Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH DIABETES MELITUS TERHADAP KEBERHASILAN

PENGOBATAN TB PARU DI PUSKESMAS TANAH KALIKEDINDING


Effect of Diabetes Mellitus on Successful Treatment of Tuberculosis in Tanah Kalikedinding PHC

Zeni Yanti
FKM UA, Zeniant11@gmail.com
Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga,
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. WHO mengemukakan
pada tahun 2014 diketahui bahwa terdapat 9,6 juta orang di dunia terinfeksi TB. Di Indonesia terdapat 647
kasus TB per 100.000 populasi penduduk. Jawa Timur menempati posisi kedua sebagai penyumbang kasus
TB terbesar setelah Jawa Barat. Kota Surabaya merupakan kabupaten dengan tingkat kasus TB Tertinggi
di Jawa Timur. Indikator keberhasilan pengobatan TB yang digunakan secara nasional adalah Success Rate.
Capaian Success Rate kota Surabaya tahun 2015 adalah 79,21% sedangkan standar nasional SR adalah ≥ 85%.
Capaian SR Puskesmas Tanah Kalikedinding mengalami penurunan dari tahun ke tahun yaitu 82,01% pada
tahun 2013, 81,2% pada tahun 2014 dan 68,33% pada tahun 2015. Salah satu penyebab rendahnya capaian SR
adalah kegagalan Pengobatan TB. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab kegagalan pengobatan TB salah
satunya adalah adanya insidensi DM pada penderita TB. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh DM terhadap keberhasilan pengobatan TB. Desain penelitian adalah Cross Sectional. Sampel yang
digunakan adalah 55 Penderita TB Paru di Puskesmas Tanah Kalikedinding. Uji Statistik yang digunakan
adalah regresi logistik dengan α = 0,05. Hasil regresi logistik p = 0,012 berarti ada pengaruh antara DM dengan
keberhasilan pengobatan TB Paru di Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya. Nilai OR = 2,056 diartikan
bahwa penderita TB tanpa DM memiliki kemungkinan sembuh 2,056 kali lebih besar dibandingkan dengan
penderita TB dengan DM. Screening DM pada awal pengobatan TB, pengobatan yang tepat serta pemantauan
pengobatan merupakan langkah yang dapat dilakukan oleh Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya untuk
meminimalkan kejadian kegagalan pengobatan TB dengan DM.
Kata kunci: Diabetes Melitus, Keberhasilan Pengobatan, Success Rate, Tuberkulosis

ABSTRACT

Tuberculosis is an infection disease caused by Mycobacterium tuberculosis. According to WHO in 2014 among
9,6 billion people in the word infected TB. In Indonesia there are 647 cases at 100.000 population. Est Jawa
had the both contributor of TB cases after West Java. Surabaya is the district with the highest level TB case in
East Java. National indicator of successful treatment is Success Rate. SR throughout Surabaya district in 2015
is 79.21%, (national standard ≥ 85%). Tanah Kalikedinding primary health care had SR decreased 82.1%,
81.2% and 68.33%. Failure TB Treatment caused low these SR. One of the caused of this, is high level of
diabetes mellitus incident. The purpose of this research to find the influence of diabetes mellitus to successful
of TB Treatment. The study design is cross sectional, the sample used were 55 pulmonary tuberculosis patients
at Tanah Kalikedinding Primary Health Care. Statistic test used logistic regression with α = 0.05.The result
of logistic regression p = 0.012 means that there is influence between diabetes mellitus with the successful
treatment of Pulmonary Tuberculosis. OR value = 2.056 means that patient pulmonary tuberculosis without
diabetes mellitus has the possibility recover 2.056 times greater than the patient pulmonary tuberculosis with
diabetes mellitus. Diabetes mellitus screening in the Tuberculosis early treatment, appropriate treatment and
monitoring is a step that can be done by Tanah Kalikedinding PHC Surabaya to minimize the incidence of
failure treatment of Tuberculosis with diabetes mellitus.
Keywords: Diabetes Mellitus, Successful Treatment, Success Rate, Tuberculosis

©2017 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY–SA license doi:10.20473/jbe.v5i2.2017.163-173
Received 17 February 2017, Received in Revised Form 20 March 2017, Accepted 04 April 2017, Published online: 31 August 2017
164 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 163-173

PENDAHULUAN Berikut ini merupakan beberapa gejala utama yang


timbul pada penderita TB Paru. Penderita mengalami
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang
batuk dalam waktu yang relatif lama, yaitu kurang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis.
lebih selama tiga minggu. Batuk yang dialami
Kuman penyebab penyakit ini berukuran 0,3-0,6
penderita tidak mudah diobati. Adanya dahak di pagi
mikron berbentuk bacilli lurus atau filamen. Organ
yang bercampur dengan darah, kemudian sesak nafas
bakteri ini tersusun atas protein, lipid dan polisakarida,
serta nyeri yang parah di bagian dada. Gejala lainnya
sedangkan penyusun organ terbesar adalah lipid
adalah penderita mengalami penurunan kondisi tubuh
yang menyebabkan bakteri tahan terhadap asam.
secara drastis yang ditunjukkan dengan penurunan
Adanya cord faktor merupakan mikosida yang
berat badan secara signifikan. Penderita juga
yang berhubungan dengan virulensi. Suhu optimal
mengalami demam saat malam serta adanya keringat
pertumbuhan bakteri ini ini adalah 37oC, bakteri ini
dingin secara terus menerus (Kemenkes RI, 2015).
sangat mampu bertahan dalam kondisi asam dengan
Secara klinis TB dapat terjadi melalui infeksi
pH optimum 6,5-6,8. Mycobcaterium tuberculosis
primer maupun paska primer. Infeksi primer terjadi
dikenal dengan bakteri tahan asam yang masuk dalam
saat seseorang terkena TB untuk pertama kalinya.
kategori gram positif. Bakteri ini cenderung sulit
Kuman ini berkembang biak dengan membelah diri,
untuk diwarnai, akan tetapi ia akan dengan mudah
kurun waktu terjadinya infeksi sampai pembentukan
mengikat zat warna Ziehl Niehlsen yang tidak larut
kompleks primer adalah 4-6 minggu. Bakteri
dalam alcohol (Crofton et al., 2002).
Mycobacterium tuberkulosis masuk melalui saluran
Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dari satu
pernafasan atas kemudian turun ke paru-paru. Setelah
orang ke orang lainnya dengan media udara. Ketika
adanya infeksi saluran pernafasan akan terjadi
seorang penderita TB Paru batuk, maka percik
peradangan pada alveoli. Bakteri kemudian menyebar
renik dari dahak orang tersebut akan terbawa oleh
dalam tubuh penderita melalui aliran darah. Organ
udara, sehingga berpotensi terhirup oleh orang lain.
utama yang diserang oleh bakteri ini adalah limfe
Seseorang yang menghirup udara yang terkontaminasi
dan bronkus. Bakteri ini dapat bertahan serta mampu
bakteri penyebab TB akan dengan mudah tertular
beradaptasi dalam kondisi tubuh manusia, hal ini
penyakit tersebut. Daya penularan bakteri ini sangat
menyebabkan cepatnya perkembangan bakteri di
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dalam tubuh (CDC, 2017).
dari dalam paru-paru. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Mycobacterium tuberculosis mampu
bertahan di udara bebas, terutama di udara dengan
kelembaban yang tinggi (Kemenkes RI, 2015).

