Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN GLAUKOMA

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Glaukoma adalah gangguan ocular yang ditandai dengan perubahan pada pusat
saraf optic (lempeng optic) dan kehilangan sensitifitas visual dan jarak pandang (Elin,
2009)
Glaukoma merupakan penyakit mata yang ditandai dengan berkurangnya lapang
pandang akibat kerusakan saraf optikus (Keperawatan Medikal Bedah Vol 3, 2002).
Glaukoma berasal dari kata yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebu pada pupil penderita glaucoma.(Ilmu Penyakit
Mata, 2007)
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa
peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).
Glaukoma adalah gangguan penglihatan yang disebabkan oleh meningkatnya
tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara produksi cairan dan pembuangan cairan dalam bola mata
dan tekanan yang tinggi dalam bola mata bisa merusak jaringan-jaringan syaraf halus
yang ada di retina dan belakang bola mata (Nurarif, 2015)
Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)
Jadi, Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang disebabkan oleh tingginya
tekanan bola mata sehingga menyebabkan rusaknya saraf optik yang membentuk
bagian-bagian retina retina dibelakang bola mata. Saraf optik menyambung jaringan-
jaringan penerima cahaya (retina) dengan bagian dari otak yang memproses informasi
pengelihatan

B. Klasifikasi
Klasifikasi Vaughen untuk glaucoma, yaitu:
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
- Glaucoma sudut sempit
2. Glaukoma congenital
- Primer atau infantile
- Menyertai kelainan congenital lainnya
3. Glaukoma sekunder
- Perubahan lensa
- Kelainan vuvea
- Trauma
- Bedah
- Rubeosis
- Steroid
4. Glaukoma absolute
Dari pembagian di atas dapat dikenal glaucoma dalam bentuk-bentuk:
a. Glaukoma sudut sempit primer dan sekunder (dengan blockade pupil atau tanpa
blockade pupil)
b. Glaucoma sudut terbuka primer dan sekunder
c. Kelainan pertumbuhan, primer (congenital, infantile, juvenile), sekunder kelainan
pertumbuhan lain pada mata (Sidharta Ilyas, 2010)

C. Etiologi
Penyebab dari glaucoma adalah sebagai berikut:
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata/di celah pupil
(Sidharta Ilyas, 2004)
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut humor
aqueus. Bila dalam keadaaan normal, cairan ini dihasilkan didalam bilik posterior,
melewati pupil masuk kedalam bilik anterior lalu mengalir dari mata melalui suatu
saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang
menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan
tekanan.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus
dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah kesaraf optikus
berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang
pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral.
Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
D. Pathway

Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid Jangka Panjang
Miopia
Trauma mata

Obstruksi Jaringan Peningkatan tekanan


Trabekuler Vitreus

Hambatan Pengaliran Pergerakan Iris Kedepan


Cairan Humor Aqueous

Nyeri

TIO Meningkat Glaukoma TIO meningkat


Gangguan Saraf Optik Tindakan Operasi

Gangguan Persepsi Ansietas Defisiensi


Perubahan Penglihatan
Sensori Pengetahuan
Penglihatan Perifer

Luka insisi

Kebutaan

Risiko Infeksi

Risiko Cedera

E. Patofisiologi
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi Aqueos humor dan aliran keluar
Aqueos humor dari mata.TIO normal adalah 10- 21 mmHg dan dipertahankan selama
terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran Aqueos humor. Aqueos humor
diproduksi didalam badan siliar dan mengalir keluar melalui kanal Schelmn kedalam
sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan siliar
atau oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar Aqueos humor
melalui kamera occuli anterior (COA). Peningkatan TIO > 23 mmHg memerlukan
evaluasi yang seksama. Peningkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optik dan
retina. Iskemia menyebakan struktur ini kehilangan fungsinya secara
bertahap.Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea
sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan sarf optik serta retina adalah irreversible dan
hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat menyebabkan
kebutaan.Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang
pandang

E. Manifestasi Klinis
1. Glaukoma sudut lebar berkembang dengan pelan dan biasanya asimtomatik sampai
onset kehilangan jarak pandang. Kerusakan jarak pandang termasuk konstriksi jarak
pandang peripheral general, skotomas terisolasi atau bintik buta, penurunan
sesnitivitas kontras, penurunan akuitas, peripheral, dan perubahan penglihatan warna.
2. Pada glaucoma sudut sempit, pasien biasanya mengalami symptom prodromal
intermittent (seperti pandangan kabur dengan halos sekitar cahaya dan biasanya sakit
kepala). Tahap akut memiliki gejala berhubungan dengan kornea berawan ,
edematous, nyeri pada ocular, mual, muntah, dan nyeri abdominal dan diaphoresis
(Nurarif, 2015).

F. Penatalaksanaan
1) Terapi Medikamentosa
Tujuannya adalah menurunkan TIO (Tekanan Intra Okuler) terutama dengan
mengguakan obat sistemik (obat yang mempengaruhi tubuh
a) Obat Sistemik
(1) Asetazolamida, obat yang menghambat enzim karbonik anhidrase yang
akan mengakibatkan diuresis dan menurunkan sekresi cairan mata
sebanyak 60%, menurunkan tekanan bola mata. Pada permulaan
pemberian akan terjadi hipokalemia sementara. Dapat memberikan efek
samping hilangnya kalium tubuh parastesi, anoreksia, diarea,
hipokalemia, batu ginjal dan myopia sementara.
(2) Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat minum
adalah glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah
manitol. Obat ini diberikan jika TIO sangat tinggi atau ketika
acetazolamide sudah tidak efektif lagi.
b) Obat Tetes Mata Lokal
(1) Penyekat beta. Macam obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol,
levobunolol, carteolol, dan metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna
untuk menurunkan TIO.
(2) Steroid (prednison). Digunakan 4x sehari, berguna sebagai dekongestan
mata. Diberikan sekitar 30-40 menit setelah terapi sistemik.
c) Terapi Bedah
(1) Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata
belakang dan depan karena telah terdapat hambatan dalam pengaliran
humor akueus. Hal ini hanya dapat dilakukan jika sudut yang tertutup
sebanyak 50%.
(2) Trabekulotomi (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih
dari 50% atau gagal dengan iridektomi.

G. Pemeriksaan Penunjang
1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau
2) vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina
atau jalan optik.Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV,
massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau
glaukoma.
3) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal
atau hanya meningkat ringan.
4) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi
5) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK
6) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
7) Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus
optikus macula dan pembuluh darah retina.
8) Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra okuler, nilai mencurigakan
apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patologi bila melebihi 25
mmhg. (normal 12-25 mmHg). Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain
(Sidharta Ilyas, 2004) : Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glaukoma.
9) Pemeriksaan lampu-slit. : Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik
yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan
pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa khusus.
10) Perimetri : Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan
yang khas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa
dengan tes konfrontasi.
11) Pemeriksaan Ultrasonografi..: Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat
digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
2. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Umum
a. Identitas klien, meliputi :
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, agama.
b. Keluhan utama , meliputi apa yang menjadi alasan utama klien masuk ke RS.
Biasanya klien akan mengeluhkan nyeri di sekitar atau di dalam bola mata.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang : meliputi apa-apa saja gejala yang dialami klien
saat ini sehingga menganggu aktivitas klien itu sendiri.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu : meliputi penyakit apa saja yang pernah dialami
klien sebelumnya, baik itu yang berhubungan dengan penyakit yang
dideritanya ataupun tidak.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga : meliputi riwayat penyakit yang pernah dialami
anggota keluarga.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera
anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar
dari iris.
2) Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang
cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara
bertahap.
3) Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi
mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang
gagal bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk
memeriksa mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras
dibanding mata yang lain.
4) Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open
angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle
closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan
didapat sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah
timbul goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula)
maka sudut dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat,
sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit.
2. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. POLA PERSEPSI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
1) Persepsi terhadap penyakit ; tanyakan bagaimana persepsi klien menjaga
kesehatannya. Bagaimana klien memandang penyakit glaukoma,
bagaimana kepatuhannya terhadap pengobatan.
2) Perlu ditanyakan pada klien, apakah klien mempunyai riwayat keluarga
dengan penyakit DM, hipertensi, dan gangguan sistem vaskuler, serta
riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor, dan pernah terpancar
radiasi.

