Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan


sebuah negara (dalam bahasa Inggris nation) dengan mewujudkan satu konsep
identitas bersama untuk sekelompok manusia yang mempunyai tujuan atau cita-cita
yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional, dan nasionalisme juga rasa
ingin mempertahankan negaranya, baik dari internal maupun eksternal.
Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik"
(political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya",
debat liberalisme yang menanggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak
rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot.
Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan
tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan
mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan
menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene
lemah dan bermutu rendah. Ikatan ini pun tampak pula dalam dunia hewan saat ada
ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri.
Namun, bila suasananya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri
itu, sirnalah kekuatan ini.
Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan
ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti
yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan
mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti naziisme, pengasingan dan
sebagainya.

Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau


gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis,
budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan
kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen
tersebut.

Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme


di mana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya,
"kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-
Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal
adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai
Kontrak Sosial").

Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh


kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh
Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman
untuk "rakyat").

Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas)


adalah lanjutan dari nasionalisme etnis di mana negara memperoleh kebenaran politik
secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat
romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya
etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep
nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder
merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.
Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh
kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna
kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang
menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah
dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap
sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat
istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat
Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya
mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.

Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu


digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga
diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu
negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi.
Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-
olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah
Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil,
Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan
golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang
secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih
otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara
sistematis, bilamana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang
berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme
Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di
antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme
Basque, Catalan, dan Corsica.

Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh


legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme
etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia
semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik;
nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber
dari agama Hindu.

Namun, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan
bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18,
nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan.
Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi
semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut
dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru
itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori

Finlandia mempunyai sejarah penjajahan hampir mirip dengan Indonesia. Swedia


pernah menjajah negara tersebut selama 650 tahun. Belum berhenti dengan
penjajahan selama itu, Rusia pun pernah menjajah negara tersebut. Berbeda dengan
Indonesia, Finlandia mempunyai sistem yang sudah tertata dalam hal penanganan
korupsi. Dengan kesamaan tersebut kita seharusnya dapat belajar mengenai apa yang
sudah dilakukan Finlandia dalam menangani masalah korupsi di negaranya. Dalam
urian berikutnya akan dijabarkan mengenai gambaran umum Finlandia, lembaga
pemberantasa korupsi, sistem hukum, kasus – kasus korupsi, serta hal – hal yang
dilakukan Finlandia berkaitan dengan penanganan korupsi.

Sebelum abad X bangsa Lapp merupakan penduduk asli Finlandia, namun mereka
terdesak ke daerah Skandinavia bagian Utara oleh pendatang baru dari Timur yang
dikenal sebagai bangsa Suomi atau Finlandia. Diperkirakan jumlah mereka tinggal
35.000 orang, termasuk yang tinggal di Finlandia sebanyak 2.500 jiwa. Pada tahun
1155, Swedia di bawah Raja Erk IX menguasai Finlandia selama 600 tahun dan
membangun kota Turku menjadi ”ibukota” Finlandia. Selama dibawah kekuasaan
Swedia, Finlandia hanya merupakan sebuah propinsi dan bukan suatu entitas nasional
tertentu.
Pada 1808 Rusia dengan bantuan Napoleon berhasil mengusir Swedia dari Finlandia,
dan menjadikan Finlandia sebagai Grand Duchy Kekaisaran Rusia, berdasarkan
Treaty of Hamina 1809, dengan status otonomi dan konstitusi sendiri. Dimasa ini
otonomi Finlandia terus meluas secara ekstensif dan pada tahun 1812, ibukota
Finlandia dipindahkan dari Turku ke Helsinki berdasarkan berbagai pertimbangan
politis, ekonomi dan pertahanan dari para pemimpin Finlandia pada saat itu. Lokasi
geografis kota Turku yang lebih dekat ke Swediadipandang membahayakan
mengingat Swedia kala itu merupakan musuh Kekaisaran Rusia.

Menjelang akhir abad 19, Tsar Alexander III melancarkan politik Rusianisasi atas
Finlandia, namun ditolak oleh rakyat Finlandia. Penolakan tersebut menimbulkan
revolusi, sehingga tanggal 6 Desember 1917 Finlandia menyatakan kemerdekaannya
dan menjadi Republik pada tanggal 17 Juli 1919. Finlandia terlibat perang dengan
Rusia pada tahun 1939 1944 dan dengan Jerman pada tahun 1944 1945. Finlandia
menandatangani Perjanjian Perdamaian Paris tahun 1947 yang membatasi kekuatan
angkatan bersenjata yang boleh dimilikinya, dan selanjutnya menjalankan politik luar
negeri yang netral.

Kehidupan sosial dan budaya di Finlandia cukup unik dan dinamis. Keunikan dan
dinamika kehidupan sosial budaya tersebut, selain dibentuk oleh faktor sejarah, lokasi
geografis dan kondisi alam, juga didorong oleh tingginya rasa nasionalisme dan
kebanggaan warga negara Finlandia dalam menjunjung tinggi nilai dasar kebangsaan
Finlandia yang menjadi pilar welfare society, seperti nilai demokrasi yang
berkeadilan, pembangunan kesejahteraan yang merata, dan penyediaan layanan serta
infrastruktur publik dan layanan kesehatan masyarakat yang memadai.

Dilihat dari faktor sejarah, kokohnya rasa nasionalisme serta tingginya kebanggaan
terhadap nilai sosial budaya di kalangan masyarakat Finlandia sudah terpupuk cukup
lama. Sama halnya seperti Indonesia, Finlandia merupakan negara yang pernah
mengalami pahitnya kehidupan di bawah penjajahan/kekuasaan asing. Finlandia
berada di bawah kekuasaan kerajaan Swedia selama 650 tahun (1158-1808), dan
berada di bawah Tsar Russia sebagai wilayah otonomi khusus (Grand Duchy) selama
109 tahun (1808-1917).
Faktor sejarah juga menjelaskan latar belakang mengapa nilai kesamaan dalam
kedudukan (egalitarianism) sangat mengakar dalam kehidupan sosial masyarakat
Finlandia. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya catatan sejarah tentang berdirinya
sistem kehidupan kerajaan (monarchy) di Finlandia masa lampau. Kedudukan seluruh
individu di Finlandia adalah setara baik dalam pergaulan masyarakat maupun dalam
kehidupan bernegara, baik di muka hukum, maupun dalam tatanan sosial dan budaya.
Finlandia tidak mengenal kehidupan berdasarkan kelas maupun strata.

