Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Elektrokardiograpi (EKG) adalh pemantulan aktipitas listrik dari serat-serat


otot jantung secarra goresan. Dalam perjalanan abad ini ,rekaman EKG sebagai cara
pemeriksaan tidak infsif, sudah tidak dapat lagi di hilang kan dari klinik .sejak di
introduksi nya galvanometer berkawat yang di ciptakan oleh Einthoven dalam tahun
1903 ,galvanometer berkawat ini merupakan suatu pemecahan rrekor perangkat
sangat peka dapat merekam setiap perbedaan tegangan yang kecil sebesar milivolt
.perbedaan tegangan ini terjadi pada lupan dan imbunan dari serat-serat otot jantung
perbedaan tegangan ini di rambat kan kepermukaan tubuh dan di teruskan ke
sandapan-sandapan dan kaawat keperangkat penguat EKG . aktifitas listrik
mendahului penguncupan sel otot. Tidak adaperangkat pemeriksaan sedehana yang
begitu banyak mengajar pada kita mengenai fungsi otot jantung selain di EKG dengan
demikian masalah-masalah diagnistik penyakit jantung dapat di pecah kan dan pada
giliran nya pengobotan akan lebih sempurna. Namun kita perlu di beri peringatan
bahwa EKG itu walaupun memmberikan banyak masukan ,tetapi hal ini tak berarti
tanpa salah .

Ventilasi mekanik merupakan terapi defenitif pada klien kritis yang


mengalami hipoksemia dan hiperkapnia. Memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan ventilasi mekanik dilakukan antara lain pada unit perawatan kritis, medikal
bedah umum, bahkan di rumah.

Perawat, dokter dan ahli terapi pernafasan harus mengerti kabutuhan


pernafasan spesifik klien. Rumusan penting untuk hasil klien yang positif termasuk
memahami prinsip-prinsip ventilasi mekanik dan perawatan yang dibutuhkan klien,
komunikasi terbuka antara tim kesehatan, rencana penyapihan dan toleransi klien
terhadap perubahan pengaturan ventilasi mekanik.

2. Rumusan Masalah

a. Pengertian Elektrokardiogram

b. Anatomi Jantung dan Sistem Konduksi

c. Elektrofisiologi Sel Otot Jantung

d. Sandapan EKG

e. Kertas EKG

f. Kurva EKG

g. Cara Menilai EKG


h. Prosedur Perekaman EKG

i. Pengertian Ventilator

j. Tujuan Pemasangan Ventilator Mekanik

k. Indikasi Pemasangan Ventilator Mekanik

l. Klasifikasi

m. Mode Ventilator Mekanik

n. Setting Ventilator Mekanik

o. Kriteria Pemasangan Mekanik

p. Komplikasi

q. Prosedur pemasangan Ventilator


BAB II

ELEKTROKARDIOGRAFI

1. Pengertian

Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas listrik jantung.


Sedangkan Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan
rekaman listrik jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam
melalui elektroda-elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh. Kelainan tata listrik
jantung akan menimbulkan kelainan gambar EKG.

Elektrokardiogram hanyalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang merupakan


alat bantu dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung. Gambaran klinis penderita
tetap merupakan pegangan yang penting dalam menentukan diagnosis, karena pasien
dengan penyakit jantung mungkin mempunyai gambaran EKG yang normal atau
sebaliknya, individu normal mungkin mempuinyai gambaran EKG yang abnormal
(Nurhayati, 2001).

Elektrokardiogragm mempunyai nilai diagnostik pada keadaan klinis berikut: 1)


Aritmia jantung, 2) Hipertrofi atrium dan ventrikel, 3) Iskemia dan infark miokard, 4)
Efek obat-obatan-obatan terutama digitalis dan anti-aritmia, 5) Gangguan keseimbangan
elektrolit khususnya kalium, 6) Penilaian Fungsi pacu jantung.

2. Anatomi Jantung dan Sistem Konduksi

Jantung terdiri dari empat ruang yang berfungsi sebagi pompa, yaitu atrium kanan
dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Hubungan fungsional antara atrium dan ventrikel
diselenggarakan oleh jaringan susunan hantar khusus yang menghantarkan impuls listrik
dari atrium ke ventrikel.

