Anda di halaman 1dari 53

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Persalinan


1. Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses yang dimulai dengan kontraksi uterus yang
menyababkan dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi dan plasenta.
Persalinan atau partus adalah pengeluaran hasil konsepsi (janin atau uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
Paritas, adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang
pernah dilahirkan , hidup maupun mati, bila berat badan tidak diketahui, maka
dipaki umur kehamilan lebih dari 24 minggu.
Partus imaturus adalah proses pengeluaran hasil konsepsi kurang dari 28
minggu dan lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 500-1000 gram.
Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup
tetapi belum aterm (cukup bulan), berat janin antara 1.000-2.500 gram atau umur
kehamilan antara 28 sampai dengan 36 minggu.
Partus postmaturus atau serotinus adalah proses pengeluaran hasil konsepsi
yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu persalinan yang diperkirakan.

2. Definisi Persalinan Normal


Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin.
Partus atau persalinan normal adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi
yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar (Sarwono
Prawiroharjo, 2009).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin atau uri) yang telah
cukup bulan atau hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan/ kekuatan sendiri (Manuaba, 1998).
Persalinan adalah peristiwa lahirnya anak disertai plasenta dan air ketuban dari
kandungan ibunya (zr.dra. Christina S Ibrahim).
Persalinan normal adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala
dengan ibu sendiri, tanpa bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang
umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (mochtar, rustam.1998).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit. (APN, 2007).

3. Sebab-sebab Terjadinya Persalinan


Beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kontraksi atau his.
Perlu diketahui bahwa ada 2 hormon yang dominan saat hamil, yaitu :
a. Esterogen
- Meningkatkan sensitivitas otot rahim.
- Memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan
oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
b. Progesteron
- Menurunkan sensitivitas otot rahim.
- Menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan
oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
- Menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.
Esterogen dan progesterone terdapat dalam keseimbangan sehingga kehamilan
dapat dipertahakan. Perubahan keseimbangan esterogen dan progesteron
menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofisis parts posterior dapat
menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hick. Kontrak Braxton Hick akan
menjadi kekuatan dominan saat mulainya persalinan, sehinnga frekuensi kontraksi
makin sering. Oksitosin diduga bekerjasama dengan prostaglandin yang makin
meningkat mulai dari umur kehamilan minggu ke-15.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan beberapa teori yang menyatakan


sebab-sebab terjadinya persalinan adalah :

1) Teori keregangan.
- Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
- Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan
dapat mulai.
- Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi pada setelah
keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.

2) Teori penurunan progesterone.


- Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu,
dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu.
- Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim
lebih sensitive terhadap oksitosin.
- Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkatan
penurunan progesterone tertentu.

3) Teori oksitosin internal.


- Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.
- Perubahan keseimbangan esterogen dan progesterone dapat mengubah
sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton
Hicks.
- Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka
oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat
dimulai.

4) Teori prostaglandin.
- Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15
minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.
- Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
- Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
5) Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis.
- Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anensefalus sering
terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus.
Teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973.
- Malpar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan, hasilnya
kehamilan kelinci berlangsung lebih lama.
- Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin,
induksi (mulainya) persalinan.
- Dari percobaan tersebut diatas ada hubungan antara hipotalamus-
pituitari dengan mulainya peralinan.

6) Teori iritasi mekanik


- Adanya tekanan dan pergeseran pada ganglion servikale dari fleksus
Frankenhauser yang terletak dibelakang servick oleh bagian terbawah
janin, sehinnga dapat memicu persalinan.

7) Induksi partus (induction of labour). Partus dapat pula ditimbulkan


dengan jalan :
- Ganggang laminaria : beberapa ganggang laminaria dimasukan
kedalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang fleksus
Frankenhauser.
- Amniotomi : pemecahan ketuban.
- Oksitosin drip : pemberian okositosin menurut tetesan perinfus.

8) Teori berkurangnya nutrisi


Berkurangnya nutrisi pada janin di kemukakan oleh Hippokrater untuk
pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi
akan di keluarkan.

4. Faktor-faktor Yang Berperan Dalam Persalinan


a. Power (tenaga/ kekuatan ibu).
Yang dimaksud dengan power adalah untuk mengejan, yaitu kontraksi/ his
dari tenaga mengejan ibu.
b. Jalan lahir (passage)
Jalan lahir di bagi atas :
1) Jalan lahir keras : pelvis/panggul
Terdiri dari 4 buah tulang, yaitu :
a) Dua tulang pangkal paha (Os.coxae) terdiri dari :
- Tulang usus (Os. Ilium)
- Tulang duduk (Os. Ischium)
- Tulang kemaluan (Os. Pubis)
b) Satu tulang kelangkangan (Os. Sacrum).
c) Satu tulang tungging (Os. Coccygis).

2) Tulang panggul di pisahkan oleh pintu atas panggul menjadi 2 bagian,


yaitu :
a) Pelvis major : bagian di atas pintu atas panggul (PAP) dan tidak
berkaitan dengan persalinan.
b) Pelvis minor : menyerupai suatu saluran yang menyerupai sumbu
melengkung ke depan.

3) Jalan lahir lunak : segmen bawah rahim, serviks, vagina, introitus vagina,
dan vagina, muskulus dan ligamentum yang menyelubungi dinding dalam
dan bawah panggul.

4) Bidang – bidang Hodge


Adalah bidang semu sebagai pedoman untuk menentukan kemajuan
persalinan, yaitu seberapa jauh penurunan kepala melalui pemeriksaan
dalam. Bidang hodge :
a) Hodge I : promontorium, tepi atas simfisis pubis.
b) Hodge II : sejajar hodge I setinngi pinggir bawah simfisis pubis
c) Hodge III : sejajar hodge I setinggi spina ischiadika
d) Hodge IV : sejajar hodge I setinggi ujung os. Coccygeus

5) Ukuran – ukuran panggul :


a) Distansia spinarium (24 – 26 cm)
b) Distansia cristarium (28 – 30 cm)
c) Conjugate externa (18 – 20 cm)
d) Lingkar panggul (80-90 cm)
e) Conjugate diagonalis (12,5 cm)

c. Passenger ( janin dan plasenta )


1) Janin
Persalinan normal terjadi bila kondisi janin adalah letak bujur, presentasi
belakang kepala, sikap fleksi dan tafsiran berat janin <4000 gram.

2) Plasenta
Plasenta berada di segmen atas rahim (tidak menhalangi jalan rahim).
Dengan tuanya plasenta pada kehamilan yang bertambah tua maka
menyebabkan turunya kadar estrogen dan progesterone sehinga
menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan
kontraksi.
d. Psikologi ibu
e. Posisi ibu
f. Penolong
Ketika persalinan dimulai peran ibu, keluarga dan petugas sangatlah
penting.
1) Peran Ibu : melahirkan ibunya.
2) Peran petugas : memantau proses persalinan untuk mendeteksi dini adanya
komplikasi.
3) Peran keluarga : memberikan bantuan serta dukungan pada ibu saat
persalinan.

5. Perubahan – Perubahan Fisiologis Dalam Persalinan


Menurut pusdiknakes 2003, perubahan fisiologis dalam persalinan meliputi :
a. Tekanan darah
Tekanan darah meningkat selama kontraksi uterus dengan kenaikan
sistolik rata – rata 10 – 20 mmHg dan kenaikan diastolic rata – rata 5-10
mmHg. Diantara kontraksi uterus, tekanan darah kembali normal pada level
sebelum persalinan. Rasa sakit, takut dan cemas juga akan meningkatkan
tekanan darah.
b. Metabolisme
Selama persalinan metabolism karbohidrat aerobic maupun metabolism
anaerobic akan naik secara berangsur disebabkan karena kecemasan serta
aktifitas otot skeletal. Peningkatan inni ditandai dengan kenaikan suhu badan,
denyut nadi, pernafasan, kardiak output, dan kehilangan cairan.

c. Suhu badan
Suhu badan akan sedikit meningkat selam persalinan, terutama selam
persalinan dan segera setelah kelahiran. Kenaikan suhu di anggap normal jika
tidak melebihi 0.5 – 1 ˚C.

d. Denyut jantung
Berhubungan dengan peningkatan metabolisme, detak jantung secara
dramatis naik selama kontraksi. Antara kontraksi, detak jantung sedikit
meningkat di bandingkan sebelum persalinan.

e. Pernafasan
Karena terjadi peningkatan metabolisme, maka terjadi peningkatan laju
pernafasan yang di anggap normal. Hiperventilasi yang lama di anggap tidak
normal dan bias menyebabkan alkalosis.

f. Perubahan pada ginjal


Poliuri sering terjadi selama persalinan, mungkin di sebabkan oleh
peningkatan filtrasi glomerulus dan peningkatan aliran plasma ginjal.
Proteinuria yang sedikit di anggap biasa dalam persalinan.

g. Perubahan gastrointestinal
Motilitas lambung dan absorpsi makan padat secara substansial berkurang
banyak sekali selama persalinan. Selai itu, pengeluaran getah lambung
berkurang, menyebabkan aktivitas pencernaan hamper berhenti, dan
pengosongan lambung menjadi sangat lamban. Cairan tidak berpengaruh dan
meninggalkan perut dalam tempo yang biasa. Mual atau muntah biasa terjadi
samapai mencapai akhir kala I.
h. Perubahan hematologi
Hematologi meningkat sampai 1,2 garam/100 ml selama persalinan dan
akan kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan sehari setelah pasca
persalinan kecuali ada perdarahan post partum.