Faktor geografis juga menentukan warna kehidupan sosial budaya sebuah bangsa,
termasuk Finlandia. Finlandia, terletak di belahan utara bumi, dengan wilayah seluas
338.000 Km2 yang hanya dihuni oleh 5,4 juta penduduk, serta kondisi alam yang
kurang menguntungkan dengan sumber daya alam yang terbatas dan iklim yang
ekstrim. Kondisi ini telah menempa warga masyarakat Finlandia untuk memiliki
kemampuan survival yang tinggi guna menjamin keberlangsungan kehidupan
kebangsaannya.

Lokasi geografis dan kondisi alam yang kurang menguntungkan tersebut juga
memacu warga negara Finlandia untuk mencari cara untuk bertahan hidup. Faktor
kunci bagi warga Finlandia untuk bertahan hidup dalam kondisi yang kurang
menguntungkan tersebut adalah melalui inovasi dan kreatifitas guna memberikan
kesejahteraan yang merata bagi seluruh warga Finlandia serta mendorong daya
kompetisi (competitiveness) dalam persaingan global.

Salah satu faktor yang mendorong keberhasilan Finlandia bertransformasi dari negara
yang awalnya mengandalkan sektor pertanian (agriculture) menjadi negara industri
maju dan modern adalah tingginya kualitas dan kompetensi sumber daya manusia
(SDM) yang dimilikinya. Tingginya kualitas dan kompetensi SDM Finlandia
merupakan hasil dari perjalanan panjang komitmen kuat pemerintah dan rakyat
Finlandia dalam membangun dan mengembangkan pilar sistem pendidikan
nasionalnya.

Sistem Kehidupan Masyarakat di Finlandia

Sistem pembangunan nasional Finlandia diselenggarakan dalam format yang cukup


seragam di mana kekuasaan pemerintahan terbagi secara merata ke setiap
pemerintahan daerah dan kota. Penyelenggaraan pembangunan dimulai dari
komponen pemerintahan terkecil, yakni pemerintahan kota dan dibangun di atas pilar
pendidikan dan penelitian berbasis inovasi dan kreatifitas, serta didukung oleh
kalangan masyarakat, termasuk pihak swasta. Format pembangunan tersebut dikenal
dengan istilah triple helix development cooperation, di mana pembangunan
terselenggara berkat kerja sama dan kolaborasi yang saling mendukung antara
pemerintahan kota, kalangan swasta (baik industriawan, pebisnis, maupun
pengusaha), serta kalangan perguruan tinggi.

Struktur masyarakat Finlandia yang homogen mampu memberikan ketahanan


domestik untuk terhindar dari ancaman social-disorder, seperti konflik horizontal
(antar masyarakat). Karakter perilaku sosial serta tatanan hukum yang telah terbangun
baik menjadikan Finlandia sebagai negara yang relatif aman.

Keberadaan kaum imigran di Finlandia dipandang telah berkontribusi secara


signifikan dalam mengubah komposisi penduduk, meningkatkan mobilitas sosial,
meningkatkan aktifitas ekonomi serta membawa pengaruh pada perubahan perilaku
politik masyarakat Finlandia. Kaum imigran juga dipandang membawa pengaruh
pada meningkatnya angka kriminalitas di Finlandia.

Dalam aktualisasi kehidupan sosial masyarakat, nilai demokrasi tertuang dalam upaya
Pemerintah Finlandia untuk menjamin perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia,
termasuk di dalamnya kebebasan individual untuk berekspresi dan menyatakan
pendapat, serta keterbukaan akses informasi.

Sebagaimana pada umumnya dengan media massa di negara kawasan Eropa Barat
dan Utara, media massa Finlandia menganut faham demokrasi liberal, yang dalam
kegiatannya memegang teguh prinsip kehidupan pers yang bebas dan akuntabel
sebagaimana yang dijamin dalam Section 12 Konstitusi Finlandia (Freedom of
Expression and right of access to information), dan peraturan perundangan nasional
Finlandia, khususnya Finnish Press Law tahun 1919 dan tahun 1984. Press Freedom
Index yang diterbitkan oleh lembaga “Reporters without Borders for Press Freedom”
telah menempatkan Finlandia di posisi teratas selama empat periode yakni 2009,
2010, 2012 dan 2013.

Kebebasan pers di Finlandia cukup memberikan jaminan terhadap keberlangsungan


kegiatan penyebaran informasi yang terbebas dari berbagai macam bentuk intervensi,
baik yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun pihak non-pemerintah.
Akuntabilitas pers dapat dipertanggungjawabkan dengan mekanisme hukum
tersendiri yang dapat dimanfaatkan oleh individu ataupun kelompok masyarakat yang
merasa haknya terlanggar oleh pemberitaan media.
Citra Finlandia di mata dunia internasional cukup baik, bahkan dalam sejumlah survei
yang diselenggarakan oleh sejumlah lembaga independen internasional, Finlandia
selalu ditempatkan pada peringkat papan atas dalam berbagai bidang seperti
pendidikan, kebebasan pers, index pembangunan manusia, dan lingkungan

Meskipun sejumlah riak kehidupan sosial bermunculan di masa resesi ekonomi yang
dialami di hampir seluruh kawasan eurozone, Finlandia masih berada dalam
pendiriannya terhadap sikap toleransi dan keterbukaan.

