Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting
di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering
ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap
tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan. Dua per tiga
dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai
keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%.
Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami
komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya.
Risiko penderita batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif
kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah
serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan
penyulit akan terus meningkat.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,
karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa
gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos
abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu
tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu
menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu
sekunder. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer
di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung
empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di
wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi
komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu

1
asimtomatik. Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen
terbesar dari batu empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium
karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu
komponen saja.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaiman konsep dasar teori kolelitiasis (batu kandung empedu)?
2. Bagaiman konsep dasar asuhan keperawatan kolelitiasis (batu kandung
empedu)?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit kolelitiasis (batu kandung
empedu)
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuha keperawatan kolelitiasis (batu
kandung empedu)

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Penyakit Kolelitiasis (batu kandung empedu)
2.1.1 Pengertian
Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.
Kolelitiasis adalah batu yang terbentuk oleh colesterol, kalsium, bilirubinat
atau campuran yang disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu (
Marlyn E Doengoes, 2000).
Batu empedu adalah endapan satu atau lebih komponen empedu
berupa kolesterol, bilirubin, garam-garam empedu, kalsium dan protein
(Sylvia A Price,1998).
Kolelitiasis adalah obstruksi pada saluran empedu (duktus koledukus)
yang disebabkan oleh batu, yang kemudian menghambat aliran empedu
dan menyebabkan proses inflamasi akut ( Susan Martin Tucker, 1998 ).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat menyimpulkan bahwa kolelitiasis
adalah endapan satu atau lebih komponen empedu berupa kolesterol,
bilirubin, garam-garam empedu, kalsium dan protein, yang kemudian
menghambat aliran empedu dan menyebabkan proses inflamasi akut.

2.1.2 Klasifikasi
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu :
1. Tipe kolesterol
2. Tipe pigmen empedu
Batu kolesterol terjadi akibat gangguan hati yang mengekskresikan
kolesterol berlebihan hingga kadarnya diatas nilai kritis ke larutan
kolesterol dalam empedu. Tipe pigmen biasanya akibat proses hemolitik
atau investasi E. Coli ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin
diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi
Kristal kalsium bilirubin.

3
2.1.3 Etiologi
1. Kecenderungan keturunan dalam keluarga ( kebiasaan mengkonsumsi
kolesterol yang berlebihan
2. Kegemukan ( mungkin disebabkan kelainan metabolisme lemak)
3. Kehamilan (obat estrogn), pil KB (perubahan hormone dan
pelambatan kontraksi otot kandung empedu. Menyebabkan penurunan
kecepatan pengososngan kandung empedu) angka kejadian meningkat
pada wanita yang hamil berulang.
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari
pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh
bilirubin, kalsium dan protein. Macam-macam batu yang terbentuk antara
lain :
a. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol
dan penurunan produksi empedu. Faktor lain yang berperan dalam
pembentukan batu :
 Infeksi kandung empedu
 Usia yang bertambah
 Obesitas
 Wanita
 Kurang makan sayur
b. Batu pigmen empedu , ada dua macam;
 Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan
disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
 Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan
disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi
Faktor Resiko :
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah
ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang,
semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor
resiko tersebut antara lain:
1. Jenis Kelamin

4
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil
kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung
untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia
yang lebih muda.
3. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap
unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu.
4. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
5. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung
empedu lebih sedikit berkontraksi.
6. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah
crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus
paralitik.
7. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu
tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/

5
nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk
terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
2.1.4 Manifestasi
1. Sebagian bersifat asimtomatik
2. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang
menjalar kepunggung atau region bahu kanan.
3. Sebagaian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melaikan persisten
4. Mual muntah
5. Demam
6. Ikterus obstruksi pengaliran getah empedu kedalam duodenum akan
menimbulkan gejala khas yaitu getah empedu yang tidak lagi di bawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu
ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Keadaan
ini sering di sertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit.
7. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu
empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya
infeksi. Pasien akan menderita panas, teraba massa padat pada
abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat
pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau bahu kanan
, rasa nyeri disertai mual dan muntah akan bertambah hebat dalam
waktu beberapa jam sesudah makan dalam porsi besar. Pasien akan
gelisah dan membalik-balikkan badan, merasa tidak nyaman, nyerinya
bukan kolik tetapi persisten. Seorang kolik bilier semacam ini
disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
Dalam keadaan distensi bagian fundus kandung empedu akan
menyentuh dinding adomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan
sepuluh bagian kanan, sehingga menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika inspirasi dalam.
8. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta
pekat karena ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.

