Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH PATOLOGI

“ANEMIA”

Disusun Oleh :

Fariana Dwi Maharani (15330020)

Fadillah Ramadania (15330026)

Intan Purnama Satri (15330049)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dari mata kuliah PATOLOGI.

Makalah ini membahas tentang “ANEMIA”, penulis berharap semoga makalah ini
mendapatkan perhatian dan respon yang baik dari ibu Dosen dan bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi
maupun bahasanya, diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
menyempurnakan makalah ini.

Jakarta, 2018

Penulis
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................... I

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... II

DAFTAR ISI.................................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan.............................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 4

2.1 Definisi Anemia ............................................................................................... 4

2.2 Klasifikasi Anemia ........................................................................................... 4

2.3 Macam-macam Anemia .................................................................................. 5

2.2.1 Definisi Anemia ...................................................................................... 5

2.2.2 ................................................................................................................. 5

2.2.3 ................................................................................................................. 6

2.2.4 ................................................................................................................. 6

BAB III PROSEDUR PENELITIAN .............................................................................. 9

3.1 Metode Penelitian............................................................................................. 9

3.2 Alat ................................................................................................................... 9

3.3 Bahan ............................................................................................................... 9

3.4 ........................................................................................................................ 10

3.5 ........................................................................................................................ 10

3.6 ........................................................................................................................ 10

3.7 ........................................................................................................................ 10

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN .............................................................................. 11

BAB V KESIMPULAN .................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 15


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik
di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan masyarakat utama,
terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas
kronik (chronic debility) yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan
sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh karena frekuensinya yang
demikian sering, anemia, terutama anemia ringan seringkali tidak mendapat
perhatian dan dilewati oleh para dokter di praktek klinik.

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa


eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan
oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan
kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang
paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. Harus
diingat bahwa terdapat keadaan keadaan tertentu dimana ketiga parameter
tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan
akut dan kehamilan.

Permasalahan yang timbul adalah berapa kadar hemoglobin, hematokrit


atau hitung eritrosit paling rendah yang dianggap anemia? Kadar hemoglobin
dan eritrosit sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian
tempat tinggal serta keadaan fisiologik tertentu seperti misalnya kehamilan.
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi
merupakan gejala dari berbagai macam penyakit dasar (underlying disease).
Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai
kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menjadi
anemia tersebut. Hal ini penting karena seringkali penyakit dasar tersebut
tersembunyi, sehingga apabila hal ini dapat diungkap akan menuntun para klinisi
ke arah penyakit berbahaya yang tersembunyi Penentuan penyakit dasar juga
penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab
yang mendasar dari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus
anemia tersebut. Pendekatan terhadap penderita anemia memerlukan pemahaman
tentang patogenesis dan patofisiologi anemia, serta ketrampilan dalam memilih,
menganalisis serta merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Tulisan ini bertujuan untuk membahas pendekatan praktis dalam


diagnosis dan terapi anemia yang sering dihadapi oleh dokter umum ataupun
spesialis penyakit dalam.

2.1 Rumusan Masalah


1. Apa saja jenis-jenis penurunan produksi defisiensi besi anemia dan defisiensi
vitamin B12
2. Apa saja jenis-jenis anemia hemolitik
3. Apa saja
3.1 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui jenis penurunan produksi termasuk defisiensi besi anemia
dan defisiensi vitamin B12
2. Untuk mengetahui jenis anemia hemolitik
3. Untuk mengetahui jenis kehilangan darah
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Anemia