6. Perubahan Psikologi Pada Ibu Bersalinan Menurut Varney (2006) :


a. Pengalaman sebelumnya
Fokus wanita adalah pada dirinya sendiri dan fokus pada dirinya sendiri ini
timbul ambivalensi mengenai kehamilan seiring usahanya menghadapi
pengalaman yang buruk yang pernah ia alami sebelumnya, efek kehamilan
terhadap kehidupannya kelak, tanggung jawab ,yang baru atau tambahan yang
akan di tanggungnya, kecemasan yang berhubungan dengan kemampuannya
untuk nenjadi seorang ibu.

b. Kesiapan emosi
Tingkat emosi pada ibu bersalin cenderung kurang bias terkendali yang di
akibatkan oleh perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri serta
pengaruh dari orang – orang terdekatnya, ibu bersalin biasanya lebih sensitive
terhadap semua hal. Untuk dapat lebih tenang dan terkendali biasanya lebih
sering bersosialisasi dengan sesame ibu – ibu hamil lainnya untuk saling tukar
pengalaman dan pendapat.

c. Persiapan menghadapi persalinan ( fisik, mental,materi dsb)


Biasanya ibu bersalin cenderung mengalami kekhawatiran menghadapi
persalinan, antara lain dari segi materi apakah sudah siap untuk menghadapi
kebutuhan dan penambahan tanggung jawab yang baru dengan adnya calon
bayi yang akan lahir. Dari segi fisik dan mental yang berhubungan dengan
risiko keselamtan ibu itu sendiri maupun bayi yang di kandungnya.

d. Support system
Peran serta orang – orang terdekat dan di cintai sangat besar pengaruhnya
terhadap psikologi ibu bersalin biasanya sangat akan membutuhkan dorongan
dan kasih saying yang le bih dari seseorang yang di cintai untuk membantu
kelancaran dan jiwa ibu itu sendiri.

7. Tanda-tanda Persalinan
Persalinan patut dicurigai jika setelah usia kehamilan 22 minggu keatas, ibu
merasa nyeri abdomen berulang yang disertai dengan cairan lendir yang
mengandung darah atau blood show. Agar dapat mendiagnose persalinan, bidan
harus memastikan perubahan serviks dan kontraksi yang cukup.
a. Perubahan serviks, kepastian persalinan dapat ditentukan hanya jika serviks
secara progresif menipis dan membuka.
b. Kontraksi yang cukup/adekuat, kontraksi dianggap adekuat jika :
- Kontraksi terjadi teratur, minimal 3 kali dalam 10 menit, setiap kontraksi
berlangsung sedikitnya 40 detik.
- Uterus mengeras selama kontraksi, sehingga tidak bias menekan uterus
dengan menggunakan jari tangan.

Sangat sulit membedakan persalinan sesungguhnya dengan persalinan semu.


Persalinan semu bias terjadi beberapa hari atau beberapa minggu sebelum
permulaan persalinan sesungguhnya. Tanda-tanda persalinan sudah dekat, sebagai
berikut :

a. Menjelang minggu ke-36, pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri


karena kepala janin sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan oleh
kontraksi Braxton Hicks, ketegangan dinding perut, ketegangan ligamentum
rotundum, dan gaya berat janin sehingga kepala kearah bawah. Masuknya
kepala janin ke pintu atas panggul dirasakan ibu hamil dengan terasa ringan di
bagian atas (rasa sesak mulai berkurang), terjadi kesulitan saat berjalan, sering
kencing. Gambaran penurunan bagian bawah janin tersebut sangat jelas pada
primigravida, sedang pada multigravida kurang jelas karena kepala janin baru
masuk pintu atas panggul menjelang persalinan.
b. Terjadi his permulaan. Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton
Hicks. Kontraksi ini dapat dikemukakan sebagai keluhan, karena dirasakan
sakit dan mengganggu. Kontraksi ini terjadi karena perubahan keseimbangan
esterogen dan progesterone dan memberikan rasangan oksitosin. Dengan
makin tua kehamilan, maka pengeluaran esterogen dan progesterone makin
berkurang, sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering
sebagai his palsu.

PERSALINAN PERSALINAN

SESUNGGUHNYA SEMU

Serviks menipis dan membuka Tidak ada perubahan pada serviks

Rasa nyeri dan interval teratur Rasa nyeri tidak teratur

Interval antara rasa nyeri yang secara Tidak ada perubahan interval antara
perlahan semakin pendek rasa nyeri yang satu dengan yang lain.

Waktu dan kekuatan kontraksi semakin Tidak ada perubahan pada waktu dan
bertambah kekuatan kontraksi

Rasa nyeri tersa dibagian belakang dan Kebanyakan rasa nyeri di bagian
menyebar ke depan depan

Tidak ada perubahan rasa nyeri


Dengan berjalan bertambah intensitas
dengan berjalan

Tidak ada hubungan antara tingkat


Ada hubungan antara tingkat kekuatan
kekuatan kontraksi uterus dengan
kontraksi dengan intensitas nyeri
intensitas nyeri

Lendir darah sering tampak Tidak ada lendir darah

Tidah ada kemajuan penurunan bagian


Ada penurunan bagian kepala janin
terendah janin

Kepala janin sudah terfiksasi di PAP Kepala belum masuk PAP walaupun
diantara kontraksi ada kontraksi

Pemberian obat penenang tidak Pemberian obat penenang yang efisien


menghentikan proses persalinan menghentikan rasa nyeri pada
sesungguhnya persalinan semu

Tabel 7.a Karakteristik Persalinan Sesungguhnya dan Persalinan semu


8. Mekanisme Persalinan Normal
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada
presentasi kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, ±
8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di
sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rectum.
Menjadi pertanyaan mengapa janin dengan presentasentase yang tinggi berada
dalam uterus dengan presentasi kepala ? keadaan ini mungkin disebabkan karena
kepala relative lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus
sedemikian rupa, sehingga volume bokong dan ekstermitas yang lebih besar
berada diatas, di ruangan yang lebih luas, sedangkan kepala berada di bawah, di
ruang yang lebih sempit. Ini dikenal sebagai teori akomodasi. Mekanisme
persalinan merupakan gerakan-gerakan janin pada proses persalinan yang meliputi
langkah-langkah sebagai berikut :

a. Engagement ( masuknya kepala )


Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul pada primigravida
sudah terjadi pada bulan terakhir kehamilan tetapi pada multipara biasanya
baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala ke dalam pintu atas
panggul biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang
ringan. Apabila sutura sagitalis berada di tengah-tengah jalan lahir, tepat
diantara symphysis dan promotorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan
synclitismus.
Pada synclitismus os parietale depan dan belakang sama tingginya.
Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati symphysis atau agak ke
belakang mendekati promotorium, maka dikatakan asynclitismus. Dikatakan
asynclitismus posterior, ialah kalau sutura sagitalis mendekati symphysis dan
os parietale belakang lebih rendah dari os parietale depan, dan dikatakan
asynclitismus anterior ialah kalau sutura sagitalis mendekati promotorium
sehingga os parietale depan lebih rendah dari os parietale belakang. Pada pintu
atas panggul biasanya kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan.
Gambar 8.a - Masuknya kepala janin dalam PAP
Pada derajat sedang asinklitismus pasti terjadi pada persalinan normal,
tetapi bila berat gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi sevalopelvis
dengan panggul yang berukuran normal sekalipun

b. Decent ( penurunan kepala )


Penurunan kepala lebih lanjut terjadi pada kala satu dan kala dua
persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya kontraksi dan retraksi dari
segmen atas rahim, yang menyebabkan tekanan langsung pada fundus pada
bokong janin. Dalam waktu yang bersamaan terjadi relaksasi dari segmen
bawah rahim, sehingga terjadi penipisan dan dilatasi serviks. Keaadaan ini
menyebabkan bayi terdorong kejalan lahir. Pada primigravida majunya kepala
terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dan biasanya baru
mulai pada kala II. Pada multipara sebaliknya majunya kepala dan masuknya
kepala dalam rongga panggul terjadi bersamaan. Majunya kepala ini
bersamaan dengan gerakan-gerakan yang lain yaitu : fleksi, putaran paksi
dalam, dan ekstensi.
Penyebab terjadinya decent, antara lain :
1) Tekanan cairan amnion
2) Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong
3) Usaha meneran ibu
4) Gerakan ekstensi tubuh janin (tubuh janin menjadi lurus)
Faktor lain yang menentukan terjadinya desensus adalah :
1) Ukuran dan bentuk panggul
2) Posisi bagian terendah janin

