Anda di halaman 1dari 19

“Condensing Vapour”

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud
yang lebih padat, seperti gas atau uap yang menjadi cairan. Kondensasi terjadi
ketika uap di dinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap
dikompresi menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendingin dan
kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut kondensat, sedangkan
sebuah alat yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi cairan disebut
kondensor. Kondensasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni kondensasi eksterior
dan kondensasi interior. Kondensasi eksterior terjadi ketika udara lembab
menyentuh permukaan dingin seperti kaca. Kondensasi akan terjadi jika suhu
permukaan tersebut berada di bawah titik embun udara (dew point). Titik embun
udara adalah suhu/temperatur di mana uap air dalam udara mengembun menjadi
air pada kecepatan yang sama dengan kecepatan air itu menguap, pada tekanan
udara konstan. Berdasarkan jenis embun yang terbentuk, ada dua macam
pengembunan dari uap jenuh murni yaitu terbentuk titik-titik dan berbentuk
lapisan.
Pada percobaan condensing vapor ini bahan yang digunakan adalah air.
Percobaan dilakukan dengan mengisi tangki penampung air pendingin sampai
overflow, lalu memanaskan tangki pembangkit uap dan tunggu hingga terbentuk
uap yang cukup. Selanjutnya mengalirkan uap dengan cara membuka kran aliran
uap bersamaan dengan membuka kran aliran air pendingin ke pipa pengembunan
dengan laju alir yang ditentukan. Lalu mencatat suhu uap dan suhu air pendingin
yang masuk dan keluar. Lalu catat laju alir pendingin dan kondensat yang
terbentuk tiap selang waktu yang ditentukan dan amati jenis embun yang
terbentuk. Lalu ulangi percobaan dengan letak pipa (vertical dan horizontal) dan
laju alir fluida yang berbeda (dengan bukaan atau putaran kran yang berbeda
beserta tekanan yang berbeda.
“Condensing Vapour”

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan koefisien


perpindahan panas dari uap pada pipa pengembunan dengan menggunakan
persamaan Nusselt. Kemudian, untuk menentukan jenis embun yang terbentuk
pada proses pengembunan. Untuk mengetahui konsep tentang persamaan Nusselt.

I.2 Tujuan
1. Untuk menentukan koefisien perpindahan panas atau koefisien
pengembunan dari uap pada pipa pengembunan vertikal dan horizontal
menggunakan persamaan Nusselt.
2. Untuk mengetahui jenis embun yang terbentuk pada proses kondensasi.
3. Untuk mengetahui hubungan antara tekanan (P) dengan koefisien
perpindahan panas (h).

I.3 Manfaat
1. Agar praktikan dapat mengetahui cara kerja dan alat condensing vapor
dalam skala laboratorium
2. Agar praktikan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
percobaan condensing vapor.
3. Agar praktikan dapat mengetahui perbedaan antara kondensasi secara
vertikal maupun horizontal.

BAB II
“Condensing Vapour”

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Secara Umum


Cairan mungkin ada sebagai gas, uap atau cairan. Perubahan dari cairan ke
uap disebut dengan penguapan dan perubahan dari uap ke cair disebut kondensasi.
Jumlah panas yang terlibat dalam penguapan atau kondensasi satu pon cairan
adalah idendtik. Untuk suatu senyawa fluida murni pada tekanan tertentu,
perubahan cair ke uap atau uap ke cair terjadi pada suhu yang merupakan suhu
jenuh atau kesetimbangan. Karena perubahan perpindahan panas cair uap
biasanya terjadi pada tekanan kostan atau hampir konstan di industri,penguapan
atau kondensasi senyawa tunggal biasanya terjadi secara isothermal. Jika
campuran uap bukan uap murni dikondensasi pada tekanan kostan, perubahan
tidak terjadi secara isotermal.
(Kern, 1965)
Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud
yang lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi cairan.Kondensasi terjadi ketika
uap didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap
dikompresi (yaitu, tekanan ditingkatkan) menjadi cairan, atau mengalami
kombinasi dari pendinginan dan kompresi.
Penguapan merupakan contoh dari perubahan fisika, yaitu perubahan zat
yang bersifat sementara, seperti perubahan wujud, bentuk atau ukuran. Perubahan
ini tidak menghasilkan zat baru.
Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut kondensat.Sebuah alat
yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi cairan disebut
kondenser.Kondenser umumnya adalah sebuah pendingin atau penukar panas
yang digunakan untuk berbagai tujuan, memiliki rancangan yang bervariasi, dan
banyak ukurannya dari yang dapat digenggam sampai yang sangat besar.
Pengembunan atau kondensasi merupakan proses perubahan zat yang
melepaskan kalor/ panas. Kondensasi uap menjadi cairan adalah lawan dari
penguapan (evaporasi) dan merupakan proses eksothermik (melepas panas). Air
yang terlihat di luar gelas air yang dingin di hari yang panas adalah kondensasi.
“Condensing Vapour”