b. POLA NUTRISI/METABOLISME
1) Tanyakan menu makan pagi, siang dan malam
2) Tanyakan berapa gelas air yang diminum dalam sehari
3) Tanyakan bagaimana proses penyembuhan luka (cepat/lambat)
4) Bagaimana nafsu makan klien
5) Tanyakan apakah ada kesulitan dan keluhan yang mempengaruhi makan
dan nafsu makan
6) Tanyakan juga apakah ada penurunan BB dalam 6 bulan terakhir Biasanya
pada klien yang mengalami glaukoma klien akan mengeluhkan mual
muntah

c. POLA ELIMINASI
1) Kaji kebiasaan defekasi
2) Berapa kali defekasi dalam sehari, jumlah, konsistensi, bau, warna dan
karekteristik BAB
3) Kaji kebiasaan miksi
4) Berapa kali miksi dalam sehari, jumlah, warna, dan apakah ada ada
kesulitan/nyeri ketika miksi serta apakah menggunakan alat bantu untuk
miksi
5) Klien dengan glaukoma, biasanya tidak memiliki gangguan pada pola
eliminasi, kecuali pada pasien yang mempunyai penyakit glukoma tipe
sekunder (DM, hipertensi).

d. POLA AKTIVITAS/LATIHAN
1) Menggambarkan pola aktivitass dan latihan, fungsi pernafasan dan
sirkulasi
2) Tanyakan bagaimana kegiatan sehari-hari dan olahraga (gunakan table
gorden)
3) Aktivitas apa saja yang dilakukan klien di waktu senggang
4) Kaji apakah klien mengalami kesulitan dalam bernafas, lemah, batuk,
nyeri dada. Data bisa didapatkan dengan mewawancara klien langsung
atau keluarganya ( perhatikan respon verbal dan non verbal klien )
5) Kaji kekuatan tonus otot
6) Penyakit glaukoma biasanya akan mengganggu aktivitas klien sehari-hari.
Karena, klien mengalami mata kabur dan sakit ketika terkena cahaya
matahari.

e. POLA ISTIRAHAT TIDUR


1) Tanyakan berapa lama tidur di malam hari, apakah tidur efektif
2) Tanyakan juga apakah klien punya kebiasaan sebelum tidur
3) Penyakit glaukoma biasanya akan mengganggu pola tidur dan istirahat
klien
4) sehari-hari karena klien mengalami sakit kepala dan nyeri hebat sehingga
pola tidur klien tidak normal.
f. POLA KOGNITIF-PERSEPSI
1) Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, penciuman.
Persepsi nyeri, bahasa dan memori
2) Status mentalBicara : - apakah klien bisa bicara dengan normal/ tak
jelas/gugup
3) Kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memahami serta
keterampilan interaksi
4) Kaji juga anxietas klien terkait penyakitnya dan derajatnya
5) Pendengaran : DBN / tidak
6) Peglihatan :DBN / tidak
7) Apakah ada nyeri : akut/ kronik. Tanyakan lokasi nyeri dan intensitas
nyeri
8) Bagaimana penatalaksaan nyeri, apa yang dilakukan klien untuk
mengurangi nyeri saat nyeri terjadi
9) Apakah klien mengalami insensitivitass terhadap panas/dingin/nyeri
10) Klien dengan glaukoma pasti mengalami gangguan pada indera
penglihatan. Pola pikir klien juga terganggu tapi masih dalam tahap
yang biasa.

g. POLA PERSEPSI DIRI-KONSEP DIRI


1) Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap kemampuan,
harga diri, gambaran diri dan perasaan terhadap diri sendiri
2) Kaji bagaimana klien menggambar dirinya sendiri, apakah ada hal yang
membuaatnya mengubah gambaran terhadap diri
3) Tanyakan apa hal yang paling sering menjadi pikiran klien, apakah klien
sering merasa marah, cemas, depresi, takut, suruh klien
menggambarkannya.
4) Pada klien dengan glaukoma, biasanya terjadi gangguan pada konsep diri
karena mata klien mengalami gangguan sehingga kemungkinan klien
tidak PD dalam kesehariannya. Tapi, pada kasus klien tidak
mengalami gangguan pada persepsi dan konsep diri.

h. POLA PERAN HUBUNGAN


1) Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga
lainnya.
2) Tanyakan pekerjaan dan status pekerjaan klien
3) Tanyakan juga system pendukung misalnya istri,suami, anak maupun cucu
dll
4) Tanyakan bagaimana keadaan keuangan sejak klien sakit.
5) Bagaimana dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian konflik
6) Tanyakan juga apakah klien aktif dalam kegiatan social
7) Klien dengan glaukoma biasanya akan sedikit terganggu dalam
berhubungan dengan orang lain ketika ada gangguan pada matanya yang
mengakibatkan klien malu berhubungan de ngan orang lain.
8) Biasanya klien dengan glaukoma akan sedikit mengalami gangguan dalam
melakukan perannya

i. POLA KOPING-TOLERANSI STRESS


1) Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan menggunakan
system pendukung
2) Tanyakan apakah ada perubahan besar dalam kehidupan dalam beberapa
bulan terakhir
3) Tanyakan apa yang dilakukan klien dalam menghadapi masalah yang
dihadapi, apakah efektif?Apakah klien suka berbagi maslah/curhat pada
4) keluarga / orang lain
5) Tanyakan apakah klien termasuk orang yang santai atau mudah panik
6) Tanyakan juga apakah klien ada menggunakan obat dalam menghadapi
stress
7) Biasanya klien dengan glaukoma akan sedikit stress dengan penyakit
yang dideritanya karena ini berkaitan dengan konsep dirinya dimana klien
mengalami penyakit yang mengganggu organ penglihatannya.

j. POLA REPRODUKSI/ SEKSUALITAS


1) Bagaimana kehidupan seksual klien, apakah aktif/pasif
2) Jika klien wanita kaji siklus menstruasinya
3) Tanyakan apakah ada kesulitan saat melakukan hubungan intim
berhubungan penyakitnya, misalnya klien merasa sesak nafas atau
batuk hebat saat melakukan hubungan intim
4) Biasanya klien tidak terlalu mengalami gangguan dengan pola reproduksi
seksualitas. Akan tetapi, pencurahan kasih sayang dalam keluarga akan
terganggu ketika anggota keluarga tidak menerima salah seorang dari
mereka yang mengalami penyakit mata.

k. POLA KEYAKINAN-NILAI
1) Menggambarkan spiritualitas, nilai, system kepercayaan dan tujuan dalam
hidup
2) Kaji tujuan, cita-cita dan rencana klien pada masa yang akan datang.
3) Apakah agama ikut berpengaruh, apakah agama merupakan hal penting
dalam hidup
4) Klien akan mengalami gangguan ketika menjalankan aktivitas ibadah
sehari- hari karena klien mengalami sakit mata dan sakit kepala yang
akan mengganggu ibadahnya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIO
b. Perubahan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan
serabut saraf oleh karena peningkatan TIO.
c. Ansietas berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan, Kurang
pengetahuan tentang prosedur pembedahan
d. Resiko cedera b/d penurunan lapang pandang
e. Defisiensi pengetahuan b/d kurangnya pajanan informasi tentang persiapan
tindakan operasi.
2. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan post tuberkulectomi iriodektomi
b. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi operasi
c. Defisiensi pengetahuan b/d persiapan perawatan mandiri di rumah.