Sumber: WHO, 2015


Gambar 2. Trend Insidensi TB di Dunia (estimasi
Sumber: CDC, 2010 berdasarkan juta/tahun) tahun 1990-
Gambar 1. Mycobacterium tuberculosis under 2014
a high magnification of 15549x,
this scanning electron microscopic Diagnosis TB pada orang dewasa adalah dengan
(SEM) image depicted a number of pemeriksaan sputum BTA. Hasil pemeriksaan
Gram-positive. dinyatakan positif apabila terdapat sedikitnya 2 dari
Zeni Yanti, Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Keberhasilan Pengobatan TB … 165

3 spesimen SPS hasilnya positif. Apabila hanya 1 (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2015).
spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan Indikator utama penilaian keberhasilan pengobatan
rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang kembali TB secara Nasional adalah Case Detection Rate
(Kemenkes RI, 2006). dan Success Rate. Success Rate menyatakan
Menurut WHO (2016) pada tahun 2014 terdapat persentase pasien baru dengan BTA positif yang telah
9,6 juta orang di dunia terkena infeksi TB. 1,5 juta menyelesaikan pengobatan baik sembuh maupun
orang meninggal karena TB sedangkan 0,4 juta lengkap di antara pasien baru TB BTA positif yang
penderita TB telah terpapar HIV positif. Dapat tercatat (Kemenkes RI, 2014).
dikatakan bahwa satu dari tiga orang di dunia telah Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Surabaya
terinfeksi TB secara tersembunyi. tahun 2016 diketahui bahwa capaian indikator Success
Pada tahun 2015 diketahui terdapat 647 kasus TB Rate tahun 2015 adalah 79,21%. Sedangkan standar
Paru setiap 100.000 populasi penduduk. Tingginya Nasional untuk indikator Success Rate adalah ≥ 85%.
kasus HIV dari tahun ke tahun juga berdampak pada Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan
peningkatan kasus TB Paru dengan infeksi HIV. Saat bahwa capaian Success Rate Kota Surabaya tahu 2015
ini diketahui terdapat 399 kasus TB Paru dengan HIV belum memenuhi target nasional. Puskesmas Tanah
pada setiap 100.000 populasi penduduk di dunia. Kalikedinding Surabaya adalah puskesmas yang
Indonesia melaporkan pada WHO bahwa prediksi mengalami penurunan capaian Indikator Success Rate
kasus TB saat ini adalah sebesar 324.549 kasus. yaitu tahun 2013 sebesar 82,01%, tahun 2014 sebesar
Urutan sebagai penyumbang kasus TB di dunia 81,82% dan tahun 2015 sebesar 68,33%.
pertama diduduki oleh negara India yang kemudian Waktu pengobatan TB Paru yang cukup lama
disusul oleh Indonesia sebagai penyumbang nomor berdampak pada risiko kegagalan pengobatan
dua (Kemenkes RI, 2015). TB. Selain itu ada beberapa faktor penderita yang
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia sudah menjadi pemicu kegagalan pengobatan TB Paru.
berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun Peningkatan masalah kesehatan serta buruknya pola
masih terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang hidup masyarakat menjadi faktor pendukung lainnya.
kemerdekaan TB ditanggulangi melalui pengobatan Di Indonesia diketahui adanya peningkatan kasus
di Balai pengobatan Paru-Paru (BP4). Sejak tahun DM pada usia produktif menjadi pemicu kegagalan
1969 pengendalian TB dilakukan secara nasional pengobatan. Faktor ekonomi di negara berkembang
melalui puskesmas, pada tahun 1995 program seperti Indonesia mendorong masyarakat rentan
nasional pengendalian TB mulai menerapkan strategi terhadap keadaan gizi yang buruk seperti malnutrisi
pengobatan jangka pendek dengan pengawasan serta penurunan status gizi. Faktor lainnya adalah
secara langsung (Directly Observed Treatment Short tingginya angka kebiasaan merokok yang ada di
Course, DOTS) yang dilaksanakan di puskesmas masyarakat. Ketiga faktor penderita diatas diketahui
secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS sebagai penyumbang gagalnya pengobatan TB Paru
dilakukan secara nasional di seluruh fasyankes yang ada di Indonesia saat ini (Kemenkes RI, 2014).
terutama puskesmas yang diintegrasikan sebagai Menurut Wijaya (2015) terdapat beberapa kendala
pelayanan kesehatan dasar (Kemenkess RI , 2014) dalam penanganan kasus TB Paru saat ini. Kendala
Sasaran strategi nasional pengendalian TB hingga utama yang ditemukan adalah adanya peningkatan
2015 mengacu pada Rencana Strategis Kementerian kasus DM. Pengobatan TB Paru akan menjadi sulit
Kesehatan 2015-2019 yaitu menurunkan prevalensi jika dilakukan bersamaan dengan pengobatan DM.
TB dari 297 per 100.000 penduduk (Tahun 2013) Hubungan antara DM dengan TB telah dilaporkan
menjadi 245 per 100.000 penduduk (Tahun 2019). sejak ribuan tahun yang lalu, tepatnya pada tahun
1000 Masehi. Akan tetapi sampai saat ini masih
Di Indonesia saat ini diperkirakan ada 1 kasus TB
sedikit penelitian yang mengkaji secara mendalam
di antara 3 kasus yang belum tersentuh program.
hubungan antara kedua hal tersebut.
(Kemenkes RI, 2015). Provinsi di Indonesia dengan
Sebanyak 415 juta orang di dunia atau dapat
jumlah kasus TB Paru terbanyak adalah Jawa
dikatakan 8,8% penduduk di dunia pada usia 20-70
Barat. Kemudian disusul oleh Jawa Timur sebagai
tahun diperkirakan telah terkena DM. Kurang lebih
penyumbang kasus TB Paru kedua. Kasus TB Paru
sebesar 75% kasus DM terjadi pada negara dengan
di Jawa timur mengalami peningkatan dari tahun ke
pendapatan ekonomi rendah dan sedang. Tahun 2040
tahun. Dari 38 kabupaten yang ada di Jawa Timur
diperkirakan terdapat 645 juta orang terjangkit DM
pada tahun 2015 Kota Surabaya menempati urutan
atau dapat dikatakan bahwa satu dari sepuluh orang
pertama dengan jumlah kasus TB Paru terbanyak
dewasa di dunia berisiko terkena DM (IDF, 2015).
166 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 163-173