Sistem konduksi jantung teridiri dari nodus Sinoatrial (SA), nodus Atrioventrikular
(AV), berkas his dan serabut-serabut purkijnje. Nodus SA (SAN) terletak pada
pertemuan antara vena kava superior dengan atrium kanan. Sel-sel dalam SAN secara
otomatis dan teratur mengeluarkan impuls dengan frekuensi 60-100 kali/ menit. Nodus
AV (AVN) terletak di atas sinus koronarius pada dinding posterior atrium kanan. Sel-sel
dalam AVN mengeluarkan impuls lebih rendah dari SAN yaitu 40-60 kali/ menit. AVN
kemudian menjadi berkas his yang menembus jaringan pemisah miokardium atrium dan
miokardium ventrikel, selanjutnya berjalan pada septum ventrikel yang kemudian
bercabang dua menjadi berkas kanan (right bundle branch) dan berkas kiri (left bundle
branch). RBB dan LBB kemudian menuju endokardium ventrikel kanan dan kiri,
berkeas tersebut bercabang menjadi serabut-serabut purkinje. Serabut purkinje mampu
mengelurakan impuls dengan frekuensi 20-40 kali/ menit.

Gambar 1.1. Struktur sistem konduksi

3. Elektrofisiologi Sel Otot Jantung

Sel otot jantung dalam keadaan istirahat pada permukaan luarnya bermuatan positif
dan bagian dalamnya bermuatan negatif. Perbedaan potensial muatan melalui membrane
sel ini kira-kira – 90 miliVolt.

Terdapat 3 ion yang mempunyai peran penting dalam elektrofisiologi sel, yaitu
kalium, natrium dan kalsium.rangsangan listrik dapat secara tiba-tiba menyebabkan
masuknya ion natrium dengan cepat dari luar ke dalam, sehingga menyebabkan muatan
dalam sel menjadi lebih positif dibandingkan muatan luar sel.

Proses terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan dinamakan


DEPOLARISASI. Setelah depolarisasi, terjadi pengambalian muatan ke keadaan semula
proses ini dinamakan REPLARISASI. Seluruh proses tersebut dinamakan AKSI
POTENSIAL.

Aksi potensial dibagi dalam lima fase sesuai dengan elektrofisiologi yang terjadi
yaitu fase 0, fase 1, fase 2, fase 3, dan fase 4. Fase 0 dinamakan fase depolarisasi yang
menggambarkan masuknya natrium dari luar sel ke dalam dengan cepat. Akibatnya
muatan dalam sel menjadi positif sedangkan luar sel menjadi negatif. Fase 1 merupakan
fase permulaan proses repolarisasi yang mengembalikan potensial dalam sel ke 0
miliVolt, hal ini terutama akibat penutupan saluran atrium. Fase 2 terjadi perpindahan
ion kalsium ke dalam sel otot jantung dengan laju yang relatif lebih lambat dan
menyebabkan keadaan stabil yang agak lama sesuai dengan masa refrakter absolut dari
miokardium. Fase 3 merupakan fase pengembalian potensial intrasel ke potensial
istirahat, akibat pengeluaran Kalium dari dalam ke luar sel, sehingga mengurangi muatan
positif di dalam sel. Fase 4 dinamakan juga fase istirahat, dimana bagian dalam sel otot
bermuatan negatif dan bagian luar bermuatan positif. Dengan demikian sel tersebut
mengalami polarisasi.

4. Sandapan EKG

Rekaman EKG diperoleh dengan memasang elektroda-elektroda di kulit pada


tempat-temoat tertentu. Lokasi penempatan elektroda sangat penting diperhatikan, karena
penempatan yang salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda.

Terdapat dua jenis sandapan (lead) pada EKG yaitu sandapan bipolar dan
unipolar. Sandapan bipolar hanya dapat merekam perbedaan potensial dari dua elektroda
yang terbagi menjadi tiga, sedangkan sandapan unipolar terbagi menjadi dua.

