3 Faktor Resiko
1. Operasi sesar sebelumnya. Pada wanita–wanita yang pernah menjalani operasi
sesar sebelumnya, maka sekitar 1% wanita tersebut akan mengalami plasenta
previa. Resiko akan makin meningkat setelah mengalami empat kali atau lebih
operasi sesar dimana 10% wanita tersebut akan mengalami plasenta previa.
2. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
3. Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatasi dan kuretase
atau aborsi medisinalis.
4. Multiparitas dan jarak kehamilan. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 1500 wanita
yang baru pertama kali hamil. Bagaimanapun, pada wanita yang telah 5 kali hamil
atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 diantara 20 kehamilan.
Secara teori plasenta yang baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta
sebelumnya.
5. Usia ibu hamil. Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 tahun, hanya 1
dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari 100 wanita yang berusia lebih
dari 35 tahun 3 kali lebih berisiko akan mengalami plasenta previa.
6. Kehamilan dengan janin lebih dari satu.
7. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol. Pada perempuan
perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
8. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik
dan inflamatorotik.
9. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit permukaan
bagi penempelan plasenta.
10. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa
jaringan parut berisiko 0,26%. Terdapatnya jaringan parut bekas operasi berperan
menaikkan insiden dua sampai tiga kali lipat.
11. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
12. Malnutrisi ibu hamil (Fortner KB, 2007; Hanafiah 2004).
2.4 Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui secara
pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah
1
rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari
proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi
di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya
plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali.
Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang mengalami hipertrofi akan
mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
(Chalik, 2009).
2.5 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan
pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar
(effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat
laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah
rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika
ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta yang akan mengakibatkan perdarahan
yang berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah
rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang
terjadinya perdarahan. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
2
perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk
lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30
minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas.
Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan
lebih mudah terjadi ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Chalik, 2009).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat
pada dindig uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus vesica urinaria dan rektum
bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang
sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek
oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalanan pada plasenta previa, misalnya dalam
kala 3 karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri
lepas karena segmen bawah rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik (Chalik, 2009).
3
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium
uteri eksternum, adanya perdarahan yang berasal dari plasenta harus dicurigai.
3. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radiosotop dan ultrasonografi. Akan tetapi pada
pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin dihadapkan pada bahaya radiasi
sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan
rasa nyeri dan cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta.
USG transbadominal dapat dilakukan untuk mengetahui letak implantasi plasenta
namun USG transabdominal kurang sensisitf dalam melihat bagian plasenta posterior,
karena kepala atau bagian terbawah janin dapat menutupi plasenta atau hasil USG
terhalangi oleh vesica urinaria yang penuh. Oleh karena itu USG transvaginal lebih akurat
dalam mendiagnosis plasenta previa. Selain itu, pada USG transvaginal juga sangat sensitif
untuk mengetahui jarak pinggir plasenta dari OUI (sensitivitas 87,5% dan spesivitas
98,8%) (Oppenheimer, L et. al, 2007a; Oppenheimer L, 2007b).
2.7 Penatalaksanaan
Perawatan konservatif
Dilakukan pada bayi prematur dengan umur kehamilan < 37 minggu dengan syarat
denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
4
Cara perawatan :
a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed Red Cell)
sampai Hb 10-11 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan konservatif
gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila usia kehamilan
< 34 minggu
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan tirah baring
selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita dipulangkan
dengan nasehat :
- Istirahat,
- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
- Dilarang koitus dan kontrol tiap minggu
Perawatan aktif
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan > 500 cc
dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan
memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila :
- Perdarahan aktif
- Perkiraan berat bayi > 2000 gram
- Gawat janin
- Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram (Doddy, A.
K., et al. 2008.)
Pada plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan mendekati ostium
uteri internum ataupun yang menutupi ostium uteri internum pada umur kehamilan 18-24
minggu, evaluasi kembali diperlukan untuk mengetahui lokasi plasenta pada trimester ke 3.
Plasenta yang menutupi OUI lebih dari 15 mm sangat besar kemungkinannya untuk
megalami plasenta previa pada kehamilan aterm. Ketika pinggir plasenta berada diantara 20
mm dari OUI dan menutupi sampai 20 mm dari OUI pada umur kehamilan 26 minggu, USG
sebaiknya diulangi dengan rutin bergantung pada umur kehamilan, jarak dari OUI, dan gejala
5
klinis seperti perdarahan, karena perubahan posisi pada plasenta sangat memungkinkan.