Di negara-negara berkembang, isu kesehatan menggunakan rumus Slovin dengan e = 10% sehingga
yang sedang banyak dibicarakan adalah adanya didapatkan 55 responden. Teknik pengambilan
peningkatan DM dan TB Paru dari waktu ke waktu. sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Hal ini menjadi penting, karena kombinasi dari dua systematic random sampling dengan besar interval 3.
penyakit ini memiliki dampak yang cukup besar di Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah
dunia kesehatan. Sebuah studi kohort menunjukkan responden berada di wilayah kerja Puskesmas Tanah
adanya peningkatan risiko TB dan DM menjadi 2,52 Kalikedinding Surabaya serta bersedia bersedia
(95% CI:1,53 to 4,03). Jumlah insidensi DM pada menjadi responden penelitian. Variabel dependen
penderita TB telah ditemukan sebesar 5,6% di India, penelitian adalah keberhasilan pengobatan sedangkan
7,3% di Turki dan terbesar di Indonesia sebesar 14,8% variabel independen penelitian adalah DM. Hipotesis
(Kansal et.al, 2015). penelitian adalah ada pengaruh DM terhadap
Menurut IDF (2015) pada tahun 2015 Indonesia keberhasilan pengobatan TB Paru. Instrumen
masuk dalam peringkat ke-7 dari 10 negara dengan penelitian yang digunakan adalah form TB 01 yang
insidensi DM tertinggi di dunia yaitu sebanyak 10 ada di Puskesmas Tanah Kalikedinding bulan januari
juta kasus. Cina menduduki peringkat pertama dengan 2015 sampai September 2016 untuk data sekunder
109,6 juta kasus sedangkan di posisi terakhir di duduki dan kuisioner untuk data primer.
oleh Bangladesh dengan 7,1 juta kasus TB. Penilaian keberhasilan pengobatan dalam
Berdasarkan data capaian Success Rate (68,33% penelitian ini berdasarkan lama pengobatan dan
standar nasional ≥ 85%. ) di Puskesmas Tanah hasil pemeriksaan dahak BTA. Berikut ini penilaian
Kalikedinding menunjukkan angka keberhasilan keberhasilan pengobatan TB Paru di Puskesmas
pengobatannya rendah. Dari penjelasan diatas Tanah Kalikedinding Surabaya dijelaskan dalam
diketahui bahwa salah satu penyebab kegagalan tabel berikut ini:
pengobatan adalah adanya insidensi DM pada
penderita TB. Peneliti tertarik untuk melakukan Tabel 1. Penilaian Keberhasilan Pengobatan
penelitian mengenai pengaruh DM terhadap Keberhasilan Lama
keberhasilan pengobatan TB Paru di Puskesmas Tanah Hasil BTA
Pengobatan Pengobatan
Kalikedinding Surabaya. Tujuan penelitian ini adalah 6 bulan Negatif
untuk mengetahui pengaruh antara DM terhadap Sembuh
> 6 bulan Negatif
keberhasilan pengobatan TB Paru di Puskesmas 6 bulan Positif
Tanah Kalikedinding Surabaya Tahun 2016. > 6 bulan Positif
Tidak Sembuh
< 6 bulan Positif
METODE < 6 bulan Negatif
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional Teknik analisis data yang digunakan dalam
analitik dengan rancang bangun cross sectional. penelitian ini adalah univariat dan bivariate. Analisis
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja univariat disajikan dalam bentuk tabel berupa
Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya pada bulan frekuensi dan persentase. Analisis bivariat dilakukan
November 2016 sampai Januari 2017. Populasi dalam dengan uji regresi logistik dengan derajat kemaknaan
penelitian ini adalah seluruh pasien Tuberkulosis α = 0,05. Hasil penelitian dikatakan bermakna jika
yang telah melakukan pengobatan di Puskesmas hasil p ≤ 0,05artinya ada pengaruh variabel independen
Tanah Kalikedinding Surabaya terhitung dari bulan terhadap variabel dependent. Penelitian ini telah
Januari 2015 sampai bulan September 2016 yang dinyatakan lolos kaji etik dengan No: 622-KEPK dari
telah memiliki catatan hasil akhir pengobatan pada Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kesehatan
form TB 01 (selesai). Berdasarkan data Puskesmas Masyarakat Universitas Airlangga.
Tanah Kalikedinding, terdapat 121 pasien yang telah
melakukan pengobatan terhitung mulai dari bulan HASIL
Januari 2015-September 2016.
Sampel diambil berdasarkan hasil pemeriksaan Penelitian dilakukan dengan melakukan
dahak terakhir serta data tanggal pasien mulai pengecekan pada form TB 01 yang ada di Puskesmas
melakukan pengobatan dan tanggal berakhir pasien Tanah Kalikedinding Surabaya kemudian dilanjutkan
melakukan pengobatan (lama pengobatan). Sampel dengan kunjungan rumah sesuai dengan alamat 55
yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan responden yang terpilih sebagai sampel.
Zeni Yanti, Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Keberhasilan Pengobatan TB … 167

Gambar 3. Form TB 01

Karakteristik responden menurut usia terdiri dari


usia antara 17-25 tahun, usia antara 26-35 tahun, usia
antara 36-45 tahun, usia antara 46-55 tahun dan usia Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan
antara 56-65 tahun. Tingkat Pendidikan.
Responden terbanyak (31%) adalah responden
yang berusia 46-55 tahun. Sedangkan responden
paling sedikit yaitu sebesar 9% adalah responden Tabel 2. Riwayat DM Selama Pengobatan TB Paru
dengan usia 26-35 tahun. Selengkapnya disajikan Jenis Kelamin n %
dalam gambar di bawah ini: Laki-laki 25 45,5
Perempuan 30 54,5
Total 55 100

dimiliki responden adalah SMA yaitu sebesar 47,3%.