Sandapan bipolar terdiri dari lead I, lead II, dan lead III. Lead I merekam beda
potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri (LA), dimana tangan kanan
bermuatan negatif (-) dan tangan kiri bermuatan positif (+). Lead II merekam beda
potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kanan
bermuatan negatif (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+). Lead III merekam beda
potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kiri bermuatan
negatif (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+). Ketiga sandapan ini dapat digambarkan
sebagai sebuah segitiga sama sisi yang lazim disebut segi tiga EINTHOVEN.
Gambar 1.2 Segitiga Einthoven

Sandapan unipolar terbagi menjadi dua sandapan yaitu sandapan unipolar


ekstermitas dan unipolar precordial. Sandapan unipolar ekstremitas merekam beda
potensial listrik pada satu ekstremitas, elektroda ekplorasi diletakkan pada ekstremitas
yang akan diukur. Gabungan elektroda-elektroda pada ekstremitas yang lain membentuk
elektroda indiferen (potensial 0). Sandapan unipolar ekstremitas terdiri dari sandapan
avR, sandapan avL, dan sandapan avF. Sandapan avR merekam potensial listrik pada
tangan kanan (RA), dimana tangan kanan bermuatan positif (+), tangan kiri dan kaki
kirimembentuk elektroda indiferen. Sandapan avL merekam potensial listrik pada tangan
kiri (LA), dimana tangan kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan kaki kiri
membentuk elektroda indiferen. Sandapan avF merekam potensial listrik pada kaki kiri
(LF), dimana kaki kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan tangan kiri membentuk
elektroda indifern.

Sandapan unipolar ke dua yaitu sandapan unipolar precordial, sandapan ini


merekam potensial listrik jantung dengan bantuan elektroda eksplorasi yang ditempatkan
di beberapa tempat dinding dada. Elektroda indiferen diperoleh dengan menggabungkan
ketiga elektroda ekstremitas. Letak sandapan meliputi V1, V2, V3, V4, V5, dan V6. V1
terletak di ruang interkosta IV garis sternal kanan, V2 terletak di ruang interkosta IV
garis sternal kiri, V3 terletak di pertengahan V2 dan V4, V4 terletak di ruang interkosta
V garis midklavikula kiri, V5 sejajar V4 garis aksila depan, dan V6 sejajar garis aksila
tengah.
Gambar 1.3. Letak sandapan EKG

Umumnya perekaman EKG lengkap dobuat 12 lead (sandapan), akan tetapi pada
keadaan tertentu perekaman dibuat sampai V7, V8, dan V9 atau V3R dan V4R.

5. Kertas EKG

Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan vertikal
dengan jarak 1 mm (sering disebut kotak kecil). Garis yang lebih tebal terdapat pada
setiap 5 mm (disebut kotak beasr). Garis horizontal menggambarkan waktu, dimana 1
mm = 0,04 detik, sedangkan 5 mm = 0, 20 detik. Garis vertical menggambarkan voltase,
dimana 1 mm = 0,1 miliVolt, sedangkan setiap 10 mm = 1 miliVolt.

Pada praktik setiap hari perekaman dibuat dengan kecepatan 25 miliVolt. Kalibrasi
yang biasanya dilakukan adalah 1 miliVolt, yang menimbulkan defleksi 10 mm. pada
keadaan tertentu kalibrasi dapat diperbesar yang akan menimbulkan defleksi 20 mm atau
diperkecil yang akan menimbulkan defleksi 5 mm. Hal ini harus dicatat pada saat
perekaman EKG sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang salah bagi yang
membacanya.

6. Kurva EKG

Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium dan ventrikel.
Proses listrik ini terdiri dari depolarisasi atrium, repolarisasi atrium, depolarisasi
ventrikel, dan repolarisasi ventrikel.

Sesuai dengan proses listrik jantung, setiap hantaran pada EKG normal
memperlihatkan 3 proses listrik yaitu depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel, dan
repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium umumnya tidak terlihat pada EKG, karena
disamping intesitasnya kecil juga repolarisasi atrium waktunya bersamaan dengan
depolarisasi ventrikel yang mempunyai intesitas yang jauh lebih besar. Kurva EKG
normal terdiri dari gelombang P, Q, R, S, dan T serta kadang terlihat delombang U.
Selain itu juga ada beberapa interval dan segmen EKG.

Gambar 1.4. Bentuk gelombang EKG

Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium. Gelombang P yang


normal yaitu lebar kurang dari 0,12 detik, tinggi kurang dari 0,3 miliVolt, selalu positif
di lead II dan selalu negatif di lead avR.

