
sambungan suatu kelas pendidikan kesehatan, bertemu dengan dokter
mereka, membeli suatu buku bantuan diri atau bersandar pada suatu
perubahan.Pada tahap preparation ke action melalui proses : self liberation
(Oktavianti, 2012).
4.Action/ Tindakan
Langkah dimana orang sudah memodifikasi spesifik antara
pikiran dengan perilaku. Banyaknya anggapan tindakan sama dengan
perilaku. Namun dalam model ini perilaku tidak menghitung semua
tindakan.Langkah action adalah juga langkah dimana kewaspadaan
melawan terhadap berbuat tidak baik lagi adalah kritis.
Mulai aktif berperilaku yang baru.Pada tahap action ke maintenance
melalui proses :
1. Contingency management : adanya penghargaan, bisa
berupa punishment juga.
2. Helping relationship : adanya dorongan / dukungan dari
orang lain untuk mengubah perilaku.
3. Counter conditioning : alternatif lain dari suatu perilaku.
4. Stimulus control : aadanya control pengacu untuk merubah
perilaku (Oktavianti, 2012).
5. Maintenance / Pemeliharaan
Dimana orang-orang sedang aktif untuk mencegah berbuat tidak
baik lagi tetapi mereka tidak menggunakan proses perubahan sering seperti
halnya orang-orang dalam perang. Suatu langkah yang mana diperkirakan
untuk terakhir. Ketika hasil dari maintenance positif / dapat mengubah
perilaku yang lebih baik maka akan terjadi termination / perhentian.Ketika
setelah maintenance terjadi relaps maka bisa kembali pada tahap
contemplation-preparation-action-maintence. Tidak lagi kembali ke
Precontemplation, karena sudah ada kesadaran / niat (Oktavianti, 2012).
Transtheoretical Model mengusulkan satu set membangun
format itu adalah suatu ruang hasil multivariate dan meliputi ukuran yang
adalah sensitif untuk maju di seluruh langkah-langkah. Ini membangun
14
meliputi yang pro dan kontra dari Decisional Balance Scale, Temptation
atau Self-efficacy, dan perilaku target. Suatu lebih terperinci presentasi
dari aspek/pengarah ini pada model disajikan di tempat lain.
Decisional Balance.Decisional Balance membangun cerminan individu
yang menimbang dari baik buruknya dari mengubah. Berasal dari model
Mann’s dan Janis dari pengambilan keputusanitu mencakup empat
kategori dari pro ( laba yang sebagai penolong/musik untuk persetujuan
dan orang lain dan diri untuk yang lain dan diri sendiri). Empat kategori
dari memperdayakan adalah biaya-biaya sebagai penolong/musik ke
penolakan dan yang lain dan diri dari yang lain dan diri. Bagaimanapun,
suatu test yang empiris dari model mengakibatkan suatu banyak struktur
yang lebih sederhana. Hanya dua faktor, yang pro dan contra, ditemukan.
Dalam suatu merindukan rangkaian dari studi, sebanyak ini; sekian
struktur yang lebih sederhana telah selalu ditemukan.
Self-Efficacy membangun menghadirkan keyakinan situasi yang spesifik
yang orang-orang mempunyai bahwa mereka dapat mengatasi situasi yang
resiko-tinggi tanpa relapsing kepada kebiasaan tak sehat atau yang resiko-
tinggi mereka. Situational Temptation Measure cerminkan intensitas dari
himbauan untuk terlibat dalam suatu perilaku yang spesifik ketika di
tengah-tengah situasi yang sulit. Itu ada di efek, sebaliknya dari kemajuan
diri dan yang sama satuan materi dapat digunakan untuk kedua-duanya
ukuran, menggunakan format tanggapan yang berbeda. Situational Self-
efficacy Measure tidak cerminkan keyakinan dari individu untuk terlibat
dalam suatu perilaku yang spesifik ke seberang satu rangkaian situasi yang
sulit (Oktavianti, 2012).