Pendidikan terendah yang dimiliki responden adalah
tidak sekolah yaitu sebesar 1,80%. Selengkapnya
dapat dilihat pada gambar 6.
Pada gambar 5 diketahui bahwa responden yang
memiliki pendidikan SD sebesar 29,1% sedangkan
responden yang memiliki pendidikan SMP sebanyak
21,8%.
Penelitian ini dilakukan pemeriksaan form TB 01
yang ada di puskesmas untuk mengetahui penderita
Gambar 4. Karakteristik Responden Menurut Usia. TB yang memiliki riwayat penyakit DM selama
pengobatannya. Berikut ini merupakan penjelasan
Responden rentang usia 17-25 tahun sebesar 11%, mengenai riwayat DM yang dimiliki responden selama
kemudian responden dengan rentang usia 55-65 tahun pengobatan TB di Puskesmas Tanah Kalikedinding.
sebesar 29%, sedangkan responden dengan rentang Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa
umur 36-45 tahun sebanyak 29%. responden yang tidak memiliki riwayat penyakit DM
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa proporsi selama pengobatan TB Paru di Puskesmas Tanah
responden dengan jenis kelamin laki-laki dan Kalikedinding lebih besar (67,3%) jika dibandingkan
perempuan hampir sama. Responden laki-laki dengan responden yang memiliki riwayat DM selama
sebanyak 45,5% sedangkan responden perempuan Pengobatan TB Paru yaitu sebanyak 32,7%.
sebesar 54,5%. Keberhasilan pengobatan TB Paru dinilai
Karakteristik responden lainnya adalah berdasarkan berdasarkan hasil pemeriksaan BTA dan lama
tingkat pendidikan. Pendidikan tertinggi yang pengobatan TB Paru. Hasil pengobatan TB Paru
168 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 163-173

Tabel 3. Riwayat DM Selama Pengobatan TB Paru Tabel 6. Pengaruh DM dengan Keberhasilan


Riwayat n % Pengobatan TB Paru
Ya 18 32,7 Keberhasilan
Tidak 37 67,3
Pengobatan
Total 55 100 tidak
sembuh Total
DM sembuh
dilihat pada form TB 01 yang ada di Puskesmas Tanah n % n % n %
Kalikedinding Surabaya. Berikut ini merupakan Ya 5 27,8 13 72,2 18 32,7
penjelasan mengenai Keberhasilan pengobatan TB Tidak 32 86,5 5 13,5 37 67,3
Paru 55 responden di Puskesmas Tanah Kalikedinding Total 37 67,2 18 32,7 55 100
Surabaya.
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa sebagian
Tabel 4. Keberhasilan Pengobatan TB Paru besar responden (86,5%) yang tidak memiliki
penyakit DM selama pengobatan TB Paru memiliki
Hasil Pengobatan n %
hasil pengobatan sembuh. Sedangkan hanya 13,5%
Sembuh 37 67,3
responden yang tidak memiliki riwayat DM memiliki
Tidak Sembuh 18 32,7 hasil tidak sembuh.
Total 55 100 Hasil uji statistik menggunakan regresi logistik
dengan metode enter didapatkan hasil p= 0,012
Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa dari 55 (p < 0.05) berarti ada pengaruh antara penyakit
responden didapatkan 37 responden yang sembuh DM terhadap keberhasilan pengobatan TB Paru di
setelah pengobatan TB Paru di Puskesmas Tanah Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya. Nilai
Kalikedinding Surabaya atau sebesar 67,3%. OR sebesar 2,056 artinya responden yang tidak
Sedangkan 37 responden lainnya memiliki hasil memiliki riwayat DM selama pengobatan memiliki
pengobatan tidak sembuh atau sebesar 32,7%. kemungkinan untuk sembuh 2,056 kali lebih besar
Untuk mengetahui gambaran penyakit DM dibandingkan dengan responden yang memiliki
yang dimiliki selama pengobatan TB Paru terhadap riwayat. DM selama pengobatan. Atau dapat dikatakan
lama pengobatan TB Paru di Puskesmas Tanah bahwa responden yang memiliki riwayat DM selama
Kalikedinding Surabaya dilakukan cross tabulation. pengobatannya memiliki kemungkinan untuk sembuh
Berikut ini merupakan hasil cross tabulation riwayat 1/2,056 dibandingkan dengan responden yang tidak
DM dengan lama pengobatan TB Paru. memiliki riwayat DM.

Tabel 5. Cross tabulation Riwayat DM dengan Lama


PEMBAHASAN
Pengobatan TB Paru
Lama Pengobatan Karakteristik Penderita TB Paru
Total
DM < 6 bln 6 bln > 6 bln
Jumlah penderita TB Paru terbanyak adalah
n % n % n % n %
pada rentang umur 45-55 tahun yaitu sebesar 31%.
Ya 6 10,9 5 27,8 7 61,1 18 32,7 Semakin meningkatnya umur seseorang maka daya
Tidak 4 10,8 22 59,5 11 28,7 37 63,7 tahan tubuh orang tersebut akan semakin berkurang.
Total 10 18,2 27 49,1 18 32,7 55 100 Sehingga risiko terinfeksi bakteri Mycobacterium
tuberkulosis juga mengalami peningkatan. Hal ini
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa lebih menunjukkan bahwa peningkatan usia seseorang
dari separuh responden (61,1%) yang memiliki sangat berhubungan dengan kejadian infeksi
riwayat DM selama Pengobatan TB memiliki Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan
waktu pengobatan yang lebih lama yaitu > 6 bulan penyakit TB Paru.
pengobatan. Hampir sama dengan responden yang Pada penelitian ini diketahui bahwa responden
tidak memilki riwayat DM selama pengobatannya dengan riwayat DM terbanyak adalah responden
memiliki waktu pengobatan tepat 6 bulan yaitu sebesar dengan usia 46-55 tahun. Hal ini sesuai dengan
59,5%. Berikut ini merupakan hasil cross tabulation penelitian yang dilakukan di Philipina pada tahun
dan uji regresi logistik dengan binary logistik untuk 2014 yang menunjukkan bahwa kejadian DM lebih
mengetahui pengaruh DM terhadap keberhasilan banyak ada pada penderita TB pada umur 45 tahun
pengobatan TB Paru.
Zeni Yanti, Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Keberhasilan Pengobatan TB … 169

keatas. Peningkatan usia seseorang berdampak pendidikan seseorang. Semakin tinggi tingkat
kerentanan terhadap infeksi bakteri salah satunya pendidikan yang dimiliki maka penerimaan informasi
adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Hal ini akan semakin mudah dan lebih dapat diterima dengan
dapat terjadi karena adanya perubahan fisiologis baik (Ruditya, 2015).
dalam tubuh, terutama pada jaringan paru. Perubahan Gambar 5 menunjukkan bahwa sebagian besar
yang terjadi pada jaringan paru akan memengaruhi pendidikan terakhir penderita TB Paru di Puskesmas
system barrier atau pertahanan tubuh yang berdampak Tanah Kalikedinding Surabaya adalah SMA yaitu
pada mekanisme klirens microbial pada sistem sebesar 47,3%. Berdasarkan hasil tersebut dapat
pernafasan dalam tubuh. Adanya hiperglikemia diketahui bahwa pendidikan memiliki peran penting
yang tidak terkontrol berdampak pada terganggunya dalam peningkatan pengetahuan serta perubahan
sel beta. Faktor kontrol gula darah yang tidak tepat perilaku penderita terhadap pencarian pengobatan
menyebabkan terganggunya system imunitas tubuh TB. Sesuai dengan penelitian Palupi (2011), bahwa
sehingga menyebabkan tingginya prevalensi TB Paru pendidikan berpengaruh terhadap perubahan perilaku
dengan DM pada usia lanjut (Lauzardo, 2015). penderita TB Paru selama pengobatan. Semakin
Gambar 4 menunjukkan jumlah responden laki- tinggi pendidikan seseorang, maka kesadaran untuk
laki sebanyak 45,5% dan perempuan sebanyak 55%. melakukan perubahan perilaku semakin meningkat
Kejadian TB Paru pada penelitian ini lebih banyak serta mendorong orang tersebut melakukan pencarian
pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Hal pengobatan.
ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa 32,7%
Cahyono (2014) di mana jumlah penderita TB Paru responden yang melakukan Pengobatan TB Paru di
dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak (58,5%) Puskesmas Tanah Kalikedinding memiliki riwayat DM
dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan kejadian selama pengobatannya. Sesuai dengan penelitian yang
TB pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya dilakukan oleh Mihardja et.al (2015) yang menyatakan
dapat terjadi karena adanya peningkatan kasus bahwa jumlah penderita DM pada penderita TB Paru
TB pada perempuan. Menurut WHO (2015), pada cukup tinggi yaitu sekitar 5,4%-44,0%.
tahun 2014 diketahui bahwa 3,2 juta perempuan di Diabetes mellitus yang ada pada pasien TB
dunia terkena TB. TB menjadi 5 penyebab utama diketahui dapat menurunkan imunitas tubuh penderita.
kematian pada perempuan pada usia 20-59 tahun. Kegagalan sistem imun dalam tubuh sesorang menjadi
Peningkatan dan kematian TB pada perempuan juga pemicu DM sebagai risiko terjadinya TB laten. Pada
disebabkan adanya stigma, diskriminasi dan budaya pasien DM terjadi gangguan response selular innate
pada perempuan. Diskriminasi pada perempuan dan adaptive. Padahal response seluler ini memiliki
berpengaruh pada penundaan pencarian pengobatan peran yang sangat penting yaitu sebagai penghambat
yang berdampak pada peningkatan keparahan penyebaran infeksi TB (Whulandary dan Sugiri,
penyakit. Penundaan pengobatan pada penderita TB 2013).
akan berdampak besar pada keparahan penyakit. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar
Adanya penundaan pengobatan menjadi faktor responden (72,2%) yang memiliki riwayat DM selama
penyebab terjadinya peningkatan perkembangan pengobatan TB memiliki hasil pengobatan tidak
bakteri dalam tubuh penderita sehingga infeksi yang sembuh atau dapat dikatakan bahwa pengobatannya
ditimbulkan akan semakin berat. tidak berhasil. Sesuai dengan pernyataan Miharja et.al
Pada penelitian yang dilakukan di Turki pada tahun (2015) bahwa penderita TB yang memiliki riwayat
1999 diketahui bahwa lesi paru lebih banyak dijumpai DM selama pengobatannya cenderung mengalami
pada wanita yang berusia > 40 tahun. Penderita TB kegagalan dalam pengobatannya.
dengan DM juga memiliki lesi paru yang lebih banyak Dari hasil cross tabulation pada Tabel 6 diketahui
jika dibandingkan dengan penderita TB Paru tanpa bahwa lebih dari separuh responden (61,1%) yang
DM. Dengan jumlah perbandingan 17/81,2(21,0%) memiliki riwayat DM selama pengobatannya
pada penderita TB dengan DM dan 4/61 (21,0%) pada memiliki waktu pengobatan yang lebih lama
penderita TB tanpa disertai dengan DM (Bacakoglu dibandingkan dengan TB tanpa DM. Hal ini sesuai
et.al., 2000). dengan pernyataan Wijaya (2015), bahwa pengobatan
Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh DM yang dilakukan bersamaan dengan TB Paru akan
seberapa besar jumlah pengetahuan yang dimilikinya. memperpanjang masa pengobatan TB Paru hingga 12
Sedangkan pengetahuan sangat ditentukan oleh bulan.
170 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 163-173