Anemia adalah penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi,
abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah atau keduanya. Anemia
dapat siebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah atau peningkatan
kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronis, perdarahan mendadak,
atau lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan. Semua anemia
mengakibatkan penurunan nilai hematocrit dan hemoglobin tetapi nilai MCV,
MCHC, RDW dapat bervariasi. Sebagai contoh, penggunaan MCV sebagai
indeks anemia mikrositik memiliki MCV < 82 fL/sel darah; dan anemia
makrositik memiliki MCV > 98 fL/ sel darah. Gejala terkait anemia bergantung
pada durasi, tingkat keparahan dan usia penderita serta status kesehatan
sebelumnya. Semua gejala pada akhirnya berhubungan dengan reduksi dalam
pengaangkutan oksigen ke sel dan organ penderita, sehingga mengganggu fungsi
dan status kesehatan.
Batas normal dari kadar Hb dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut:
Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)
Anak-anak 6-59 bulan 11,0
5-11 tahun 11,5
12-14 tahun 12,0
Dewasa Wanita > 15 tahun 12,0
Wanita hamil 11,0
Laki-laki > 15 tahun 13,0
ANEMIA AKIBAT GANGGUAN PEMBENTUKAN SEL DARAH MERAH
Anemia akibat gangguan pembentukan sel darah merah terjadi jika jumlah besi
tidak adekuat atau tidak dapat diakses, atau kekurangan asam folat, vitamin b12
atau globulin. Produksi sel darah merah juga dapat tidak mencukupi jika
mengalami penyakit sumsum tulang, seperti yang terjadi pada leukemia, setelah
terpajan radiasi atau penyakit sumsum tulang lainnya. Defisiensi eritropoietin,
yang dapat terjadi pada gagal ginjal, juga dapat menyebabkan penurunan
produksi sel darah merah. Anemia akibat gangguan pembentukan sel darah
merah dapat menyebabkan sel darah merah berukuran terlalu kecil (mikrositik)
atau teralu besar (makrositik) dan kandungan hemoglobin yang secara abnormal
rendah (hipokromik)
ANEMIA AKIBAT PERDARAHAN ATAU LISIS YANG MENDADAK
ATAU KRONIS
Anemia yang disebabkan perdarahan mendadak, perdarahan lambat yang kronis
mengakibatkan penurunan jumlah total sel darah merah dalam sirkulasi. Anemia
jenis ini dapat berhubungan dengan peningkatan presentase sel darah merah
imatur (retikulosit) dalam sirkulasi. Sel darah merah normal mampu hidup sekitar
120 hari. Destruksi atau hilangnya sel darah merah yang terjadi sebelum 100 hari
bersifat abnormal. (1)
1.2.Klasifikasi Anemia
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi, etilogi atau patofisiologi
SDM.
Tabel 1.1. Klasifikasi Anemia (2)
1. Morfologi
 Anemia makrositik: ukuran sel darah mrah bertambah besar dan
jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah ada 2 jenis yaitu:
o Anemia Megaloblastik: Kekurangan vitamin b12, asam
folat dan gangguan sintesis DNA
o Anemia Non Megaloblastik: eritropolesis yang dipercepat
dan peningkatan luas permukaan membran
 Anemia mikrositik, hipokromik: mengecilnya ukuran sel merah
yang disebabkan oleh:
o Defisiensi besi
o Gangguan sintesis globinm porfirin dan heme serta
gangguan metabolism besi
 Anemia normositik: ukuran sel darah tidak berubah, ini
disebabkan kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume
plasma secara berlebihan menyebabkan:
o Hemolisis
o Kegagalan sumsum tulang
o Anemia penyakit kronis
o Gagal ginjal
o Kelainan endokrin
o Anemia mieloplastik
2. Etilogi
 Defisiensi
o Besi
o Vitamin B12
o Asam folat
o Piridoksin
 Pusat, disebabkan gangguan fungsi sumsum tulang
o Anemia penyakit kronis
o Anemia pada lansia
o Kanker sumsum tulang
 Periferal
o Pendarahan (hemorrhage)
o Hemolisis (anemia hemolitik)
3. Patofisiologi
 Kehilangan darah berlebihan
o Pendarahan
o Trauma
o Tukak lambung & infeksi lambung
o Hemorrhoid
 Pendarahan kronis
o Pendarahan vagina
o Peptic ulcer
o Parasite intestina;
o Aspirin dan AINS lainnya
 Destruksi sel darah merah berlebihan
o Faktor ekstrakorpuskular (diluar sel)
o Antibodi SDM
o Obat-obatan
o Trauma fisik terhadap SDM (katup artificial)
 Faktor intrakorpuskular
o Hereditas
o Kelainan sintesis hemoglobin
 Produksi SDM dewasa tidak cukup
o Defisiensi nutrient (B12, asam folat, besi, protein)
o Defisiensi eritroblast
a. Anemia aplastik
b. Eritroblastopenia terisolat
c. Antagonis asam folat
d. Antibodi
o Kondisi infiltrasi sumsum tulang
a. Limfoma
b. Leukemia
c. Mielofibrosis
d. Karsinoma
o Abnormalitas endokrin
a. Hipotiroid
b. Insufisiensi adrenal
c. Insufisiensi pituitary
o Penyakit ginjal kronis
o Penyakit inflamasi kronis
a. Granulomatous disease
b. Collagen vascular disease
o Peyakit hati
1.3.Macam-macam Anemia
1. ANEMIA APLASTIK
Anemia aplastic adalah anemia normokronik-normositik yang disebabkan
disfungsi sumsum tulang sehingga sehingga sel-sel darah yang mati tidak diganti.
Aneia aplastic biasanya dihungkan dengan defisiensi sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit, meskipun jarang, mungkin hanya mengenai sel-sel darah
merah.
Anemia aplastic disebabkan banyak hal termasuk kanker sumsum tulang,
perusakan sumsum tulang oleh proses otoimun, defisiensi vitamin, ingesti
berbagai obat atau zat kimia, dan radiasi atau kemoterapi. Anemia aplastic juga
dapat disebabkan berbagai infeksi virus, termasuk mononucleosis, hepatitis, dan
AIDS. Akan tetapi, anemia aplastik sering kali tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti.