Gelombang QRS merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel. Gelombang


QRS yang normal yaitu lebar 0,06-0,12 detik dan tinggi tergantung lead. Gelombang
QRS terdiri dari gelombang Q, gelombang R, dan gelombang S. Gelombang Q adalah
defleksi negative pertama pada gelombang QRS. Gelombang Q yang normal yaitu lebar
kurang dari 0,04 detik, tinggi/ dalamnya kurang dari 1/3 tinggi R. Gelombang Q
abnormal disebut gelombang Q patologis. Gelombang R adalah defleksi positif pertama
pada gelombang QRS. Gelombang R umumnya positif di lead I, II, V5, dan V6. Di lead
avR, V1, dan V2 biasanya hanya kecil atau tidak ada sama sekali. Gelombang S adalah
defleksi negative sesudah gelombang R. di lead avR dan V1 gelombang S terlihat dalam,
dari V2 ke V6 akan terlihat makin lama makin menghilang atau berkurang dalamnya.

Gelombang T merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya


gelombang T positif di lead I, II, V3-V6 dan terbalik di avR.

Gelombang U adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T dan sebelum


gelombang P berikutnya. Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui
namun diduga akibat repolarisasi lambat sistem konduksi interventrikel.
Interval PR diukur dari permukaan gelombang P sampai permulaan gelombang
QRS. Nilai normal berkisar antara 0,12-0,20 detik. Ini merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk depolarisasi atrium dan jalannya impuls melalui berkas His sampai
permulaan depolarisasi ventrikel.

Segmen ST diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T. segemn ini
umumnya isoelektris, tetapi pada lead precordial dapat bervariasi dari - 0,5 sampai + 2
mm. segmen ST yang naik disebut ST elevasi dan yang turun disebut ST depresi.

7. Cara Menilai EKG

a. Menentukan Frekuensi (Hearth Rate)

Cara menentukan frekuensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan 3


cara yaitu:

1) 300____________
Jumlah kotak besar antara R-R
2) 1500___________
Jumlah kotak kecil antara R-R
3) Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan 10
atau ambil EKG 12 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan dengan 5.

b. Menentukan Irama Jantung (Rhythm)

Dalam menentukan irama jantung, urutan yang harus ditentukan adalah sebagai
berikut:

1) Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak

2) Tentukan berapa frekuensi jantung (HR)

3) Tentukan gelombang P normal atau tidak

4) Tentukan interval PR normal atau tidak

5) Tentukan gelombang QRS normal atau tidak

6) Interpretasi

Irama jantung yang normal impulsnya berasal dari nodus SA, maka iramanya
disebut irama sinus (sinus rhythm). Kriteria irama sinus (SR) adalah irmanya
teratur, frekuensi jantung antara 60-100 kali per menit, gelombang P normal,
setiap gelombang P selalu diikuti gelombang GRS dan T, interval PR normal
(0,12-0,20 detik), gelombang QRS normal (0,06-0,12 detik), semua gelombang
sama.

Irama EKG yang tidak mempunyai kriteria tersebut disebut disritmia. Disritmia
terdiri dari disritmia yang disebebakan oleh gangguan pembentukan impuls dan
disritmia yang disebabkan oleh gangguan penghantaran impuls.

Disritmia yang disebabkan oleh gangguan pembentukan imupls terdiri dari:

a. Nodus SA
1) Takikardi Sinus (ST)
2) Bradikardi Sinus (SB)
3) Aritmia sinus
4) Sinus Arrest
b. Atrium
1) Ekstrasistolal atrial (AES/PAB/PAC)
2) Takikardi atrial (PAT)
3) Flutter atrial
4) Fibrilasi atrial
c. Nodus AV
1) Irama junctional (JR)
2) Ekstrasistolal junctional (JES/PJB/PJC)
3) Takikardi junctional
d. Supraventrikel
1) Ekstrasistol supraventrikel (SVES)
2) Takikardi supraventrikel (SVT)
e. Ventrikel
1) Irama idioventrikel (IVR)
2) Ekstrasistol ventrikel (VES/PVB/PVC)
3) Takikardi ventrikel (VT)
4) Fibrilasi ventrikel (VF)

Disritmia yang disebabkan oleh gangguan penghantaran impuls:

a. Nodus SA
Blok sinoatrial (SA Block)
b. Nodus AV
1) Blok AV derajat I
2) Blok AV derajat II
3) Tipe Mobitz I (Wenckebach)
4) Tipe mobitz II
5) Blok AV derajat III (total AV blok)
c. Interventrikuler
1) Right bundle branch block (RBBB)
2) Left bundle branch block (LBBB)
c. Menentukan sumbu jantung (axis)

Untuk menentukan axis dapat dapat dipakai bebrapa cara, yang paling mudah
adalah dengan menghitung QRS rata-rata di bidang frontal. Axis normal
terletak antara -30 sampai +110 derajat.