Semakin besar tahanan tulang panggul atau adanya kesempitan panggul


akan menyebabkan desensus berlangsung lambat.
1) Desensus berlangsung terus sampai janin lahir.
2) Putar paksi dalam- internal rotation
3) Bersama dengan gerakan desensus, bagian terendah janin mengalami
putar paksi dalam pada level setinggi spina ischiadica (bidang tengah
panggul).
4) Kepala berputar dari posisi tranversal menjadi posisi anterior (kadang-
kadang kearah posterior).

c. Fleksi
Dengan majunya kepala biasanya fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil
jelas lebih rendah dari ubun-ubun besar. Keuntungan dari bertambah fleksi
ialah bahwa ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir: diameter
suboksipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan diameter suboksipito frontalis
(11 cm). Fleksi ini disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya
mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks, dinding panggul
atau dasar panggul. Akibat dari kekuatan ini adalah terjadinya fleksi karena
moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan
defleksi.
Gambar 8.c - Kepala janin fleksi maksimal

d. Putaran paksi dalam


Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian
depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar
ke depan ke bawah symphisis. Pada presentasi belakang kepala bagian yang
terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar
ke depan dan ke bawah symphysis.

Gambar 8.d - Kepala janin melakukan putaran paksi dalam

Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putaran
paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan
bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul.
Putaran paksi dalam bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi
sebelum kepala sampai Hodge III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai
di dasar panggul.
Sebab-sebab terjadinya putaran paksi dalam adalah :
1) Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah
dari kepala
2) Bagian terendah dari kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit
terdapat sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genitalis antara m.
levator ani kiri dan kanan.
3) Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter
anteroposterior.

e. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul,
terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu
jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan atas, sehingga kepala
harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya.

Gambar 8.e - Kepala janin ekstensi maksimal

Pada kepala bekerja dua kekuatan, yang satu mendesak nya ke bawah dan
satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Setelah
suboksiput tertahan pada pinggir bawah symphysis akan maju karena kekuatan
tersebut di atas bagian yang berhadapan dengan suboksiput, maka lahirlah
berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun- ubun kecil, ubun-ubun besar,
dahi, mata, hidung, mulut dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi.
Suboksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut hypomochlion.
f. Putaran Paksi Luar
Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah
punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena
putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan =
putaran paksi luar).
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan
dengan tuber isciadicum sepihak. Gerakan yang terakhir ini adalah putaran
paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter
biacromial) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu
bawah panggul.

g. Eksplusi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphysis dan
menjadi hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan
menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan
lahir.
Dengan konrtaksi yang efektif fleksi kepala yang adekuat dan janin dengan
ukuran yang rata rata, sebagian besar oksiput yang posisinya posterior
berputar cepat segera setelah mencapai dasar panggul sehingga pesalinan tidak
begitu bertambah pajang. Akan tetapi, pada kira-kira 5-10% kasus, keadaan
yang menguntukan ini tidak terjadi. Sebagai contoh kontraksi yang buruk atau
fleksi kepala yang salah atau keduanya,rotasi mungkin tidak sempurna atau
mungkin tidak terjadi sama sekali, khususnya kalau janin besar.

h. Regresi Uterus
Uterus yang berat mungkin jatuh pada salah satu sisi atau kembali ke
dalam rongga abdomen. Untuk alasan ini beberapa lembaga menyarankan ibu
untuk berbaring telungkup ketika istirahat sampai regresi uterus kekanan
sebelum kehamilan, sekitar 4 sampai 6 minggu. Setelah 10 hari uterus
biasanya turun ke dalam panggul sejati dan tidak lagi teraba dalam abdomen.
Refleks saraf yang diberikan oleh putting karena isapan bayi menstimuli
kelenjar pituitari untuk mensekresi oksitosin, yang menyebabkan kontraksi
uterus. Untuk alasan ini, regresi uterus di percepat dengan menyusui.
9. Pembagian Fase atau Kala Dalam Persalinan

a. Kala I atau Kala Pembukaan.


Kala pertama dalam persalinan dimulai bila didapat kontraksi uterus
dengan frekwensi, intensitas, dan lama yang memadai sehingga terjadi
perlunakan dan pembukaan dari serviks. Kala pertama dalam persalinan
berakhir bila serviks sudah membuka dengan lengkap yaitu bila serviks sudah
membuka sedemikian rupa sehingga dapat dilalui oleh kepala janin. Jadi kala
pertama dari persalnan merupakan tahapan dimana terjadi perlunakan dan
pembukaan dari serviks (William, 1991).Proses membukanya serviks sebagai
akibat his yang dibagi dalam dua fase, yaitu fase laten yang berlangsungnya
selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran
diameter 3 cm dan fase aktif dibagi 3 fase,yaitu :
- Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.
- Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm.
- Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (10
cm).

1) Mekanisme Pembukaan Serviks :


a) Primigravida
Lamanya 10-12 jam, proses pembukaan serviks Serviks mendatar dan
menipis, pembukaan servik perjam 1 cm.
b) Multigravida
Lamanya 4-8 jam, Serviks mendatar, menipis dan membuka secara
bersamaan, pembukaan servik perjam 2 cm.

2) Perbedaan proses pematangan dan pembukaan serviks (cervical


effacement) pada primigravida dan multipara :
a) Pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih terlebih dahulu
sebelum terjadi pembukaan, sedangkan pada multipara serviks telah
lunak akibat persalinan sebelumnya, sehingga langsung terjadi proses
penipisan dan pembukaan.
b) Pada primigravida, ostium internum membuka terlebih dahulu daripada
ostium eksternum (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti
lingkaran kecil di tengah), sedangkan pada multipara, ostium internum
dan eksternum membuka bersamaan (inspekulo ostium tampak
berbentuk seperti garis lebar).
c) Periode Kala 1 pada primigravida lebih lama (+ 20 jam) dibandingkan
multipara (+14 jam) karena pematangan dan pelunakan serviks pada
fase laten pasien primigravida memerlukan waktu lebih lama.

3) Hal – hal yang terjadi pada kala I :


a) His
His atau kontraksi uterus yang terjadi secara teratur dan semakin
meningakt frekwensinya. Interval his makin lama makin pendek. Nyeri
mulai dari bagian punggung kemudian menyebar ke abdomen bawah.
Mempengaruhi dilatasi dan pendataran serviks. Berjalan biasanya
menyebabkan meningkatkan intensitas kontraksi.

b) Bloody show
Diartikan sebagai keadaan terlibatnya mucus atau lendir yang
disertai dengan sedikit darah yang berasal dari ruptura pembuluh –
pembuluh kapiler yang halus didalam serviks. Lendir yang memenuhi
canalis servicalis selama kehamilan sebagai overculum.

c) Pembukaan tonjolan ketuban


- Terbentuk didepan kepala janin.
- Tonjolan ketuban tersa tegan saat his dan dapat mengalami ruptur.
- Ruptura selaput amnion dapat terjadi setiap saat tetapi biasanya
terjadi pada akhir kala I

d) Dilatasi serviks
Dilatasi os serviks eksterna terjadi secara bertahap.

e) Engagement atau Presenting Pant


Pada primigravida peristiwa ini terjadi 3 – 4 minggu sebelum
proses persalinan. Pada multi engagement terjadi setelah proses
persalinan dimulai.

4) Pemantauan kala 1 fase aktif :


Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif
persalinan . Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk :
a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal . Dengan
demikian , juga dapat melakukan deteksi secara dini setiap
kemungkinan terjadinya partus lama.

Halaman depan partograf untuk mencatat atau memantau :

a) Kesejahteraan janin
Denyut jantung janin (setiap ½ jam), warna air ketuban (setiap
pemeriksaan dalam), penyusupan sutura (setiap pemeriksaan dalam).
b) Kemajuan persalinan
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus (setiap ½ jam), pembukaan
serviks (setiap 4 jam), penurunan kepala (setiap 4 jam).

c) Kesejahteraan ibu
Nadi (setiap ½ jam), tekanan darah dan temperatur tubuh (setiap 4
jam), prodeksi urin ,aseton dan protein ( setiap 2 sampai 4 jam), makan
dan minum.

b. Kala II atau Kala Pengeluaran


Merupakan stadium yang diawali dengan dilatasi sempurna serviks dan
diakhiri dengan kelahiran bayi.