6
9. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus
menyumbat saluran tersebut akan mengakibatkan abses, nekrosis dan
perforasi disertai peritonitis generalisata.

2.1.5 Pathway

Obesitas Wanita Obat Usia Diet rendah Sirosis Infeksi


kontrasepsi diatas 40 serat dan hati percabangan
thn tinggi libier
kolesterol

Peningkatan
estrogen Penurunan
fungsi tubuh Empedu Pigmen emoedu
& kontrol litogenik (bilirubin)
Penurunan asam trhdp takterkonyugasi
empedu kolesterol

Presipitasi (pengendapan)
Peningkatan
kolesterol
Batu pigmen

Supersaturasi kolesterol

Pembentukan kristal
kolesterol

Batu kolesterol

7
Kolelitiasis

(batu kandung empedu )

Batu terdorong menuju duktus sistikus

Obstruksi duktus sistikus

Distensi kantung Iritasi dinding duktus Peradangan


empedu sistikus akibat disekitar
gesekan dengan batu hepatobilier

Fundus empedu
menyentuh dinding Respon inflamasi Pengeluaran SGPT, SGOT
abdomen pd kartilago (iritatif pada sal.cerna)
koste 9 & 10
Peningkatan
permeabilitas vasa & Merangsang sist.saraf
perubahan hemodinamik parasimpatis
Gesekan empedu
dengan dinding
abdomen Penurunan peristaltik
Penumpukan cairan usus dan lambung
diinterstisial
Nyeri abdomen
kuadran kanan atas Peingkatan tekanan Makanan tertahan di
intraabdomen lambung

MK : Nyeri Akut Penekanan dilambung


Peningkatan produksi
asam lambung
Mual, muntah, anoreksia
Mual dan muntah

MK : Nutrisi kurang dari


kebutuhan
MK : Resiko
Ketidakseimbangan
volume cairan

8
2.1.6 Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu: batu yang terutama tersusun dari
pigmen dan tersusun dari kolesterol
1. Batu Pigmen
Akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu
mengalami presipitasi / pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko
terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis,
hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat
dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi.
2. Batu Kolesterol
Merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam
air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo
lipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu
empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan
sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan supersaturasi getah
empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu mengendap
membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan
predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai
iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu
4 X lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya terjadi pada wanita
berusia > 40 tahun, multipara, obesitas. Penderita batu empedu
meningkat pada pengguna kontrasepsi pil, estrogen dan klofibrat yang
diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan
batu meningkat bersamaan dengan penambahan umur, karena
bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis
asam empedu juga meningkat akibat mal absorbsi garam-garam
empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal, pernah operasi
resesi usus, dan DM.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Lekositosis : 12.000-15.000 ( Normal : 5.000-10.000)
2. Bilirubin : meningkat ringan (N : < 0,4 mg/dl).

9
3. Protrombin menurun, bia aliran dari empedu intestin menurun karena
obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K
4. Amilase serum menignkat (Normal : 17-115 unit/100 ml)
5. USG : dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koledokus yang mengalami dilatasi, USG mendeteksi batu empedu
dengan akurasi 95%. Menunjukkan adanya bendungan/hamabtan, hal
iini karena danya batu empedu dan distensi saluran empedu.
6. Endoscopic Retrigrade Choledocho Pancreaticography (ERCP),
brtujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang salluran epedu
melalui ductus duodenum.
7. PTC ( Perkutaneus transhepatik Cholengiografi : Pemberian cairan
kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8. Kolesistografi: alat ini digunakan jika USG tidak ada / hasil USG
meragukan.
9. CT Scan : menujukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran
empedu, obstruksi/obstruksi joundice
10. Foto Abdomen : gambaran radiopaque ( erkapuran) galstones,
pengapuran pada saluran atau pemebesaran pada gallblader
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)
a. Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus,
NGT, analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang
masak, nasi, ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi
dan teh.
b. Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur,
krim, daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak,
alkohol.
c. Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat
(chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu
radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari
kolesterol. Jarang ada efek sampingnya dan dapat diberikan dengan
dosis kecil untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme

10
kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya
sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada
dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru
dicegah pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan
untuk melarutkan batu.
d. Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara
menginfuskan suatu bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier
butil eter ) kedalam kandung empedu. Melalui selang / kateter yang
dipasang perkuatan langsung kedalam kandung empedu, melalui
drain yang dimasukkan melalui T-Tube untuk melarutkan batu
yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan, melalui endoskopi
ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e. Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini
menggunakan gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu
empedu dalam kandung empedu atau duktus koledokus untuk
memecah batu menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut
tersebut dihasilkan oleh media cairan oleh percikan listrik yaitu
piezoelektrik atau muatan elektromagnetik. Energi disalurkan
kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi cairan.
Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak
perlahan secara spontan dari kandung empedu atau duktus
koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan
dengan pelarut atau asam empedu peroral.
2. Pembedahan
a. Intervensi bedah dan sistem drainase.
b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis /
akut. Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan
dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan
darah, cairan serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa
absorben.