Pengaruh DM Terhadap Keberhasilan Pengobatan Interaksi OAT dengan Obat Lain


TB Paru
Salah satu masalah terapi obat OAT yang cukup
Berdasarkan uji regresi logistik didapatkan P= penting adalah antara interaksi obat. Interaksi obat
0,012 yang menunjukkan adanya pengaruh DM lain dengan OAT dapat menyebabkan perubahan
terhadap keberhasilan pengobatan TB Paru. Hal ini konsentrasi dari obat-obatan yang diminum
sesuai dengan pernyataan Dobler et.al (2015), bahwa bersamaan dengan OAT. Reaksi obat lain dengan
penderita TB dengan riwayat DM memiliki tingkat OAT juga diketahui dapat meningkatkan toksisitas
keberhasilan lebih rendah jika dibandingkan dengan dari obat tersebut. Efek lain adalah adanya efikasi
penderita TB Paru tanpa DM. Penderita TB dengan dari OAT ataupun obat lain yang dikonsumsi secara
DM memiliki risiko kekambuhan yang lebih besar bersamaan. Rifampisin adalah suatu enzyme inducer
serta risiko penularan penyakit yang lebih tinggi. Dari yang kuat untuk cythocrome p-450 isonezymes, yang
penelitian tersebut juga diketahui bahwa penderita TB dapat mengakibatkan turunnya konsentrasi serum
dengan DM selama pengobatannya memiliki risiko obat-obatan yang dimetabolisme oleh isoenzyme
kematian yang lebih tinggi. Kematian dapat terjadi tersebut. Obat lain yang digunakan bersamaan
karena adanya efek hepatotoksik dari interaksi obat dengan TB kemungkinan harus ditingkatkan
TB-DM. Jika kinerja hati sebagai pusat penyaring dosisnya, akan tetapi dalam 2 minggu setelahnya
toksik yang masuk dalam tubuh tidak baik maka harus diturunkan bersamaan dengan penghentian
infeksi akan sangat mudah terjadi. penggunaan rifampisin. Obat-obatan yang berinteraksi
Nilai OR pada penelitian ini sebesar 2,056 artinya dengan rifampisin antara lain protease inhibitor,
responden yang tidak memiliki riwayat DM selama antibiotika makrolid, levotiroksin, nerotendron,
pengobatan TB memiliki kemungkinan keberhasilan warfarin, sikosporin, fenitoin, verapamil, diltiazem,
pengobatan 2,056 kali lebih besar dibandingkan digoxin, teofilin, nortriptilin, alprazolam, diazepam,
dengan responden yang memiliki riwayat DM selama midazolam, triazolam dan beberapa obat lainnya
pengobatannya. Menurut Corona et al (2012), dalam (Kemenkes RI, 2006).
penelitiannya di Negara Meksiko hal ini dapat Pada penelitian yang dilakukan oleh Kusbawati
terjadi karena adanya penundaan konversi sputum (2003) mengenai interaksi Rifampisin dengan OAD
(OR 1,189, 95%CI 1,35 to 2,41) pada penderita TB yaitu glipizid. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa
dengan DM. Penundaan tersebut menyebabkan waktu rifampisin dapat merangsang pembentukan enzim
pengobatan semakin panjang. Penundaan konversi sitokrom P-450 isoenzyme CYP2C9 yang berfungsi
sputum menunjukkan adanya peningkatan infeksi di untu memetabolisme glizipid. Kombinasi glizipid
dalam tubuh penderita. Pada penelitian tersebut juga dengan rifampisin memungkinkan adanya interaksi
diketahui bahwa pasien TB dengan DM memiliki farmakokinetika, yaitu meningkatnya metabolisme
risiko kegagalan pengobatan (OR 2,93; 95% CI 1,18 glipizid. Rifampisin memengaruhi kinetika eliminasi
to 2,79). glipizid, adanya rifampisin akan mempercepat
Hasil pemeriksaan BTA positif lebih banyak eliminasi glipizid dalam darah menjadi lebih rendah.
ditemukan pada pasien dengan DM (38,9%) Rifampisin juga terbukti sebagai senyawa penginduksi
dibandingkan dengan orang tanpa DM yaitu sebesar enzim microsomal hepar poten , yang berperan dalam
29,8%. Setelah pengobatan selama 6 bulan, ditemukan metbaolisme obat lain. Dalam perannya sebagai
hasil kultur sputum yang masih positif 7,65 kali lebih senyawa penginduksi rifampisin meningkatkan
besar pada penderita TB dengan DM dibandingkan pembentukan enzim dalam system MFO. Sistem ini
dengan penderita TB tanpa DM. Dalam penelitian berperan dalam reaksi oksidase fase pertama dalam
tersebut juga diperoleh hasil adanya peningkatan metabolisme obat.
risiko hasil pemeriksaan dahak menjadi BTA positif Terdapat interaksi farmakologis antara obat
tiga (+++) dengan OR 1,71 pada penderita TB dengan anti tuberkulosis (OAT) dengan obat anti diabetik
DM (Alisjahbana et al., 2007). Oral (OHO) sehingga perlu adanya kecermatan
Baker et., al. (2011) juga mengemukakan bahwa dalam penggunaannya. Obat anti tuberkulosis jenis
pada penderita TB dengan DM terdapat peningkatan rifampisin dapat mengurangi efektivitas obat anti
waktu konversi sputum menjadi lebih lama. Pada diabetic (sulfonil urea). Rifampisin juga diketahui
penderita TB tanpa DM konversi sputum terjadi pada dapat meningkatkan metabolisme yang berdampak
bulan ke 2-3. Akan tetapi pada TB dengan DM waktu pada penurunan kadar sulfonil urea di dalam
konversinya lebih lama yaitu pada bulan ke4-6. darah. Percobaan yang dilakukan pada tikus putih
Lamanya konversi sputum ini akan memengaruhi menunjukkan bahwa obat anti diabetes yang digunakan
lama terapi yang diberikan pada pasien.
Zeni Yanti, Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Keberhasilan Pengobatan TB … 171