1) Lama kala kedua


Lamanya kala II (sejak pembukaan lengkap sampai lahir), rata – rat
berlangsung 50 menit untuk nullipara, dan 20 menit pada multipara, hal ini
dapat sangat bervariasi. (Pritchrd, MacDonald, Gant, 1991). Kemampuan
ibu untuk menggunakan otot – otot abdomennya dan posisi bagian
presentasi berpengaruh pada durasi kala II. Pada literatur lain, lamanya
kala II bisa berakhir sekitar 20 menit pada multipara dan 2 jam pada
primipara. (Hamilton, 1995), atau bisa berlangsung rata – rata 1,5 jam
pada primigravida pada dan pada multipara rata – rata 0,5 jam.
(Prawirohardjo, 2002)

2) Hal – hal yang terjadi pada kala II :


Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira – kira 2
sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah
masuk di ruang pinggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot – otot
dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.
Wanita merasa pula tekanan pada rektum dan hendak buang air besar.
Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus
membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin
tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah dapat
berelaksasi, kepala tidak masuk lagi diluar his dan kekuatan mengedan
maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simpisis
dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istrahat sebentar, his
mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi.

c. Kala III atau Pengeluaran Uri


Kala III diawali dengan keluarnya bayi dari uterus dan diakhiri dengan
keluarnya plasenta. Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar.
Uterus teraba keras dengan fundus uterus setinggi pusat, dan berisi plasenta
yang menjadi tebal dua kali sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul his
pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5 – 10 menit seluruh plasenta
terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit
dorongan dari atas simphisis/ fundus uteri. Kadang – kadang ada sebagian uri
yang melekat pada dinding rahim. Seluruh proses biasanya berlangsung 5 –
30’ setelah bayi lahir (dapat ditunggu sampai 1 jam, tetapi tidak boleh
ditunggu bila terjadi banyak pendarahan atau bila ada riwayat perdarahan post
partum, dan sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan secara manual dan
diberikan uterus tonika. Hal ini jugak dilakukan bila perdarahan sudah >
500cc). Kala uri merupakan waktu yang paling kritis untuk mencegah
perdarahan post partum.

Kala III terdiri dari 2 fase :

1) Fase Pelepasan Uri


Proses pelepasan ini biasanya setahap demi setahap dan pengumpulan
darah di belakang uri adalah membantu pelepasan uri ini. Plasenta
biasanya terlepas dalam 4 – 5 menit setelah anak, malahan mungkin
pelepasan sudah mulai sewaktu anak lahir. Di tempat – tempat yang lepas
terjadi perdarahan yaitu antara plasenta dan desidua basalis, dan karena
hematoma ini membesar, maka seolah – olah plasenta terangkat dari
dasarnya oleh karena hematoma tersebut sehingga daerah pelepasan
meluas. Perdarahan ini disebut “retroplasental hematoma”.
Cara lepasnya plasenta ada 2 macam :
a) Secara Schultzse
Cara ini yang paling sering terjadi (80%) dimana lepasnya seperti
kita menutup payung. Yang lepas terlebih dahulu adalah bagian
tengah, lalu terjadi retroplasental hematoma yang menolak uri mula –
mula bagian tengah, kemudian seluruhnya sehingga menurut cara ini,
perdarahan biasanya tidak ada sebelum plasenta lahir dan banyak
setelah plasenta lahir.

b) Secara Duncan
Pelepasan mulai dari pinggir plasenta, sehingga bagian pinggir
plasenta yang lahir terlebih dahulu. Darah akan mengalir keluar antara
selaput ketuban dengan dinding rahim. Jadi perdarahan sudah ada sejak
sebagian dari plasenta terlepas dan terus berlangsung sampai seluruh
plasenta lepas. Pelepasan DUNCAN terutama terjadi pada plasenta
letak rendah.

2) Fase Pengeluaran Uri


Uri yang sudah lepas akan terdorong oleh kontraksi rahim ke SBR
(segmen bawah rahim). Hal ini di bantu pula oleh tekanan abdominal
(mengejan, sehingga uri dapat dilahirkan, 20% secara spontan dan
selebihnya memerlukan pertolangan.

d. Kala IV atau Kala Pengawasan


Masa 2 jam setelah plasenta lahir yang perlu diobservasi antara lain:
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Suhu
4) Tinggi fundus uteri
5) Kontraksi
6) Perdarahan pervaginam

B. Konsep Dasar Air Ketuban


1. Definisi Air Ketuban
Air ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang terdapat dalam ruangan
yang diliputi oleh selaput ketuban.
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan
korion yang sangat erat ikatanya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti
epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat dalam matriks kolagen.
Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin
terhadap infeksi.
Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat. Bagian
dalam selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan jaringan sel kuboitd
yang asalnya ectoderm. Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang
berfungsi mentransfer cairan dan metabolic. Sejak awal kehamilan cairan amnion
telah dibentuk. Mula-mulanya ruangan amnion merupakan rongga kecil saja tapi
kemudian mengelilingi seluruh janin. Akhirnya amnion merapt pada khorion dam
melekat dengannya. Ruang amnion terisi oleh air ketuban, volume air ketuban
pada kehamilan cukup bulan 1000-1500 ml.
Selaput Amnion

Gambar B.1 – Selaput Amnion yang jelas dilihat di Ketuban

Selama 9 bulan, janin 'berenang' dalam sebuah kantung setipis balon berisi
cairan yang disebut air ketuban. Air ketuban berwarna putih keruh, mempunyai
bau yang khas, agak amis, dan berasa amis. Reaksinya agak alkalis atau netral,
dengan berat jenis 1,008. Cairan amnion merupakan bantalan dan pelindung
untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Komposisinya terdiri atas 98%
air, sisanya albumin, urea, asam urik, keratin, sel-sel epitel, rambut lanugo,
verniks kaseosa, dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6% g per liter,
terutama albumin. Dijumpai lesitin dan sfingomielin amat berguna untuk
mengetahui apakah paru-paru janin sudah matang. Fungsi cairan amnion yang
juga penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan
zeng.

Cairan Amnion

Ketuban

Janin

Gambar B.2 – Janin yang “Berenang” didalam Air Ketuban


Tidak hanya bermanfaat bagi janin dalam kandungan, namun cairan
ketuban juga sangat penting bagi kesehatan ibu hamil. Air ketuban ini mengisi
seluruh rahim ibu hamil, sehingga ketika janin tumbuh dan berkembang tidak
akan menimbulkan tekanan terhadap rahim. Seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan, jumlah cairan ini terus meningkat. Normalnya, pada usia kehamilan
10 – 20 minggu, jumlah air ketuban sekitar 50 – 250 ml. Ketika memasuki minggu
30 – 40, jumlahnya mencapai 500 – 1500ml.

Asal air ketuban belum pasti kemungkinan berasal dari :

- Kencing janin

- Transfuse dari darah ibu

- Sekresi dari epitel amnion

- Asal campuran

2. Fungsi Cairan Amnion atau Air Ketuban

Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin


terhadap infeksi. Cairan Amnion ini bukan sekadar air biasa. Fungsinya banyak
dan penting, seperti:

a. Air ketuban berfungsi sebagai cairan yang dapat memberikan perlindungan


bagi janin yang ada dalam kandungan selama proses tumbuh dan berkembang.
Jadi, janin dalam kandungan tidak terlalu mendapatkan gangguan dari luar
seperti benturan yang mungkin terjadi karena ketidaksengajaan.

b. Melindungi dan mencegah tali pusat dari kekeringan, yang dapat


menyebabkannya mengerut sehingga menghambat penyaluran oksigen melalui
darah ibu ke janin.

c. Berperan sebagai cadangan cairan dan sumber nutrien bagi janin untuk
sementara.
d. Air ketuban juga berfungsi untuk membuat janin lebih leluasa bergerak di
dalam rahim. Pada usia kehamilan 18 minggu, janin biasanya sudah mulai
melakukan gerakan-gerakan kecil. Untuk mempermudah gerakan janin itulah
diperlukan adanya air ketuban.

e. Air ketuban juga memiliki peranan penting dalam proses pembentukan tubuh
janin terutama paru-paru, yang nantinya paru-paru tersebut berfungsi sebagai
alat pernafasan.

f. Janin yang aktif bergerak sangat bermanfaat untuk proses pembentukan


tulang. Air ketuban disini berfungsi sebagai media bagi janin agar bisa lebih
mudah bergerak di dalam rahim. Janin yang semakin aktif bergerak maka hal
itu menunjukkan bahwa kesehatan janin sangatlah baik.

g. Air ketuban berfungsi sebagai media pelapis dari sisi membran timpanik yang
akan berdampak bagi pendengaran janin. Dengan adanya air ketuban maka
janin di dalam rahim bisa mendengarkan bunyi-bunyian dari luar tubuh ibu.
Air ketuban adalah media perantara bunyi yang asalnya dari luar sehingga
dapat masuk ke bagian telinga dalam janin.

h. Air ketuban bisa menstabilkan suhu di dalam rahim alias menjadi inkubator
yang sangat istimewa dalam menjaga kehangatan di sekitar janin. Suhu yang
stabil di dalam rahim akan membuat janin merasa nyaman dan aman. Hal itu
terjadi karena air ketuban di daur ulang secara sistematis sehingga kestabilan
suhu di dalam rahim tetap terjaga.

i. Pada saat kehamilan, air ketuban juga bisa digunakan untuk mendeteksi
kelainan yang dialami janin (Amniocentesis), khususnya yang berhubungan
dengan kelainan kromosom.

j. Selaput ketuban dengan cairan ketuban di dalamnya merupakan penahan janin


dan rahim terhadap kemungkinan infeksi.

k. Ketuban juga bisa menjadi bantalan bagi janin dalam kandungan dari berbagai
bahaya seperti infeksi yang bisa menyebabkan gangguan pada tumbuh
kembang janin dan adanya trauma dari luar.
l. Cairan amnion menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan
zeng.

m. Pada waktu persalinan, air ketuban dapat meratakan tekanan atau kontraksi di
dalam rahim, sehingga leher rahim membuka.

n. Dan saat kantung ketuban pecah, air ketuban yang keluar sekaligus akan
membersihkan jalan lahir.