C. Rencana Tindakan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawat
an
1. Nyeri b.d NOC : Pain Level Pain Management
peningkatan Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian
TIO keperawatan selama 1 x 10 nyeri secara
menit diharapkan nyeri pasien komprehensif termasuk
berkurang atau terkontrol lokasi, karakteristik,
dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi,
a. Mengeluhkan nyeri
kualitas dan faktor
b. Episode nyeri
c. Erea yang dipengaruhi presipitasi
d. Mengerang dan
2. Observasi reaksi non
menangis
verbal dari
e. Ekspresi wajah menahan
ketidaknyamanan
nyeri
f. Kurang beristirahat 3. Gunakan teknik
g. Agitasi
komunikasi terapeutik
h. Iritabilitas
i. Meringis untuk mengetahui
j. Diaforesis
pengalaman nyeri pasien
k. Gelisah
l. Kehilangan focus 4. Kontrol lingkungan yang
m. Tekanan otot
dapat mempengaruhi
n. Kehilangan nafsu makan
o. Mual nyeri seperti suhu
p. Intoleransi makanan
ruangan, pencahayaan
Keterangan penilaian NOC
dan kebisingan
1 = Parah
5. Kurangi faktor
2 = Berat
3 = Sedang presipitasi
4 = Ringan
6. Pilih dan lakukan
5 = Tidak ada
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
7. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
8. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
9. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
10. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
11. Tingkatkan istirahat
2. Perubahan NOC NIC
persepsi Sensory Function : Vision Communication
sensori Setelah dilakukan tindakan Enhancement : Visual
visual / keperawatan selama 1 x 10 Deficit
penglihatan menit, pasien tidak 1. Pantau implikasi
b.d serabut mengalami gangguan fungsional visi berkurang
saraf oleh persepsi sensori dengan (misalnya , risiko
karena kriteria hasil : cedera , depresi ,
peningkatan 1. Ketajaman pusat kecemasan , dan
TIO pengelihatan (kiri) kemampuan untuk
2. Ketajaman pusat melakukan aktivitas
pengelihatan (kanan) sehari-hari dan kegiatan
3. Ketajaman peripheral dihargai).
pengelihatan (kiri) 2. Bantu pasien dalam
4. Ketajaman peripheral meningkatkan stimulasi
pengelihatan (kanan) indera lainnya
5. Lapang pandang pusat (misalnya , menikmati
pengelihatan (kiri) aroma, rasa , dan tekstur
6. Lapang pandang pusat makanan).
pengelihatan (kanan) 3. Berikan pencahayaan
7. Lapang pandang ruang yang memadai
peripheral pengelihatan 4. Instruksikan keluarga
(kiri) untuk mengenali dan
8. Lapang pandang menanggapi bentuk
peripheral pengelihatan ekspresif nontradisional
(kanan) komunikasi (misalnya,
9. Respon terhadap gerakan dan ekspresi
rangsangan pengelihatan wajah).
Keterangan penilaian NOC 5. Bantu pasien atau
1 = Tidak pernah dilakukan keluarga dalam
2 = Jarang dilakukan
mengidentifikasi sumber
3 = Beberapa waktu
daya yang tersedia untuk
dilakukan
4 = Hampir dilakukan rehabilitasi penglihatan
5 = Selalu dilakukan 6. Berikan rujukan untuk
pasien yang
membutuhkan
pengobatan medis bedah
atau lainnya.