Gambar 1.5. Axis

Deviasi axis ke kiri (LAD) antara -30 sampai – 90 derajat dan deviasi axis
kanan (RAD) antara +110 sampai -180 derajat.

d. Menentukan adanya tanda hipertrofi

1) Hipertrofi atrium kanan (RAH)

Ditandai dengan adanya gelombang P yang lancip dan tinggi paling jelas
terlihat di lead I dan lead II, biasanya disebut P-Pulmonal.

2) Hipertrofi atrium kiri (LAH)

Ditandai dengan adanya gelombang P yang lebar dan berlekuk, paling jelas
terlihat di lead I dan II, biasa disebut gelombang P-Mitral.

3) Hipertrofi ventrikel kanan (RVH)

Ditandai dengan gelombang R lebih besar dari gelombang S pada lead


precordial kanan, VAT > 0,03 detik di V1, gelombang S menetap di V5/
V6, depresi segmen ST dan gelombang T terbalik di V1-V3, dan RAD.

4) Hipertrofi ventrikel kiri (LVH)

Ditandai dengan gelombang R pada V5/V6 lebih dari 27 mm atau


gelombang S di V1 + gelombang R di V5/V6 lebih dari 35 mm, VAT >
0,05 detik di V5/V6, depresi segmen ST dan gelombang T terbalik di
V5/V6, dan LAD.

e. Menentukan adanya tanda iskemia/ infark miokard

Iskemia miokard ditandai dengan adanya depresi segmen ST atau


gelombang T terbalik. Sedangkan infark miokard, gambaran yang paling
diagnostik adalah gelombang Q patologis. Pada fase akut umumnya gelombang
Q patologis disertai adanya elevasi segmen ST, sedangkan pada fase sub akut
atau recent gelombang Q patologis disertai gelombang T terbalik. Pada fase old
gambaran EKG berupa gelombang Q patologis, segmen ST dan gelombang T
normal kembali.

Adapun untuk menentukan lokasi iskemia atau infark digunakan


ketentuan sebagai berikut:

a. Anterior kelainannya di V2-V4

b. Anteroseptal kelainannya di V1-V3

c. Anterolateral kelainnanya di I, AVL, V5-V6

d. Ekstensif anterior kelainannya di I, AVL, V1-V6

e. Inferior kelainannya di II, III, dan AVF

f. Posterior kelainannya di V1-V2 (resipokal)