Proses terjadinya pengembunan atau kondensasi ini adalah saat uap air di
udara melalui permukaan yang lebih dingin dari titik embun uap air, maka uap air
ini akan terkondensasi menjadi titik – titik air atau embun.
(Permata, 2011)
Uap kondensasi itu mungkin terdiri dari satu zat saja, mungkin berupa
campuran zat mampu kondensasi (condensable) dan zat tak mampu kondensasi
(non condensable) atau mungkin pula campuran dua zat mampu kondensasi atau
lebih. Rugi-rugi gesekan di dalam kondensor biasanya cukup kecil, sehingga
kondensasi itu dapat dikatakan merupakan proses tekanan tetap. Suhu kondensasi
satu zat murni bergantung semata-mata pada tekanan, dank arena itu proses
kondensasi zat murni merupakan proses isothermal. Demikian pula, kondensatnya
merupakan zat cair murni.Uap campuran yang mengkondensasi pada tekanan
tetap, kondensasinya berlangsung dalam suatu jangkauan kisaran suhu, dan
menghasilkan kondensat yang komposisinya variable (berubah-ubah), hingga
sampai seluruh uap itu mengembun. Barulah komposisi kondensat sama dengan
komposisi awal uap sebelum kondensasi. Contoh umum mengenai kondensasi
satu kontituen (zat pembentuk cairan) dari zat kedua yang keluar dari suatu zat
tunggal mudah menguap yang mengalami kondensasi pada tabung dingin.
(McCabe, 1991)
II.1.1.1Kondensasi Pada Teori Permukaan – Nusselt
Pada kondensasi pada permukaan vertikal, kondensat film terbentuk
seperti yang ditunjukkan pada gambar 1dan perpindahan panas kepermukaan
terjadi dengan konduksi melalui film yang diasumsikan berada dalam aliran
laminar ke bawah. Ketebalan film ini sangat mempengaruhi laju kondensasai,
karena panas yang menyertai penghilangan uap dari fase uap menemukan film
kondensat sebagai resistansi yang mungkin cukup besar. Kelembaban film
merupakan fungsi dari kecepatan pengeringan yang bervariasi dengan deviasi
permukaan dari posisi vertikal. Untuk permukaan vertikal ketebalan film secara
kumulatif meningkat daeri atas kebawah. Untuk alasan ini, koefisien kondensasi
untuk uap kondensasi pada permukaan vertikal menurun dari atas kebawah dan
untuk pencapaian koefisien kondensasi yang besar, tinggi permukaan seharusnya
“Condensing Vapour”