pada penderita TB menimbulkan peningkatan beban pasien degan DM serta 4,1% tanpa DM. Tingkat
kerja paru-paru karena adanya perluasan peradangan. kematian 6,5 kali lebih tinggi pada pasien TB dengan
Berdasarkan pernyataan diatas menunjukkan bahwa DM dibandingkan dengan pasien TB tanpa DM.
ada interaksi yang tidak baik antara dua jenis obat
tersebut sehingga dalam penggunaannya perlu Hasil Pemeriksaan Thorax TB Paru dengan DM
pemantauan yang intensif (Vallerskorg, 2010). Menurut Patel et.al (2011), diketahui bahwa
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta gambaran radiologi penderita TB Paru dengan
literature yang ada diketahui bahwa penderita TB DM dideskripsikan dengan gambaran atipikal,
dengan DM lebih cenderung memiliki waktu konversi kebanyakan melibatkan lobus bawah paru dengan
yang lebih lama yang berdampak pada lamanya waktu gambaran kavitas. Keterlibatan beberapa lobus paru
pengobatan. Lamanya waktu pengobatan berisiko juga dilaporkan lebih banyak. Pada penelitian yang
terjadinya kegagalan pengobatan. Selain itu adanya dilakukan di India tersebut terdapat 84% pasien TB
peningkatan infeksi dan interaksi farmakologis kedua dengan DM yang menunjukkan gambaran TB pada
penyakit tersebut juga akan berdampak pada lamanya lobus bawah dan hanya terdapat 16% pada bagian
pengobatan. atas paru-paru.
Sebanyak 32% menunjukkan keterlibatan kedua
Manifestasi Klinis TB dengan DM
paru-paru dan 68% hanya di satu sisi paru-paru. Pada
Kondisi TB dengan DM sangat berisiko adanya 10 dari 50 photo thorax dengan gambaran kavitas yang
peningkatan infeksi. Kombinasi keduanya akan lebih dari 2 cm paling banyak ditemukan jika terdapat
memperparah kondisi tubuh penderita. Kondisi keterlibatan bagian bawah paru (80%). Lesi nodular
neuropati, mikro dan makroangiopati serta adanya ditemukan sebesar 36% dan lesi eksudat ditemukan
gangguan respons imun tubuh dapat memberikan sebesar 22% sedangkan lesi campuran terdapat 22%.
perbedaan gejala klinis TB dengan DM dan tanpa Perbedaan gambaran thorax pada penderita TB
DM. Adanya gangguan mortilitas silia menyebabkan dengan DM dan tanpa DM disebabkan karena pada
turunnya reflek batuk, yang menjadi gejala utama TB. TB dengan DM terdapat gangguan pada imunitas
Pada TB dengan DM gejala batuk ini lebih sedikit selular dan disfungsi sel PMN (Singh, 2011).
ditemukan. Gangguan mikro dan makro angiopati
dapat menimbulkan kegagalan migrasi system Terapi TB pada TB dengan DM
imun yang berdampak pada keparahan penyakit Pengobatan untuk TB dengan DM saat ini
(Whulandary dan Sugiri, 2013). masih menggunakan terapi standar sesuai dengan
Hal serupa disampaikan oleh Alisjahbana pengobatan TB yang telah ditentukan. Obat utama
et al (2006) pada penderita TB dengan DM terdapat yang digunakan pada pasien TB adalah rifampisin.
gejala yang lebih banyak dibandingkan dengan TB Efektivitas obat tersebut ditentukan oleh dosis
tanpa DM sebelum dilakukannya pengobatan TB. pengobatan yang diberikan, rekomendasi dosis untuk
Meskipun begitu dari hasil pemeriksaan hematologic, obat ini adalah 10 mg/kg berat badan. Pada TB dengan
bakteriologi maupun radiologi tidak ditemukan DM dimungkinkan adanya peningkatan berat badan
adanya hasil yang menunjukkan keparahan penyakit. yang lebih tinggi, sehingga perlu adanya perhitungan
Hasil ketiga pemeriksaan tersebut hampir sama kembali dosis pemberian rifampisin terutama pada
dengan hasil TB tanpa DM. Pada penelitian tersebut pengobatan tingkat lanjut di mana pada fase ini pasien
ditemukan perbedaan gejala antara pasien TB dengan lebih cenderung mengalami peningkatan berat badan.
DM dengan pasien TB tanpa DM. Gejala tersebut WHO (2016), merekomendasikan pengobatan TB
terdiri atas batuk, hemoptisis, sesak nafas, demam, pada DM dengan menggunakan regimen yang sesuai
keringat malam hari serta penurunan berat badan. dengan standar. Pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang melayani pengobatan DM juga harus
Prognosis
memiliki fasilitas pelayanan DM atau sebaliknya.
Baker et al (2011), mengemukakan bahwa DM PDPI (2006), merekomendasikan panduan OAT
meningkatkan risiko kegagalan pengobatan TB, yang sama antara RB dengan dan tanpa DM, akan
kematian serta angka kekambuhan setelah pengobatan tetapi dengan syarat adanya kontrol yang baik pada
yang lebih tinggi. Sebuah cohort study di Maryland kadar gula darah pasien. Perlu kehati-hatian dalam
menunjukkan adanya pengaruh dari kejadian DM penggunaan etambunol (OAT) mengingat obat ini
terhadap hasil pengobatan TB Paru (CI: 0,74-5,2, memiliki pengaruh terhadap mata. Seperti diketahui
p =0,18). Kegagalan pengobatan terjadi pada 6,7% sebelumnya bahwa pada penderita DM sering
172 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 163-173

terjadi komplikasi pada mata. Sehingga penggunaan TB Paru di Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya.
etambunol pada TB dengan DM perlu pemantauan. Nilai OR= 2,056 dapat diartikan bahwa penderita
Penggunaan INH pada pasien TB juga perlu adanya TB tanpa DM memiliki kemungkinan untuk sembuh
pemantauan mengingat adanya efek neuropati perifer 2,056 kali lebih besar dibandingkan dengan penderita
pada obat tersebut. TB dengan DM.
Sampai sekarang belum ada rekomendasi yang Diabetes pada TB meningkatkan keburukan gejala,
dikeluarkan terkait penatalaksanaan pengobatan meningkatkan keparahan infeksi yang berdampak pada
TB dengan DM yang memiliki dasar evidence peningkatan risiko penularan serta resistensi kuman.
based. Panduan yang ada masih pada tahap rencana Dampak lainnya memperpanjang waktu konversi
penelitian sehingga rekomendasi yang diberikan saat yang menyebabkan lamanya waktu pengobatan.
ini belum disertai dengan kekuatan level of evidence. Interaksi dari OAT dan OAD juga berdampak pada
Pengobatan TB dengan DM harus ditangani dengan lamanya pengobatan TB serta efek toksik dari obat
serius karena penatalaksanaannya yang tidak mudah tersebut. Risiko lebih buruk adalah timbulnya
(Whulandary dan Sugiri, 2013). kematian. Beberapa hal tersebut diatas berpotensi
menyebabkan kegagalan pengobatan TB Paru sangat
Deteksi Dini berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan TB
WHO merekomendasikan perlu adanya infeksi Paru di Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya.
DM pada penderita TB atau sebaliknya identifikasi Saran
TB pada penderita DM. Belum ada rekomendasi
Berikut ini saran yang dapat peneliti berikan
yang tertulis terkait uji saring TB pada penderita
kepada Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya:
DM tanpa gejala. Masalah ini masih menjadi
Screening DM oleh tenaga kesehatan di awal
rekomendasi dan membutuhkan penelitian yang lebih
pengobatan TB Paru baik kasus baru ataupun lanjutan.
lanjut. Pada pasien TB perlu adanya uji saring DM
Penggunaan panduan terapi TB Paru yang tepat
pada awal diagnosis. Kemudian pencatatan sendiri
pada TB dengan DM. Terapi terstandar dan terarah
untuk pasien TB dengan DM juga perlu dilakukan.
serta pemberian obat yang efektif bagi penderita TB
Mengingat penatalaksanaannya yang sedikit berbeda.
dengan DM. Perlu adanya pengawasan intensif dari
Pada pertemuan WHO wilayah pasifik ke 5 tersusun
tenaga kesehatan penderita TB Paru dengan DM
rancangan panduan deteksi TB pada pasien DM
sampai sembuh. Pelacakan oleh tenaga kesehatan jika
dengan cara uji tuberkulin dan Interferon Gamma
ada pasien yang mangkir atau berhenti melakukan
Release Assay (IGRA) dan uji ini harus diulang dalam
pengobatan. Peningkatan program kolaborasi TB-
5 tahun (WHO, 2011).
DM di Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya.
Saran yang dapat peneliti berikan untuk penderita
SIMPULAN DAN SARAN TB Paru di Puskesmas Tanah Kalikedinding yaitu
diharapkan penderita patuh dalam meminum OAT
Simpulan sesuai dengan petunjuk pengobatan yang diberikan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka oleh tenaga kesehatan. Bagi penderita TB dengan
didapatkan kesimpulan bahwa karakteristik penderita DM sebaiknya rutin memeriksakan gula darahnya di
TB Paru di Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya Puskesmas minimal satu bulan sekali.
adalah sebagai berikut. Usia paling banyak penderita
TB Paru adalah antara 45-55 tahun yaitu sebesar REFERENSI
31%. Penderita TB Paru yang memiliki jenis kelamin
perempuan lebih besar (55%) jika dibandingkan Alisjahbana B, Sahiratmadja E, Nelwan EJ, Purwa AM,
dengan yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar Ahmad Y et.al. 2006. Diabetes Mellitus is Strongly
45%. Pendidikan terakhir yang dimiliki penderita TB Associated WithTuberculosis In Indonesia. The
Paling banyak adalah SMA yaitu sebesar 4,3%. International Journal Of Tuberculosis Volume 10,
Penderita TB Paru yang memiliki riwayat DM Number 6, June 2006, pp.696-700(s).https://www.
selama pengobatannya adalah sebesar 32,7% ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17638189. [Sitasi:16
sedangkan yang tidak memiliki riwayat DM lebih February 2017].
besar dengan persentase 67,3%. Berdasarkan Uji Bacakoglu F, Basoglu OK, Cok G, Sayiner A and Ates
Regresi Logistik didapatkan hasil p = 0,012 berarti ada M. 2001. Pulmonary Tuberculosis in Patients With
pengaruh antara DM dengan keberhasilan pengobatan Diabetes. Respiration Journal 2001;68:595-600l.
Zeni Yanti, Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Keberhasilan Pengobatan TB … 173