Medication
Administration : Eye
1. Perhatikan riwayat
kesehatan pasien dan
riwayat alergi
2. Kaji pengetahuan pasien
mengenai obat dan
pemahaman metode
administrasi
3. Posisikan pasien
terlentang atau duduk di
kursi dengan leher
sedikit hyperextended ;
meminta pasien untuk
melihat langit-langit
4. Tanamkan obat ke
kantung konjungtiva
menggunakan teknik
aseptik
5. Anjurkan pasien untuk
menutup mata dengan
lembut untuk membantu
mendistribusikan obat
6. Pantau efek lokal,
sistemik, dan merugikan
dari obat.
3. Ansietas b.d NOC Anxiety Reduction
Penurunan Anxiety level 1. Gunakan pendekatan yang
ketajaman Coping menenangkan
penglihatan Anxiety self control 2. Nyatakan dengan jelas
, Kurang Setelah dilakukan asuhan harapan terhadap pelaku
pengetahua keperawatan selama 1 x 5 pasien
n tentang menit diharapkan rasa cemas 3. Jelaskan semua prosedur
prosedur yang ada pada diri klien dan apa yang dirasakan
pembedaha berkurang dengan kriteria selama prosedur
n hasil: 4. Pahami perspektif pasien
1. Pasien mampu terhadap situasi stress
mengidentifikasikan dan 5. Temani pasien untuk
mengungkapkan intensitas memberikan keamanan
cemas dan mengurangi takut
2. Mampu menghindari 6. Dorong keluarga untuk
precursor cemas menemani anak
3. Mampu menggunakan 7. Lakukan back/neck rub
strategi koping efektif 8. Dengarkan dengan penuh
4. Mampu menggunakan perhatian
teknik relaksasi untuk 9. Identifikasi tingkat
mengurangi cemas kecemasan
5. Ekspresi wajah 10. Bantu pasien mengenal
menunjukkan kecemasan situasi yang menimbulkan
berkurang kecemasan
Keterangan penilaian NOC 11. Dorong pasien untuk
1 = Tidak pernah dilakukan mengungkapkan
2 = Jarang dilakukan
pearasaan, ketakutan,
3 = Beberapa waktu
persepsi
dilakukan
4 = Hampir dilakukan 12. Instruksikan pasien
5 = Selalu dilakukan menggunakan teknik
relaksasi
13. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
4. Risiko NOC NIC
cedera b/d Comfort Status : Environmental
penurunan Environmental Management
lapang 1. Persediaan yang 1. Ciptakan lingkungan
pandang dibutuhkan dan peralatan yang aman untuk pasien
dalam jangkauan 2. Hindari paparan yang
2. Suhu kamar tidak perlu, draft,
3. Lingkungan yang aman overheating, atau dingin
4. Kebersihan lingkungan 3. Manipulasi pencahayaan
5. Perangkat keselamatan untuk manfaat terapeutik
digunakan dengan tepat 4. Izinkan keluarga / orang
6. Pencahayaan ruangan lain yang signifikan
7. Ketersediaan ruang untuk tinggal dengan
untuk pengunjung pasien
8. Tempat tidur yang aman 5. Didik pasien dan
9. Furniture yang aman pengunjung tentang
perubahan / tindakan
Keterangan penilaian NOC pencegahan, sehingga
1 = Tidak pernah dilakukan mereka tidak akan
2 = Jarang dilakukan
sengaja mengganggu
3 = Beberapa waktu
lingkungan
dilakukan
4 = Hampir dilakukan 6. Berikan keluarga /
5 = Selalu dilakukan signifikan lain dengan
informasi agar membuat
Physical Injury Severity lingkungan yang aman
1. Tidak ada lecet kulit untuk pasien
2. Tidak ada memar
3. Tidak ada laserasi Environmental
4. Tidak ada keseleo Management : Safety
ekstremitas 1. Identifikasikan defisit
5. Tidak ada fraktur kognitif atau fisik pasien
6. Tidak ada cedera gigi yang dapat
7. Tidak ada cedera kepala meningkatkan potensi
terbuka cedera dalam lingkungan
8. Tidak ada cedera kepala tertentu.
2. Identifikasikan perilaku
tertutup
dan faktor yang
9. Tidak ada gangguan
mempengaruhi resiko
mobilitas
cedera
10. Tidak ada penurunan
3. Identifikasikan
tingkat kesadaran
karakteristik lingkungan
11. Tidak ada pendarahan
yang dapat
12. Tidak ada trauma
meningkatkan potensi
Keterangan penilaian NOC
untuk cedera (misalnya
1 = Tidak pernah dilakukan
lantai licin. tangga
2 = Jarang dilakukan
3 = Beberapa waktu terbuka dan lain-lain)
4. Dorong pasien untuk
dilakukan
4 = Hampir dilakukan mengunakan tongkat
5 = Selalu dilakukan atau alat pembantu
berjalan
5. Ajarkan pasien
bagaimana jatuh untuk
meminimalkan cedera
6. Gunakan teknik yang
tepat untuk mentransfer
pasien ke dan dari kursi
roda, tempat tidur, toilet,
dan sebagainya
7. Sediakan kursi dari
ketinggian yang tepat,
dengan sandaran dan
sandaran tangan untuk
memudahkan transfer
8. Mendidik anggota
keluarga tentang resiko
yang berkontribusi
terhadap cedera dan
bagaimana mereka dapat
menurunikan resiko
tersebut
9. Sarankan adaptasi rumah
untuk meningkatkan
keselamatan
10. Intruksikan keluarga
pada pentingnya
pegangan tangan untuk
kamar mandi, tangga,
dan trotoar
11. Sarankan alas kaki yang
aman
12. Berikan pengawasan
yang ketat dan/perangkat
penahan.
5 Defisiensi Knowledge : health Teaching : disease Process
pengetahua Behavior 1. Berikan penilaian tentang
n Knowledge : disease process tingkat pengetahuan
berhubunga Setelah dilakukan asuhan pasien tentang proses
n dengan keperawatan selama 1 x 5 penyakit yang spesifik
kurangnya menit diharapkan defisiensi 2. Jelaskan patofisiologi dari
pajanan pengetahuan teratasi dengan penyakit dan bagaimana
informasi kriteria hasil : hal ini berhubungan
1. Pasien dan keluarga dengan anatomi dan
menyatakan pemahaman fisiologi, dengan cara
tentang karakteristik yang tepat.
penyakit, kondisi, 3. Gambarkan tanda dan
prognosis dan program gejala yang biasa muncul
pengobatan pada penyakit, dengan
2. Strategi untuk cara yang tepat
meminimalisir progresi 4. Gambarkan proses
penyakit penyakit, dengan cara
Keterangan penilaian NOC yang tepat
1 = Tidak pernah dilakukan 5. Identifikasi kemungkinan
2 = Jarang dilakukan
penyebab, dengan cara
3 = Beberapa waktu
dilakukan yang tepat
4 = Hampir dilakukan
6. Sediakan informasi pada
5 = Selalu dilakukan
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang
kosong
8. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi di
masa yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang
tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat.
6 Risiko NOC Infection Control
infeksi Risk Control : Infectious 1. Beri KIE/ HE kepada
berhubunga Process pasien agar tidak boleh
n dengan Setelah dilakukan tindakan membersihkan atau tidak
luka insisi keperawatan selama 1 x 10 boleh mengorek telinga
operasi. menit, tidak terjadi infeksi terlalu sering dan hanya
dengan kriteria hasil : boleh membersihkan
1. Mencari informasi telinga 1/3 bagian telinga
tentang mengontrol luar
infeksi 2. Ajarkan teknik aseptik
2. Mengidentifikasi faktor pada pasien.
risiko infeksi 3. Cuci tangan sebelum
3. Mengakui diri berisiko memberi asuhan
infeksi keperawatan ke pasien
4. Mengakui konsekuensi 4. Kolaborasi pemberian
infeksi obat pencegahan infeksi
5. Mengakui kebiasaan
yang berisiko infeksi
6. Mengidentifikasi risiko
infeksi pada setiap
aktivitas
7. Mengidentifikasi tanda
dan gejala infeksi
8. Mengidentifikasi
strategi untuk
melindungi diri dari hal
lain yang infeksius
9. Menggunakan sumber
informasi yang tepat
10. Menggunakan layanan
kesehatan
Keterangan penilaian NOC
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Beberapa waktu
dilakukan
4 = Hampir dilakukan
5 = Selalu dilakukan

Salah satu tugas terpenting seorang perawat/bidan adalah memberi obat yang aman dan
akurat kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki
masalah. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat.

Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan
efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila kita
memberikan obat tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang sebenarnya. Seorang
perawat/bidan juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek samping
yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan tepat, memantau
respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya dengan benar dan berdasarkan
pengetahuan.

B. Ruang Lingkup Masalah


1. Pentingnya obat dalam keperawatan
2. Standar reaksi obat

3. Faktor yang mempengaruhi reaksi obat

4. Masalah dalam pemberian obat dan intervensi dalam keperawatan

5. Perhitungan obat

6. Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui oral,sublingual dan bukal

7. Menyiapakan obat dari ampul dan vial

8. Konsep dan teknin dan obat melalui intra vascular (IV),intara cellular (IC),Subcutan
(SC), intramuscular (IM).

9. Konsep dan teknik pemberian obat secara tropical

10. Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui Anus/vagina.

11. Konsep dan teknik melalui wadah cairan intravena.

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Pentingnya obat dalam keperawatan


2. Untuk mengetahui Standar reaksi obat

3. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi reaksi obat

4. Untuk mengetahui Masalah dalam pemberian obat dan intervensi dalam keperawatan

5. Untuk mengetahui Perhitungan obat

6. Untuk mengetahui Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui oral,sublingual
dan bukal

7. Untuk mengetahui Menyiapakan obat dari ampul dan vial

8. Untuk mengetahui Konsep dan teknik dan obat melalui intra vascular (IV),intara
cellular (IC),Subcutan (SC), intramuscular (IM).
9. Untuk mengetahui Konsep dan teknik pemberian obat secara tropical

10. Untuk mengetahui Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui Anus/vagina.

11. Untuk mengetahui Konsep dan teknik melalui wadah cairan intravena.

MEMBERIKAN OBAT SESUAI PROGRAM TERAPI

A. Pentingnya Obat dalam Keperawatan

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia (UU No. 36 Thn 2009). Dalam dunia kesehatan khususnya dalam
dunia keperawatan, obat sudah menjadi salah satu komponen yang umum ditemui sehari-hari
serta telah menjadi bagian penting dalam melakukan proses keperawatan.

Seorang perawat yang akan bekerja secara langsung dalam pemenuhan asuhan keperawatan
sangat membutuhkan keterampilan dalam tindakan medis berupa pengobatan sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam kesalahan seperti dugaan-dugaan maalpraktik dan sebagainya,
maka dari itu seorang perawatn selain harus mengetahui pengetahuan serta tehnik pemberian
obat dengan baik, seorang perawat juga harus memahami betul mengenai tahapan proses
keperawatan dengan baik pula.

Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman . Perawat harus
mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah
tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang
direkomendasikan. Sebelum memberikan obat kepada pasien, ada beberapa persyaratan yang
perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan dalam pemberian obat, di antaranya:

1. Tepat Obat :Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya petugas medis harus


memerhatikan kebenaran obat sebanyak tiga kali, yakni: ketika memindahkan obat
dari tempat penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan
obat ketempat penyimpanan.
2. Tepat Dosis : Untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat, maka penentuan
dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus
dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus; alat untukmembelah tablet;
dan lain-lain. Dengan demikan, penghityungan dosis benar untuk diberikan ke pasien.

3. Tepat pasien :Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang
diprogramkan. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi kebenaran obat, yaitu
mencocokan nama, nomor regisyter, alamat, dan program pengobatan pada pasien.

4. Tepat jalur Pemberian :Kesalahan rute pemberiandapat menimbulkan sistemik yang


fatal pada pasien. Untuk itu, cara pemberiannya adalah dengan melihat cara
pemberian/jalur obat pada label

5. Tepat Waktu :Pemberian harus benar-benar sesuai dengan waktu yang


diprogramkan, karena berhubungan dngan kerja obat yang dapat menimbulkan efek
terapi dari obat.

B. Strandar dan Reaksi Obat

1. Standar Obat

Obat merupakan subtansi asing yang dimasukan ke dalam tubuh manusia guna untuk
menimbulkan atau menghasilkan efek-efek pengobatan atau terapi. Dalam penggunaanya,
tentus aja oabt ini tidak boleh digunakan asal-asalan apalagi jika sampai digunakan karena
berdasarkan insting belaka, hal-hal tersebut tentu saja dapat membahayakan. Maka dari itu
sebelum pemberian obat dilakukan, alangkah lebih baik jika kita mengetahui bagaimana
standar obat yang baik, diantaranya :
 Kemurnian, yaitu bahwa obat mengandungg unsure keaslian, tidak ada percampuran.
 Standar potensi yang baik.

 Memiliki bioavailability yaitu keseimbangan setiap senyawa di dalam obat.

 Adanya keamanan.

 Efektivitas.

2. Reaksi Obat

Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh, yakni suatu interval waktu
yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi, sehingga terjadi pengurangan
konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.

C. Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Obat

Untuk menghasilkan efek terapi yang baik, maka obat juga harus mengalami reaksi
yang baik pula, adapun beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi obat di dalam tubuh ialah
sebagai berikut :

 Absobsi Obat

Absorbsi obat atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat
kedalam tubuh. Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan
biologis. Kelarutan serta cepat-lambatnya melarut menentukan banyaknya obat
terabsorpsi.

 Distribusi Obat

Distribusi obat adalah transfer obat dari darah ke jaringan/organ lain. Permeabilitas
membran dan perfusi darah juga berperan di sini. Permeabilitas membran. Semakin
permeabel(menembus) suatu membran, semakin cepat kecepatan distribusinya.
Perfusi darah, yaitu berapa banyak darah yang mengalir pada organ/jaringan tersebut.
Semakin banyak darah yang mengalir pada tempat target, semakin cepat obat
didistribusikan.

 Metabolisme Obat
Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme
hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolisme obat
merupakan salah satu hal penting dalam penentuan durasi dan intensitas khasiat
farmakologis obat.

 Eksresi Sisa

Setelah obat mengalami metabolisme atau pemecahan akan terdapat sisa zat yang
tidak dapat dipakai. Sisa zat ini tidak bereaksi kemudian keluar melalui ginjal dalam
bentuk urine, dari interstinal dalam bentuk feses dan dari paru-paru dalam bentuk
udara. Dalam beberapa sumber disebutkan pula bahwa reaksi obat tidak terjadi sama
pada setiap orang, dalam beberapa sumber lain dijelaskan bahwa faktor yang dapat
mempengaruhi reaksi obat selain dari pada yang sudah dijelaskan di atas juga dapat di
pengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut, diantaranya :

- Usia dan berat badan.

- Jenis kelamin.

- Faktorgenetis.

- Faktor psikologis.

- Kondisi patologis.

- Waktu.

- Cara pemberian.

- Lingkungan.

D. Masalah dalam Pemberian Obat dan Intervensi Keperawatan

Obat diberikan semata-mata hanya bertujuan untuk menghasilkan reaksi terapi atau
reaksi pengobatan guna untuk mengurangi hingga menyembuhkan penyakit yang di derita
oleh klien atau pasien. Namun dalam proses pemberiannya terkadang ada beberapa hal yang
sering kali terjadi ketika proses pemberian obat akan dilakukan, diantaranya ialah :

a) Menolak pemberian obat

Pasien sering kali menolak ketika pemberian obat akan diberikan, hal ini biasanya
disebabkan karena adanya rasa takut terjadi sesuatu pada diri mereka ataupun karena hal-hal
kecil seperti tidak menyukai aroma obat tersebut. Jika pasien menolak pemberian obat,
intervensi keperawatan pertama yang dapat dilakukan adalah dengan menanyakan alasan
pasien melakukan hal tersebut. Kemudian, jelaskan kembali kepada pasien alasan pemberian
obat. Jika pasien terus menolak sebaiknya tunda pengobatan, laporkan ke dokter dan catat
dalam pelaporan.

b) Kerusakan Integritas kulit terganggu

Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan dermis (Carpenito, 2000; 302). Batasan
karakteristik mayor harus terdapat gangguan jaringan epidermis dan dermis. Untuk mengatasi
masalah gangguan integritas kulit, lakukan penundaan dalam pengobatan, kemudian laporkan
ke dokter dan catat ke dalam laporan.

c) Disorientasi dan bingung

Masalah disorientasi dan bingung dapat diatasi oleh perawat dengan cara melakukan
penundaan pengobatan. Jika pasien ragu, laporkan ke dokter dan catat ke dalam pelaporan.

d) Menelan obat bukal atau sublingual

Sebagai perawat yang memiliki peran dependen, jika pasien menelan obat bukal atau
sublingual, maka sebaiknya laporkan kejadian tersebut kepada dokter, untuk selanjutnya
dokter yang akan melakukan intervensi.

e) Alergi kulit

Apabila terjadi alergi kulit atas pemberian obat kepada pasien, keluarkan sebanyak
mungkin pengobatan yang telah diberikan, beritahu dokter, dan catat dalam pelaporan.
E. Perhitungan Obat

Perhitungan dosis obat dalam dihitung dengan menggunakan beberapa rumus serta
penggolongan keadaan yang telah di tentukan, berikut adalah penjelasannya :

1. Berdasarkan Usia

Kurang akurat karena tidak mempertimbangkan sangat beragamnya bobot dan ukuran
anak-anak dalam satu kelompok usia obat bebas untuk Pediatrik dosis dikelompokkan atas
usia seperti 2-6 tahun, 6-12 tahun dan diatas 12 tahun. Kecil dari 2 tahun, (atas pertimbangan
dokter). Persamaan yang digunakan:

a. Rumus Young (anak di bawah 8 tahun) Usia (tahun) / (Usia+12) Contoh : Dosis lazim
parasetamol untuk dewasa adalah 500 mg untuk 1 kali pakai.

b. Rumus dilling(anak di atas 8 tahun) Usia (tahun) / 20 Contoh : Dosis lazim parasetamol
untuk dewasa adalah 500 mg untuk 1 kali pakai.

c. Rumus cowling (Usia dalam tahun) + 1) / 24 Contoh : Dosis lazim parasetamol untuk
dewasa adalah 500 mg untuk 1 kali pakai.

d. Rumus Fried (khusus untuk bayi) Usia (dalam bulan) / 150 Contoh: Dosis lazim
parasetamol untuk dewasa adalah 500 mg untuk 1 kali pakai.