Sebagian besar rakyat Finlandia menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan pribadi dan
kehidupan sosial kemasyarakan yang tenggang rasa, perduli, dan berbagi. Rakyat
Finlandia juga masih dipandang cukup terbuka dengan arus masuknya kebudayaan
asing ke Finlandia yang dibawa oleh kaum pendatang. Pemerintah dan Rakyat
Finlandia dalam hal ini cenderung bersikap pragmatis dalam menanggapi dinamika
kehidupan sosial yang semakin heterogen, dan tetap berfokus pada tujuan untuk
mempertahankan negara Finlandia yang sejahtera (Nordic welfare system).

Pemberantasan Korupsi Di Finlandia

Sejak tahun 1995 Transparency International telah menerbitkan Indeks Persepsi


Korupsi (IPK) setiap tahun yang mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan
persepsi/anggapan publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politis pada suatu
negara. Dalam survei tersebut, Finlandia selalu menempatkan diri di peringkat atas
sebagai negara terbaik dalam melawan korupsi. Pada tahun 2014, Finlandia dengan
nilai 89 berada di peringkat ketigadi bawah Denmark dan Selandia Baru, yang
memperoleh nilai masing-masing 92 dan 91.

Jika ditinjau dari indeks persepsi korupsi Negara Finlandia selama lima tahun
terakhir, Negara ini tidak pernah keluar dari peringkat empat terbaik. Pada tahun
2010, Finlandia berada di peringkat 4, dan menduduki peringkat 3 pada tahun 2011,
2013, dan 2014. Bahkan pada tahun 2012, Finlandia yang berada di posisi kedua
memperoleh nilai yang sama dengan Negara pada peringkat teratas, yaitu Denmark
dengan nilai 90.

Prestasi Finlandia dalam survey Indeks Persepsi Korupsi menggambarkan bahwa


Finlandia merupakan salah satu Negara paling bersih dari korupsi. Sangat jarang
ditemukan kasus-kasus korupsi terjadi di Negara tersebut. Pencapaian Finlandia
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak didapat dengan mudah,
dibutuhkan proses yang panjang untuk mencapai kesuksesan ini. Banyak factor yang
berperan dalam upaya pemberantasan korupsi di Finlandia, seperti sistem penegakan
hukum, lembaga anti korupsi, hingga nilai-nilai budaya dan karakter masyarakat
Finlandia sendiri.

Hanya sedikit data yang di ada mengenai pemberantasan korupsi di Finlandia. Hal
tersebut bukan berarti tidak ada tindakan korupsi di Finlandia. Berikut disajikan data
mengenai statistik global negara Finlandia.

1. Lembaga Pemberantasan Korupsi di Finlandia


Di beberapa negara terdapat lembaga khusus yang menangani masalah pencegahan
dan pemberantasan korupsi. Misalnya di Indonesia terdapat Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), dan Singapura memiliki Corrupt Practices Investigation Bureau
(CPIB). Berbeda dengan kedua Negara tersebut, di Finlandia korupsi didudukkan
sebagai suatu perbuatan kriminal biasa bukan sebagai extraordinary crime. Finlandia
tidak memiliki lembaga khusus dalam memerangi korupsi.

Karena pemerintah Finlandia tidak mempunyai lembaga khusus untuk menangani


masalah korupsi, pencegahan dan pemberantasan korupsi ditangani oleh beberapa
institusi. Pengendalian administratif didesentralisasikan ke berbagai institusi
pemerintah, dan audit internal memegang peran penting dalam mencegah korupsi.
Hal ini terjai karena karena audit internal memiliki kedudukan dan fungsi sebagai
lembaga penelaah mekanisme pengendalian internal.

Selain unit pengendalian internal, di Finlandia juga terdapat The National Audit
Office of Finland (NAOF). NAOF memiliki tugas untuk melaksanakan audit
eksternal dengan melakukan audit keuangan, audit kepatuhan, audit kinerja, audit
yang kebijakan fiskal dan audit lainnya menggabungkan metode yang berbeda.Titik
inti dalam perencanaan audit NAOF adalah analisis risiko mengenai keuangan publik
dan ekonomi. Di samping itu, masyarakat juga dapat menyampaikan komplain atau
keluhan kepada NAOF atas berbagai masalah terkait dengan manajemen keuangan
pemerintah, ekonomi publik, atau dugaan penyalahgunaan dana pemerintah.
Kepolisian Nasional Finlandia juga memegang peran dalam melaksanakan
pemberantasan korupsi melalui Komisariat Jenderal Polisi Yudisial yang ditetapkan
melalui Royal Decree pada 17 Februari 1998. Polisi Yudisial berada di bawah
otoritas Kementerian Kehakiman (Minister of Justice).

Lembaga lain yang berperan dalam melawan korupsi adalah Criminal Investigation of
Corruption (O.C.R.C.) atau Lembaga Investigasi Korupsi. OCRC bukan sebuah
badan/lembaga baru, melainkan transformasi dari struktur yang sudah ada
sebelumnya yaitu Superior Control Committee (S.C.C.). OCRC sendiri melakukan
tugas-tugas hanya jika diminta oleh kejaksaan dan tidak dapat bertindak atas inisiatif
sendiri. OCRC bertanggung jawab untuk:
a. Menyelidiki kejahatan yang kompleks dan serius serta pelanggaran kepentingan
publik termasuk korupsi di sektor swasta;
b. Mendukung brigade polisi peradilan (judicial police) dalam menyelidiki
pelanggaran dan kejahatan tersebut;
c. mendukung kegiatan dalam kasus menyelidiki pelanggaran yang dilakukan terkait
dengan kontrak pengadaan publik dan subsidi publik. OCRC juga bertugas
mengawasi urusan otorisasi, izin, dan persetujuan yang relatif rawan korupsi,
d. Mengelola dan memanfaatkan dokumentasi khusus dalam mencegah dan melawan
korupsi.
Ditinjau dari sudut perundang-undangan, di Finladia korupsi didudukkan sebagai
suatu perbuatan kriminal biasa sehingga tidak disediakan Undang Undang khusus
yang mengatur tentang korupsi. Bentuk tindak korupsi dan jenis sanksi yang
dijatuhkan cukup diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Ada dua undang-undang yang mengatur masalah korupsi di Finlandia yaitu UU
Prosedur Administrasi dan UU Hukum Pidana. UU Prosedur Administrasi ditekankan
untuk memajukan perilaku yang baik dalam organisasi publik. Prinsip-prinsip yang
melandasinya antara lain, menekankan pejabat untuk bertindak adil dan
melaksanakan pekerjaannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam
memberikan pelayanan, mereka dilarang memungut biaya. Sanksi bagi pegawai yang
melanggar dapat berupa teguran tertulis sampai dengan pemberhentian dengan tidak
hormat.
Menurut UU Hukum Pidana, pegawai pemerintah di Finlandia termasuk subjek
hukum pidana,. Ada pasal-pasal khusus yang mengatur perbuatan-perbuatan pegawai
pemerintah yang dikategorikan sebagai melanggar hukum, seperti menerima suap,
melakukan pemerasan, menerima suap sebagai anggota parlemen, membocorkan
rahasia jabatan, dan melanggar kewajiban jabatan.