tidak terlalu besar. Kecepatan pengeringan dalam jumlah yang sama dari
kondensat juga merupakan fungsi viskositas kondensat. Semakin rendah
viskositas yang lebih tipis. Untuk semua cairan, penurunan viskositas seiring
kenaikan suhu dan koefisien kondensasi meningkat dengan suhu kondensat.
Deviasi yang diberikan dari Nusselt asumsi berikut dilibatkan :
1. Panas yang dilepaskan oleh uap hanya panas laten
2. Drainase (timbulnya) film kondensat pada permukaan hanya dengan aliran
laminar dan perpindahan panasterjadi dengan cara konduksi
3. Ketebalan fil pada setiap titik adalah fungsi kecepatan rata-rata aliran dan
jumlah kondensat yang lewat pada titik itu
4. Kecepatan lapisan individu film adalah fungsi dari hubungan antara gaya
geser gesek dan berat film
5. Jumlah kondensat sebanding dengan ketebalan film dan perbedaan suhu
antara uap dan permukaan
6. Film kondensat sangat tipis sehingga gradien suhu melewati linier atau
merupakan fungsi linier
7. Sifat fisik kondensat dianggap pada rata-rata temperatur film
8. Permukaan diasumsikan relatif halus dan bersih
9. Suhu permukaan pdatan konstan
10. Kelengkungan film ini terbengkalai

Gambar 1. Film Kondensat Vertical

(Kern,1965)
“Condensing Vapour”

II.1.2 Kondensasi pada Kondensat Vertikal


Kondensasi tipe film pada dinding vertical atau tabung bisa dianalisis
menggunakan asumsi alirannya dan termasuk aliran laminar pada kondensat yang
embok. Nusselt mengasumsikan bahwa proses perpindahan panas dari condensing
uap pada Tw. oK yang berupa cairan dengan dinding pada Tw. oK adalah
kondensasi. Untuk laju dari air pendingin diberikan persamaan yaitu :
𝑄 𝑘(𝑡 ′ − 𝑡)
= = 𝜆𝜔′ = ℎ(𝑡 ′ − 𝑡) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (1)
𝐴 𝑦′
𝑏𝑡𝑢
Dimana : 𝜆 : Panas laten dari penguapan (𝑙𝑏𝑚)|
𝑙𝑏𝑚
𝜔′ : Berat Kondensat (ℎ𝑟.𝑓𝑡)

y’ : Tebal dari lapisan kondensat


sedangkan kondensating vapor diberikan persamaan:


𝑘(𝑡 ′ − 𝑡)
𝑊 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2)
𝑘𝑦′
Untuk persamaan pada gaya :
𝑑𝑣
(𝜕 − 𝑦)(𝑑𝑥)(𝜌𝑙 − 𝜌𝑣 )𝑔 = 𝜇 (𝑑𝑥) … … … … … … … … … … … … … … … … … (3)
𝑑𝑦
𝑔(𝜌𝑙 − 𝜌𝑣 ) 𝑦2
𝑉= (𝜕𝑦 − ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (4)
𝜇 2
Masa aliran yang ada pada aliran lapisan kondensat pada titik x adalah :
𝜌ℓ𝑔(𝜌𝑙 − 𝜌𝑣 )𝜕 3
𝑚= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (5)
3𝜇𝑙
Rate perpindahan panas jika didistribusikan pada temperature linier diasumsikan
pada liquid diantara dinding dan uap :
𝑑𝑇 𝑇𝑠𝑎𝑡 −𝑇𝑤
𝑞𝑥 = −𝑘1 (𝑑𝑥. 1) 𝑑𝑦)𝑦=0 = 𝑘1 𝑑𝑥 .........................................................(6)
𝜕𝑤

Neraca panas untuk jarak dx, rate massa aliran dm waktu panas laten hfg bisa
menggunakan qx dari persamaan (6) :
𝜌ℓ 𝑔 (𝜌ℓ −𝜌𝑣 ) 𝜕2 𝑑𝜕 𝑇𝑠𝑎𝑡 −𝑇𝑤
ℎ𝑓𝑔 = = 𝑘ℓ 𝑑𝑥 .....................................................(7)
𝜇ℓ 𝜕

Jika 𝜕 = 0 pada x = 0 dan 𝜕 = 𝜕 pada x = x


“Condensing Vapour”

1⁄
4 𝜇ℓ 𝑘ℓ 𝑥 (𝑇𝑠𝑎𝑡 − 𝑇𝑤 4
𝜕=[ ] ...........................................................................(8)
𝑔 ℎ𝑓𝑔 𝜌ℓ (𝜌ℓ −𝜌𝑣 )

