BAB I
PENDAHULUAN
I.2 Tujuan
1. Untuk menentukan koefisien perpindahan panas atau koefisien
pengembunan dari uap pada pipa pengembunan vertikal dan horizontal
menggunakan persamaan Nusselt.
2. Untuk mengetahui jenis embun yang terbentuk pada proses kondensasi.
3. Untuk mengetahui hubungan antara tekanan (P) dengan koefisien
perpindahan panas (h).
I.3 Manfaat
1. Agar praktikan dapat mengetahui cara kerja dan alat condensing vapor
dalam skala laboratorium
2. Agar praktikan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
percobaan condensing vapor.
3. Agar praktikan dapat mengetahui perbedaan antara kondensasi secara
vertikal maupun horizontal.
BAB II
“Condensing Vapour”
TINJAUAN PUSTAKA
Proses terjadinya pengembunan atau kondensasi ini adalah saat uap air di
udara melalui permukaan yang lebih dingin dari titik embun uap air, maka uap air
ini akan terkondensasi menjadi titik – titik air atau embun.
(Permata, 2011)
Uap kondensasi itu mungkin terdiri dari satu zat saja, mungkin berupa
campuran zat mampu kondensasi (condensable) dan zat tak mampu kondensasi
(non condensable) atau mungkin pula campuran dua zat mampu kondensasi atau
lebih. Rugi-rugi gesekan di dalam kondensor biasanya cukup kecil, sehingga
kondensasi itu dapat dikatakan merupakan proses tekanan tetap. Suhu kondensasi
satu zat murni bergantung semata-mata pada tekanan, dank arena itu proses
kondensasi zat murni merupakan proses isothermal. Demikian pula, kondensatnya
merupakan zat cair murni.Uap campuran yang mengkondensasi pada tekanan
tetap, kondensasinya berlangsung dalam suatu jangkauan kisaran suhu, dan
menghasilkan kondensat yang komposisinya variable (berubah-ubah), hingga
sampai seluruh uap itu mengembun. Barulah komposisi kondensat sama dengan
komposisi awal uap sebelum kondensasi. Contoh umum mengenai kondensasi
satu kontituen (zat pembentuk cairan) dari zat kedua yang keluar dari suatu zat
tunggal mudah menguap yang mengalami kondensasi pada tabung dingin.
(McCabe, 1991)
II.1.1.1Kondensasi Pada Teori Permukaan – Nusselt
Pada kondensasi pada permukaan vertikal, kondensat film terbentuk
seperti yang ditunjukkan pada gambar 1dan perpindahan panas kepermukaan
terjadi dengan konduksi melalui film yang diasumsikan berada dalam aliran
laminar ke bawah. Ketebalan film ini sangat mempengaruhi laju kondensasai,
karena panas yang menyertai penghilangan uap dari fase uap menemukan film
kondensat sebagai resistansi yang mungkin cukup besar. Kelembaban film
merupakan fungsi dari kecepatan pengeringan yang bervariasi dengan deviasi
permukaan dari posisi vertikal. Untuk permukaan vertikal ketebalan film secara
kumulatif meningkat daeri atas kebawah. Untuk alasan ini, koefisien kondensasi
untuk uap kondensasi pada permukaan vertikal menurun dari atas kebawah dan
untuk pencapaian koefisien kondensasi yang besar, tinggi permukaan seharusnya
“Condensing Vapour”
tidak terlalu besar. Kecepatan pengeringan dalam jumlah yang sama dari
kondensat juga merupakan fungsi viskositas kondensat. Semakin rendah
viskositas yang lebih tipis. Untuk semua cairan, penurunan viskositas seiring
kenaikan suhu dan koefisien kondensasi meningkat dengan suhu kondensat.