Keduanya ukuran Temptation dan Self-efficacy mempunyai
yang sama struktur. Di riset mereka secara khas temukan tiga faktor yang
mencerminkan paling umum jenis mencoba situasi: hal negatif
mempengaruhi atau kesusahan emosional, situasi sosial yang positif, dan
permohonan. Ukuran Temptation/Self-efficacy adalah terutama sekali
sensitif pada perubahan yang dilibatkan sedang dalam proses di langkah-
15
langkah yang kemudiannya adalah meramal yang baik dari berbuat tidak
baik lagi (Oktavianti, 2012).
16
sebagai pengguna dan penerima promosi kesehatan. Ibaratnya,
“kebutuhan itu seperti kecantikan, terletak di mata yang melihatnya”.
Secara umum, kebutuhan terdiri dari lima tingkatan yang
digambarkan dalam bentuk piramida,yang lebih dikenal “piramida
Maslow”. Tingkatan kebutuhan ini banyak digunakan untuk
mengidentifikasi alasan timbulnya perilaku. Hal ini individu akan
melakukan apa saja jika kebutuhan dasar (makan dan minum) belum
terpenuhi (lain-lain adalah sekunder). Namun, seperti dikatakan oleh
Azwar (1983), terciptanya keadaan sehat sebenarnya termasuk
kebutuhan dasar manusia. Tingkat kebutuhan menurut Maslow terdidri
atas beberapa faktor.
1. Kebutuhan dasar hidup (physiological needs), yakni makan,
minum, tidur, istirahat, dan seksual.
2. Kebutuhan rasa aman (sofety needs), merasa jauh dari anacaman
dan bahaya, termasuk bahaya ekonomi dan sosial.
3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang dalam kehiduoan sosial
(social needs atau the belonging and love).
4. Kebutuhan dihargai dan dihormati (the esteem needs).
5. Kebutuhan penampilan diri (self actualization needs).
Jenis kebutuhan
Menurut Ewles dan Smenett (1994), kebutuhan dibagi
menjadi empat jenis.
o Kebutuhan normatif
Kebuthan normatif adalah kebutuhan yang ditetapkan oleh
seorang ahli atau profesional sesuai dengan standar dirinya.
Kebutuhan tersebut berdasarkan pertimbangan nilai dari ahl atau
profesional. Keadaan ini dapat menimbulkan dua masalah.
Pertama, pendapat ahli yang berbeda-beda dalam standar yang
dipakai. Kedua, nilai dan standar para ahli dapat berbeda mengenai
masalah yang sama menurut klien. Beberapa kebutuhan normatif
ditetapkan oleh hukum.
17
o Kebutuhan yang dirasakan
Kebutuhan yang dirasakan adalah kebutuhan yang
diidentifikasi individu sebagai sesuatu yang ia inginkan (misalnya
ibu hamil merasakan adanya kebtuhan informasi tentang
melahirkan anak dan menghendaki informasi tersebut). Banyak
sedikitnya kebutuhan yang dirasakan bergantung pada kesadaran
dan pengetahuan individu tentang apa yang dapat tersedia.
o Kebutuhan yang dinyatakan
Kebutuhan yang dinyatakan adalah apa yang dikatakan
orang sebagi suatu yang mereka butuhkan. Dengan kata lain,
kebutuhan yang dinyatakan adalah kebutuhan yang dirasakan yang
telah diubah menjadi permintaan yang diungkapkan atau demand.
Perlu dipahami, tidak semua kebutuhan yang dirasakan dapat
berubah menjadi kebutuhan yang dinyatakan. Tidak ada
kesempatan, motivasi atau keberanian menyatakan sesuatu dapat
menjadi hambatan pengungkapan kebutuhan yang dirasakan. Tidak
ada permintaan belum tentu menunjukkan tidak ada kebutuhan
yang dirasakan.