Neraca panasnya :
𝑇𝑠𝑎𝑡 −𝑇𝑤
ℎ𝑥 = (𝑑𝑥. 1)(𝑇𝑠𝑎𝑡 − 𝑇𝑤 ) = 𝑘ℓ (𝑑𝑥. 1) ........................................(9)
𝜕

Menjadi, z
𝑘ℓ
ℎ𝑥 = ....................................................................................................(10)
𝜕

Dari persamaan (8) dan (10) menjadi :


1⁄
𝑔ℎ𝑓𝑔 𝜌ℓ (𝜌ℓ −𝜌𝑣 )𝑘ℓ 3 4
ℎ𝑥 = [ ] ......................................................................(11)
4𝜇ℓ 𝑥 (𝑇𝑠𝑎𝑡 –𝑇𝑤 )

Dimana : hx = koefisien perpindahan panas


Tsat = suhu kondensasi uap (℃)
Tw = suhu pada dinding (℃)
Dari total panjang L, nilai rata-rata, rata-rata h, diperoleh
1 𝐿
ℎ = 𝐿 ∫0 ℎ 𝑑𝑥...........................................................................................(12)
1⁄
𝑘𝑓 3 𝑝𝑓 2 𝑔 𝜆 4
ℎ = 0,943 [ ] .........................................................................(13)
Δ𝑇𝜎 𝐿 𝜇𝑓

Dimana :
𝑤
h = Koefisien perpindahan panas (𝑚2 𝐾)

kf = Panas laten dari penguapan (BTU/lbm)


g = Percepatan gravitasi ( 𝑐𝑚/𝑠 2 )
L = Tinggi dari surface vertical (cm)
μf = Viskositas liquid (𝑔𝑟 𝑐𝑚/𝑠 2 )
Bilangan Nusselt Laminar :
1⁄
ℎ𝐿 𝑔ℎ𝑓𝑔 𝜌ℓ (𝜌ℓ −𝜌𝑣 )𝐿3 4
𝑁𝑁𝑊 = = 1,13 [ ] .................................................................(14)
𝑘ℓ 𝜇ℓ 𝑘ℓ (𝑇𝑠𝑎𝑡 –𝑇𝑤 )

Dimana untuk menghitung suhu dengan cara :


∆T = Tsat – Tw , pada suhu oK
(𝑇𝑠𝑎𝑡 + 𝑇𝑤)
𝑇𝑓 =
2
Sedangkan untuk Bilangan Nusselt Turbulen :
“Condensing Vapour”

1⁄
ℎ𝐿 𝑔𝜌ℓ 𝐿3 4
𝑁𝑁𝑊 = = 0,0077 [ ] (𝑁𝑅𝑒)0,4...........................................................(15)
𝑘ℓ 𝜇ℓ 2

Keterangan :
𝑤
h = koefisien heat transfer (𝑚2 𝐾)

L = total panjang ( 𝑐𝑚)


μℓ= Viskositas liquid (𝑔𝑟 𝑐𝑚/𝑠 2 )
ρ = Densitas liquid (𝑔𝑟/𝑐𝑚3 )
hfg = Panas laten dari kondensasi

(Geankoplis,1984)
II.1.2 Kondensasi pada Kondensat Horizontal
Aliran massa dari uap menuju lapisan y’ dihubungkan dengan persamaan
konduktivitas :
𝑘(𝑡 ′ −𝑡)𝑟 𝑑𝑥
𝑊′ = ..................................................................................................(16)
𝜆 𝑦′

Maka pertukaran panas lokal pada tiap saat adalah :


𝑘 1 𝑘 3 𝜃2 𝑘𝑔
ℎ ∝ = 𝑦 ′ = 𝜑 [3𝜆𝑘(𝑡 ′ −𝑡)𝑟]....................................................................................(17)

Rata-rata koefisien perpindahan panas dari ℎ ∝ dari segment antara α1 dan α2


adalah :
α1 𝑘 α1 𝑑𝛼
ℎ ∝ ∫α2 = 1 (𝛼1 − 𝛼2 ) ∫α2 ........................................................................(18)
𝜓
𝑚4