Deviasi yang diberikan dari Nusselt asumsi berikut dilibatkan :
1. Panas yang dilepaskan oleh uap hanya panas laten
2. Drainase (timbulnya) film kondensat pada permukaan hanya dengan aliran
laminar dan perpindahan panasterjadi dengan cara konduksi
3. Ketebalan fil pada setiap titik adalah fungsi kecepatan rata-rata aliran dan
jumlah kondensat yang lewat pada titik itu
4. Kecepatan lapisan individu film adalah fungsi dari hubungan antara gaya
geser gesek dan berat film
5. Jumlah kondensat sebanding dengan ketebalan film dan perbedaan suhu
antara uap dan permukaan
6. Film kondensat sangat tipis sehingga gradien suhu melewati linier atau
merupakan fungsi linier
7. Sifat fisik kondensat dianggap pada rata-rata temperatur film
8. Permukaan diasumsikan relatif halus dan bersih
9. Suhu permukaan pdatan konstan
10. Kelengkungan film ini terbengkalai
(Kern,1965)
“Condensing Vapour”
′
𝑘(𝑡 ′ − 𝑡)
𝑊 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2)
𝑘𝑦′
Untuk persamaan pada gaya :
𝑑𝑣
(𝜕 − 𝑦)(𝑑𝑥)(𝜌𝑙 − 𝜌𝑣 )𝑔 = 𝜇 (𝑑𝑥) … … … … … … … … … … … … … … … … … (3)
𝑑𝑦
𝑔(𝜌𝑙 − 𝜌𝑣 ) 𝑦2
𝑉= (𝜕𝑦 − ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (4)
𝜇 2
Masa aliran yang ada pada aliran lapisan kondensat pada titik x adalah :
𝜌ℓ𝑔(𝜌𝑙 − 𝜌𝑣 )𝜕 3
𝑚= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (5)
3𝜇𝑙
Rate perpindahan panas jika didistribusikan pada temperature linier diasumsikan
pada liquid diantara dinding dan uap :
𝑑𝑇 𝑇𝑠𝑎𝑡 −𝑇𝑤
𝑞𝑥 = −𝑘1 (𝑑𝑥. 1) 𝑑𝑦)𝑦=0 = 𝑘1 𝑑𝑥 .........................................................(6)
𝜕𝑤
Neraca panas untuk jarak dx, rate massa aliran dm waktu panas laten hfg bisa
menggunakan qx dari persamaan (6) :
𝜌ℓ 𝑔 (𝜌ℓ −𝜌𝑣 ) 𝜕2 𝑑𝜕 𝑇𝑠𝑎𝑡 −𝑇𝑤
ℎ𝑓𝑔 = = 𝑘ℓ 𝑑𝑥 .....................................................(7)
𝜇ℓ 𝜕
1⁄
4 𝜇ℓ 𝑘ℓ 𝑥 (𝑇𝑠𝑎𝑡 − 𝑇𝑤 4
𝜕=[ ] ...........................................................................(8)
𝑔 ℎ𝑓𝑔 𝜌ℓ (𝜌ℓ −𝜌𝑣 )
Neraca panasnya :
𝑇𝑠𝑎𝑡 −𝑇𝑤
ℎ𝑥 = (𝑑𝑥. 1)(𝑇𝑠𝑎𝑡 − 𝑇𝑤 ) = 𝑘ℓ (𝑑𝑥. 1) ........................................(9)
𝜕
Menjadi, z
𝑘ℓ
ℎ𝑥 = ....................................................................................................(10)
𝜕
Dimana :
𝑤
h = Koefisien perpindahan panas (𝑚2 𝐾)
1⁄
ℎ𝐿 𝑔𝜌ℓ 𝐿3 4
𝑁𝑁𝑊 = = 0,0077 [ ] (𝑁𝑅𝑒)0,4...........................................................(15)
𝑘ℓ 𝜇ℓ 2
Keterangan :
𝑤
h = koefisien heat transfer (𝑚2 𝐾)
(Geankoplis,1984)
II.1.2 Kondensasi pada Kondensat Horizontal
Aliran massa dari uap menuju lapisan y’ dihubungkan dengan persamaan
konduktivitas :
𝑘(𝑡 ′ −𝑡)𝑟 𝑑𝑥
𝑊′ = ..................................................................................................(16)
𝜆 𝑦′
Dari 0o sampai 180o hanya untuk satu pipa, sedangkan untuk yang lain sama.