Overlap yang melebihi 20 mm atau lebih pada OUI kapanpun pada trimester ke 3 sangat
besar kemugkinan untuk dilakukan seksio sesarea. Jarak antara OUI dan pinggir plasenta
pada USG transvaginal setelah umur kehamilan 35 minggu sangat bermanfaat untuk
menentukan persiapan rute kelahiran. Ketika pinggir plasenta berada lebih 20 mm dari OUI,
maka dapat dilakukan persalinan pervaginam dengan kemungkinan keberhasilan yang tinggi.
Jarak pinggir plasenta antara 0 sampai 20 mm dari OUI, rasio untuk dilakukan tindakan
seksio sangat tinggi, meskipun persalinan pervaginam masih memungkinkan bergantung pada
keadaan klinis. Dan pada derajat overlap pada 0 mm atau lebih pada usia kehamilan lebih
dari 35 minggu merupakan indikasi untuk dilakukannya seksio sesarea (Oppenheimer L,
2007b)
2.8 Komplikasi
Komplikasi dari plasenta previa termasuk seksio sesarea, perdarahan post partum,
malpresentasi janin, kematian ibu akibat perdarahan uterus dan disseminated intravascular
coagulation (DIC) (Gibbs, RS., et. al, 2008).
2.9 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG,
disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah
sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang
pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang
diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat
sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa.
Dengan demikian banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih
belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena
intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari
sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang melibatkan 93.000
persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47%.
Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum
terbukti (Chalik, 2009).
6
Butler dan kawan-kawan (2001) mendapatkan bahwa wanita dengan plasenta previa
memeiliki kadar serum alpha-fetoprotein yang dapat meningkatkan resiko perdarahan pada
trimeseter tiga dan kelahiran preterm (Cunningham FG et al. 2003).
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Ny. H
Usia : 31 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Dusun Jenngo Timur, Kec. Gunung Sari
3.2 Anamnesis
7
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan Puskesmas Penimbung dengan G3P2A0H2 T/H/IU 37 minggu Presentasi
Kepala dengan Plasenta Previa Marginalis. Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir
sejak pukul 01.00 WITA (07/10/2014), berwarna merah segar, tidak bergumpal, lendir (-),
tanpa disertai nyeri. Darah merembes terus menerus sampai menghabiskan ± 2 pembalut.
Pasien mengaku masih merasakan gerakan janinnya. Pada pagi harinya, karena
perdarahan sudah tidak terjadi, pasien tidak memeriksakan diri ke Pelayanan Kesehatan
karena menunggu jadwal posyandu yang akan diadakan pada keesokan harinya.
Kronologis :
Teraba bokong di fundus, punggung kanan, kepala belum masuk PAP, DJJ (+)
140x/m
- VT : tidak dilakukan
A : G3P2A002 UK 37 mgg T/H/IU Preskep K/U ibu dan janin baik dengan plasenta
previa marginalis
P : - Infus RL 20 tpm
8
Riwayat keluarga memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, maupun penyakit
berat lainnya disangkal.
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Sosial :
Suami pasien merupakan seorang perokok aktif, suami pasien dapat mengabiskan ± 6
batang perhari
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
1. Laki-laki/14 tahun/ Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan
2. Laki-laki/8 tahun/Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan
3. Ini
Riwayat Kontrasepsi :
Suntik 3 bulan
- BPD : 38W5D
- AC : 35W3D
- FL : 34W0D
9
- EFW : 2933 gr
- Saran : SC Elektif
BMI : 21
10
TFU : 30 cm
TBJ : 2790 gram
HIS : (-)
DJJ : 12-11-12 (140 x/menit)
Inspekulo : Ø (-), Fluksus (+), flour (-)
Vagina: rugae (+), erosi (-)
OUE : perdarahan aktif (-)
Porsio: ukuran normal, licin, warna kemerahan, permukaan erosi (-),
massa (-), cavum douglas menonjol (-)
VT : Tidak dilakukan
11
- Janin tunggal/hidup/intrauterine, kepala melayang
- Aterm
- TBJ : 2832
3.6 DIAGNOSIS
G3P2A0H2 A/T/H/IU preskep dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa
marginalis
3.7 TINDAKAN
- Observasi kesejahteraan ibu dan janin
- Observasi Perdarahan Per Vaginam
- Rencana SC Elektif 10/10/2014
- KIE keluarga pasien
- Mempersiapkan SC : Pasang DC, Tes sensitifitas Ampisilin, Injeksi Ampisilin 2 gr IV
Penemuan intraoperasi :
- Temuan intra operasi : Plasenta berimplantasi di SBR depan meluas sampai pinggir
OUI
12
Anus : (+)
3.9 PLASENTA
Lahir : Manual pada pukul 09.15 (10/10/2014), lengkap, perdarahan ±200cc.