Menurut metodha grafik, Do adalah diameter luar pipa . Koefisien perpindahan


panas rata-ratanya dicari dengan :
1
90𝑜 𝑘 3 𝜃2 𝑘𝑔 4
ℎ∝ ∫00 = 0,860 [𝜆 𝐷𝑜 Δ𝑇𝑓] ...........................................................................(19)
1
180𝑜 𝑘 3 𝜃2 𝑘𝑔 4
ℎ∝ ∫900 = 0,589 [𝜆 𝐷𝑜 Δ𝑇𝑓] .........................................................................(20)

Dari 0o sampai 180o hanya untuk satu pipa, sedangkan untuk yang lain sama.
𝑘𝑓 3 𝜃2 𝑘𝑔
ℎ = 0,725 ⌈𝜆 𝐷𝑜 Δ𝑇𝑓⌉........................................................................................(21)

Dimana :
𝑤
h = Koefisien perpindahan panas (𝑚2 𝐾)
kg = Panas laten dari penguapan (℃)
“Condensing Vapour”

g = Percepatan gravitasi ( 𝑐𝑚/𝑠 2 )


Do = Diameter luartube (𝑐𝑚)
Δtf = Penurunan titik beku (℃)
Kf = Panas laten dari kondensasi (℃)
𝑏𝑡𝑢
𝜆 : Panas laten dari penguapan (𝑙𝑏𝑚)
(Tim Dosen,2018)
II.1.3. Kondensasi berdasarkan jenisnya
Gambar 2. Jenis kondensasi (a) film, (b) dropwise condensation pada permukaan,
(c) kondensasi homogen, atau pembentukan kabut sebagai hasil kenaikan tekanan
karena ekspansi, (d) direct contact condensation.
a. Kondensasi homogen (homogenous)
terjadi ketika uap didinginkan di bawah temperatur jenuhnya untuk
menghasilkan droplet nucleation. Hal ini disebabkan oleh campuran dua
aliran uap pada temperatur yang berbeda, pendinginan radiatif (memancar)
pada campuran uap dan komponen uap yang tak terkondensasikan seperti
pada pembentukan kabut (fog) di atmosfer, atau penurunan tekanan uap
yang tiba-tiba.

Gambar 3. Kondensasi pada permukaan yang bersih dan kering


b. Dropwise condensation
Sebagian besar proses kondensasi adalah heterogenous, dimana droplet
terbentuk dan muncul pada permukaan benda padat. Pendinginan uap yang
cukup sangat dibutuhkan untuk
memulai kondensasi ketika
permukaannya halus dan kering.
Kondensasi heterogen dapat
memicu terjadinya jenis
kondensasi film atau dropwise seper
ti pada gambar berikut.
“Condensing Vapour”

Gambar 4. Kondensasi film dan butiran


c. Kondensasi butiran (dropwise condensation)
terjadi ketika cairan kondensat jatuh membasahi permukaan dan
membentuk lapisan (film). Kondensat membentuk butiran di sepanjang
permukaan. Kondensasi butiran merupakan jenis perpindahan kalor yang
paling efisien karena laju perpindahan kalor kondensasinya jauh lebih
besar dibandingkan kondensasi film. Akumulasi dari butiran pada
permukaan dapat memicu terbentuknya lapisan cairan (liquid film).
d. Kondensasi film
merupakan jenis kondensasi yang umum terjadi pada kebanyakan sistem.
Kondensat, dalam bentuk butiran, membasahi permukaan dan jatuh
bergabung membentuk lapisan cairan yang saling menyatu. Lapisan cairan
mengalir sebagai akibat gravitasi, gesekan uap, dan lain-lain.
Kondensasi filmpaling banyak terjadi pada aplikasi keteknikan. Aliran
cairan kondensat akan memunculkan fenomena seperti aliran laminer,
aliran gelombang (wavy), transisi laminer-turbulen, dan butiran yang jatuh
pada permukaan lapisan cairan.
Faktor yang menentukan terjadinya kondensasi:
1. Jenis kondensasi: homogenous, heterogenous, dropwise, film, atau\ direct
contact.
2. Kondisi uap: satu komponen, banyak komponen dengan semua komponen
mampu terkondensasi, banyak komponen beserta komponennya yang tidak
mampu terkondensasi.
3. Geometri sistem: plane surface, external, internal, dan lain-lain.
“Condensing Vapour”