𝑘𝑓 3 𝜃2 𝑘𝑔
ℎ = 0,725 ⌈𝜆 𝐷𝑜 Δ𝑇𝑓⌉........................................................................................(21)
Dimana :
𝑤
h = Koefisien perpindahan panas (𝑚2 𝐾)
kg = Panas laten dari penguapan (℃)
“Condensing Vapour”
(Yadisaputro,2013)
4. Laju Alir / Kecepatan Aliran\
Gerakanmolekulfluida yang tegak lurus dengan aliran akan membuat
perpindahan massa dan momentum yang cukup besar karena meningkatkan
tegangan geser, dimana tegangan geser berbanding lurus secara linier dengan
gradien kecepatan yang tegak lurus dengan arah geseran. Tegangan geser
yang tinggi akan menurunkan viskositas dinamik, dimana semakin kecil
viskositas dinamik fluida, maka akan meningkatkan bilangan Reynoldsnya
yang kemudian akan meningkatkan bilangan Nusselt dan koefisien
perpindahan panasnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketika
gradien kecepatan tinggi, maka meningkatkan tegangan geser yang membuat
semakin besar perpindahan panasnya.
(Novianarenti, 2016)
1. 5. Tekanan
Semakin besar tekanan maka semakin besar pula koefisien perpindahan
panasnya
(Yadisaputro, 2013)
II.1.4Asas Black dan Kalor Laten
Asas Black adalah suatu prinsip dalam termodinamika yang dikemukakan
oleh Joseph Black. Sejarah Joseph Black (1728 – 1799), Joseph Black adalah
seorang ilmuwan dari Skotlandia. Dia mengatakan bahwa es dapat mencair tanpa
berubah suhunya. Hal ini berarti bahwa es dapat menyerap panas dan
menggunakan energi panas tersebut untuk mengubah bentuknya menjadi cair. Ia
juga menemukan bahwa kejadian yang sama akan terjadi saat air berubah menjadi
uap air (kondensasi).
Energi yang diserap oleh suatu bahan untuk berubah dari padat menjadi
cair disebut kalor laten peleburan, sedangkan saat benda cair berubah menjadi gas
disebut kalor laten penguapan. Dan saat benda fase gas berubah menjadi cair
disebut kalor pengembunan.
Black juga menyatakan bahwa sejumlah substansi yang berbeda akan
membutuhkan sejumlah energi panas yang berbeda pula untuk menentukan
“Condensing Vapour”
suhunya dengan kenaikan yang sama. Itulah yang disebut Asas Black. Asas ini
menjabarkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut :
Jika dua buah benda yang berbeda yang suhunya dicampurkan, benda yang
panas memberi kalor pada benda yang dingin sehingga suhu akhirnya
sama.
Jumlah kalor yang diserap benda dingin sama dengan jumlah kalor yang
dilepas benda panas.
Benda yang didinginkan melepas kalor yang sama besar dengan kalor
yang diserap bila dipanaskan.
Bunyi Asas Black adalah sebagai berikut.
“Pada pencampuran dua zat, banyaknya kalor yang dilepas zat yang suhunya
lebih tinggi sama dengan banyaknya kalor yang diterima zat yang suhunya lebih
rendah”.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kalor adalah energi yang
dipindahkan dari benda yang memiliki temperatur tinggi ke benda yang memiliki
temperatur lebih rendah sehingga pengukuran kalor selalu berhubungan dengan
perpindahan energi.Energi adalah kekal sehingga benda yang memiliki temperatur
lebih tinggi akan melepaskan energi sebesar QL dan benda yang memiliki
temperatur lebih rendah akan menerima energi sebesar QT dengan besar yang
sama.
Secara matematis, pernyataan tersebut dapat ditulis sebagai berikut.
QLepas = QTerima..............................................................................................(22)
Keterangan:
QLepas = jumlah kalor yang dilepaskan oleh zat (Joule)
QTerima = jumlah kalor yang diterima oleh zat (Joule)
Pengukuran kalor sering dilakukan untuk menentukan kalor jenis suatu
zat. Jika kalor jenis suatu zat diketahui, kalor yang diserap atau dilepaskan dapat
ditentukan dengan mengukur perubahan temperatur zat tersebut. Kemudian,
dengan menggunakan persamaan:
Q = mc∆T............................................................................................................(23)
“Condensing Vapour”
besarnya kalor dapat dihitung. Ketika menggunakan persamaan ini, perlu diingat
bahwa temperatur naik berarti zat menerima kalor, dan temperatur turun berarti
zat melepaskan kalor. Maka dapat dijabarkan secara lebih spesifik sebagai berikut.