g. Ventrikel kanan kelainannya di V1, V3R, dan V4R

8. Prosedur Perekaman EKG

1. Alat dan bahan :


a. Elektrokardiogram
b. Elektroda ektremitas
c. Elektroda hisap
d. Kawat penghubung klien dan kawat penghubung dengan bumi
e. Kapas dan alkohol
f. Elektrolit jelly
g. Probandus
2. Cara kerja :
a. Persiapan
1) Klien berbaring dengan tenang dan telanjang dada. Klien diberikan
penjelasan mengenai tujuan dan jalanya prosedur pemeriksaan. Kepala klien
diberi bantal dan perhiasan maupun aksesoris yang terbuat dari logam
dilepas.
2) Permukaan kulit di kedua pergelangan tangan dan kaki dibersihkan dengan
kapas beralkohol.
3) Elektroda diberi EKG jelly secukupnya dan dipasangkan pada tempat yang
sudah dibersihkan.
4) Kabel penghubung klien dihubungkan dengan elektroda :
 Kabel RA (right arm) merah dihubungkan pada elektroda dipergelangan
tangan kanan.
 Kabel LA (left arm) kuning dihubungkan pada elektroda dipergelangan
tangan kiri.
 Kabel LL (left leg) hijau dihubungkan pada elektroda dipergelangan kaki
kiri.
 Kabel RL (right leg) hitam dihubungkan pada elektroda dipergelangan
kaki kanan.
5) Permukaan kulit dada klien dibersihkan dengan kapas beralkohol
6) Elektroda diberi EKG jelly secukupnya dan dipasang pada prekordial yang
telah dibersihkan
7) Kabel penghubung klien dihubungkan dengan elektroda :
 V1 diletakan diruang interkostal ke empat disebelah kanan sternum
(merah).
 V2 diletakan diruang interkostal ke empat disebelah kiri sternum (kuning).
 V3 diletakan diantara V2 dan V4 (hijau).
 V4 diletakan diruang interkostal kelima pada garis midklavikula (coklat).
 V5 diletakan diantar V4 dan V6 (hitam).
 V6 diletakan diruang interkostal kelima pada garis midklavikula (ungu).
3. Perekaman
a. Posisi kertas diperiksa.
b. Tombol ON ditekan.
c. kecepatan dan sensitivitas dipilih.
d. Tombol START ditekan.
e. Setelah semua lead terekam, tombol OFF ditekan.
f. Identitas dan waktu merekam diperiksa.
g. Elektroda beserta kabel-kabelnya dilepas dan dibersihkan.
BAB III
VENTILATOR
1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan
bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru
melalui jalan nafas buatanadalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian
atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi ( Brunner dan Suddarth,
2002).
Beberapa keadaan seperti asidosis dan alkalosis membuat keadaan tubuh membuat
kompensasi dengan berbagai cara untuk menyeimbangkan keadaan PH darah mendekati
normal 7,35-7,45 dan kadar PO2 dalam darah mendekati 80-100 mmHg. Kompensai
dapat berupa hyperventilasi jika keadaan hipoksemia, atau pemenjangan waktu ekspirasi
jika terjadi hyperkarbia (peningkatan kadar CO2 dalam darah). Tetapi kompensasi
alamiah tidak sepenuhnya dapat mengembalikan kadar asam basa dalam darah menjadi
normal, tetapi dapat mengakibatkan kelelahan otot-otot nafas dan pasien pada akhirnya
menjadi hipoventilasio dan terjadi apneu.
Ventilator memberikan bantuan dengan mengambil alih pernafasan pasien yang dapat
di set menjadi mode bantuan sepenuhnya atau bantuan sebagian. Mode Bantuan
sepenuhnya diantaranya VC (Volume Control) PC (Pressure Control), CMV (Control
Minute Volume).
2. Tujuan Pemasangan Ventilator Mekanik
Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:
a. Mengurangi kerja pernapasan
b. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
c. Pemberian MV yang akurat
d. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
e. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat

3. Indikasi Pemasangan Ventilator Mekanik


a. Pasien dengan gagal nafas.
Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnu) maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi
ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilasi
mekanik sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres pernafasan disebabkan
ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan
paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernafasan dada
(kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
b. Insufisiensi jantung.
Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan pernafasan
primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan
aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat peningkatan kerja nafas dan
konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi
mekanik untuk mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja
jantung juga berkurang.
c. Disfungsi neurologist
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnu berulang
juga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik juga berfungsi
untuk menjaga jalan nafas pasien serta memungkinkan pemberian hiperventilasi pada
klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
d. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat
terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi
akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilasi
mekanik.

4. Klasifikasi
Ventilator mekanik dibedakan atas beberapa klasifikasi, yaitu:
a. Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung
ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif.
1) Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal.
Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara
mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini
digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi
neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral
amiotrifik dan miastenia gravis. Saat ini sudah jarang di pergunakan lagi karena
tidak bias melawan resistensi dan conplience paru, disamping itu ventla tor
tekanan negative ini digunakan pada awal – awal penggunaan ventilator.
2) Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan
tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk
mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi
endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada klien
dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu
tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus.
b. Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat dibagi
menjadi empat jenis yaitu : Volume Cycled, Pressure Cycled, Time Cycled, Flow
Cycle.
1) Volume Cycled Ventilator.
Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering digunakan di
ruangan unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya
berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah
mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah
perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang
konsisten. Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan
gangguan paru secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien
dengan gangguan pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru
(atelektasis, edema paru). Hal ini dikarenakan pada volume cycled pemberian
tekanan pada paru-paru tidak terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika tekanannya
berlebih maka akan terjadi volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak
dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga
memiliki resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.
2) Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah
ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi
dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka
volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan, sedangkan
pada pasien anak-anak atau dewasa mengalami gangguan pada luas lapang paru
(atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.
3) Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu
ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan
oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I : E
(inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2.
4) Berbasis aliran (Flow Cycle)
Memberikan napas/ menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan aliran yang
sudah diset.