(Yadisaputro,2013)
4. Laju Alir / Kecepatan Aliran\
Gerakanmolekulfluida yang tegak lurus dengan aliran akan membuat
perpindahan massa dan momentum yang cukup besar karena meningkatkan
tegangan geser, dimana tegangan geser berbanding lurus secara linier dengan
gradien kecepatan yang tegak lurus dengan arah geseran. Tegangan geser
yang tinggi akan menurunkan viskositas dinamik, dimana semakin kecil
viskositas dinamik fluida, maka akan meningkatkan bilangan Reynoldsnya
yang kemudian akan meningkatkan bilangan Nusselt dan koefisien
perpindahan panasnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketika
gradien kecepatan tinggi, maka meningkatkan tegangan geser yang membuat
semakin besar perpindahan panasnya.
(Novianarenti, 2016)
1. 5. Tekanan
Semakin besar tekanan maka semakin besar pula koefisien perpindahan
panasnya
(Yadisaputro, 2013)
II.1.4Asas Black dan Kalor Laten
Asas Black adalah suatu prinsip dalam termodinamika yang dikemukakan
oleh Joseph Black. Sejarah Joseph Black (1728 – 1799), Joseph Black adalah
seorang ilmuwan dari Skotlandia. Dia mengatakan bahwa es dapat mencair tanpa
berubah suhunya. Hal ini berarti bahwa es dapat menyerap panas dan
menggunakan energi panas tersebut untuk mengubah bentuknya menjadi cair. Ia
juga menemukan bahwa kejadian yang sama akan terjadi saat air berubah menjadi
uap air (kondensasi).
Energi yang diserap oleh suatu bahan untuk berubah dari padat menjadi
cair disebut kalor laten peleburan, sedangkan saat benda cair berubah menjadi gas
disebut kalor laten penguapan. Dan saat benda fase gas berubah menjadi cair
disebut kalor pengembunan.
Black juga menyatakan bahwa sejumlah substansi yang berbeda akan
membutuhkan sejumlah energi panas yang berbeda pula untuk menentukan
“Condensing Vapour”

suhunya dengan kenaikan yang sama. Itulah yang disebut Asas Black. Asas ini
menjabarkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut :
 Jika dua buah benda yang berbeda yang suhunya dicampurkan, benda yang
panas memberi kalor pada benda yang dingin sehingga suhu akhirnya
sama.
 Jumlah kalor yang diserap benda dingin sama dengan jumlah kalor yang
dilepas benda panas.
 Benda yang didinginkan melepas kalor yang sama besar dengan kalor
yang diserap bila dipanaskan.
Bunyi Asas Black adalah sebagai berikut.
“Pada pencampuran dua zat, banyaknya kalor yang dilepas zat yang suhunya
lebih tinggi sama dengan banyaknya kalor yang diterima zat yang suhunya lebih
rendah”.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kalor adalah energi yang
dipindahkan dari benda yang memiliki temperatur tinggi ke benda yang memiliki
temperatur lebih rendah sehingga pengukuran kalor selalu berhubungan dengan
perpindahan energi.Energi adalah kekal sehingga benda yang memiliki temperatur
lebih tinggi akan melepaskan energi sebesar QL dan benda yang memiliki
temperatur lebih rendah akan menerima energi sebesar QT dengan besar yang
sama.
Secara matematis, pernyataan tersebut dapat ditulis sebagai berikut.
QLepas = QTerima..............................................................................................(22)