2. Kasus-kasus Korupsi Di Finlandia


a. Penyuapan di Finlandia
Di Finlandia, ketika berbicara tentang korupsi, referensi biasanya hanya ada
pelanggaran suap. Hanya jenis pelanggaran inilah yang dimasukkan ke dalam statistik
sebagai kasus korupsi. Dalam gambar di bawah ini dapat dilihat statistik orang yang
dihukum karena melakukan penyuapan. Kasus penyuapan paling banyak terjadi di
tahun 1940-an, dimana merupakan masa-masa Perang Dunia II, hal itu terjadi
mungkin karena ada pembatasan distribusi logistik kepada masyarakat sehingga
marak terjadi penyuapan kepada petugas.

Sumber: Matti Joutsen dan Juha Keranen, 2009, Corruption and Prevention
Corruption in Finland
Gambar 2: Jumlah Orang Diadili untuk Kasus Penyuapan Tahun 1925-2007

b. Kebohongan PM Finlandia Anneli Jaatteenmaki


Di Finlandia, terlalu sulit untuk ‘menemukan’ adanya tindakan korupsi, sampai pada
suatu kondisi bahwa berbohong saja sudah tidak disukai rakyat. Hal ini seperti yang
terjadi pada kasus mundurnya Perdana Menteri (PM) perempuan pertama Finlandia,
Anneli Jaatteenmaki. PM perempuan tersebut mundur pada bulan Juni 2003 setelah
dituduh berbohong kepada parlemen dan rakyat menyangkut kebocoran informasi
politik yang peka selama kampanye.

Nilai-nilai kejujuran yang tertanam, seakan-akan menutupi ketidaklengkapan


perangkat system pengendalian korupsi di sana. Integritas yang tinggi, yang antara
lain dicerminkan dari budaya malu, akhirnya menjadi kata kunci untuk menciptakan
Finlandia sebagai Negara terbersih di dunia.

Jaatteenmaki dituduh telah meminta informasi soal pembicaraan antara saingan


politiknya, mantan PM Paavo Liponnen dan Presiden Amerika Serikat ketika itu,
George Bush, mengenai isu-isu Irak dan lainnya.

Informasi itulah Jaatteenmaki menggunakannya sebagai kartu as dalam memenangi


kursi PM. Dalam perjalanannya, Jaatteenmaki mengaku informasi soal pembicaraan
isu Irak itu masuk begitu saja ke faksimilenya, tanpa ada kesengajaan dari pihaknya
untuk meminta. Namun hingga akhirnya terkuak kenyataan bahwa Jaatteenmaki
sengaja meminta informasi tersebut dari pihak Kementerian Luar Negeri Finlandia.
Kebohongan inilah yang tidak dapat diterima oleh parlemen dan masyarakat. Tanpa
menunggu lama karena menyadari kesalahannya, PM ini kemudian menyatakan
mundur, dengan memberikan pernyataan, “Kalau kepercayaan hilang, berarti posisi
juga hilang. Saya telah kehilangan kepercayaan itu. Dan jelas, waktu saya sebagai
perdana menteri telah berlalu”. Jaatteenmaki, pemimpin Partai Tengah, praktis hanya
menduduki jabatannya selama 69 hari.

c. Penyuapan CEO Salora


Pada tahun Kasus ini terjadi pada tahun 1977, Penyuapan CEO Salora kepada Politisi
Sosial Demokrat, RKP, Liberal dan politisi partai tengah terkait usaha Salora, sebuah
produsen elektronik di Finlandia, untuk mempengaruhi keputusan politik dalam
pemilihan pabrik milik negara untuk produksi tabung sinar katoda digunakan dalam
televisi manufaktur. Para politisi tersebut dituduh menerima suap berupa televise dan
perangkat stereo, kasus ini dikenal dengan sebutan Salora Case.

Tak satu pun dari politisi terkemuka yang terlibat tersebut didakwa di pengadilan, tapi
Koalisi Partai Sosial Demokrat kalah dalam pemilu berikutnya sebagai implikasi dari
kasus ini.
Atas kasus tersebut, Bror Wahlroos, ayah dari Björn Wahlroos (Politisi Sosial
Demokrat), dituduh menerima peralatan audio stereo dari salora senilai FMK 2.000
sehingga dijatuhi didenda sebesar FMK 3.000. Sedangkan Kepala direktur Salora
dihukum penjara selama 3,5 tahun karena suap lima menteri, dua sekretaris jenderal,
satu gubernur dan 30 petugas pajak.

d. Pengaturan Skor Pertandingan (2008-2011)