5. Mode Ventilator Mekanik


Secara keseluruhan, mode ventilator terbagi menjadi 2 bagian besar yaitu mode bantuan
sepenuhnya dan mode bantuan sebagian.
a. Mode bantuan penuh terdiri dari mode volume control (VC) dan pressure control
(PC). Baik VC ataupun PC, masing-masing memenuhi target Tidal Volume (VT)
sesuai kebutuhan pasien (10-12 ml/kgBB/breath).
1) Volume Control (VC)
Pada mode ini, frekwensi nafas (f) dan jumlah tidal volume (TV) yang diberikan
kepada pasien secara total diatur oleh mesin. Mode ini digunakan jika pasien
tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan TV sendiri dengan frekwensi nafas
normal. Karena pada setiap mode control, jumlah nafas dan TV mutlak diatur
oleh ventilator, maka pada pasien-pasien yang sadar atau inkoopratif akan
mengakibatkan benturan nafas (fighting) anatara pasien dengan mesin ventilator
saat insfirasi atau ekspirasi. Sehingga pasien harus diberikan obat-obat sedatif
dan pelumpuh otot pernafasan sampai pola nafas kembali efektif. Pemberian
muscle relaksan harus benar-benar dipertimbangkan terhadap efek merugikan
berupa hipotensive.
2) Pressure Control (PC)
Jika pada mode VC, sasaran mesin adalah memenuhi kebutuhan TV atau MV
melalui pemberian volume, maka pada mode PC target mesin adalah memenuhi
kebutuhan TV atau MV melalui pemberian tekanan. Mode ini efektif digunakan
pada pasien-pasien dengan kasus edema paru akut.
b. Mode bantuan sebagian terdiri dari SIMV (Sincronous Intermitten Minute Volume),
Pressure Support (PS), atau gabungan volume dan tekanan SIMV-PS.
1) SIMV (Sincronous Intermitten Minute Volume)
Jika VC adalah bantuan penuh maka SIMV adalah bantuan sebagian dengan
targetnya volume. SIMV memberikan bantuan ketika usaha nafas spontan pasien
mentriger mesin ventilator. Tapi jika usaha nafas tidak sanggup mentriger mesin,
maka ventilator akan memberikan bantuan sesuai dengan jumlah frekwensi yang
sudah diatur. Untuk memudahkan bantuan, maka trigger dibuat mendekati
standar atau dibuat lebih tinggi. Tetapi jika kekuatan untuk mengawali inspirasi
belum kuat dan frekwensi nafas terlalu cepat, pemakaian mode ini akan
mengakibatkan tingginya WOB (Work Of Breathing ) yang akan dialami pasien.
Mode ini memberikan keamanan jika terjadi apneu. Pada pasien jatuh apneu
maka mesin tetap akan memberikan frekwensi nafas sesuai dengn jumlah nafas
yang di set pada mesin. Tetapi jika keampuan inspirasi pasien belum cukup kuat,
maka bias terjadi fighting antara mesin dengan pasien. Beberapa pengaturan
(setting) yang harus di buat pada mode SIMV diantaranya: TV, MV, Frekwensi
nafas, Trigger, PEEP, FiO2 dan alarm batas atas dan bawah MV.
2) Pressure Support (PS)
Jika PC merupakan bantuan penuh, maka PS merupakan mode bantuan sebagian
dengan target TV melalui pemberian tekanan. Mode ini tidak perlu mengatur
frekwensi nafas mesin karena jumlah nafas akan dibantu mesin sesuai dengan
jumlah trigger yang dihasilkan dari nafas spontan pasien. Semakin tinggi trigger
yang diberikan akan semakin mudah mesin ventilator memberikan bantuan.
Demikian pula dengan IPL, semaikin tinggi IPL yang diberikan akan semakin
mudah TV pasien terpenuhi. Tapi untuk tahap weaning, pemberian trigger yang
tinggi atau IPL yang tinggi akan mengakibatkan ketergantungan pasien terhadap
mesin dan ini akan mengakibatkan kesulitan pasien untuk segera lepas dari
mesin ventilator. Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat pada mode
VC diantaranya: IPL, Triger, PEEP, FiO2, alarm batas atas dan bawah MV serta
Upper Pressure Level. Jika pemberian IPL sudah dapat diturunkan mendekati 6
cm H2O, dan TV atau MV yang dihasilkan sudah terpenuhi, maka pasien dapat
segera untuk diweaning ke mode CPAP (Continuous Positive Air Way Pressure).
3) SIMV + PS
Mode ini merupakan gabungan dari mode SIMV dan mode PS. Umumnya
digunakan untuk perpindahan dari mode kontrol. Bantuan yang diberikan berupa
volume dan tekanan. Jika dengan mode ini IPL dibuat 0 cmH2O, maka sama
dengan mode SIMV saja. SIMV + PS memberikan kenyamanan pada pasien
dengan kekuatan inspirasi yang masih lemah. Beberapa pengaturan (setting)
yang harus di buat pada mode VC diantaranya: TV, MV, Frekwensi nafas,
Trigger, IPL, PEEP, FiO2, alarm batas atas dan bawah dari MV serta Upper
Pressure Limit.
4) CPAP (Continous Positif Airway Pressure)Mode ini digunakan pada pasien
dengan daya inspirasi sudah cukup kuat atau jika dengan mode PS dengan IPL
rendah sudah cukup menghasilkan TV yang adekuat. Bantuan yang di berikan
melalui mode ini berupa PEEP dan FiO2 saja. Dengan demikian penggunaan
mode ini cocok pada pasien yang siap ekstubasi.
6. Setting Ventilator Mekanik
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa parameter yang
diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator, yaitu :
a. Frekuensi pernafasan permenit
Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam satu
menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt. Parameter alarm RR
diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit,
maka setingan alarm sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga
cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
b. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap
kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10 cc/kgBB, tergantung dari compliance,
resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu mentolerir
volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8
cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume diseting diatas dan dibawah nilai yang kita
seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien menggunakan time cycled.
c. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang diberikan oleh
ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan FiO2 pada awal
pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan
FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan
pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat
dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
d. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu Inspirasi + Waktu Istirahat
Waktu Ekspirasi
Keterangan :
1) Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume tidal
atau mempertahankan tekanan.
2) Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi
3) Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
pernapasan
4) Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal
fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi
yang sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2.