13
TIME SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESSMENT PLANNING
Keadaan umum : Baik
09/10/2014 Pasien rujukan Puskesmas Penimbung G3P2A0H2 - Observasi
Kesadaran : E4V5M6
dengan G3P2A0H2 T/H/IU 37 minggu A/T/H/IU kesejahteraan ibu dan
07.00
Tanda Vital
Presentasi Kepala dengan Plasenta preskep dengan janin
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Previa Marginalis. Pasien mengeluh Antepartum
- Observasi Perdarahan
Frekuensi nadi : 72 x/menit
keluar darah dari jalan lahir sejak pukul Bleeding e.c Per Vaginam
Frekuensi napas : 18 x/menit
01.00 WITA (07/10/2014), berwarna plasenta previa
Suhu : 36,7oC - Rencana SC Elektif
merah segar, tidak bergumpal, lendir (-), marginalis
10/10/2014
tanpa disertai nyeri. Darah merembes Pemeriksaan Fisik Umum
terus menerus sampai menghabiskan ± 2 Mata : anemis -/-, ikterus -/- - KIE keluarga pasien
pembalut. Pasien mengaku masih Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (- ), - Mempersiapkan SC
merasakan gerakan janinnya. Pada pagi gallop (-) (pada pagi hari akan
harinya, karena perdarahan sudah tidak Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-) dioperasi) : Pasang
terjadi, pasien tidak memeriksakan diri Abdomen : bekas luka operasi (-), striae DC, Tes sensitifitas
ke Pelayanan Kesehatan terdekat karena gravidarum (+) Ampisilin, Injeksi
menunggu jadwal posyandu yang akan Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat (+/+) Ampisilin 2 gr IV
diadakan pada keesokan harinya.
HPHT : -
HTP : -
14
Riwayat USG : 3x di SpOG
STATUS OBSTETRI
Riwayat KB : Suntikan 3 bulan L1 : kepala
Rencana KB : IUD L2 : punggung di sebelah kanan
L3 : bokong
Riwayat Obstetri :
L4 : 5/5
1. Laki-laki/14 tahun/
TFU : 30 cm
Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan
TBJ : 2790 gram
2. Laki-laki/8
HIS : (-)
tahun/Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan
DJJ : 12-11-12 (140) x/menit
3. Ini
Inspekulo : Ø (-), Fluksus (+), flour (-)
Vagina: rugae (+), erosi (-)
OUE: perdarahan aktif (-)
Porsio: ukuran normal, licin, warna
kemerahan, permukaan erosi (-), massa (-),
cavum douglas menonjol (-)
VT : Tidak dilakukan
15
- WBC : 11,05 x 103/µL
- PLT : 198 x 103/µL
- HbSAg : (-)
- MCV : 92.6 fL
- MCH : 31.1 pg
- MCHC : 33.5 g/dL
10/10/2014 SC dimulai
09.10
16
SBR depan anomali (-).
meluas sampai - Placenta lahir manual,
pinggir OUI lengkap.
09.40 SC selesai
Pasien mengeluh kedua kaki tidak dapat KU : Baik
11.40 2 jam post SC - Observasi keadaan ibu
digerakkan TD : 110/70 mmHg dan bayi.
Nadi : 88 x/menit - Observasi perdarahan
RR : 20 x/menit pervaginam
Suhu : 36,9oC
- Infus RL 20 tpm
TFU : 2 jari di bawah umbilikus
Kontaksi uterus : Baik - Injeksi ampisilin 1gr/6
Lochea rubra : (+) jam
UO : 200cc/jam - Asam mefenamat
3x500 mg
11/10/2014 Nyeri pada luka operasi KU : Baik 1 hari post SC - Observasi tanda vital
ibu dan bayi.