Tidak hanya bermanfaat bagi janin dalam kandungan, namun cairan ketuban
juga sangat penting bagi kesehatan ibu hamil. Air ketuban ini mengisi seluruh
rahim ibu hamil, sehingga ketika janin tumbuh dan berkembang tidak akan
menimbulkan tekanan terhadap rahim.

3. Macam-macam Kelainan Air Ketuban

a. Ketuban Pecah Dini (KPD)

1) Definisi

Ketuban Pecah Dini (KPD) juga disebut Ketuban Pecah Sebelum


Waktunya (KPSW) atau Ketuban Pecah Prematur (KPP) adalah keluarnya
cairan dari jalan lahir / vagina sebelum proses persalinan. Ketuban pecah
prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset
persalinan disebut juga Premature/Prelabour Rupture Of Membrane
(PROM).

Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran


Chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu disebut juga Preterm Premature/Prelabour Rupture Of
Membrane (PPROM).

2) Etiologi

Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas
maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan
infeksi. Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD
antara lain :
a) Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal

- Inkompetensi servik

- Infeksi vagina / serviks

- Kehamilan ganda

- Polihidramnion

- Trauma

- Distensi uteri

- Stress maternal

- Stress fetal

- Infeksi

- Serviks yang pendek

- Prosedur medis

3) Diagnosa

Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa
pada klien dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang
khas sudah dapat menilai itu mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk
menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini bisa dilakukan dengan cara:

a) Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa


(lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi
bau.

b) Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air


ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah,
atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior

c) USG : volume cairan amnion berkurang / oligohidramnion

d) Terdapat infeksi genital (sistemik)


e) Gejala chorioamnionitis

4) Prognosis / Komplikasi

Ada pun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah :

a) Prognosis ibu

- Infeksi intrapartal dalam persalinan

Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa


menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas

- Infeksi puerperalis / masa nifas

- Dry labour / Partus lama

- Perdarahan post partum

- Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)

- Morbiditas dan mortalitas maternal

b) Prognosis janin

- Prematuritas

Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur


diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia,
neonatal feeding problem, retinopathy of premturity,
intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain
disorder (and risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia,
sepsis.

- Prolaps funiculli / penurunan tali pusat

- Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi).

Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry


labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral
palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress.
- Sindrom deformitas janin

Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia


paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat
(PJT)

- Morbiditas dan mortalitas perinatal

5) Penatalaksanaan

a) Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan


dan tanda infeksi intrauterine. Pada umumnya lebih baik untuk
membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan melahirkan bayi yang
berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk
memperkecil resiko infeksi intrauterine.

b) Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya


pemberian antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan
dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan
trace element, masih kontroversi), fetal and maternal monitoring.
Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio
caesarea (SC) atau pun partus pervaginam. Dalam penetapan langkah
penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif
ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan,
kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan
tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status
imunologi ibu dan kemampuan finansial keluarga.

c) Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif


dengan mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.

d) Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan terminasi dan


pemberian profilaksis streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36
minggu lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm.

e) Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan


konservatif/expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur
(maka perlu dilakukan tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus
grup B, pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun
direkomendasikan oleh para ahli), pemberian antibiotik selama fase
laten.

f) Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap)


lakukan tindakan konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus
grup B, single-course kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus)
dan pemberian antibiotik selama fase laten (jika tidak ada
kontraindikasi).

g) Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan


koseling pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau
induksi persalinan, tidak direkomendasikan profilaksis streptokokkus
grup B dan kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan
karena belum ada data untuk pemberian yang lama).

h) Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena


periode fase laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara
24-32 minggu (untuk mencegah terjadinya resiko perdarahan
intraventrikuler, respiratory distress syndrome dan necrotizing
examinations),tidak boleh dilakukan digital cervical examinations jadi
pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang
lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek dapat
dipertimbangkan untuk memungkinkan pemberian kortikosteroid,
antibiotik dan transportasi maternal, pemberian kortikosteroid setelah
34 minggu dan pemberian multiple course tidak direkomendasikan.

i) Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu


deksametason 2×6 mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2 hari).

j) Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), calsium antagonis


(nifedipine), prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium
sulfat, oksitosin antagonis (atosiban).

k) Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace


element terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah
terutama dalam metabolisme kolagen untuk maintenance integritas
membran korio-amniotik, namun tidak terbukti menimbulkan
epitelisasi lagi setelah terjadi PROM.

l) Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda


chorioamnionitis, terdapat tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal
distress) dan pertimbangan antara usia kehamilan, lamanya ketuban
pecah dan resiko menunda persalinan.

m) KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik


eritromisin 3×250 mg, amoksisillin 3×500 mg dan kortikosteroid.

n) KPD pada kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6
jam) berikan ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2 juta IU, jika
serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika
serviks tidak matang lakukan SC.

o) KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan


antibiotik ampisillin 4×2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks
matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak
matang lakukan SC.

b. POLIHIDRAMNION

1) Definisi

Menurut Rustam Muchtar (1998) penjelasan mengenai Polihidramnion


adalah sebagai berikut : Polihidramnion merupakan keadaan dimana
jumlah air ketuban lebih banyak dari normal atau lebih dari dua liter.
Polihydramnion atau disingkat hidramnion saja didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi 2 liter. Sedangkan secara
klinik adalah penumpukan cairan ketuban yang berlebihan sehingga
menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien. Sedangkan secara USG jika
Amniotic Fluid Index (AFI) >20 atau lebih.Yang sering kita jumpai adalah
hidramnion yang ringan, dengan jumlah cairan 2- 3 liter. Yang berat dan
akut jarang. Frekuensi hidramnion kronis adalah 0,5-1%. Insiden dari
kongenital anomali lebih sering kita dapati pada hidramnion yaitu sebesar
17,7-29%. Hidramnion sering terjadi bersamaan dengan :
a) Gemelli atau hamil ganda (12,5%),

b) Hidrops foetalis

c) Diabetes mellitus

d) Toksemia gravidarum

e) Cacat janin terutama pada anencephalus dan atresia esophagei

f) Eritroblastosis foetalis

2) Etiologi

Mekanisme terjadi Polihidramnion hanya sedikit yang kita ketahui. Secara


teori Polihidramnion terjadi karena :

a) Produksi air ketuban bertambah : yang diduga menghasilkan air


ketuban adalah epitel amnion, tetapi air ketuban juga dapat bertambah
karena cairan lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya air
kencing anak atau cairan otak pada anencephalus.

b) Pengaliran air ketuban terganggu; air ketuban yang telah dibuat


dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu jalan pengaliran
adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus dan dialirkan ke
placenta akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Jalan ini
kurang terbuka kalau anak tidak menelan seperti pada atresia
esophogei, anencephalus atau tumor-tumor placenta. Pada
anencephalus dan spina bifida diduga bahwa hidramnion terjadi karena
transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum tulang
belakang. Selain itu, anak anencephal tidak menelan dan pertukaran air
terganggu karena pusatnya kurang sempurna hingga anak ini kencing
berlebihan. Pada atresia oesophagei hidramnion terjadi karena anak
tidak menelan. Pada gemelli mungkin disebabkan karena salah satu
janin pada kehamilan satu telur jantungnya lebih kuat dan oleh karena
itu juga menghasilkan banyak air kencing. Mungkin juga karena
luasnya amnion lebih besar pada kehamilan kembar. Pada hidramnion
sering ditemukan placenta besar.
Menurut dr. Hendra Gunawan Wijanarko, Sp.OG dari RSIA Hermina
Pasteur, Bandung (2007) menjelaskan bahwa hidromnion terjadi karena:

a) Produksi air jernih berlebih

b) Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban


menumpuk, yaitu hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal
dan saluran kencing congenital

c) Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa


menelan air ketuban. Alhasil volume ketuban meningkat drastic

d) Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang menghasilkan air


seni.

e) Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut sistem


syaraf pusat sehingga fungsi gerakan menelan mengalami kelumpuhan.

f) Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol

g) Ketidak cocokan / inkompatibilitas rhesus

3) Gejala Klinis

a) Perut Ibu hamil sangat besar. Misalnya saja pada usia kehamilan enam
minggu, besar perut Ibu seperti telah menginjak usia kehamilan
delapan hingga sembilan bulan

b) Tulang punggung Ibu semasa hamil terasa nyeri.

c) Perut terasa kembung dan lebih kencang.

d) Kulit perut tampak mengkilap.

e) Terkadang Ibu merasakan sakit pada perut ketika berjalan.

f) Rahim Ibu tumbuh lebih cepat daripada yang seharusnya. Tekanan


pada diafragma menyebabkan ibu mengalami sesak nafas.

g) Denyut jantung janin sulit dipantau. Bagian-bagian tubuh janin sulit


diraba.
Gejala utama yang menyertai Polihidramnion terjadi semata-mata
karena faktor mekanis dan terutama disebabkan oleh tekanan di dalam
sekitar uterus yang mengalami overdistensi terhadap organ-organ di
dekatnya. Apabila peregangannya berlebihan, ibu dapat mengalami
dispnea dan pada kasus ekstrim, mungkin hanya dapat bernafas bila dalam
posisi tegak. Sering terjadi edema akibat penekanan sistem vena besar oleh
uterus yang sangat besar, terutama di ekstremitas bawah, vulva, dan
dinding abdomen. Walaupun jarang, dapat terjadi oligouria berat akibat
obstruksi ureter oleh uterus yang sangat besar.

Pada hidramnion kronik, penimbunan cairan berlangsung secara


bertahap dan wanita yang bersangkutan mungkin mentoleransi distensi
abdomen yang berlebihan tanpa banyak mengalami rasa tidak nyaman.
Namun pada hidramnion akut, distensi abdomen dapat menyebabkan
gangguan yang cukup serius dan mengancam. Hidramnion akut cenderung
muncul pada kehamilan dini dibandingkan dengan bentuk kronik dan
dapat dengan cepat memperbesar uterus. Hidramnion akut biasanya akan
menyebabkan persalinan sebelum usia gestasi 28 minggu, atau gejala dapat
menjadi demikian parah sehingga harus dilakukan intervensi.

Pada sebagian besar kasus hidramnion kronik, tekanan cairan amnion


tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pada kehamilan normal.

Gejala klinis utama pada hidramnion adalah pembesaran uterus disertai


kesulitan dalam meraba bagian-bagian kecil janin dan mendengar denyut
jantung janin. Pada kasus berat, dinding uterus sangat tegang.
Membedakan antara hidramnion, asites, atau kista ovarium yang besar
biasanya mudah dilakukan dengan evaluasi ultrasonografi. Cairan amnion
dalam jumlah besar hampir selalu mudah diketahui sebagai ruang bebas-
echo yang sangat besar di antara janin dan dinding uterus atau plasenta.
Kadang mungkin ditemui kelainan janin misalnya anensefalus atau defek
tabung syaraf lain, atau anomali saluran cerna.

Penyulit tersering pada ibu yang disebabkan oleh hidramnion adalah


solusio plasenta, disfungsi uterus dan perdarahan pasca persalinan.
Pemisahan dini plasenta yang luas kadang-kadang terjadi setelah air
ketuban keluar dalam jumlah yang besar karena berkurangnya luas
permukaan uterus di bawah plasenta. Disfungsi uterus dan perdarahan
pasca persalinan terjadi akibat atonia uteri karena overdistensi.

4) Diagnosis

a) Inspeksi

- Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat,


retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar.

- Jika akut, ibu akan terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah
membawa kandungannya.

b) Palpasi

- Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding
perut, vulva dan tungkai

- Fundus uteri lebih tinggi dari umur sesungguhnya

- Bagian janin sukar dikenali

- Kalau pada letak kepala, kepala janin dapat diraba maka


balotement jelas sekali, Karena bebasnya janin bergerak dan tidak
terfiksir maka dapat terjadi kesalahan-kesalahan letak janin.

c) Auskultasi

- DJJ sukar didengar, dan jika terdengar hanya sekali

- Rontgen foto abdomen :

- Nampak bayangan terselubung kabut, karena banyaknya cairan


kadang bayangan janin tidak jelas

- Foto rongtgen pada hidramnion bberguna untuk disgnostik dan


untuk menentukan etiologi.

d) Pemeriksaan Dalam

Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun diluar his


5) Prognosis/Komplikasi

a) Persalinan kurang bulan

b) Dispnea atau sesak nafas pada ibu

c) Kelainan persentasi janin

d) Solusio Plasenta

e) Prolaps tali pusat

f) Disfungsi uterus selama persalinan

6) Penatalaksanaan

Terapi hidromnion dibagi dalam tiga fase:

a) Waktu hamil

- Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi


dan berikan terapi simptomatis.

- Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus


dirawat dirumah sakit untuk istirahat sempurna. Berikan diet
rendah garam. Obat-obatan yang dipakai adalah sedativa dan obat
duresisi. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tengah,
lakukan pungsi abdominal pada bawah umbilikus. Dalam satu hari
dikeluarkan 500cc perjam sampai keluhan berkurang. Jika cairan
dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi
bila anak belum viable. Komplikasi fungsi dapat berupa :

- Timbul his

- Trauma pada janin

- Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan

- Infeksi serta syok

Bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya


janin mengenai placenta, maka fungsi harus dihentikan.
b) Waktu bersalin

- Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu.

- Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan fungsi
transvaginal melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Dengan
memakai jarum fungsi tusuklah ketuban pada beberapa tempat, lalu
air ketuban akan keluar pelan-pelan.

- Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka


untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras,
masukan tinju kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama
supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksud semua ini adalah
supaya tidak terjadi solutio placenta, syok karena tiba-tiba perut
menjadi kosong atau perdarahan post partum karena atonia uteri.

c) Post partum

- Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi


sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan dan transfusi darah
serta sediakan obat uterotonika

- Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan perdarahan


post partum

- Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah,


maka untuk menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup.

c. OLIGOHIDRAMNION

1) Definisi

Oligohidramnion adalah jumlah cairan amnion yang terlalu sedikit.


Saat kehamilan cukup bulan, jumlah cairan amnion adalah sekitar 300 –
500 ml, tetapi jumlah tersebut dapat berfariasi dan bahkan dapat lebih
sedikit dari jumlah tersebut. Ketika didiagnosis pada pertengahan pertama
kehamilan, kelainan ini sering berkaitan denga agenesis renal (tidak
adanya ginjal) atau sindrom potter, yaitu bayi juga menderita hipoplasia
pulmoner.
Oligohidramnion kadang terjadi pada kehamilan lebih bulan dan
diyakini berkaitan dengan insufisiensi plasenta. Jika fungsi plasenta
berurang, perfusi ke sistem organ janin juga akan berkurang, termasuk ke
ginjal. Penurunan pembentukan urin janin menyebapkan oligohidramnion
karena komponen utama cairan amnion adalah urin janin. (Buku Ajar
Bidan MYLES, Ed. 14)

Marks dan divon 1992 menemukan oligohidramnion yang


didefinisikan sebagai indeks cairan amnion sebesar 5 cm atau kurang pada
12% dari 511 kehamilan berusia 41 minggu atau lebih. Pada 121 wanita
yang diteliti secara longitudinal, terjadi penurunan rata – rata indeks cairan
amnion sebesar 25 % per minggu setelah 41 minggu. Akibat berkurangnya
cairan, resiko kompresi tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin,
meningkat pada semua persalinan, tetapi terutama pada kehamilan
postterem (grubb dan paul, 1992:leveno dkk.1984). (OBSTETRI
WILLIAM Ed.21 vol 2 :915)

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari


normal, yaitu kurang dari 500cc. Oligohidramnion adalah keadaan jika air
ketuban kurang dari 500cc. Oligohidramnion adalah suatu keadaaan
dimana air ketuban sangat sedikit yakni kurang dari normal, yaitu kurang
dari 500cc. Ada beberapa definisi oligohidramnion yang dipakai,
diantaranya :

a) Berkurangnya volume air ketuban (VAK)

b) Volumenya kurang dari 500 cc saat usia 32-36 minggu

c) Ukuran satu kantong (kuadran) < 2 cm

d) Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < presentil kelima

2) Etiologi

Oligohidramnion berkaitan dengan kelainan ginjal janin, trisomi 21


atau 13, atau hipoksia janin. Penyebab rendahnya cairan ketuban seperti
dikutip dari Americanpregnancy.org, adalah:
a) Adanya masalah dengan perkembangan ginjal atau saluran kemih bayi
yang menyebabkan produksi air seninya sedikit, hal ini akan membuat
cairan ketuban rendah.

b) Adanya masalah pada plasenta, karena jika plasenta tidak memberikan


darah dan nutrisi yang cukup untuk bayi akan memungkinkan ia untuk
berhenti mendaur ulang cairan.

c) Ada kebocoran atau pecahnya dinding ketuban yang membuat air


ketuban keluar dari rahim.

d) Usia kehamilan sudah melewati batas, hal ini menyebabkan turunnya


fungsi plasenta yang membuat cairan ketuban berkurang.

e) Adanya komplikasi pada sang ibu, misalnya dehisrasi, hipertensi, pre-


eklamsia, diabetes dan hipoksia kronis.