Keterangan:
QLepas = jumlah kalor yang dilepaskan oleh zat (Joule)
QTerima = jumlah kalor yang diterima oleh zat (Joule)
Pengukuran kalor sering dilakukan untuk menentukan kalor jenis suatu
zat. Jika kalor jenis suatu zat diketahui, kalor yang diserap atau dilepaskan dapat
ditentukan dengan mengukur perubahan temperatur zat tersebut. Kemudian,
dengan menggunakan persamaan:
Q = mc∆T............................................................................................................(23)
“Condensing Vapour”

besarnya kalor dapat dihitung. Ketika menggunakan persamaan ini, perlu diingat
bahwa temperatur naik berarti zat menerima kalor, dan temperatur turun berarti
zat melepaskan kalor. Maka dapat dijabarkan secara lebih spesifik sebagai berikut.
QLepas = QTerima..............................................................................................(24)
m1c1∆T1 = m2c2∆T2 ........................................................................................(25)
m1c1(T1 – Tc) = m2c2(Tc – T2)........................................................................(26)
Keterangan:
m1 = massa benda 1 yang suhunya tinggi (kg)
m2 = massa benda 2 yang suhunya rendah (kg)
c1 = kalor jenis benda 1 (J/kgoC)
c2 = kalor jenis benda 2 (J/kgoC)
T1 = suhu mula-mula benda 1 (oC atau K)
T2 = suhu mula-mula benda 2 (oC atau K)
Tc = suhu akhir atau suhu campuran (oC atau K)
Dengan menggunakan Asas Black, kita dapat menghitung suhu akhir dari
dua buah benda atau zat yang dicampurkan. Selain itu, jika kalor jenis salah satu
benda diketahui, kita dapat mencari kalor jenis benda kedua. Alat yang digunakan
untuk mencari kalor jenis benda atau zat yang menggunakan Asas Black
adalah kalorimeter.
(Anas, 2018)
II.1.5 Peran Dalam Dunia Industri
Dalam dunia industri, terdapat berbagai macam peralatan dengan
fungsinya masing-masing, tidak terkecuali industri migas, entah itu peralatan
utama maupun peralatan pendukung. Peralatan tersebut digunakan sesuai
fungsinya masing-masing dengan tujuan tertentu, Kali ini kita akan sedikit
membahas tentang suatu alat yang disebut dengan kondensor, alat ini sering
ditemui pada suatu industri yang bergerak dibidang energi maupun kimia,
misalnya saja unit pengolahan migas, pembangkit listrik, industri petrokimia dan
sebagainya.
(Mandala,2015)
“Condensing Vapour”

II.2.Sifat Bahan
1. Air
Sifat Fisika:
a. Wujud : Cair
b. Warna : Tak berwarna
c. Densitas : 1 gr/ml
d. Titik lebur : 0OC
e. Titik didih : 1000C
f. Bau : Tidak berbau
Sifat Kimia:
a. Rumus molekul : H2O
b. Berat molekul : 18,016 gr/mol
c. Kelarutan : larut dalam etil alkohol dan etil eter
d. Korosifitas : Tidak korosif
e. Stabilitas : Stabil
(MSDS.”Water”,2013)
Fungsi Bahan :
Sebagai bahan proses kondensasi
II.3 Hipotesa
Pada praktikum ini, diperkirakan nilai dari koefesien perpindahan panas
dipengaruhi oleh kecepatan alir dan tekanan sehingga dihasilkan tekanan yang
tinggi atau diperoleh nilai koefesien perpindahan panas yang tinggi.Sedangkan,
pengaruh kecepatan alir diduga semakin tinggi kecepatan alirnya maka semakin
besar nilai koefesien perpindahan panas yang didapat.
“Condensing Vapour”

II.4.Diagram Alir

Isi tangki air pendingin sampai overflow

Panaskan tangki berisi air ¾ bagian, tunggu


hingga terbentuk uap

Buka kran aliran uap dan alirkan air pendingin


ke pipa pengembunan

Catat suhu uap dan air pendingin serta laju alir


pendingin dan kondensat

Ulangi percobaan dengan variasi tekanan, letak


pipa dan bukaan kran yang berbeda
“Condensing Vapour”

BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III.1 Bahan yang digunakan


1. Air
III.2 Alat yang digunakan
1. Termometer
2. Gelas ukur
3. Ember
4. Stopwatch
5. Satu unit peralatan condecating vapor

III.3 Gambar alat yang digunakan

Gelasukur Ember Stopwatch Termometer


“Condensing Vapour”

III.4 Rangkaian Alat

1
2
2 2

4A 2
3

8A 8B
2 5
4B

7
6

Gambar rangkaian alat condensing vapour


Keterangan :
1. Penampung Air 5.Barometer
2. Thermometer 6. Bejana Penguap
3. Penampungan uap 7. ElemenPemanas
4. 4A. dan 4B.Kondenser Horizontal 8A. dan 8B.KondenserVertikal

III.5 Prosedur
1. Mengisi tangki penampung air pendingin sampai overflow.
2. Memanaskan tangki pembangkit uap yang berisi air kurang lebih ¾ bagian,
tunggu hingga terbentuk uap yang cukup.
3. Selanjutnya mengalirkan uap dengan cara membuka kran aliran uap.
Bersamaan dengan mengalirkan uap, alir kan juga air pendingin dengan cara
membuka pula kran aliran air pendingin ke pipa pengembunan, dengan
variable bukaan kran yang berbeda.
“Condensing Vapour”

4. Mencatat suhu uap masuk dan keluar, suhu air pendingin masuk dan keluar.
5. Mencatat pula laju alir pendingin dan kondensat yang terbentuk tiap selang
waktu yang ditentukan dan amati jenis (embun) yang terbentuk.
6. Mengulangi percobaan di atas dengan variasi tekanan, letak pipa (vertical dan
horizontal) dan laju alir fluida yang berbeda (dengan bukaan / putaran kran
(valve) yang berbeda
“Condensing Vapour”

DAFTAR PUSTAKA

Anas. 2018. “Asas Black”. (https://www.fisikabc.com/2018/06/asas-black.html).


Diakses pada tanggal 12 September 2018 pukul 20.15 WIB
Geankoplis, J Christie.1984.”Transport Process and Unit Operations”.America :
Alluyn and Bacon.Inc
Kern, Donald Q. 1965.” Process Heat Transport”. Singapore : Mc Graw Hill Co.
Mandala,Suwarno.2015.”Kondensor dan Prinsip Kerjanya”.(https://www.pr
osesindustri.com/2015/01/kondensor-dan-prinsip-kerjanya.html).Diakses
pada tanggal 12 September 2018 pukul 21.33 WIB.
Mc Cabe,dkk. 1991. “Operasi Teknik Kimia Jilid 1”. New York : Mc Braw-Hill
companies.
MSDS. 2013. “Water”. (http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927321).
Diakses pada tanggal 6 September 2018 pukul 17.20 WIB.
Novianarenti, Eky. 2016 . “PengaruhPenambahan Plat
TerhadapKoefisienPerpindahanPanasLokalpada Surface Condenser PLTU
Paiton”.(https://www.researchgate.net/publication/314240638_Pengaruh_
Penambahan_Plat_Terhadap_Koefisien_Perpindahan_Panas_Lokal_pada_
Surface_Condenser_PLTU_Paiton/fulltext/58bdb11caca27261e52e936a/3
14240638_Pengaruh_Penambahan_Plat_Terhadap_Koefisien_Perpindahan
_Panas_Lokal_pada_Surface_Condenser_PLTU_Paiton.pdf). Diakses
pada tanggal 12 September 2018 pukul 21.45 WIB.
Permata, fany. 2011. “kondensasi”. (http://materiilmupelajaran
.blogspot.com/2011/05/kondensasi.html). Diakses pada tanggal 6
September 2018 Pukul 14:14 WIB.
Tim Dosen. 2018. ”Condensing Vapour”. Surabaya: Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Yudisaputro, Hendra. 2013. “Kondensasi”. (http://berbagienergi.com/2013/05/1
1/kondensasi/). Diakses pada tanggal 12 September 2018 pukul 20.00
WIB.

Anda mungkin juga menyukai