11
c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka
insisi selebar 4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan,
waktu singkat.
d. Kolesistektomi laparaskopi
e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau
luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus
3. Pendidikan pasien pasca operasi
a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan
gejala komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan :
penurunan selera makan, muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan
kenaikan suhu tubuh.
b. Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama
24 sampai 48 jam pertama.
c. Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga
kebersihan luka operasi dan sekitarnya
d. Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang
e. Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.

12
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kolelitiasis (batu kandung empedu)
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat,
tanggal MRS, dan lain-lain.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal
dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar
kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T)
yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut. Klien sering
mengalami nyeri di ulu hati yang menjalar ke punggung , dan
bertambah berat setelah makan disertai dengan mual dan muntah.
c. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya. Klien memiliki Body Mass Index
(BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena
penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola
makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat

13
keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding
dengan tanpa riwayat keluarga.
e. Riwayat psikososial
Pola pikir sangat sederhana karena ketidaktahuan informasi dan
mempercayakan sepenuhnya dengan rumah sakit. Klien pasrah
terhadap tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat
sembuh. Persepsi diri baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak
timbul sehubungan telah dilakukan tindakan cholesistektomi.
f. Riwayat lingkungan
Lingkungan tidak berpengaruh terhadap penyakit kolelitiasis.
Karena kolelitiasis dipengaruhi oleh pola makan dan gaya hidup
yang tidak baik.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan :

1) Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)


2) Auskultasi : peristaltik (+)
3) Perkusi : timpani
4) Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas,
hepar-lien tidak teraba, massa (-)
5) Sistem endokrin

Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu.


Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan
teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung
empedu.

b. Pola Fungsi Kesehatan


1) Aktivitas/Istirahat
Gejala:kelemahan.
Tanda : gelisah.

14
2) Sirkulasi
Gejala/Tanda : takikardia, berkeringat.
3) Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine & feses.
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan
atas, urine gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea.
4) Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak &
makanan pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri
epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dyspepsia.
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.
5) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung
atau bahu kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan
makan, nyeri mulai tiba-tiba & biasanya memuncak dalam 30
menit.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan
atas ditekan, tanda Murphy positif.
6) Pernapasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan tertekan
ditandai oleh napas pendek, dangkal.
7) Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, dan kulit berkeringat & gatal
(pruritus), kecendrungan perdarahan (kekurangan vit. K).
8) Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu,
adanya kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi
usus, diskrasias darah.

15
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan gesekan empedu dengan dinding
abdomen.
2. Resiko Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan degan
mual, muntah dan anoreksia
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah
2.2.3 Intervensi
No Tujuan & Intervensi Rasional
Dx Kriteria Hasil
1. Setelah dilakukn 1. Tingkatkan tirah 1. Tirah baring pada
tindakan baring, biarkan pasien posisi fowler
keperawatan melakukan posisi rendah
diharapkan klien yang nyaman. menurunkan
 Tujuan : 2. Berikan kompres tekanan
Nyeri hangat intraabdomen.
terkontrol, 3. Berikan obat analgetik 2. Dengan kompres
teradaptasi 4. Alihkan perhatian hangat pada
Kriteria hasil : klien daerah yang sakit
 Penurunan 5. Anjurkan klien tidak dapat mengurangi
respon beraktifitas yang berat rasa nyeri klien.
terhadap 6. Anjurkan untuk 3. Dengan nyeri
nyeri istirahat yang hebat dapat
(ekspresi) diberikan obat
 Laporan nyeri analgetik supaya
terkontrol nyeri berkurang
4. Mengalihkan
perhatian klien
bertugas supaya
nyeri berkurang
5. Aktifitas yang
berat dapat
meningkatkan
rasa nyeri.
6. Dengan istirahat
mengurangi rasa
nyeri pada klien.