Kasus terkait penyuapan pada bidang olahraga yang terjadi di Finlandia adalah
terbongkarnya pengaturan skor pertandingan sepakbola yang menyangkut seorang
warga Negara Singapura bernama Wilson Raj Perumal dan total 11 pemain
sepakbola. Raj dituduh telah melakukan pengaturan skor pertandingan di Finlandia
selama 2008-2011, dan akhirnya di dakwa hukuman penjara selama 2 tahun.
Tertangkapnya Raj Perumalini akhirnya yang membuka kotak Pandora sindikat
pengaturan skor di dunia, yang bermarkas di Singapura. Mengingat kasus korupsi
sangat jarang terjadi di Finlandia, pengungkapan kasus korupsi akan memperoleh
liputan yang luas dari media massa

e. Kasus Finnair
Kasus terkait penyuapan pada bidang olahraga yang terjadi di Finlandia adalah
terbongkarnya pengaturan skor pertandingan sepakbola yang menyangkut seorang
warga Negara Singapura bernama Wilson Raj Perumal dan total 11 pemain
sepakbola. Raj dituduh telah melakukan pengaturan skor pertandingan di Finlandia
selama 2008-2011, dan akhirnya di dakwa hukuman penjara selama 2 tahun.
Tertangkapnya Raj Perumalini akhirnya yang membuka kotak Pandora sindikat
pengaturan skor di dunia, yang bermarkas di Singapura. Mengingat kasus korupsi
sangat jarang terjadi di Finlandia, pengungkapan kasus korupsi akan memperoleh
liputan yang luas dari media massa

f. City of Espoo Construction Corruption


Pada tahun 2010, Mantan Walikota Espoo, Marketta Kokkonen dan Olavi Louko
direktur dari Espoo’s Technical and Environtment Services dituntut menerima suap
dari perusahaan konstruksi terkait dengan pembangunan kota. Olavi bertanggung
jawab untuk membuat perencanaan kota Espoo yang berkaitan dengan konstruksi dan
perlindungan lingkungan sejak tahun 2001. Sementara Kokkonen merupakan pejabat
publik kota Espoo. Olavi dan Kokkonen menerima suap setidaknya dari tahun 2004
sampai tahun 2008. Suap berupa perjalanan domestik dan perjalanan luar negeri. Pada
tahun 2010, Louko dijatuhi hukuman untuk membayar denda sebesar 7.500 Euro. Hal
ini merupakan satu keputusan yang kontroversial karena satu keputusan untuk
melakukan pembangunan setidaknya dapat bernilai jutaan euro. Yang menarik adalah
setelah Olavi tetap menjabat setelah dijatuhi hukuman tersebut.

D. Faktor-faktor Bebas Korupsi ala Finlandia


1. Kekuatan Finlandia dalam Menangkal Korupsi
Finlandia adalah negara dengan tingkat korupsi yang rendah, tampak dari tahun ke
tahun indeks presepsi korupsi (IPK) Finlandia selalu menduduki peringkat tiga besar
sebagai negara paling rendah korupsinya. Perjalanan Finlandia menjadi negara
dengan tingkat korupsi yang rendah tidaklah dicapai dengan mudah, perjalanan
menuju bebas korupsi telah berlangsung selama kurang lebih dua abad.
Pemberantasan korupsi di Finlandia telah menjadi bagian tak terpisahkan dari
pembangunan secara keseluruhan dan komprehensif masyarakat Finlandia, dari
negara miskin, ketergantungan pangan dan pendidikan dari negara lain menjadi
sebuah negara republik demokratik yang independen, masyarakat industri modern
dan berpendidikan tinggi.

Dikutip dari Kementerian Luar Negeri Finlandia terdapat empat hal yang menjadi
kekuatan utama Finlandia menjadi negara dengan tingkat korupsi rendah, yaitu:
a. Nilai dasar yang mencakup moderasi, menahan kepentingan pribadi dan
mengutamakan kepentingan umum
Kunci utama Finlandia dalam pemberantasan korupsi adalah moralitas yang baik dan
penegakan hukum yang adil. Masyarakat Finlandia terbiasa untuk menempatkan
kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, dengan sifat ini terciptalah rasa saling
percaya di antara masyarakat maupun dengan pemerintah. Hal ini karena masyarakat
percaya apa yang mereka korbankan akan menjadi kebaikan bersama. Dalam sebuah
penelitian selalu ada korelasi positif antara tingkat kepercayaan yang tinggi dengan
tingkat korupsi yang rendah.
Pengalaman Finlandia juga menunjukkan bahwa contoh moral yang diberikan oleh
pejabat dan para pengambil keputusan dalam posisi eksekutif sangat diperlukan untuk
pengembangan budaya etika pemerintahan. Ketika orang melihat bahwa rekan-rekan
senior dalam organisasi berperilaku etis dan bertanggung jawab, mereka akan
mengikuti contoh mereka. Dengan adanya saling contoh moral yang baik membuat
budaya akuntabilitas dalam administrasi publik dapat dibangun dan menjadi kekuatan
bagi pemerintah untuk meberikan pelayanan publik yang berdasarkan nilai-nilai
“praktek terbaik”, akuntabilitas, kejujuran dan fair play.
Dengan moralitas yang baik maka pejabat publik di Finlandia mewakili nilai-nilai
umum yang dianut masyarakat Finlandia pada umumnya. Selain itu masyarakat
Finlandia pun terbiasa dengan aktif dan peduli terhadap kondisi negaranya, budaya
seperti ini mendorong pemerintah untuk selalu amanah dan selalu berusaha untuk
menjawab setiap keluhan warga negaranya. Ditambah lagi dengan media yang
independen dan bebas dari kepentingan kelompok telah terbukti dapat menciptakan
tekanan masyarakat kepada pemerintahan sehingga kebijakan pemerintahan yang
tidak rasional dapat cepat membangkitkan reaksi penolakan publik.

b. Struktur legislatif, yudisial dan administratif yang mengawasi dan menjaga


terhadap penyalahgunaan kekuasaan
Pencegahan korupsi juga membutuhkan sistem legislasi yang komprehensif,
peradilan yang berfungsi dengan baik, penegakan hukum yang efisien dan
pemantauan proaktif terhadap pelanggaran, serta manajemen keuangan yang
transparan. Konstitusi Finlandia menetapkan bahwa pemerintahan yang baik harus
dijamin oleh hukum. Peradilan Finlandia mencakup Kantor Parlemen Ombudsman,
Kantor Kanselir Kehakiman dan pengadilan administratif. Kanselir Kehakiman dan
Parlemen Ombudsman memonitor tindakan pegawai negeri di tingkat yang sangat
tinggi. Keduanya lembaga tersebut bertindak independen yang diberi kewenangan
untuk menyelidiki tindakan anggota parlemen, menteri dan kepala negara.

c. Kemahiran kaum perempuan dalam pengambilan keputusan


Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Bank Dunia, representasi perempuan di
parlemen dan kantor-kantor publik berkorelasi dengan tingkat korupsi yang lebih
rendah dan budaya akuntabilitas dalam pemerintahan. Korelasi ini menyoroti
pentingnya kesetaraan gender dalam pencegahan korupsi. Perempuan telah lama
relatif menonjol dalam administrasi publik Finlandia. Pada tahun 1906, Finlandia
menjadi negara pertama di dunia yang memberikan hak untuk memilih dan hak untuk
berdiri untuk pemilihan perempuan. Sembilan belas anggota parlemen perempuan
terpilih dalam pemilihan parlemen pertama Finlandia pada tahun 1907, yang juga
merupakan keterwakilan perempuan pertama di dunia. Saat ini kurang lebih sepertiga
anggota Parlemen Finlandia dan dewan kota adalah perempuan, dan hampir setengah
dari anggota kabinet Finlandia adalah perempuan. Kuota gender telah digunakan
untuk memastikan representasi yang lebih seimbang di semua tingkat pelayanan
publik.
d. Kesenjangan pendapatan yang rendah dan upah yang memadai
Pendapatan yang lebih tinggi meningkatkan kepuasan kerja dan mengurangi
kecenderungan untuk menerima suap, sementara kesenjangan pendapatan yang kecil
mengekang keserakahan ekonomi untuk membangun karir. Perbandingan global
menunjukkan bahwa upah pejabat publik Finlandia yang wajar dan perbedaan
pendapatan termasuk yang paling rendah di dunia. Di Finlandia kesenjangan
pendapatan antara yang berpendapatan tinggi dan yang rendah diwujudkan dalam
pajak progresif dan ketentuan untuk jaminan sosial.
Pencapaian Finlandia dalam memperoleh empat kekuatan tersebut tentu saja tidak
didapat dengan mudah, dibutuhkan waktu yang lama dan jalan yang berliku,
dibutuhkan transformasi yang menyeluruh dari seluruh lapisan masyarakat hingga
akhirnya Finlandia mencapai tingkat yang relatif rendah terhadap korupsi. Perjalanan
untuk mencapai tatanan seperti sekarang bisa dibilang dimulai dari awal abad ke-19,
dimana wilayah Finlandia pada saat itu merupakan bagian dari Kekaisaran Rusia.
Walaupun bagian dari kekuasaan Rusia, pemerintahan di wilayah Finlandia dipegang
oleh para pejabat yang berbahasa Swedia, karena pada saat itu rata-rata penduduk asli
yang mendiami wilayah Finlandia hidup terisolasi dan tidak bisa membaca. Ciri dari
pemerintahan yang dipegang oleh Swedia adalah birokrasi yang disiplin dan ketat,
yang pada akhirnya diwarisi ke pemerintahan Finlandia.
Namun puncak dari kesuksesan Finlandia saat ini bermula dari kesadaran dari para
elit bahwa seluruh rakyat harus tercerahkan. Maka digunakanlah pendidikan sebagai
instrumen untuk mencerahkan rakyat dan memperbaiki kondisi sosial budaya.
Pendidikan harus mencakup semua lapisan, serta harus menyentuh seluruh aspek
fisik, intelektual dan spiritual. Dan imbas dari pendidikan yang komprehensif tersebut
menciptakan nilai-nilai masyarakat yang baik, menghormati hukum, bertanggung
jawab, jujur, peduli kepentingan umum dan, rendah hati. Penerapan nilai-nilai
tersebut bahkan sudah ditanamkan sejak masih dini, sejak sekolah paling dasar.
Dengan kata lain kemajuan Finlandia saat ini ditopang oleh sistem pendidikan yang
maju yang mengedepankan moralitas yang baik sebagai tujuan utama, sehingga
bukan hanya “otak” saja yang diberi pengetahuan, tetapi juga memberikan moralitas
yang baik kepada “hati” sebagai dasar untuk bertindak dan berbuat.

2. Mengendalikan Korupsi di Finlandia


Korupsi adalah musuh utama dalam menciptakan good governance. Korupsi selalu
identik dengan penipuan, penggelapan uang dan fraud, dimana hal-hal yang
disebutkan terjadi dikarenakan adanya penyalahgunaan wewenang. Penyalahgunaan
wewenang dapat berimplikasi buruk terhadap kemajuan suatu negara, dikarenakan
amanah berupa kewenangan untuk mensejahterakan rakyat, justru digunakan untuk
menguntungkan diri sendiri, relasi, ataupun kelompoknya.
Kewenangan selalu identik dengan power atau kekusaan, meminjam quote Lord
Acton, “Power tends to corupt, and absolute power corrupts absolutely”, dengan
terjemahan kira-kira berbunyi “Kekusaan cenderung korup, dan kekuasaan yang
absolut, sudah pasti korup”. Dengan mengiyakan pernyataan Lord Acton, maka
kekuasaan bagaimanapun pasti akan menimbulkan penyalahgunaan wewenang, entah
berdampak luas ataupun tidak. Berkaca pada hal tersebut maka korupsi haruslah
dikendalikan agar tidak menimbulkan permasalahan yang besar dan tidak
berimplikasi luas terhadap good governance.
Mengendalikan korupsi dapat diartikan sebagai mekanisme yang baik untuk
mencegah korupsi, dari sisi sistem yang diterapkan kepada masyarakat baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Mengenai pengendalian korupsi ada baiknya kita
belajar dari Finladia, negara Skandinavia yang dalam beberapa tahun selalu
dianugerahi peringkat yang tinggi dalam hal negara yang paling tidak korup. Berikut
adalah yang dilakukan oleh Finlandia dalam mengendalikan korupsi:
a. Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Etika
Pangkal korupsi dari pejabat publik adalah ketidaktaatan terhadap pedoman etika dan
kode etik. Tata kelola pemerintahan yang baik dan administrasi yang baik selalu
bersinggungan dengan nilai-nilai etika dan prinsip-prinsip, seperti kepercayaan,
keterbukaan, tanggung jawab, akuntabilitas, responsif dan partisipasi. Di antara nilai-
nilai yang disebutkan, kepercayaan adalah nilai penting bagi pemerintah. Karena
kepercayaan publik adalah isu sensitif karena dengan kepercayaan, pemerintah dapat
bekerja mengelola pemerintahan dengan baik tanpa adanya intervensi yang
berlebihan dari publik ataupun dari oposisi. Dikaitkan dengan pengendalian korupsi,
upaya yang dilakukan tentu saja menjadi tidak maksimal akibat publik tidak adanya
kepercayaan publik. Di Finlandia pelanggaran terhadap nilai-nilai etika ditangani oleh
unit pengawasan internal yang berada di masing-masing institusi.
Di Finlandia sendiri kepercayaan terhadap pemerintahan bisa dibilang tinggi, dari
survey yang dilakukan oleh Harisalo and Stenvall (2001) pada tahun 2001
menempatkan Kepolisian, Angkatan Bersenjata, Media Elektronik, dan Universitas
dan Sekolah Menengah Atas, sebagai institusi yang paling dipercaya oleh publik
dengan nilai kepercayaan diatas 50%. Dengan survey yang menempatkan kepolisian
sebagai institusi yang paling dipercaya menunjukkan kepercayaan publik Finlandia
bahwa kepolisian telah bertindak adil dan berhasil menegakkan hukum, dan mereka
percaya bahwa kepolisian telah menjunjung nilai-nilai etika yang baik. Survey yang
dilakukan memang sudah cukup lama, namun dirasa masih cukup relevan mengingat
Finlandia yang sampai dengan saat ini masih berada dalam lima besar negara paling
tidak korup.

b. Saluran Pengaduan warga yang terjamin


Pelanggaran etika pemerintahan di Finlandia selain ditangani oleh unit pengawasan
internal juga disediakan saluran tambahan untuk warga. Sebagai contoh, untuk
memverifikasi fakta-fakta yang dilaporkan oleh whistlebower harus dilindungi
kemanapun mereka melaporkan entah ke ombudsman, kepolisian, dan bahkan media.
Bahkan pemerintahan melakukan menjamin beragam bentuk partisipasi warga dan
media independen, bukan menghalang-halangi. Efeknya adalah kesadaran meningkat
antara warga negara dan menjadi lebih mudah dan berani untuk membuat pengaduan
dan kritis terhadap kebijakan pemerintah. Dalam konteks yang lebih luas warga
bukanlah hanya sebagai subyek administrasi, tetapi mereka juga dapat berpartisipasi
secara tidak langsung mempengaruhi hal-hal yang menyangkut kepentingan mereka.
Dalam pengendalian korupsi saluran warga yang baik dapat menciptkan sistem
kontrol sebagai mekanisme peringatan dini terhadap pejabat publik untuk mengikuti
aturan dan tidak koruptif.

c. Pegawai Negeri yang berintegritas


Landasan utama sistem pengendalian korupsi adalah integritas pegawai negeri.
Integritas adalah bagian penting dalam pemberantasan korupsi. Jika PNS sebagai
individu 1) tidak mengikuti persyaratan kantor, 2) kehilangan kemampuan untuk
membedakan kepentingan diri sendiri dan kantor, 3) merasa kurangnya rasa hormat,
4) belum dibayar, dan 5) manajemen yang tidak berintegritas, maka korupsi oleh
pegawai pemerintahan sangat mungkin terjadi. Pegawai negeri yang berintegritas di
Finlandia berasal dari budaya administrasi Finlandia yang didasarkan pada tradisi
Rusia dan Skandinavia. Tradisi legalistik dan pengacara dan profesi hukum telah
mendominasi pelayanan publik dan sistem politik Finlandia. Tradisi legalistik ini
telah mempengaruhi infrastruktur hukum memerangi maladministrasi dan salah urus.

d. Hukum Formal dan Informal yang ketat


Peraturan mengenai perekrutan pegawai negeri diatur secara ketat dan menghindari
konflik kepentingan. Peraturan ini bertujuan untuk mencegah, nepotisme, kronisme
atau patronase, yang mungkin akan terjadi ketika mereka bekerja. Gagasan
perekrutan pegawai pemerintah seperti yang disebutkan berakar dari budaya peradilan
Finlandia.
Tradisi Finlandia yang legalistik memaksa pegawai pemerintahan untuk memberikan
argumentasi publik dalam pengambilan keputusan, sistem pemasyarakatan, dan
metode investigasi kriminal yang akurat. Hal ini berguna agar pengambilan keputusan
dapat transparan, meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan, dan
mencegah pengambilan keputusan parsial dan partisan.
Hukum informal pun hadir di tengah publik Finlandia dimana ketika seseorang
tertangkap tangan untuk memberikan atau menerima suap maka pelaku hanya akan
dikenang untuk kesalahan yang diperbuatknya dan semua prestasi yang baik tidak
lagi dikenang serta kesempatan untuk pekerjaan yang lebih baik akan tertutup bagi
pelaku. Oleh sebab itu korupsi sangat jarang terjadi di Finlandia.