Selain itu, penyebab Oligohidramnion dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

a) Fetal :

- Kromosom

- Kongenital

- Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim

- Kehamilan postterm

- Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)

b) Maternal :

- Dehidrasi

- Insufisiensi uteroplasental

- Preeklamsia

- Diabetes
- Hypoxia kronis

c) Induksi Obat :

- ndomethacin and ACE inhibitors Idiopatik

3) Patofisiologi

Fisiologi Normal :

AFV meningkat secara bertahap pada kehamilan dengan volume


sekitar 30 mL pada kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya sekitar
1 L pada kehamilan 34-36 minggu. AFV menurun pada akhir trimester
pertama dengan volume sekitar 800 mL pada minggu ke-40. Berkurang
lagi menjadi 350 ml pada kehamilan 42 minggu; dan 250 ml pada
kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150 mL/minggu pada
kehamilan 38-43 minggu.

Mekanisme perubahan tingkat produksi AFV belum diketahui dengan


pasti, meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan
amnion pada proses aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi dengan
tingkat pertukaran sekitar 3600 mL/jam.

3 faktor utama yang mempengaruhi AFV :

a) Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus

b) Pergerakan air dan larutan didalam dan yang melintasi membrane

c) Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta

Patofisiologi :

Secara umum, oligohidramnion berhubungan dengan :

a) Ruptur membran amnion / Rupture of amniotic membranes (ROM).

b) Gangguan congenital dari jaringan fungsional ginjal atau obstructive


uropathy :
- Keadaan–keadaan yang mencegah pembentukan urin atau
masuknya urin ke kantung amnion

- Fetal urinary tract malformations, seperti renal agenesis, cystic


dysplasia, dan atresia uretra

- Reduksi kronis dari produksi urin fetus sehingga menyebabkan


penurunan perfusi renal

- Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang menginduksi


redistribusi cardiac output fetal

- Pada growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan


kebocoran aliran darah dari ginjal ke organ-organ vital lain

- Anuria dan oliguria

c) Postterm gestation

- Penurunan efisiensi fungsi plasenta, namun belum diketahui secara


pasti

- Penurunan aliran darah ginjal fetus dan penurunan produksi urin


fetus.

4) Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion


yang tinggi.

a) Anomali kongenital (misalnya : agenosis ginjal, sindrom patter).

b) Retardasi pertumbuhan intra uterin.

c) Ketuban pecah dini (24-26 minggu).

d) Sindrom paska maturitas.

5) Gambaran Klinis

a) Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.
b) Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.

c) Sering berakhir dengan partus prematurus.

d) Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar
lebih jelas.

e) Persalinan lebih lama dari biasanya.

f) Sewaktu his akan sakit sekali.

g) Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar.

6) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang biasa dilakukan:

a) USG ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal


janin atau ginjal yang sangat abnormal)

b) Rontgen perut bayi

c) Rontgen paru-paru bayi

d) Analisa gas darah

7) Penatalaksanaan:

Tindakan Konservatif :

a) Tirah baring.

b) Hidrasi.

c) Perbaikan nutrisi.

d) Pemantauan kesejahteraan janin ( hitung pergerakan janin, NST, Bpp ).

e) Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.

f) Amnion infusion.
g) Induksi dan kelahiran

Penatalaksanaan bergantung pada usia kehamilan :

a) Pre-term : mengevaluasi dan memonitor keadaan fetal dan


maternal agar tetap dalam kondisi optimal.

b) Aterm : persalinan.

c) Post-term : Persalinan

8) Prognosis dan Komplikasi

a) Prognosis :

- Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin


buruk prognosisnya

- Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas

b) Komplikasi :

- Congenital malformations

- Pulmonary hypoplasia

- Fetal compression syndrome

- Amniotic band syndrome

- Abnormal fetal growth or IUGR

- Decreased fetal blood volume, renal blood flow, and subsequently,


fetal urine output

- Fetal morbidity

c) Akibat Oligohidramnion :

- Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita


cacat bawaan dan pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa
terjadi partus prematurus yaitu picak seperti kertas kusut karena
janin mengalami tekanan dinding rahim.

- Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat
bawaan seperti club-foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit
jadi tenal dan kering ( lethery appereance )

C. Konsep Dasar Ketuban Hijau


1) Definisi
Ketuban hijau adalah suatu kondisi air ketuban berwarna hijau kental, hijau
keruh dan disertai mekonium. Air ketuban bersifat steril, berwarna jernih
kekuningan dan berbau khas. Air ketuban keruh bercampur mekonium dapat
menyebabkan sindrom aspirasi mekonium (SAM) yang mengakibatkan asfiksia
neonatorum yang selanjutnya dapat berkembang menjadi infeksi neonatal.
Pengeluaran mekonium ke dalam air ketuban pada umumnya merupakan
akibat dari keadaan hipoksia intrauterin dan atau gawat janin. Apabila
mekonium dikeluarkan dalam waktu empat jam sebelum persalinan, kulit
neonatus akan berwarna mekonium. Neonatus yang lahir dengan letak sungsang
atau presentasi bokong sering mengeluarkan mekonium sebelum persalinan
namun tanpa terjadi gawat janin.

2) Patofisiologi

Ketuban hijau yang terjadi pada neonatus erat kaitannya dengan resiko
terjadinya sindrom aspirasi mekonium. Ketuban hijau disebabkan oleh faktor -
faktor resiko diatas menyebabkan hipoksia dan fetal disstres pada janin yang
menyebabkan meningkatnya gerakan peristaltik usus janin dan berefek pada
kontraksi tonic sfingter ani atau membukanya sfingter ani. Stimulasi saraf
parasimpatis pada usus janin karena peristiwa hipoksia dan stressor lainya dapat
menyebabkan pergerakan usus dini, Hal ini menyebabkan mekonium keluar dan
menginfeksi air ketuban yang menyebabkannya berwarna hijau.

3) Jenis – Jenis Ketuban Hijau

Ketuban hijau dapat di klasifikasikan menurut jenis ketuban hijau yang


ditemukan pada saat proses persalinan, berikut klasifikasi menurut jenis :
a) Ketuban hijau kental

Ketuban hijau kental berwarna hijau pekat dan disertai subtansi mekonium
di dalamnya. ketuban ini bersifat kental seperti lumpur karena telah bercampur
dengan mekonium janin dalam jumlah yang besar. Hal ini lebih sering terjadi
pada kehamilan lewat bulan, infeksi pada ibu dalam waktu yang lama dan
pada janin yang mengalami hipoksia berat. Ketuban hijau kental adalah
penyebab utama terjadinya sindrom aspirasi mekonium yang berat dan bayi
baru lahir mengalami asfiksia berat.

b) Ketuban hijau keruh

Ketuban hijau keruh berwarna hijau terang atau hijau muda dan bersifat
cair. Hal ini lebih sering terjadi janin yang mengalami hipoksia ringan. Jarang
disertai asfiksia pada aat proses persalinan.

4) Faktor Resiko

Penyebab pasti terjadinya ketuban hijau saat ini masih menjadi perdebatan.
Namun ada beberapa faktor – faktor resiko yang bisa menyebabkan ketuban hijau
menurut Steven L. Gelfand, 2004, antara lain :

a) Diabetes melitus gestational

Diabetes melitus gestational pada ibu dapat menyebabkan gangguan suplai


nutrisi dan oksigen pada janin intra uterin. Hal ini erat kaitannya dengan
hiperensi pada kehamilan dan pre eklampsia atau eklampsia. Kadar gula dalam
darah ibu yang tinggi menyebabkan meningkatnya viskositas darah sehingga
menyulitkan jantung untuk memompa darah kesuluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan hipertensi pada kehamilan dan pre eklampsia yang berujung
pada gannguan janin intrauterin.

Infeksi lebih umum terjadi dan lebih berat pada wanita wanita yang
mengalami diabetes meitus gestational. Infeksi vagina, khususnya vaginitis
monolial, lebih umum terjadi. Infeksi traktus urinarius, lebih sering terjadi
pada wanita diabetik yang hamil, kemungkinan berhubungan dengan
glikosuria. Infeksi ini juga dapat menyebabkan resistansi insulin dan
ketoasidosis. Angka infeksi pascapartum diantara waanita diabetik-tergantung-
insulin dilaporkan lima kali lebih besar daripada wanita hamil bukan- diabetik.

b) Ibu hamil dengan kecanduan merokok

Zat Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan mengkerut


nya pembuluh darah pada ibu sehingga menurunkan suplai nutrisi dan oksigen
pada plasenta yang berakibat terganggunya pertumbuhan janin. Janin akan
mengalami hipoksia dan fetal disstres sehingga beriko lahir dengan ketuban
hijau, asfiksia dan kematian janin.

c) Kehamilan yang disertai penyakit pernapasan dan kardiovaskuler kronik

Adaptasi ventilasi dan struktural selama kehamilan bertujuan menyediakan


kebutuhan oksigen ibu dan janin. Kebutuhan oksigen ibu meningkat sebagai
respons terhadap percepatan laju metabolik dan peningkatan kebutuhan
oksigen jaringan uterus dan payudara. Walaupun fungsi paru tidak terganggu
oleh kehamilan, penyakit traktus pernapasan dapat menjadi lebih berat selama
masa hamil. (Cunningham, dkk. 1993, dalam Bobak, 2005) Ibu hamil yang
mengalami gangguan sistem pernapasan kronik akan sangat mengganggu
tumbuh kembang janin intra uterin. Pada ibu yang mengalami penyakit TBC
kronik akan menyebabkan plasentasi mengalami gangguan hal ini bisa
menyebabkan janin menglami hipoksia dan fetal disstres.

Penyesuaian maternal terhadap kehamilan melibatkan perubahan sistem


kardiovaskuler yang ekstensif, baik aspek anatomis atau fisiologis normal
wanita, memenuhi kebutuhan metabolik tubuh saat hamil, menyediakan
kebutuhan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin. Curah jantung
meningkat dari 30% sampai 50% pada minggu ke-32 gestasi, kemudian
menurun sampai 20% pada usia gestasi ke-40. Peningkatan curah jantung
terutama disebakan oleh peningkatan volume sekuncup (stroke volume ) dan
peningkatan kebutuhan oksigen jaringan. Nilai normalnya 5 – 5,5 L/menit.
Pada ibu hamil yang mengalami penyakit kardiovaskuler yang kronik suplai
oksigen untuk plasenta akan mengalami gangguan. Hal ini yang menyebabkan
janin mengalami hipoksia dan fetal distress. Janin yang mengalami hipoksia
akan mengalami kompensasi merelaksasi sfingter ani, hal ini yang
menyebabkan mekonium janin keluar dan mencemari air ketuban.

d) Kehamilan lewat bulan atau postmatur

Pada kehamilan lewat bulan atau postmatur plasenta tidak mampu


memberikan suplai nutrisi dan oksigen yang cukup pada janin. Hal ini
menyebabkan janin mengalami pertumbuhan yang semakin lambat, air
ketuban berkurang dan semakin kental, asfiksia, fetal disstres dan
menyebabkan kematian inrtauterin.

e) Pre eklampsia atau eklampsia

Pre eklampsia dan eklampsia menyebabkan proses plasentasi tidak


berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan oleh terjadinya arterosis
akut ( lesi seperti atherosklerosis) pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan
lumen arteri bertambah kecil atau bahkan mengalami obliterasi. Hal ini akan
menyebabkan penurunan aliran darah ke plasenta dan berhubungan dengan
luasnya infark pada plasenta. Hal ini dapatmenimbulkan iskemik dan hipoksia
di plasenta yang berakibat terganggunya pertubumbuhan janin intrauterin,
fetal distres hingga kematian janin.

f) Denyut jantung janin yang abnormal

Denyut jantung janin normal ada bayi mempunyai rentang normal 110
sampai 160 denyut/menit. Frekuensi DJJ di atas 160 denyut/menit atau
takikardi menandakan suatu tanda awal hipoksia janin yang disebabkan oleh
infeksi maternal atau infeksi fetal, seperti ketuban pecah lama disertai
amniosintesis dan anemia pada janin. Apabila janin mengalami bradikardi atau
DJJ dibawah 110 denyut/menit merupakan tanda akhir hipoksia janin dan
diketahui timbul sebelum kematian janin. Bradikardi dapat terjadi sebagai
akibat obat-obatan, seperti obat anestetik yang ditransfer melalu plasenta,
kompresi tali pusat yang lama, dan hipotensi pada ibu.
Faktor – faktor resiko bayi lahir dengan ketuban hijau dapat disebabkan dari
faktor ibu. Ketuban hijau terjadi akibat faktor - faktor resiko diatas menyebabkan
hipoksia dan fetal disstres pada janin yang menyebabkan meningkatnya gerakan
peristaltik usus janin dan berefek pada kontraksi tonic sfingter ani atau
membukanya sfingter ani. Stimulasi saraf parasimpatis pada usus janin karena
peristiwa hipoksia dan stressor lainya dapat menyebabkan pergerakan usus dini,
Hal ini menyebabkan mekonium keluar dan menginfeksi air ketuban yang
menyebabkannya berwarna hijau dan tercemar oleh mekonium.

Ketuban hijau merupakan salah satu faktor resiko bayi lahir mengalami infeksi
neonatal. Ketuban hijau dapat terhirup bayi dan menginfeksi paru – paru dan
gastrointestinal. Penilaian infeksi pada neonatal dapat menggunakan hasil
laboratorium yang diperiksa segera setelah lahir.

D. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan


sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah dan penemuan. Ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis
untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien ( Varney, 2007 ).

2. Proses Manjaemen Kebidanan

Manajemen kebidanan 7 langkah meliputi :

a. Langkah 1 : Tahap Pengumpulah Data Dasar

Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi yang akurat dan


lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk
memperoleh data dilakukan dengan cara :

1) Anamnesis. Dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi,


riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas, bio-psiko-
sosial-spiritual, serta pengetahuan klien.
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda
vital, meliputi :

a) Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auscultasi, dan perkusi )

b) Pemeriksaan penunjang ( laboratorium, radiologi/USG, dan cacatan terbaru


serta catatan sebelumnya ).

Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya,
sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi yang akan
menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya.
Sehingga dalam pendekatan ini harus komprehensif meliputi data subjektif,
objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi pasien
yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah dikumpulkan apakah
sudah tepat, lengkap dan akurat.

b. Langkah 2 : Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah


berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan.

Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan


diagnosis dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosis dan masalah keduanya
digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosis tetapi tetap
membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang
dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian.
Masalah juga sering menyertai diagnosis.

Diagnosis kebidanan adalah diagnose yang ditegakkan bidan dalam lingkup


praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnose kebidanan.

Standar nomenklatur diagnosis kebidanan :


1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi.

2) Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan.

3) Memiliki cirri khas kebidanan.

4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan.

5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.

c. Langkah 3 : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan


Mengantisipasi Penanganannya.

Pada langkah ini bidan mengidantifikasi masalah potensial atau diagnosis


potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah
ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan
diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis atau masalah
potensial ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam
melakukan asuhan yang aman.

Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah
potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi
juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis potensial tidak
terjadi. Sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang bersifat antisipasi
yang rasional atau logis. Kaji ulang apakah diagnosis atau masalah potensial yang
diidentifikasi sudah tepat.

d. Langkah 4 : Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera

Mengindentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau
tenaga konsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau
kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus
menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan.

Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin
mengidentifikasi situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk
kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak.

Data baru mungkin saja dikumpilkan dapat menunjukkan satu situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari
seorang dokter. Situasi lainnya tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan
konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.

Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari preeklampsia, kelainan


panggul, adanya penyakit jantung, diabetes, atau masalah medic yang serius,
bidan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.

Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi
atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli
gizi atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus
mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa
konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan kebidanan.
Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.

e. Langkah 5 : Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh.

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
masalah atau diagnose yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini
informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
terindentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi
juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang
diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling
dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan
sosial ekonomi-kultural atau masalah psikologis. Dengan kata lain, asuhan
terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan setiap
aspek asuhan kesehatan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua
pihak, yaitu oleh bidan dank lien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena
klien juga akan melaksanakan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat
kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.

Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus


rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date
serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.

f. Langkah 6 : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman.

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan
pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bias
dilakukan seluruh oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim
kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul
tanggungjawab untuk mengarahkan pelaksanaannya, misalnya memastikan
langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana.

Dalam situasi di mana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien
yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan
bagi klien adalah tetap bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan
bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyangkut
waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien. Kaji ulang apakah
semua rencana asuha telah dilaksanakan.

g. Langkah 7 : Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi kefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnose dan
masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya.

Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian


belum efektif. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu
kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap
asuhan yang tidak efektif melalui manajemen tidak efektif serta melakukan
penyusaian terhadap rencana asuhan tersebut.

Langkah-langkah proses manajemen umumnya merupakan pengkajian yang


memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi
pada proses klinis, karena proses manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi
klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik, maka
tidak mungkin proses manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja

Anda mungkin juga menyukai