2. Berdasarkan Bobot

Dosis lazim obat umumnya dianggap sesuai untuk individu berbobot 70 kg (154 pon)
Rasio antara jumlah obat yang diberikan dan ukuran tubuh mempengaruhi konsentrasi obat di
tempat kerjanya oleh karena itu, dosis obat mungkin perlu disesuaikan dari dosis lazim untuk
pasien kurus atau gemuk yang tidak normal. Persamaan yang digunakan :

a. Rumus Clarck (Amerika Serikat) Bobot (dalam pon) / 150 Contoh: Dosis lazim
parasetamol untuk dewasa adalah 500 mg untuk 1 kali pakai
b. Rumus Thremich-Fier (Jerman) Bobot (dalam kg) / 70 Contoh: Dosis lazim parasetamol
untuk dewasa adalah 500 mg untuk 1 kali pakai.

c. Rumus Black (Belanda) Bobot (dalam kg) / 62 Contoh: Dosis lazim parasetamol untuk
dewasa adalah 500 mg untuk 1 kali pakai.

F. Konsep dan Tehnik Pemberian Obat Melalui Oral, Sublingual dan Bukal

1. Pemberian Obat Melalui Oral

Pemberian obat melalui mulut dilakukan dengan tujuan mencegah, mengobati, dan
mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.

Persiapan alat dan Bahan

1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.

2) Obat dan tempatnya.

3) Air minum dalam tempatnya.

Prosedur Kerja

1) Cuci tangan.

2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

3) Baca obat, dengan berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu, dan
tepat tempat.

4) Bantu untuk meminumkannya dengan cara:

 Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol, maka
tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ke
tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk obat berupa kapsul
jangan dilepaskan pembungkusnya.
 Kaji kesulitan menelan. Bila ada, jadian tablet dalam bentuk bubuk dan
campur dengan minuman.
 Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian obat yang
membutuhkan pengkajian.

5) Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat
dengan mencatat hasil pemberian obat.

6) Cuci tangan.

2. Pemberian Obat Melalui Sublingul

Pemberian obat melalui sublingual merupakan rute pemberian obat yang absorpsinya
baik melalui jaringan, kapiler di bawah lidah. Obat-obat ini mudah diberikan sendiri. Karena
tidak melalui lambung, sifat kelabilan dalam asam dan permeabilitas usus tidak perlu
dipikirkan.

a. Persiapan Persiapan Alat dan Bahan :

 Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.


 Obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya.

b. Prosedur Kerja :

 Cuci tangan.
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

 Memberikan obat kepada pasien.

 Memberitahu pasien agar meletakkan obat pada bagian bawah lidah, hingga terlarut
seluruhnya.

 Menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut, tidak minum dan berbicara selama
obat belum terlarut seluruhnya.

 Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat
dengan mencatat hasil pemberian obat.

 Cuci tangan.
3. Pemberian Obat Melalui Bukal

Pemberian obat secara bukal adalah memberikan obat dengan cara meletakkan obat
diantara gusi dengan membran mukosa diantara pipi. Tujuannya yaitu mencegah efek lokal
dan sistemik, untuk memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat dibandingkan secara ora,
dan untuk menghindari kerusakan obat oleh hepar.

a. Persiapan Alat dan Bahan :

1. Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.


2. Obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya.

b. Prosedur Kerja :

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

3. Memberikan obat kepada pasien.

4. Memberitahu pasien agar meletakkan obat diantara gusi dan selaput mukosa pipi
sampai habis diabsorbsi seluruhnya.

5. Menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut, tidak minum dan berbicara selama
obat belum terlarut seluruhnya.

6. Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat
dengan mencatat hasil pemberian obat.

7. Cuci tangan.

H. Konsep dan Teknik Pemberian Obat Melalui Intervena (Selang IV),


Intracutan (IC), Subcutan (SC), dan Intramuscular (IM)

1. Pemberian Obat Melalui Intervena (selang IV)

a. Alat dan bahan :

1. Spuit dan jarum sesuai ukuran


2. Obat dalam tempatnya
3. Selang intravena

4. Kapas alcohol

b. Prosedur Kerja :

1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

3. Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.

4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena

5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran

6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian


tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam selang intravena.

7. Setelah selesai tarik spuit.

8. Periksa kecepatan infuse dan observasi reaksi obat

9. Cuci tangan

10. Catat obat yang telah diberikan dan dosisnya

2. Pemberian Obat Melalui Jaringan Intrakutan (IC)

Memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit dilakukan sebagai tes
reaksi alergi terhadap jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui jaringan
intrakutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis. Secara umum, dilakukan pada
daerah lengan, tangan bagian ventral.

a. Persiapan Alat dan Bahan :

1. Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.


2. Obat dalam tempatnya.

3. Spuit 1 cc / spuit insulin.

4. Kapas alkohol dalam tempatnya.


5. Cairan pelarut.

6. Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit).

7. Bengkok.

8. Perlak dan alasnya.

b. Prosedur Kerja :

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan ada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

3. Bebaskan daerah yang akan disuntik. Bila menggunakan baju lengan panjang, buka
dan ke ataskan.

4. Pasang perlak / pengalas di bawah bagian yang disuntik.

5. Ambil obat untuk tes alergi, kemudian larutkan / encerkan dengan akuades (cairan
pelarut). Selanjutnya, ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai ±1 cc. Lalu siapkan pada
bak injeksi atau steril.

6. Desinfeksi dengan kapas alkoho pada daerah yang akan disuntik.

7. Tegangkan daerah yang akan disuntik dengan tangan kiri.

8. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas yang sudutnya 15-20 terhadap
permukaan kulit.

9. Semprotkan obat hingga terjadi gelembung.

10. Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan massage.

11. Cuci tangan.

12. Catat reaksi pemberian, hasil pemberian obat / tes obat, tanggal, waktu, dan jenis obat.

3. Pemberian Obat Melalui Jaringan Subcutan (SC)

Pemberian obat melalui suntikan di bawah kulit dapat dilakukan pada daerah lengan
atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada, dan daerah sekitar
umbilikus (abdomen). Umumnya, pemberian obat melalui jaringan subkutan ini dilakukan
dalam program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah.
Terdapat dua tipe larutan insulin yang diberikan, yaitu jernih dimaksudkan sebagai insulin
tipe reaksi cepat (insulin reguler). Larutan yang keruh termasuk tipe lambat karena adanya
penambahan protein sehingga memperlambat absorpsi obat.

a. Persiapan Alat dan Bahan :

1. Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.


2. Obat dalam tempatnya.

3. Cairan pelarut.

4. Bak injeksi.

5. Bengkok.

6. Perlak dan alasnya.

b. Prosedur Kerja :

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

3. Bebaskan daerah yang disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila
menggunakan baju, maka dibuka atau dikeataskan.

4. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dengan dosis yang akan siberikan. Setelah itu,
tempatkan pada bak injeksi.

5. Desinfeksi dengan kapas alcohol

6. Tegakkan dengan tangan kiri (daerh yang akan dilakukan suntikan subkutan).

7. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas, yang sudut 45o dengan
permukaan kulit.

8. Lakukan aspirasi. Bila tidak ada daerah, semprotkan obat perlahan-lahan hingga
habis.
9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alkohol. Masukan spuit yang telah dipakai ke
dalam bengkok.

10. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis/dosis obat.

11. Cuci tangan.

4. Pemberian Obat Melalui intramuscular (IM)

Memberikan obat melalui intramaskular merupakan pemberian obat dengan


memasukannya kedalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat dilakukan di dorsogluteal
(posisi tengkurak), ventrogluteal (posisi berbaring), vastus lateralis (daerah paha), atau
deltoid (lengan atas). Tujuannya agar absorsi obat dapat lebih cepat.

a. Persiapan alat dan bahan :

1. Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.