Gambaran Klinis

Tanda sistemik klasik anemia adalah tanda umum pada semua jenis anemia yang
dibahas dalam bab ini, yaitu:
 Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi
oksigen lebih banyak ke jaringan
 Peningkatan frekuensi pernapasan karena tubuh berusaha menyediakan lebih
banyak oksigen ke darah
 Pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak
 Kelelahan karena penurunan oksigenasi berbagai organ, termasuk otot jantung
dan otot rangka
 Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi
 Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunn saraf pusat
 Penurunan kualitas rambut dan kulit

Pada anemua aplstik, jika trombosit dan sel darah putih juga terkena, gejala-gejala
ditambahkan dengan:
 Peredarahan dari gusi dan gigi; mudah timbul memar, termasuk petekie dan
purpura
 Infeksi berulang
 Luka pada kulit dan mukosa yang sulit sembuh
Penatalaksanaan
 Obati penyakit yang menjadi penyebab anemia jika diketahui atau singkirkan
agen penyebab
 Transfuse untuk mengurangi gejala
 Transplantasi sumsum tulang
 Imunosupresi jika disebabkan penyakit otoimun
 Obat untuk merngsang fungsi sumsum tulang mungkin efektif
2. ANEMIA HEMOLITIK
Anemia hemolitik adalah penurunan jumlah sel darah merah akibat destruksi sel
darah merah yang berlebihan. Sel darah merah yang tersisa bersifat normositik dan
normokromik. Pembentukan sel darah merah di sumsum tulang akan meningkat
untuk mengganti sel-sel yang mati, lalu mengalami peningkatan sel darah merah yang
belum matur atau retikulosit yang dipercepat masuk ke dalam darah.
Anemia hemolitik dapat terjadi dari berbagai penyebab, seperti defek genetik
di sel darah merah yang mempercepat destruksi sel, atau perkembangan idiopatik
otoimun yang mendestruksi sel. Luka bakar berat, infeksi, pajanan darah yang tidak
kompatibel atau pajanan obat atau toksin tertentu juga dapat menyebabkan anemia
hemolitik. Bergantung pada penyebabnya, anemia hemolitik dapat terjadi hanya
sekali atau berulang. Beberapa penyebab khusus anemia hemolitik yang akan
dijelaskan lebih terinci antara lain adalah anemia sel sabit, malaria, penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir dan reaksi transfusi.

a. Anemia Sel Sabit


Anemia sel sabit adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan pewarisan dua
salinan gen hemoglobin detektif, masing-masing satu dari orang tua. Hemoglobin
yang cacat tersebut, yang disebut gemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk
konfigurasi seperti sabit jika terpajan oksigen berkadar rendah. Tekanan oksidatif
juga memicu produksi hasil akhir glikasi yang msuk ke dalam sirkulasi, sehingga
memperburuk proses patologi vascular pada individu yang mengidap anemia sel
sabit. Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuan untuk
bergerak dengan mudah melewati pembuluh yang sempit dan akibatnya terperangkap
di dalam mikrosirkulasi. Hal ini menyebabkan penyumbatan aliran darah ke jaringan
dibawahnya, akibatnya timbul nyeri karena iskemia jaringan. Meskipun bentuk sel
sabit ini bersifat reversible atau dapat kembali ke bentuk semula jika saturasi
hemoglobin kembali normal, sel sabit sangat rapuh dan banyak yang sudah hancur di
dalam pembuluh yang sangat kecil, sehingga menyebabkan anemia. Sel-sel yang
terlah hancur disaring dan dipindahkan dari sirkulasi ke dalam limpa; kondisi ini
mengakibatkan limpa bekerja lebih berat. Jaringan parut dan kadang-kadang infark
(sel yang sudah mati) dari berbagai organ, terutama limpa dan tulang, dapat terjadi.
Disfungsi multiorgan sering terjasi setelah beberapa tahun.
Kondisi-kondisi yang dapat menstimulasi sel sabit antara lain hipoksia,
ansietas, demam, dan terpajan dingin. Karena limpa merupakan organ imun yang
terpenting, infeksi, terutama yang disebabkan bakteri, umumnya dan sering
menstimulasi krisis sel sabit.
Pada saat lahir, tanda anemia sel sabit mungkin tidak terlihat karena semua
bayi memiliki kadar tinggi jenis hemoglobin yang berbeda yaitu hemoglobin fetal (F).
hemoglobin fetal tidak berbentuk sabit, tetapi hanya bertahan dalam waktu kira-kira 4
bulan setelah lahir. Pada saat inilah tanda penyakit mulai terlihat. Tanda-tanda ini
termasuk gejala klasik anemia dan tanda yang berhubungan dengan karakteristik
gangguan sumbatan yang sangat nyeri.
Individu pengidap anemia sel sabit membawa dua gen detektif dan akibatnya
hanya memiliki hemoglobin S. individu yang heterozigot untuk gen sel sabit
(membawa satu gen detektif) dikatakan membawa sifat sel sabit. Heterozigot
biasanya menggambarkan hemoglobin S pada sekitar 30 sampai 40% sel darah
mrahnya, dengan hemoglobin normal dibawa oleh sel darah merah yang tersisa.
Infividu ini biasanya asimtomatik kecuali terpajan dengan kadar oksigen yang rendah,
terutama ketika berolahraga.
Gambaran Klinis
 Terdapat tanda anemia sistemik
 Nyeri hebat yang intens akibat sumbatan vascular pada serangan penyakit
 Infeksi bakteri serius disebabkan kemampuan limpa untuk menyaring
mikroorganisme yang tidak adekuat
 Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati, kadang
menyebabkan krisis akut
Penataksanaan
 Penapisan bayi baru lahir untuk anemia sel sabit memiliki perbaikan
prognosis yang dramastis pada bayi penderita penyakit ini. Semua bayi
terindentifikasi, diberi antibiotic profilaksis (penisilin atau eritromisin) untuk
