Anda di halaman 1dari 2

50 Kursi DPRD Garut untuk Siapa ?

Pemilu Legislatif 2019 untuk DPRD Garut ada 31 orang incumbent yang mencalonkan kembali, berbeda
dengan Pemilu 2014 hanya 20 orang incumbent yang turut bertarung. Artinya ratusan caleg baru harus
bertarung dengan 31 orang incumbent.
Animo mencalonkan diri menjadi Anggota dewan dihajat 5 tahunan memang tetap tinggi. Ada yang
memang mungkin dipaksakan untuk memenuhi kuota kursi, ada pula yang sekedar coba-coba, selain
tentu rangsangan gaji dan fasilitas yang menarik para calon.

Adakah yang memiliki pemikiran besar ingin memajukan daerah ?, jawabannya tentu ada. Hanya saja,
setelah jadi pemikiran itu terlupakan kesibukan bagaimana tuntutan partai politiknya yang cukup besar
menggantungkan roda organisasi dari anggota dewan partai tersebut. Idealis itu hanyalah omong
kosong.., penghasilannya terbagi oleh iuran partai.., kegiatan2 partainya.., memelihara konstituen
pemilihnya…
Jika hanya mengandalkan penghasilan yang rutin diterima, sangatlah tidak mencukupi.., makanya
anggaran aspirasi yang biasa dititipkan di dinas..atau sekarang namanya berubah menjadi Pokir (pokok
pikiran), kerap dikelola oleh anggota dewan itu sendiri…, makanya gak aneh setiap dewan baru, muncul
pula pemborong baru.
Sejatinya, tugas anggota dewan bukan menjadi pelaksana sana tekhnis…melainkan Membentuk
Peraturan Daerah bersama-sama Bupati, Membahas dan memberikan persetujuan rancangan Peraturan
Daerah mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang diajukan oleh Bupati, dan Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan APBD.

Jatah pokir tiap anggota dewan berbeda-beda, tergantung dari posisi mereka dilegislatif. Ketua dan para
Wakil Ketua dapat mencapai puluhan miliar setiap tahunnya. Tentu saja, bagaimana mau berjalan
melakukan pengawasan.., toh kue APBD sudah diatur dibagi-bagi.
Suka atau tidak suka dengan tulisan ini, faktanya memang demikian. Sesuatu yang keliru menjadi benar
karena dilakukan berulang-ulang setiap tahunnya. maka jangan pernah bermimpi dewan baru akan
menjadikan revolusi besar ke arah lebih baik.., toh tuannya mereka bukanlah rakyat..., melainkan partai
politiknya itu sendiri.
Bagi eksekutif sendiri nyaman-nyaman saja dalam mengelola uang rakyat.., toh pengawasnya juga sama
ingin mengelola pula. Anggota dewan yang ingin menaikan jatah pokir.., cukup volumenya diperbesar.

Dimungkinkan incumbent peluangnya besar untuk lolos kembali…, selain modal tersedia..pemilihnya
pun terpelihara. Kecuali yang tidak lolos, dapat disebabkan pemilihnya ditinggalkan selama lima tahun.
Beratnya bagi pemula yang nyaleg, disamping pemilu serentak yang disatukan dengan Pilpres..,
keterbatasan kemampuan financial.., juga merosotnya partai politik dimata publik.

Jika tidak pandai-pandainya bersosialisasi atau berkampanye.., legislatif jauh kalah seksinya dengan
Pilpres.., apalagi pilpres yang cukup terbilang panas. Hampir semua konsentrasi terhadap pilpres.

Garut, Sekolahnya Politik

Berbangga hatilah sebagai orang Garut, sebab Garut digadang-gadang kiblatnya politik. Mau belajar
politik.., ya di Garut. Bagi para calon dewan..anda selangkah lebih maju disbanding dengan yang tidak
mencalonkan.., jika ditakdirkan tidak lolos...setidaknya sudah merasakan atmosfir politik Garut.
Mengutip tulisan tokoh wartawan senior H. Usep Romli yang disadur oleh wartawan senior pula,
Mustafa Fatah, bahwa Garut adalah tempat KURSUS POLITIK. Sejumlah tokoh nasional dari berbagai
bidang berasal dari Garut baik di masa lampau maupun masa sekarang.

Sebut saja tokoh masa lampau seperti Prof. DR. KH. Anwar Musadad yang merintis berdirinya
Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung, KH. Yusuf Taudjiri, ulama pejuang. Prof. DR. Ihromi, ahli bahasa
Ibroni yang kemudian pernah menjadi Ketua Dewan Gereja Indonesia (DGI). Lalu ada Arudji Kartawinata,
tokoh Partai Syarikat Islam Indonesia dan pernah menduduki jabatan Ketua DPR-RI.
H. Usep Romli mencatatkan, rumah tokoh partai nasionalis Bubu Burhan Mustafa di Jalan Bank no. 14
dijadikan tempat kurus politik, yang melahirkan politisi-politisi handal yang berasal dari kalangan
pendidikan, seperti Drs. Sopandi guru SPG Negeri dan Jajang Kurniadi, guru SMP Negeri I Garut.

Dari kubu partai Islam, rumah KH.Anwar Musadad di Jalan Ciledug, juga dijadikan tempat kursus politik.
Salah satu jebolannya adalah Omo Suntama, seorang guru SPG Negeri yang kemudian aktif di Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), dan mengantarkan KH. Sulaeman Afif menjadi anggota DPR-MPR.
Faktanya, Kabupaten Garut memang tidak terbantahkan lagi sebagai tempat kurus politik yang
melahirkan politisi-politisi handal. Tak heran, jika kemudian memunculkan nama Memo Hermawan dari
PDIP dan Dedi Suryadi dari PPP, tercatat sebagai politisi lokal yang cerdik dan hebat.

Tokoh masa sekarang ada Prof. Soleh Solahudin, yang pernah menjadi Menteri Pertanian semasa
presiden BJ.Habibie, Burhanudin Abdullah, mantan Menko Ekuin semasa presiden Gusdur yang
kemudian menjadi Gubernur BI. (alm) Andung Nitimiharja, mantan menteri Perindustrian era presiden
Susilo Bambang Yudhoyono.
Sederet tokoh lainnya yang mewarnai percaturan politik di Indonesia berasal dari Garut. Di PDIP ada
Jajang Kurniadi, di PKB ada Prof. Cecep Syarifudin, di PPP ada Maksum Djaeladri, di Partai Golkar ada
Asep Ruhimat Sudjana.**

Anda mungkin juga menyukai