"Banyak yang tidak lapor Surat Pemberitahuan (SPT), tidak bayar pajak meski omzetnya sudah lebih dari Rp 4,8
miliar setahun," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga
Saksama, saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (5/9/2017).
Hestu Yoga mengatakan, transaksi bisnis online mencapai Rp 80 triliun sampai Rp 100 triliun per tahun. Nilainya
diprediksi terus meningkat akibat tren pergeseran gaya hidup berbelanja masyarakat Indonesia dari konvensional
ke e-commerce.
"Transaksi e-commerce mencapai Rp 80 triliun sampai Rp 100 triliun. Tapi jumlahnya belum ada data dari BPS. Di
konvensional turun, tapi bukan berarti daya beli turun. Bergeser ke e-commerce dan ini harus diantisipasi," tuturnya.
Menurut dia, pelaku bisnis online tidak patuh menunaikan kewajiban membayar pajak karena sistem pelaporan saat
ini self assessment, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
"Kalau self assessment banyak yang tidak mau lapor, karena ketidakpahaman atau tidak terlalu peduli ada kewajiban
perpajakan di situ. Bisa saja jualan sekarang, tapi tidak lapor apa-apa, tidak lapor SPT, tidak bayar pajak padahal
sudah jadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan omset di atas Rp 4,8 miliar per tahun," ujarnya.
Oleh karena itu, Ditjen Pajak sedang menyiapkan aturan skema atau mekanisme pemungutan pajak e-
commerce yang dapat menjangkau seluruh pelaku usaha bisnis online.