2. Obat dalam tempatnya.

3. Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran: untuk orang dewasa, panjangnya 2,5-
3,75 cm sedangkan untuk anak, panjangnya 1,25-1,5 cm.

4. Kapas alcohol dalam tempatnya.

5. Cairan pelarut.

6. Bak injeksi.

7. Bengkok.

b. Prosedur kerja :

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

3. Ambil obat kemudian masuk kedalam spuit sesuai dengan dosis. Setelah itu, letakan
pada bak injeksi.

4. Periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan (lihat lokasi penyuntikan).

5. Disenfeksi dengan kapas alkohol pada tempat yang akan dilakukan penyuntikan.
6. Lakukan penyuntikan a. Dorsogluteal dengan menganjurkan pasien untuk tengkurap
dan lututnya di putar kea rah dalam atau miring. Fleksikan lutut bagian atas dan
pinggul, serta letakan didepan tungkai bawah. b. Ventrogluteal dengan menganjurkan
pasien untuk miring, tengkurap, atau terlentang. Lutut dan pinggul pada sisi yang
akan dilakukan penyuntikan dalam keadaan fleksi. c Vastuslatealis menganjurkan
pasien untuk berbaring telentang dengan lutut sedikit fleksi. d Deltoid dengan
menganjurkan pasien untuk duduk atau berbaring mendatar dan dengan lengan atas
fleksi.

7. Lakukan penusukan menggunakan jarum dengan posisi tegak lurus.

8. Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit. Bila tidak ada darah, semprotkan obat
secara perlahan-lahan hingga habis.

9. Setelah selesai, ambil spuit dengan menariknya. Tekan daerah penyuntikan dengan
kapas alkohol, kemudian letakan spuit yang telah digunakan pada bengkok.

10. Catat reaksi pemberian, jumblah dosis dan waktu pemberian.

11. Cuci tangan.

4. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Secara Topical (Kulit, Mata,
Telinga dan Hidung)

 Pemberian Obat Pada Kulit

Memberikan obat pada kulit merupakan pemberian obat dengan mengoleskannya


dikulit yang bertujuan mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan kulit, mengurangi
iritasi kulit atau mengatasi infeksi. Jenis obat kulit yang diberikan dapat bermacam-macam
seperti krim, losion, aerosol dan spray.

a. Persiapan alat dan bahan :

1. Obat dalam tempatnya (seperti krim, losion, aerosol dan sray).


2. Pinset anatomis.
3. Kain kasa.

4. Kertas tisu.

5. Balutan.

6. Pengalas.

7. Air sabun, air hangat.

8. Sarung tangan.

b. Prosedur kerja :

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

3. Pasang pengalas dibawah daerah yang akan dilakukan tindakan.

4. Gunakan sarung tangan.

5. Bersihkan daerah yang akan diberi obat dengan air hangat (apabila terdapat kulit
mengeras) dan gunakan pinset anatomis.

6. Berikan obar sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian seperti mengoleskan dan
mengompres.

7. Kalau perlu, tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah yang diobati.

8. Cuci tangan.

 Pemberian Obat Pada Mata

Pemberian obat pada mata dengan obat tetes mata atau saleb mata digunakan untuk
persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan mendilatasi pupil, pengukuran refraksi
lensa dengan melemahkan otot lensa, serta penghilangan iritasi mata.
a. Persiapan alat dan bahan :

1. Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa saleb.


2. Pipet.

3. Pinset anatomi dalam tempatnya.

4. Korentang dalam tempatnya.

5. Plester.

6. Kain kasa.

7. Kertas tisu.

8. Balutan.

9. Sarung tangan.

10. Air hangat/ kapas pelembab.

b. Prosedur kerja :

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

3. Atur posisi pasien dengan kepala menegadah dengan posisi perawat disamping
kanan.

4. Gunakan sarung tangan.

5. Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab dari sudut mata kearah
hidung. Apabila sangat kotor basuh dengan air hangat.

6. Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah dengan ibu jari, jari
telunjuk di atas tulang orbita.

7. Teteskn obat mata diatas sakus kunjungtiva. Stelah tetesan selesai sesuai dengan
dosis, anjurkan pasien untuk menutup mata dengan berlahan-lahan, apabila
menggunakan obat tetes mata.
8. Apabila obat mata jenis saleb, pengang aplikasi saleb diatas pinggir kelopak mata
kemudian pencet tube sehingga obat keluar dan berikan obat pada kelopak mata
bawah. Setelah selesai, anjurkan pasien untuk melihat kebawah, secara bergantian dan
berikan obat pada kelopak mata bagian atas. Biarkan pasien untuk memejamkan mata
dan merenggangkan kelopak mata.

9. Tutup mata dengan kasa bila perlu.

10. Cuci tangan.

11. Catat obat, jumblah, waktu dan tempat pemberian.

 Pemberian Obat pada Telinga

Memberika obat pada telinga dilakukan dengan obat tetes telinga atau salep. Pada
umumnya, obat tetes telinga dapat berupa obat antibiotic diberikan pada gangguan infeksi
telinga, khususnya otitis media pada telinga tengah.

a. Persiapan alat dan bahan :

1. Obat dalam tempatnya.


2. Penetes.

3. Speculum telinga.

4. Pinset anatomi dalam tempatnya.

5. Korentang dalam tempatnya.

6. Plester.

7. Kain kasa.

8. Kertas tisu.

9. Balutan.

b. Prosedur kerja :

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan digunakan.
3. Atur posisi pasien dengan kepala miring kekanan atau kekiri sesuai dengan daerah
yang akan diobati, usahakan agar lubang telinga pasien ke atas.

4. Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas/kebelakang pada orang
dewasa dan kebawah pada anak-anak.

5. Apabila obat berupa obat tetes, maka teteskan obat dengan jumlah tetesan sesuai dosis
pada dinding saluran untuk mencegah terhalang oleh gelembung udara.

6. Apabila berupa salep, maka ambil kapas lidi dan masukan atau oleskan salep pada
liang telinga.

7. Pertahankan posisi kepala ±2-3 menit.

8. Tutup telinga dengan pembalut dan plester kalau perlu.

9. Cuci tangan.

10. Catat jumlah, tanggal, dan dosis pemberian.

 Pemberian Obat Pada Hidung

Memberikan obat tetes pada hidung dapat dilakukan pada hidung seseorang dengan
keradangan hidung (rhinitis) atau nasofaring.

a. Persiapan alat dan bahan :

1. Obat dalam tempatnya.


2. Pipet.

3. Speculum hidung.

4. Pinset anatomi dalam tempatnya.

5. Korentang dalam tempatnya.

6. Plester.

7. Kain kasa.

8. Kertas tisu.
9. Balutan

b. Prosedur kerja :

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dijalankan.

3. Atur posisi pasien dengan cara:

a. Duduk di kursi dengan kepala menengadah kebelakang

b. Berbaring dengan kepala ekstensi pada tepi tempat tidur

c. Berbaring dengan bantal dibawah bahu dan kepala tengadah ke belakang

4. Berikan tetesan obat sesuai dengan dosis pada tiap lubang hidung.

5. Pertahankan posisi kepala tetap tengadah ke belakang selama 5 menit.

6. Cuci tangan.

7. Catat cara, tanggal, dan dosis pemberian obat.

5. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Melalui Anus / Rectum dan
Vagina

 Pemberian Obat Melalui Rectum

Memberikan obat melalui rectum merupakan pemberian obat dengan memasukan


obat melalui anus dan kemudian raktum, dengan tujuan memberikan efek local dan sistemik.
Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat Supositotia yang bertujuan untuk
mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah fases, dan merangsang buang
air besar. Pemberian obat yang memiliki efek lokal, seperti Dulcolac Supositoria, berfungsi
untuk meningkatkan defekasi secara lokal. Pemberian obat dengan efek sistemik, seperti obat
Aminofilin Supositoria, berfungsi mendilatasi Bronkhus. Pemberian obat Supositoria ini
diberikan tepat pada dinding Rektal yang melewati sphincter ani interna. Konta indikasi pada
pasien yang mengalami pembedahan rectal.

a. Persiapan alat dan bahan :

1. Obat Supositoria dalam tempatnya.

2. Sarung tangan.

3. Kain kasa.

4. Vaseline/pelican/pelumas.

5. Kertas tisu.

b. Prosedur kerja :

1. Cuci tangan.

2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

3. Gunakan satung tangan.

4. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.

5. Oleskan pelicin pada ujung oabat Supositoria.

6. Regangkan glutea dengan tangan kiri. Kemudian masukan Supositiria secara berlahan
melalui anus, Sphincher ana interna, serta mengenai dinding rectal ± 10 cm pada
orang dewasa, 5 cm pada bayi atau anak.

7. Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan tisu.

8. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang atau miring selama ± 45 menit.

9. Setelah selesai, lepaskan sarung tangan kedalam bengkok

10. Cuci tangan.

11. Catat obat, jumblah dosis, dan cara pemberian.


 Pemberian Obat Melalui Vagina

Pemberian obat melalui vagina merupakan tindakan memasukkan obat melalui


vagina, yang bertujuan untun mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina
atau serviks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan supositoria yang digunakan untuk
mengobati infeksi lokal.

a. Persiapan alat dan bahan :

1. Obat dalam tempatnya.


2. Sarung tangan

3. Kain kasa

4. Kertas tisu

5. Kapas sublimat dalam tempatnya.

6. Pengalas

7. Korentang dalam tempatnya

b. Prosedur Kerja :

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

3. Gunakan sarung tangan

4. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa

5. Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat

6. Anjurkan pasien tidur dengan posisi dorsal recumbert

7. Apabila jenis obat Supositoria, maka buka pembungkus dan berikan pelumas pada
obat

8. Renggangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat sepanjang dinding
kanal vaginal posterior sampai 7,5-10 cm.
9. Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orivisium dan labia dengan tisu

10. Anjurkan untuk tetap dalam posisi selama ±10 menit agar obat bereaksi.

11. Cuci tangan

12. Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.

Melakukan evaluasi kebutuhan aktifitas

Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan postur
tubuh adalah tidak terjadi perubahan atau kesalahan dalam postur tubuh, dan pasien mampu.
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah mekanika tubuh
dan ambulasi adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam penggunaan mekanika tubuh dengan
baik, penggunaan alat bantu gerak, cara menggapai benda, naik dan turun, dan berjalan. beraktivitas
dengan mudah serta tidak merasakan kelemahan.
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas
adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan fungsi sistem tubuh
2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
3. Peningkatan fleksibilitas sendi
4. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien
menunjukkan keceriaan

A. Melatih pasien Dengan menggunakan alat bantu berjalan

1. Atur posisi duduk klien klien berada di tepi tempat tidur dengan tungkai kebawah tempat
tidur.

2. Letakkan tongkat kaki disamping tangan klien.

3. Jepit tongkat kaki ditengah-tengah antara lengan atas dan dada,pegang bagian tengahnya
dengan telapak tangan.pastikan tongkat terpegang dengan baik dan sejajar dengan tubuh.

4. Angkat / fleksikan bagian kaki yang lumpuh


5. Bantu klien untuk berdiri dengan ditopang oleh tongkat.

6. Latih klien untuk berjalan dengan cara mengangkat kedua tongkat secara bersamaan
kedepan terlebih dahulu kemudian diikuti dengan mengangkat bagian kaki dengan
ditopang oleh kedua tongkat menggunakan kekuatan lengan.

7. Saat mengangkat tongkat pastikan bahwa topangan tongkat pada posisi yang benar.

8. Awasi setiap pergerakan klien, hindari terjadinya cedera atau jatuh.

B. Melatih pasien dengan Kursi roda

1. Pastikan kunci roda aman dan siap pakai


2. Kunci rem pada roda dengan benar

3. Bantu klien untuk duduk diatas kursi roda dengan benar

4. Buka kunci rem roda sebelum menjalankan kursi roda

5. Dorong kursi dengan klien diatasnya dengan tenang dan hati-hati

6. Sebelum menurunkan klien kunci rem roda lagi

7. Bantu klien untuk turun dari kursi roda

8. Bereskan kursi roda dan kembalikan ketempat semula

C. Melatih pasien dengan kruck

1. Beri salam

2. Jelaskan tujuan prosedur dan tindakan yang akan dilakukan

3. Cuci tangan

4. Jelaskan kepada klien gaya berjalan menggunakan kruk :

 Gaya berjalan 4 titik : bantu klien berdiri dengan ditopang dua buah kruk, letakkan
kedua tungkai klien dalam posisi sejajar dengankedua titik tumpu kruk berada di
depan kedua kaki klien, minta klien untuk berjalan dengan menggunakan kruk kanan
ke depan, dan dilanjutkan dengan menggerakan tungkai kiri ke depan, lalu gerakkan
kruk kiri ke depan kemudian tungkai kanan juga ke depan, ulangi langkah tersebut
setiap kali berjalan
 Gaya berjalan 3 titik : gerakkan tungkai kiri dan kedua kruk ke depan kemudian
gerakkan tungkai tangan ke depan, ulangi langkah tersebut setiap kali berjalan

 Gaya berjalan 2 titik : gerakkan tungkai kiri dan kruk kanan ke depan seccara
bersamaan kemudian gerakkan tungkai kanan dan kruk kiri ke depan juga secara
bersamaan, ulangi langkah tersebut setiap kali berjalan

5. Selalu siapkan diri di sisi klien untuk membantu keseimbangan jika dibutuhkan

6. Kaji setiap kemajuan yang dicapai klien dan lakukan koreksi jika perlu

7. Cuci tangan

D. Melatih pasien dengan Tripod

1. Atur posisi duduk klien berada di tepi tempat tidur denagn tungkai kebawah tempat
tidur

2. Letakkan tongkat kaki disamping tangan klien

3. Pegang bagian tengahnya dengan telapak tangan .pastikan tripod terpegang dengan
baik dan sejajar dengan tubuh

4. Angkat/fleksikan bagian kaki yang sakit

5. Bantu klien untuk berdiri dengan ditopang oleh tripod

6. Latih klien untuk berjalan dengan cara mengangkat tripod ke depan terlebih dahulu
kemudian diikuti dengan mengangkat bagian kaki dengan ditopang oleh tripod
menggunakan kekuatan lengan

7. Saat mengangkat tripod pastikan bahwa topangan tripod pada posisi yang benar

8. Awasi setiap pergerakan klien ,hindari terjadinya cedera atau jatuh


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. jakarta: EGC
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan DIagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiolog: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4 buku II.
Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 3. Jakarta: EGC
Gan Gunawan, Sutisna. (2007). Farmakologogi dan Terapi (Edisi 5), Jakarta: Badan Penerbit
FKUI
Potter and Perry. (2004). Fundamental of nursing:Concepts,process & practice. Fourth
Edition.St. Louse, Missouri: Mosby-year Book,Inc.

Enykus, 2003, keterampilan dasar dan prosedur perawatan dasar, ed 1. Semarang, Kilat
press

Anda mungkin juga menyukai