07.00 Kesadaran : E4V5M6
- KIE ibu untuk
TD : 120/80 mmHg
mobilisasi, makan &
Nadi : 72 x/menit
minum, medikasi.
RR : 18 x/menit
- Menyusui secara
Suhu : 36,7oC
17
TFU : 2 jari di bawah umbilikus teratur.
Kontraksi uterus : Baik - Off Infus dan DC
Lochea rubra : (+) - Terapi lainnya lanjut
UO : 200cc/jam
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita usia 31 tahun yang
kemudian didiagnosa dengan G3P2A0H2 aterm, tunggal, hidup, intrauterine, dengan
Antepartum Bleeding e.c Plasenta Previa Marginalis. Selanjutnya yang akan dibahas pada
kasus ini yaitu :
19
memberi kesan adanya satu janin dengan letak membujur dimana teraba bokong di bagian
fundus, punggung di sebelah kanan dan ekstremitas di sebelah kiri, serta kepala berada di
bagian bawah ini dipertegas dengan hasil pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
Diagnosa perdarahan antepartum (APB) ditegakkan karena pasien mengeluh
perdarahan pada umur kehamilan > 22 minggu. Perdarahan ini biasanya bersumber dari
kelainan plasenta yaitu plasenta previa atau solusio plasenta. Namun dari gejala klinis yang
dialami pasien lebih mendekati gejala plasenta previa dibandingkan gejala solusio plasenta.
Gejala klinis plasenta previa pada kasus ini antara lain, perdarahan dengan warna darah
merah segar yang tidak disertai nyeri perut, perdarahan tanpa sebab, jumlah perdarahan
sesuai dengan kondisi pasien, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul, dan
kondisi janin dalam keadaan baik. Diagnosa ini dipertegas dengan hasil pemeriksaan USG
ditemukan adanya implantasi plasenta pada Segmen Bawah Rahim bagian depan, meluas
sampai pada pinggir ostium uteri internum. Perdarahan yang terjadi pada pasien ini dikatakan
tidak aktif karena pada pemeriksaan inspekulo di rumah sakit, tidak didapatkan adanya darah
yang keluar dari ostium uteri internum. Sehingga, pasien ini di diagnosa dengan perdarahan
antepartum e.c plasenta previa marginalis.
20
3. Apa penyebab plasenta previa pada kasus ini ?
Berdasarkan kepustakaan penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara
pasti, namun kerusakan dari endometrium pada persalinan sebelumnya, gangguan implantasi
blastokista dan gangguan vaskularisasi desidua dianggap sebagai mekanisme yang paling
mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta previa pada sebagian besar kasus. Pada
kasus ini kemungkinan blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui
penyebabnya secara pasti.
Kemungkinan blastokista berimplantasi secara kebetulan pada SBR, atau dapat pula
disebakan adanya faktor predisposisi dari pasien ini adalah yaitu kebiasaan suami pasien yang
tidak sehat yaitu merokok sehingga pasien menjadi perokok pasif. Kebiasaan merokok
maupun menghisap asap rokok secara tidak langsung juga dapat menyebabkan plasenta
previa. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Selain itu usia saat hamil yakni 31
tahun dimana ketika seseorang berusia lebih dari 30 tahun sudah merupakan salah satu resiko
terjadinya plasenta previa. Selain itu, faktor resiko lainnya yang ada pada pasien adalah
multiparitas. Multiparitas menjadi faktor resiko karena secara teori, plasenta akan mencari
tempat implantasi yang baru selain tempat implantasi yang sudah
21
BAB V
KESIMPULAN
22
DAFTAR REFERENSI
Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam Saifudin, AB,
Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta. PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: p. 495-503
Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of America: The
McGraw-Hill Companies inc.
Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSU
Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU Mataram : Mataram
Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual of
Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott
Williams & Wilkins.
Gibbs, RS et. al, 2008. Danforth's Obstetrics and Gynecology, Ed 10th , Lippincott Williams
& Wilkins. New York
Hacker NF, Moore JG, Gambone JC, 2007. Essentials of Obstetrics & Gynecology 4E,
Elsevier Saunders, United States.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta.
Oppenheimer, L et. al, 2007a. Diagnosis and Management of Placenta Previa. Society of
Obstetricians and Gynaecologists. Canada.
Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. JHPIEGO. Jakarta.
23