mencegah infeksi, sejak lahir sampai setidaknya berusia 5 tahun
 Jika suatu saat terjadi demam atau berkembang tanda infeksi lainnya, anak
harus segera dievaluasi dan diberi antibiotic parenteral, kebanyakan anak yang
mengalami demam harus dibawa kerumah sakit
 Ibuprofen atau asetaminofen harus diberikan untuk meredakan nyeri minor,
dan obat nyeri yang lebih proton jika perlu
 Semua anak usia imunisasi harus diberi imunisasi sesuai jadwal, dengan
tambahan vaksin pneumokokus pada usia 2 tahun pertama dan dosis booster
pada usia 5 tahun. Imunisasi yang sesuai jadwal dapat menurunkan penyebab
utama kematian pada anak pengidap anemia sel sabit; infeksi yang berpotensi
menjadi sepsis.
 Meningkatkan hidrasi setidaknya 1,5 sampai 2x dari kebutuhan normal dapat
menurunkan tingkat keparahan kejadian vasooklusif atau sumbatan pembuluh
darah.
 Menghindari situasi yang menyebabkan kadar oksigen rendah atau aktivitas
yang memerlukan banyak oksigen.
b. Malaria
Malaria merupakan penyebab anemia hemolitik yang berhubungan dengan
infeksi sel darah merah oleh protozoa spesies Plasmodium yang ditularkan ke
manusia melalui air liur nyamuk. Malaria bersifat endemik di daerah tropis
dan subtropis. Penyakit ini bersifat akut yang dapat menjadi kronis disertai
serangan berulang yang menyebabkan kelemahan. Bayi dan anak-anak adalah
kelompok yang sering terserang penyakit ini.
Mikroorganisme Plasmodium pertama kali menginfeksi sel hati dan
kemudian ke eritrosit. Infeksi menyebabkan hemolysis massif sel darah
merah. Pada titik ini, semakin banyak parasite yang dilepaskan ke dalam
sirkulasi dan terjadi siklus infeksi berikutnya. Siklus infeksi biasanya
berlangsung setiap 72 jam. Respons hospes terhadap infeksi antara lain
pengaktifan sistem imun, termasuk produksi berbagai sitokinin yang didesain
untuk meningkatkan respons imun. Sitokinin ini, termasuk faktor nekrosis
tumor dan interleukin 1 dan 6, merupakan faktor kunci melawan parasite,
tetapi bertanggung jawab juga untuk kebanyakan manisfestasi klinis penyakit,
terutama demam dan myalgia (nyeri otot). Individu biasanya pulih tetapi dapat
mengalami kekambuhan.
Gambaran Klinis
 Tanda anemia sistemik
 Lonjakan demam yang siklik (biasanya setiap 72 jam)
 Menggigil dan berkeringat pada waktu demam
 Sakit kepala
Penatalaksanaan
 Terapi profilaktik terhadap malaria dianjurkan bagi orang yang akan
berpergian ke daerah endemic
 Pencegahan didaerah endemic antara lain mengeliminasi sumber
genangan air dan penggunaan insektisida, kelambu dan obat anti
nyamuk
 Tersedia obat malaria untuk mengatasi penyakit jika terjangkit
c. Penyakit Hemolitik Pada Bayi Baru Lahir
Penyakit hemolitik pada janin atau bayi baru lahir adalah anemia normositik-
normokromik yang terlihat pada janin atau bayi dengan Rh-positif yang lahir
dari ibu Rh-negatif yang sebelumnya telah terpajan darah Rh-positif dan
membentuk antibody terhadap antigen Rh. Pembentukn antibody hanya
terjadi setelah ibu beberapa kali terpajan antigen; dapat terjadi selama
kehamilan sebelumya, abortus atau keguguran sebelumnya atau selama
amniosentsis. Antibody maternal biasanya IgG, dipindahkan ke janin amniose

Anda mungkin juga menyukai