2. Setelah 1. Kaji distensi abdomen 1. Tanda non-verbal


dilakukan tidaka 2. Perkirakan/hitung ketidaknyamanan
keperawatan, pemasukan kalori juga berhubungan
diharapkan klien komentar tentang dengan gangguan
Tujuan: napsu makan sampai pencernaan, nyeri

16
 Menunjukkan minimal gas.
kestabilan 3. Berikan suasana 2. Mengidentifikasi
BB menyenangkan pada kekurangan /
Kriteria hasil : saat makan, hilangkan kebutuhan nutrisi.
 BB stabil rangsangan berbau. Berfokus pada
laporan 4. Kolaborasi : Konsul masalah membuat
 Nafsu makan dengan ahli diet/tim suasana negative
meningkat pendukung nutrisi dan
 Tidak mual sesuai indikasi. mempengaruhi
muntah 5. Tambahkan diet masukan.
sesuai toleransi, 3. Untuk
biasanya rendah meningkatkan
lemak, tinggi serat, napsu
batasi makanan makan/menurunk
penghasil gas dan an mual.
makanan/makanan 4. Berguna dalam
tinggi lemak. membuat
kebutuhan nutrisi
individual melalui
rute yang paling
tepat.
5. Memenuhi
kebutuhan nutrisi
dan
meminimalkan
rangsangan pada
kandungan
empedu.

3. Menunjukkan 1. Pertahankan 1. Memberikan


keseimbangan masukan dan informasi tentang
cairan yg haluaran akurat, status
adekuat, ditandai perhatikan haluaran cairan/volume
dengan : kurang dari masukan, sirkulasi dan
 Selaput peningkatan berat kebutuhan
membran yg jenis urine. Kaji penggantian.
lembab. membrane 2. Muntah
 Turgor kulit mukosa/kulit, nadi berkepanjangn,
baik. perifer, dan aspirasi gaster,
 Urine normal pengisian kapiler. dan pembatasan
1500 cc/24 jam 2. Awasi tanda / gejala pemasukan oral
 Out put normal, peningkatan/berlanju dapat
tdk ada tnya mual/muntah, menimbulkan
muntah. kram abdomen, deficit natrium,
kelemahan, kejang, kalium dan
kejang ringan, klorida.
kecepatan jantung 3. Menurunkan
tak teratur, sekresi dan

17
parestesia, hipoaktif motilitas gaster.
atau tak adanya 4. Menurunkan
bising usus, depresi mual dan
pernapasan. mencegah
3. Kolaborasi : muntah.
Pertahankan pasien 5. Mempertahankan
puasa sesuai volume sirkulasi
keperluan. dan memperbaiki
4. Kolaborasi : Berikan ketidakseimbanga
antimetik. n.
5. Kolaborasi : Berikan
cairan IV, elektrolit,
dan vitamin K.

18
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Batu empedu adalah endapan satu atau lebih komponen empedu berupa
kolesterol, bilirubin, garam-garam empedu, kalsium dan protein (Sylvia A
Price,1998). Kolelitiasis adalah obstruksi pada saluran empedu (duktus
koledukus) yang disebabkan oleh batu, yang kemudian menghambat aliran
empedu dan menyebabkan proses inflamasi akut ( Susan Martin Tucker,
1998). Dapat disimpulkan bahwa kolelitiasis adalah endapan satu atau lebih
komponen empedu berupa kolesterol, bilirubin, garam-garam empedu,
kalsium dan protein, yang kemudian menghambat aliran empedu dan
menyebabkan proses inflamasi akut.
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Tipe kolesterol
2. Tipe pigmen empedu

3.2 Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada
umumnya dan mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui lebih
dalam tentang penyakit kolelitiasis. Kepada para perawat, kami sarankan
untuk lebih aktif dalam memberikan penyuluhan untuk mengurangi angka
kesakitan penyakit kolelitiasis. Dengan tindakan preventif yang dapat
dilakukan bersama oleh semua pihak, maka komplikasi dari kolelitiasis akan
berkurang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.
Syaifudin, H, B.Ac, Drs. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat,
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Anonim, 2009, Asuhan Keperawatan pada kolelitiasis. diakses pada tanggal 1
Oktober 2011 pukul 10.00 WIB
<http://keperawatankita.wordpress.com/2009/02/11/kolelitiasis-definisi-serta-
askepnya/>
Marylin E. Dongoes, 1992. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Tiga.FKUI
Jakarta : EGC.
Price Sylvia Aderson, dkk.1995. Konsep Klinis Proses-proses penyakit, Edisi
Empat. Jakarta : EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai