Anda di halaman 1dari 12

PEMERIKSAAN PERPAJAKAN

RINGKASAN TEORI
“Tax-Review: KUP, PPh dan PPN”

Disusun oleh:
Ihsan Saddam Ahmadi (17919018)

MAGISTER AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2018
Tax-Review: KUP, PPh dan PPN

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari

kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan

kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang

perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara

untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran di bidang

perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai

dengan sistem self assessmentyang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini

Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan,

dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin

memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.

WAJIB PAJAK

Siapa yang digolongkan sebagai Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

MANFAAT PAJAK

Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga

mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan

negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak

meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan

sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan

menggunakan uang yang berasal dari pajak.

JENIS PAJAK

Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua)

yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang

dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian keuangan.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi

maupun Kabupaten/Kota.

Segala pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan dilaksanakan di Kantor Pelayanan

Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Untuk pengadministrasian yang

berhubungan dengan pajak derah, akan dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak

Daerah atau Kantor sejenisnya yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah setempat. Pajak-pajak pusat yang dikelola

oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan

atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Materai dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

A. PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan

pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan

kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Siapa Subjek atau Wajib Pajak PPh pasal 21

Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan

Pegawai, Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua

termasuk ahli warisnya dan bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu :

1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang – orang yang

diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan

warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan

atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang – Undang Pajak

Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan

tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Kebijakan Pajak Penghasilan PPh pasal 21

Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 yaitu :


1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah

diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.

2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali

diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang

Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak,

dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan

Pembayaran Pajak.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan

Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang

Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.

5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran,

dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.

6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya

Penghasilan Kena Pajak.

7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,

Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan

dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Siapa Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21

Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU adalah :

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan,

2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah

3. Dana pensiun, badan penelenggara jaminan social tenaga kerja dan badan – badan lain yang membayar uang

pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan

Penghasilan apa saja yang dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak)

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap,

baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur, penghasilan yang diterima atau diperoleh
Penerima paensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya, penghasilan sehubungan

dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus

berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain jenis,

penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah

borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan, imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa

honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan, imbalan

kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau

penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun,dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

Contoh Perhitungan :

Tommy bekerja pada perusahaan PT Multi Dinamika dengan memperoleh Gaji sebulan Rp. 3.000.000,00 dan

membayar iuran pensiun sebesar Rp. 75.000,00. Tommy menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh

Pasal 21-nya adalah sebagai berikut :

Gaji sebulan Rp 3.000.000,00


Pengurangan :
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 3.000.000,00 Rp 150.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 75.000,00
Rp 225.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.275.000,00

Penghasilan neto setahun adalah


12 x Rp. 2.275.000,00 Rp 33.300.000,00

PTKP setahun
- untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 16.140.000,00

PPh Pasal 21 terutang


5% x Rp. 16.140.000,00 = Rp.807.000,00

PPh Pasal 21 sebulan


Rp 807.000,00: 12 = Rp. 67.250,00

B. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Landasan Hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Landasan hukum pengenaan PPN adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali

diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 beserta dengan peraturan-peraturan

pelaksanaannya.
Pihak yang berkewajiban mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pihak yang berdasarkan undang-undang berkewajiban untuk mengengenakan PPN adalah Pengusaha

Kena Pajak (PKP) yaitu Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa

Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Sedangkan yang dimaksud

dengan Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau

pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan,

memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa,

atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Objek PPN

PPN dikenakan terhadap penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha, impor Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha, pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean,

pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, ekspor Barang Kena Pajak

Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak dan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena

Pajak; atau ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Jenis barang yang tidak dikenai PPN

Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut

barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang kebutuhan pokok

yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah

makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak,

termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan uang, emas batangan,

dan surat berharga.

Jenis jasa yang tidak dikenai PPN

Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai

berikut jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan social, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa

keuangan, jasa asuransi, jasa keagamaan, jasa pendidikan, jasa kesenian dan hiburan, jasa penyiaran yang tidak

bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa perhotelan, jasa yang

disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat
parkir, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, jasa pengiriman uang dengan wesel pos dan jasa

boga atau catering.

Tarif PPN

Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% diterapkan atas

ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena

Pajak. Tarif pajak sebesar 10% tersebut di atas, dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%,

yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penghitungan PPN dan Dasar Pengenaan PPN

PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak yaitu Harga

Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain. Nilai lain diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan.

Mekanisme pengenaan PPN

PPN yang dikenakan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadap pihak lain merupakan Pajak Keluaran.

Sedangkan PPN yang dikenakan pihak lain terhadap PKP merupakan Pajak Masukan. Pajak Masukan dalam suatu

Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Yang dimaksud dengan Masa Pajak

adalah Bulan Kalender. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan

penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang

sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang

bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan

Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya

merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. Apabila dalam suatu Masa

Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan

kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Apabila pada akhir tahun buku terdapat

kelebihan Pajak Masukan, atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian

kelebihan PPN.

Penyetoran PPN terutang dan pelaporan PPN

Penyetoran PPN oleh Pengusaha Kena harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah

berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

disampaikan. SPT Masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak wajib

membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang

Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada

pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 bulan kalender.

Hal-hal yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak:

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

2. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

3. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Saat pembuatan Faktur Pajak:

Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena

Pajak, saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan

sebagian tahap pekerjaan; atau saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Dalam hal Faktur Pajak yang dibuat meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang

Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 bulan kalender, Faktur Pajak harus dibuat paling

lama pada akhir bulan penyerahan.

C. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)

Dasar hukum Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

sebagaimana Telah Diubah Terakhir Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Direktorat Jenderal Pajak,

2008).
1. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

Nomor pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam

administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam

melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Dimana fungsi NPWP adalah sebagai tanda pengenal

diri atau identitas Wajib Pajak dan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam

pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak

diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.

Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan system self assessment, wajib mendaftarkan diri

pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan

Nomor Pokok Wajib Pajak.

SANKSI

Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor pokok Wajib Pajak, atau

menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada

pendapatan Negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6

(enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar

dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Penghapusan NPWP

Direktur Jenderal pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan

penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang

pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara

lengkap. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak

memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dianggap dikabulkan.

FORMAT NPWP

NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (Sembilan) digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 (enam)

digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.

2. PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau

pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha

perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau
memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang

melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak

berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

3. SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan

dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai

dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

4. SURAT SETORAN PAJAK (SSP) DAN PEMBAYARAN PAJAK

Wajib Pajak membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke

kas Negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Surat setoran pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan

menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran

yang ditunjuk oleh Menteri keuangan. SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah

disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan

validasi.

5. SURAT KETETAPAN PAJAK

Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih

Bayar.

6. SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)

Surat tagihan pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa

bunga dan/atau denda.

7. KEBERATAN DAN BANDING

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak

8. PEMERIKSAAN

UU Perpajakan yang baru memberikan wewenang melaksanakan penelitian serta penyidikan terhadap

Wajib Pajak yang diduga kurang/tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya atau terhadap Wajib Pajak

yang meminta kelebihan pembayaran pajak.


9. PENYIDIKAN

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik

untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi

serta menemukan tersangkanya. Penyidikan tindak pidana ini dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur

dalam UU no.8/1091 tentang KUHAP.

10. PEMBUKUAN DAN PENCATATAN

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan

informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga

perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa

neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut. Sedangkan pencatatan terdiri atas data

yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto

sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak

dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

11. SURAT PAKSA

Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa

mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Mohammad Zain, Ak. Diana Sari, S.E., 2018. Perpajakan Lanjutan

Halim, Abdul, dkk. (2014). Perpajakan Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Mardiasmo. (2011). Perpajakan Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Andi.

Raharjo, Kurniawan Budi. (2013). Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Diperoleh pada 1 Oktober 2018
dari http://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/22/ketentuan-umum-dan-tata-cara-perpajakan-uu-no-28-
tahun-2007/

Anastasia Diana & lilis setiawati, PERPAJAKAN INDONESIA“ konsep aplikasi dan penuntunan praktis“
(Yogyakarta: C. V ANDI OFFSET. 2010)

Muhammad Awal Satrio Nugroho, Hak dan Kewajiban dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP) di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2008)

Anda mungkin juga menyukai