http://www.skko.moph.go.th. [Sitasi: 17 February Relawan Sehat. Majalah Farmasi Indonesia


2017]. 14(2)299-305. 2003. Yogyakarta: Universitas
Baker MA, Harries AD, Jeon CY, Hart JE, Lonroth Sanata Dharma.
K, Ottmani SE, Gooensekerta ED and Murray Mihardja, L, Lolong, DB., Ghani, L. 2015. Prevalensi
MB. 2011. The impact of diabetes on tuberculosis Diabetes Mellitus Pada Tuberkulosis dan Masalah
treatment outcomes: a systematic review.BMC Terapi. Penelitian. Jakarta: Pusat Biomedis
Journal Med. 2011 Jul 1;9:81doi: 10.1186/1741- Teknologi Dasar Kesehatan.
7015-9-81. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ Patel,AK, Rami, KC., Ghanchi, FD. 2011. Radiological
pubmed/17638189. [Sitasi:16 Rebruary 2016]. Presentation of Patients of Pulmonary Tuberkulosis
CDC. 2017. How to Tb Spread https://www.cdc.gov/ with Diabetes Mellitus. Journal of Lungh India Vol
tb. [Sitasi: 16 February 2017]. 26 Issue 1 jan-March 2011.http//:www.lungindia.
Corona MEZ, Hervertz LP, Garcia Lourdes, Reyez com. [Sitasi: 16 February 2016 ].
LF., Sanches GD, Vallez MB, et.al. 2012. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Pedoman
Assosiation of Diabetes and Tuberculosis: impact Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. http://
on treatment and post treatment outcome. Jurnal www.klikpdpi.com. [Sitasi:7 Maret 2017].
Thorax 201368.214-220:doi:10.1136/thoraxjnl- Palupi, DLM. 2011. Pengaruh Pendidikan Kesehatan
2012-201756. .www.thorax.bmj.com. [Sitasi: 16 Terhadap Perubahan Pengetahuan, Sikap dan
February 2017]. Perilaku Penderita Tuberkulosis yang Berobat
Crofton J, Horne N., Miller, F. 2002. TB Klinis Edisi di Wilayah Kerja Puskesmas Surakarta. Thesis.
2. Jakarta: Widya Medika. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Dobler CC, Flack JR., Marks GB. 2012. Risk of Ruditya, Dea Nurma. 2015. Hubungan Antara
Tuberculosis Among People with Diabetes Karakteristik Penderita Tb Dengan kepatuhan
Mellitus an Australian Nation Wide Cohort Memeriksakan Dahak Selama Pengobatan. Jurnal
Study. BMJ Journal.www.BMJ.open. [Sitasi: 15 Berkala Eidemiologi. Surabaya: FKM Universitas
Febrauary 2017]. Airlangga. [Sitasi: 17 February 2017].
International Diabetes Federation (IDF). 2015. Singh. 2011. Radiographic Finding in Tuberculosis
Diabetes Atlas Seventh Edition. ISBN: 978-2- Diabetic Patients. Journal of Lungh India Vol. 26
93022-81-2. www.diabetesatlas.org. [Sitasi: 14 Issue 1 Jan-March 2011.http//:www.lungindia.
February 2017]. com. [Sitasi: 16 February 2016.
Kansal, H.M, Srivasthana, S., Bhargava, S.K. 2015. Vallerskorg T, Marens, GW., Kornfeld, Hardy.
Diabetes Melitus and Tuberculosis. Journal JIMSA Diabeteic Mice display a Delayed adaptive Immune
Jan-Mar. 2015 Vol. 28 No. 1. Response to Micobacterium Tuberculosis. The
Lauzardo, M. 2015. Diabetes and Tuberculosis a Journal of Immunology. Amerika: The ammerican
Practical Approach to Diagnosis and Treatment. Assosiation of Immunology [Sitasi: 16 February:
Florida: Southerness National Tuberculosis Center. 2017].
Kemenkes RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk WHO.2016. Tuberculosis and Diabetes. www.who.
Penyakit Tuberculosis. Jakarta: Direktorat Bina int/tb.[Sitasi: 10 February 2017].
Farmasi dan Klinik Direktorat Jenderal Bina WHO.2015. Tuberculosis in Women. Available at:
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen www.who.int/tb. [Sitasi: 13 February 2017].
Kesehatan RI. Whulandary, DR., Sugiri, YJ. 2013. Diabetes Melitus
Kemenkes, RI. 2014. Pedoman Nasional dan Permasalahannya pada Infeksi Tuberkulosis.
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Direktorat Jurnal Respiro Indonesia Vol. 33, No. 2, April
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan 2013.http://jurnalrespirologi.org. [Sitasi: 15
Lingkungan. February 2017].
Kemenkes, RI. 2015. Tuberkulosis Temukan Obati Wijaya, I. 2015. Tuberkulosis Paru pada Penderita
Sampai Sembuh. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Diabetes Melitus. CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015
Kemenkes RI. Tangerang: Departemen Penyakit Dalam Fakultas
Kuswibawati, 2003. Pengaruh Pemberian Rifampisin Kedokteran Universitas Pelita Harapan. [Sitasi: 16
Terhadap Efek Hipoglikemik Glizipid pada February 2017].

Anda mungkin juga menyukai