e. Manajemen nilai kepemimpinan


Pegawai negeri sipil seringkali menghadapi masalah/kesempatan terkait korupsi. PNS
menyatakan bahwa mereka kadang-kadang bertemu perilaku tidak etis dalam
pekerjaan sehari-hari seperti menempatkan kepentingan pribadi sebelum kepentingan
umum atau pengambilan keputusan tanpa persiapan yang tepat, namun demikian
kenyataan bahwa PNS menghadapi masalah korupsi namun bentuk korupsi besar
seperti menerima suap atau mendapatkan keuntungan finansial untuk kantor masih
sangat jarang.

f. Ketentuan Prosedur Administrasi publik


Tujuan utama ketentuan prosedur administrasi publik bukanlah untuk mencegah
korupsi secara langsung, namun prosedur adminstrasi publik mempromosikan
perilaku yang baik dalam organisasi publik, untuk meningkatkan hubungan antara
warga negara dan administrasi dan mencegah maladministrasi dalam praktek
administrasi.

g. Undang-undang Pindana
Di Finlandia, PNS tunduk pada hukum pidana dan mereka berada dalam posisi yang
khusus dalam hal KUHP Finlandia. Khusus terhadap PNS ada beberapa tindakan
yang termasuk ke maladministrasi atau salah urus dan secara terpisah dikriminalisasi
sebagai penyimpangan, pelanggaran di kantor dan memiliki hukuman yang berat,
seperti pemecatan atau nasihat. KUHP Finlandia berisi bab tentang pelanggaran
berkaitan dengan korupsi. 1) penerimaan suap 2) pelanggaran suap, 3) penerimaan
suap sebagai Anggota Parlemen, 4) pelanggaran kerahasiaan, 5) penyalahgunaan
jabatan publik dan penyalahgunaan, dan 6) pelanggaran dalam penugasan dan lalai
Kedinasan.

h. Investigasi Ombudsman dan Kanselir Kehakiman


Dalam sistem Finlandia, Ombudsman dan Kanselir sangat dihormati. Peran mereka
berbeda dari pengadilan administratif di mana pegawai negeri dituduh dan dihukum.
Lembaga-lembaga Ombudsman dan Kantor Kanselir Kehakiman merupakan
pengawasan legalitas. Dengan kata lain, upaya pengendalian hukum lembaga-
lembaga ini hadir dalam hal korupsi dan integritas dalam pelayanan sipil.
Tugas formal (peran untuk mengawasi) Ombudsman dan Kanselir Kehakiman dalam
banyak hal sejajar satu sama lain. Perbedaannya adalah bahwa Kanselir Kehakiman
memeriksa keluhan mengenai tindakan pendukung dan dewan bantuan hukum publik.
Kanselir bertugas untuk mengawasi legalitas tindakan pemerintah.
Tugas Ombudsman adalah untuk memastikan bahwa otoritas publik dan pejabat
mematuhi hukum, hak-hak konstitusional dan manusia, dan bahwa PNS memenuhi
tugas mereka sesuai dengan administrasi yang baik. Ombudsman menyelidiki kinerja
pemerintah berdasarkan aduan warga. Dalam investigasi Ombudsman nama pengadu
biasanya tidak dipublikasikan.

i. Audit Keuangan dan Kinerja


Semua kementerian Finlandia dan lembaga pemerintah memiliki unit pengendalian
internal. Masalah korupsi terkait dapat terungkap dalam hal audit kinerja dan atas
dasar pengaduan. Jika unit internal yang menemukan penyalahgunaan atau referensi
lain untuk korupsi, mereka selalu melaporkan kasus tersebut kepada pihak
berwenang. Kami berani mengatakan, internal maupun investigasi polisi dipercepat
dengan tekanan eksternal: kasus korupsi adalah topik yang menarik bagi media.
Selain itu kontrol parlemen Finlandia dan audit keuangan pemerintah seiring dengan
peran legislatif. Tugas formal auditor ini adalah untuk mengawasi legalitas dan
kelayakan keuangan sektor publik. Auditor menangani pemeriksaan dan tindakan
pemantauan. Mereka mengamati bagaimana anggaran diikuti, memantau subsidi
negara dan pinjaman yang diberikan dari hibah anggaran dan yayasan di luar
anggaran, dan memonitor jaminan yang diberikan oleh negara.
BAB III

PENUTUP

Sampai dengan saat ini, sangat sedikit data mengenai korupsi di negara Finlandia.
Pekerja publik, pegawai swasta, serta pegawai negeri mempunyai pandangan yang
sama mengenai korupsi. Mereka memadang korupsi merupakan tindakan yang tidak
baik dan berdampak buruk bagi masyarakat. Masalah penyuapan merupakan hal yang
sangat diperhatikan di Finlandia. Media mempunyai peranan penting dalam
mengidentifikasi tindakan korupsi. Kunci utama keberhasilan utama Finlandia dalam
memerangi korupsi adalah sebagai berikut :
1. Akses pendidikan terhadap semua orang
2. Demorasi yang berjalan baik pada pemerintah pusat dan daerah
3. Keterbukaan administrasi publik
4. Struktur hierarki publik yang mudah
5. Delegasi pengambilan keputusan pada sektor publik
6. Penghindaran politisasi pada sistem pelayanan publik

Kunci tersebut didukung oleh masyarakat yang memahami pentingnya hal tersebut.
Walaupun hukum Finlandia tidak mengenal adanya definisi khusus mengenai
korupsi, tetapi definisi penyuapan pada sektor privat diperluas devinisinya ke dalam
sektor publik. Dengan demikian, korupsi dijerat dengan undang-undang kriminal
sebagaimana yang ada di sektor privat
Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme
http://catatanpringadi.com/pemberantasankorupsidifinlandia/
Joutsen, Matti dan Juha Keranen. 2009. Corruption an the Prevention of Corruption
in Finland. Ministry of Justice Finland
Ari Salminen,Olli-Pekka Viinamäki, dan Rinna Ikola-Norrbacka, 2007, The Control
of Corruption in Finland
http://yle.fi/uutiset/finnair_ceo_bribery_case_goes_to_the_prosecutor/6198579#
http://yle.fi/uutiset/espoo_leaders_face_bribery_charges/5595994

Anda mungkin juga menyukai