Kebutuhan yang dinyatakan dapat bertentangan dengan
kebutuhan normatif profesional atau petugas. Sebagai contoh,
seorang pasien mengungkapkan kebutuhan banyak informasi
tentang kondisi penyakitnya, perawat ingin menyampaikan lebih
banyak dari apa yang pasien inginkan.
o Kebutuhan komparatif
Kebutuhan komparatif ditetapkan dengan
membandingkan diantara kelompok klien yang sama. Sebagai
contoh, terdapat dua kelompok klien yang telah dan belum
mendapatkan program promosi kesehatan. Kelompok yang belum
mendapatkan program kemudian ditetapkan sebagai kelompok
yang memiliki kebutuhan. Jika perusahaan A memiliki kebijakan
tentang merokok di tempat kerja dan makanan sehat, tetapi
18
perusahaan B tidak, dapat dikatakn bahwa terdapat kebutuhan
komparatif untuk promosi kesehatan di perusahaan B.
Menurut Bastable (2002) Identifikasi Kebutuhan Promosi Kesehatan
Bagaimana dan kapan seseorang promotor kesehatan mulai
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat? Menrut Ewles dan
Simnett (1994), empat hal yang perlu dipertimbangkan antara lain ruang
lingkup tugas, perimbangan antara bersikap reaktif dan proaktif, sejauh mana
menempatkan kepentingan klien lebih dulu, dan manfaat mengadopsi filosofi
pemasaran.
o Ruang lingkup tugas
Bagi sebagian petugas, tugas mengidentifikasi kebutuhan
dalam batas tertentu telah dilakukan. Sebagai contoh, seorang perawat
telah melakukan identifikasi yang jelas terhadap upayanya memberi
tahu pasien tentang perawatan penyakitnya. Akan tetapi bagaimana iya
melakukan peayanan yang berorientasi pada pasien yang bersangkutan?
Tentu saja, ia perlu mengindetifikasi dan memberi tanggapan terhadap
kebutuhan-kebutuhan individu setiap pasien.
Semua promotor kesehatan memerlukan kompetensi untuk
bersikap responsif terhadap kebutuhan promosi kesehatan dan klien
mereka. Selain itu, mereka juga membutuhkan kejelasan ruang lingkup
pekerjaan mereka, mana yang dapat merupakan lakukan dan mana yang
tidak, meski kegiatan tersebut dapat dilakukan. Oleh karena itu,
meskipun promotor kesehatan mampu melakukan kegiatan tertentu,
tetapi perlu mempertimbangkan apakah kegiatan tersebut dalam ruang
lingkup tugasnya sebagai promotor kesehatan.
o Reaktif atau proaktif?
Dalam mengidentifikasi kebutuhan, perlu dibedakan anatara
reaktif dan proaktif. Bersikap reaktik adalah memberi tanggapan
(reaksi) terhadap kebutuhan dan permintaan orang lain. Bersikap
proaktif berarti mengambil inisiatif dan keputusan tentang kawasan
pekerjaan yang akan dilakukan. Individu dapat mengatakan “tidak”
19
terhadap permintaan orang lain jika permintaan itu tidak cocok dengan
kebujakan dan prioritas yang ada.
Bersikap reaktif dan proaktof berhungan dengan pendekatan-
pendekatan promosi kesehatan (lihat bahsan rung lingkup tugas). Sebagai
contoh, penggunaan pendekatan berpusat pada klien berarti bersikap
reaktif terhadap kebutuhan yang dinyatakan klien, sedangkan pendekatan
perubahan perilau atau medikal berarti bersikap proaktif. Dalam praktik,
selalu ada perimbangan yang harus di terima anatara bersikap rekatif dan
proaktif.
Adapun penjelasan dari tiap fase dalam kerangka Precede Proceed
Theory adalah sebagai berikut:
1. Fase 1 (diagnosa sosial)
Adalah proses penentuan persepsi seseorang terhadap kebutuhan
dan kualitas hidupnya dan aspirasi untuk lebih baik lagi, dengan penerapan
berbagai informasi yang didesain sebelumnya. Partisipasi masyarakat
adalah sebuah konsep pondasi dalam diagnosis sosial dan telah lama
menjadi prinsip dasar bagi kesehatan dan pengembangan komunitas.
Hubungan sehat dengan kualitas hidup merupakan hubungan sebab akibat.
Input pendidikan kesehatan, kebijakan, regulasi dan organisasi
menyebabkan perubahan out come, yaitu kualitas hidup. Fase ini
membantu masyarakat (community) menilai kualitas hidupnya tidak hanya
pada kesehatan. Adapun untuk melakukan diagnosa sosial dilaksanakan
dengan mengidentifikasi masalah kesehatan melalui review literature
(hasil-hasil penelitian), data (misalnya BPS, Media massa), group method.
Hubungan sebab akibat dapat terjadi secara langsung melalui kebijakan
sosial, intervensi pelayanan sosial, kebijakan kesehatan dan program
kesehatan.
a. Bagian atas yaitu kebijakan sosial atau keadaan sosial,
mengindikasikan masalah kesehatan mempengaruhi kualitas hidup,
sehingga kualitas hidup dapat memotivasi dan mampu mengatasi
berbagai masalah kesehatan. Kualitas hidup sulit diukur dan sulit
didefinisikan; ukuran obyektif (indikator sosial), yaitu angka
20
pengangguran, kepadatan hunian, kualitas air. Ukuran subyektif
(informasi dari anggota masyarakat tentang kepuasan hidup,
kejadian hidup yang membuat stress, individu dan sumber daya
sosial.
b. Bagian bawah yaitu intervensi kesehatan, mengindikasikan kondisi
sosial dan kualitas hidup dipengaruhi oleh masalah kesehatan.
2. Fase 2 (diagnosa epidemiologi)
Masalah kesehatan merupakan hal yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas hidup seseorang, baik langsung maupun tidak langsung.
Yaitu penelusuran masalah-masalah kesehatan yang dapat menjadi
penyebab dari diagnosa sosial yang telah diprioritaskan. Ini perlu dilihat
data kesehatan yang ada dimasyarakat berdasarkan indikator kesehatan
yang bersifat negatif yaitu morbiditas dan mortalitas, serta yang bersifat
positif yaitu angka harapan hidup, cakupan air bersih, cakupan rumah
sehat. Untuk menentukan prioritas masalah kesehatan, dilakukan dengan
beberapa tahapan, diantaranya:
a. Masalah yang mempunyai dampak terbesar pada kematian,
kesakitan, lama hari kehilangan kerja, biaya rehabilitasi, dan lain-
lain.
b. Apakah kelompok ibu dan anak-anak yang mempunyai resiko.
c. Masalah kesehatan yang paling rentan untuk intervensi.
d. Masalah yang merupakan daya ungkit tinggi dalam meningkatkan
status kesehatan, economic savings.
e. Masalah yang belum pernah disentuh atau di intervensi.
f. Apakah merupakan prioritas daerah/ nasional.
3. Fase 3 (diagnosa perilaku dan lingkungan)
Pada fase ini terdiri dari 5 tahapan, antara lain:
a. Memisahkan penyebab perilaku dan non perilaku dari masalah
kesehatan.
b. Mengembangkan penyebab perilaku
1) Preventive behaviour (primary, secondary, tertiary)
2) Treatment behaviour
21
c. Melihat important perilaku
1) Frekuensi terjadinya perilaku
2) Terlihat hubungan yang nyata dengan masalah kesehatan
d. Melihat changebility perilaku
e. Memilih target perilaku
Untuk mengidentifikasi masalah perilaku yang
mempengaruhi status kesehatan, digunakan indikator perilaku
seperti: pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilisasi), upaya
pencegahan (prevention action), pola konsumsi makanan
(consumtion pattern), kepatuhan (compliance), upaya pemeliharaan
sendiri (self care).
Untuk mendiagnosa lingkungan diperlukan lima tahap,
yaitu: membedakan penyebab perilaku dan non perilaku;
menghilangkan penyebab non perilaku yang tidak bisa diubah;
melihat important faktor lingkungan, melihat changeability faktor
lingkungan, memilih target lingkungan.
4. Fase 4 (diagnosa pendidikan dan organisasi)
Mengidentifikasi kondisi-kondisi perilaku dan lingkungan yang
status kesehatan atau kualitas hidup dengan memperhatikan faktor-faktor
penyebabnya. Mengidentifikasi faktor-faktor yang harus diubah untuk
kelangsungan perubahan perilaku dan lingkungan. Merupakan target
antara atau tujuan dari program.
Ada 3 kelompok masalah yang berpengaruh terhadap perilaku, yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor): pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai, dan lain-lain.
b. Faktor penguat (reinforcing factor): perilaku petugas kesehatan atau
petugas lain, dan lain-lain.
c. Faktor pemungkin (enabling factor): lingkungan fisik tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, dan
lain-lain.
Tahap proses menyeleksi faktor dan mengatur program:
a. Identifikasi dan menetapkan faktor-faktor menjadi 3 kategori
22
Mengidentifikasi penyebab-penyebab perilaku dan dipilah-
pilah sesuai dengan 3 kategori yang ada: predisposing, enabling,
reinforcing factors. Metode:
1) Formal
a) Literatur
b) Checklist dan kuesioner
2) Informal
a) Brainstorming
b) Normal group process (NGP)
b. Menetapkan prioritas antara kategori
Menetapkan faktor mana yang menjadi obyek intervensi, dan
seberapa penting dari ke-3 faktor yang ada.
c. Menetapkan prioritas dalam kategori
Berdasarkan pertimbangan:
1) Important: prevalensi, penting dan segera di atasi menurut logis,
pengalaman, data dan teori
2) Immediacy: seberapa penting
3) Necessity: mungkin prevalensi rendah, tapi masih harus
dimunculkan perubahan lingkungan dan perilaku yang terjadi
4) Changeability: mudah untuk diubah
5. Fase 5 (diagnosa administrasi dan kebijakan)
Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya dan
kejadian-kejadian dalam organisasi yang mendukung atau menghambat
perkembangan promosi kesehatan.
a. Administrative diagnosis
1) Memperkirakan atau menilai resorces/ sumber daya yang
dibutuhkan program
2) Menilai resorces yang ada didalam organisasi atau masyarakat
3) Mengidentifikasi faktor penghambat dalam mengimplementasi
program
Tahap diagnosa administrasi, antara lain:
1) Menilai kebutuhan sumber daya
23
a) Time
b) Personnel
c) Budget
2) Menilai ketersediaan sumber daya
a) Personnel
b) Budgetary contraints (keterbatasan budget)
3) Menilai penghambat implementasi
a) Staff commitment and attitude
b) Goal conflict
c) Rate of change
d) Familiarity
e) Complexity
f) Space
g) Community barriers
b. Policy diagnosis
1) Menilai dukungan politik
2) Dukungan regulasi atau peraturan
3) Dukungan sistem didalam organisasi
4) Hambatan yang ada dalam pelaksanaan program
5) Dukungan yang memudahkan pelaksanaan program
24
e) Power equalization approach
f) Power educative approach
g) Conflict approach
h) Advocacy and education and community development
Implementasi:
Kunci keberhasilan implementasi:
1. Pengalaman
2. Sensitif terhadap kebutuhan
3. Fleksibel dalm situasi kondisi
4. Fokus pada tujuan
5. Sense of humor
Evaluasi dan accountability:
Evaluasi: membandingkan tujuan dengan standar object of interest:
1. Mengukur quality of life
2. Indikator status kesehatan
3. Faktor perilaku dan lingkungan
4. Faktor predisposing, enabling, reinforcing
5. Aktivitas intervensi
6. Metode
7. Perubahan kebijakan, regulasi atau organisasi
8. Tingkat keahlian staf
9. Kualitas penampilan dan pendidikan
Object of interest:
1. Input
2. Intermediate effects
3. Outcome
Tingkatan Objective:
1. Ultimate objectives : sosial dan kesehatan
2. Intermediate objectives: perilaku dan lingkungan
3. Immediate objective: educational, regulatory, policy
Tingkat Evaluasi:
1. Evaluasi proses
25
Evaluasi dari program promosi kesehatan yang dilaksanakan
2. Evaluasi impact
Menilai efek langsung dari program pada target perilaku
(predisposing, enabling, reinforcing factors) dan lingkungan.
3. Evaluasi outcome
Evaluasi terhadap masalah pokok yang pada proses awal
perencanaan akan diperbaiki: satus kesehatan dan quality of life.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Health Belief Model (HBM) dikembangkan sejak tahun 1950 oleh
kelompok ahli psikologi sosial dalam pellayanan kesehatan masyarakat
Amerika. Model ini digunakan sebagai upaya menjelaskan secara luas
kegagalan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan atau deteksi
penyakit dan sering kali dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam
perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia yang dimulai dari
pertimbangan orang-orang tentang kesehatan.
Seperti HBM, model ini memakai pendekatan kognitif
(pengetahuan), tetapi memiliki keuntungan lebih dibandingkan HBM. Teori
kehendak perilaku merupakan teori perilaku manusia secara umum.
Sebenarnya, teori ini digunakan dalam berbagai perilaku manusia, khususnya
berkaitan dengan masalah sosiopsikologis, kemudian berkembang dan banyak
digunkan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku
kesehatan.
Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief), sikap
(attitude), kehendak (intention), dan perilaku. Kehendak merupakan prediktor
terbaik perilaku, artinya, jika ingin mengetahui apa yang akan di lakukan
seseorang, cara terbaik adalah mengetahui kehendak orang tersebut. Namun,
seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama
sekali berbeda (tidak selalu berdassarkan kehendak). Konsep penting dalam
teori ini adalah fokus perhatian (salience), yaitu mempertimbangkan sesuatu
yang dianggap penting.
Transtheoritical model yaitu suatu model yang teoritis tentang
perilaku ubah, yang telah (menjadi) basis untuk mengembangkan intervensi
yang efektif untuk mempromosikan perubahan perilaku kesehatan.
Transtheoretical Model adalah suatu model yang integratif tentang perubahan
perilaku. Kunci membangun dari teori lainnya terintegrasi.Model
menguraikan bagaimana orang-orang memodifikasi suatu perilaku masalah
27
atau memperoleh suatu perilaku yang positif.Pengaturan yang pusat
membangun dari model adalah Langkah-langkah perubahan.Model juga
meliputi satu rangkaian variabel yang mandiri, proses merubah perilaku, dan
satu rangkaian hasil mengukur, termasuk Decisional Balance dan timbangan
Temptation.Processes from Change adalah sepuluh aktivitas perilaku dan
teori yang memudahkan perubahan. Model Precede-Proced merupakan
bentuk operasionalisasi perencanaan promosi kesehatan. Penerapan model ini
di bahas lebih lanjut pada bab 6 tentang perencanaan promosi kesehatan.
3.2 Saran
Dengan terselesaikannya makalah ini diharapkan mahasiswa Program
Studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso dapat memahami lingkup
promosi kesehatan dalam praktek keperawatan dengan baik serta
hubungannya dengan ilmu keperawatan yang tengah ditekuni. Hal tersebut
ditunjukan agar mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Universitas
Bondowoso dapat memiliki kompetensi yang tinggi dalam perawatan
terhadaplingkup promosi kesehatan. Serta mampu untuk menjalankan
peranan keperawatan baik untuk sasaran perorangan ataupun komunitas.
28
DAFTAR PUSTAKA
29