QLepas = QTerima..............................................................................................(24)
m1c1∆T1 = m2c2∆T2 ........................................................................................(25)
m1c1(T1 – Tc) = m2c2(Tc – T2)........................................................................(26)
Keterangan:
m1 = massa benda 1 yang suhunya tinggi (kg)
m2 = massa benda 2 yang suhunya rendah (kg)
c1 = kalor jenis benda 1 (J/kgoC)
c2 = kalor jenis benda 2 (J/kgoC)
T1 = suhu mula-mula benda 1 (oC atau K)
T2 = suhu mula-mula benda 2 (oC atau K)
Tc = suhu akhir atau suhu campuran (oC atau K)
Dengan menggunakan Asas Black, kita dapat menghitung suhu akhir dari
dua buah benda atau zat yang dicampurkan. Selain itu, jika kalor jenis salah satu
benda diketahui, kita dapat mencari kalor jenis benda kedua. Alat yang digunakan
untuk mencari kalor jenis benda atau zat yang menggunakan Asas Black
adalah kalorimeter.
(Anas, 2018)
II.1.5 Peran Dalam Dunia Industri
Dalam dunia industri, terdapat berbagai macam peralatan dengan
fungsinya masing-masing, tidak terkecuali industri migas, entah itu peralatan
utama maupun peralatan pendukung. Peralatan tersebut digunakan sesuai
fungsinya masing-masing dengan tujuan tertentu, Kali ini kita akan sedikit
membahas tentang suatu alat yang disebut dengan kondensor, alat ini sering
ditemui pada suatu industri yang bergerak dibidang energi maupun kimia,
misalnya saja unit pengolahan migas, pembangkit listrik, industri petrokimia dan
sebagainya.
(Mandala,2015)
“Condensing Vapour”
II.2.Sifat Bahan
1. Air
Sifat Fisika:
a. Wujud : Cair
b. Warna : Tak berwarna
c. Densitas : 1 gr/ml
d. Titik lebur : 0OC
e. Titik didih : 1000C
f. Bau : Tidak berbau
Sifat Kimia:
a. Rumus molekul : H2O
b. Berat molekul : 18,016 gr/mol
c. Kelarutan : larut dalam etil alkohol dan etil eter
d. Korosifitas : Tidak korosif
e. Stabilitas : Stabil
(MSDS.”Water”,2013)
Fungsi Bahan :
Sebagai bahan proses kondensasi
II.3 Hipotesa
Pada praktikum ini, diperkirakan nilai dari koefesien perpindahan panas
dipengaruhi oleh kecepatan alir dan tekanan sehingga dihasilkan tekanan yang
tinggi atau diperoleh nilai koefesien perpindahan panas yang tinggi.Sedangkan,
pengaruh kecepatan alir diduga semakin tinggi kecepatan alirnya maka semakin
besar nilai koefesien perpindahan panas yang didapat.
“Condensing Vapour”
II.4.Diagram Alir
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1
2
2 2
4A 2
3
8A 8B
2 5
4B
7
6
III.5 Prosedur
1. Mengisi tangki penampung air pendingin sampai overflow.
2. Memanaskan tangki pembangkit uap yang berisi air kurang lebih ¾ bagian,
tunggu hingga terbentuk uap yang cukup.
3. Selanjutnya mengalirkan uap dengan cara membuka kran aliran uap.
Bersamaan dengan mengalirkan uap, alir kan juga air pendingin dengan cara
membuka pula kran aliran air pendingin ke pipa pengembunan, dengan
variable bukaan kran yang berbeda.
“Condensing Vapour”
4. Mencatat suhu uap masuk dan keluar, suhu air pendingin masuk dan keluar.
5. Mencatat pula laju alir pendingin dan kondensat yang terbentuk tiap selang
waktu yang ditentukan dan amati jenis (embun) yang terbentuk.
6. Mengulangi percobaan di atas dengan variasi tekanan, letak pipa (vertical dan
horizontal) dan laju alir fluida yang berbeda (dengan bukaan / putaran kran
(valve) yang berbeda
“Condensing Vapour”
DAFTAR PUSTAKA