e. Limit pressure / inspiration pressure


Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume
cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
f. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal pernapasan
yang telah disetting permenitnya.
g. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan pasien
dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai sensivitas
antara 2 sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20
L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang
melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan
untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O.
Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin susah atau berat pasien
untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak
diharapkan untuk bernaps spontan.
h. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan
adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm
tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk,
cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan
kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam
kondisi siap.

i. Positive end respiratory pressure (PEEP)


PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli diakhir
ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat
penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru.
7. Kriteria Pemasangan Ventilator Mekanik
Menurut Pontopidan (2003), seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik
(ventilator) bila :
a. Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
b. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
c. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
d. AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
e. Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.
8. Komplikasi
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya tidak
tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
a. Pada paru
1) Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.
2) Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
3) Infeksi paru
4) Keracunan oksigen
5) Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
6) Aspirasi cairan lambung
7) Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
8) Kerusakan jalan nafas bagian atas
b. Pada sistem kardiovaskule
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena akibat
meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan
tinggi.
c. Pada sistem saraf pusat
1) Vasokonstriksi cerebra
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari
hiperventilasi.
2) Oedema cerebral
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari
hipoventilasi.
3) Peningkatan tekanan intra cranial
4) Gangguan kesadaran
5) Gangguan tidur.

d. Pada sistem gastrointestinal


1) Distensi lambung, ileus
2) Perdarahan lambung
e. Gangguan lainnya
1) Obstruksi jalan nafas
2) Hipertensi
3) Tension pneumotoraks
4) Atelektase
5) Infeksi pulmonal
6) Kelainan fungsi gastrointestinal ; dilatasi lambung, perdarahan
7) Gastrointestinal.
8) Kelainan fungsi ginjal
9) Kelainan fungsi susunan saraf pusat

9. Prosedur pemasangan Ventilator

a. Tahap Persiapan :

Persiapan Alat :

1) Main unit ventilator

2) Set tubing ventilator

3) Humidifier

4) Test lung

5) Aquadest steril

6) Ambu bag

7) Emergency Trolley

Persiapan Pasien : Pasien sudah terintubasi

b. Tahap Pelaksanaan :

Pre check dan Pre setting

1) Cek apakah ventilator sudah dibersihkan dan sirkuit sudah disterilkan.

2) Set Mode ventilator sebagai berikut :

Mode : VOL. CONTROL

Lower Alarm EXPIRED MINUTE VOL. 0 upper alarm 40

Lower Alarm O2 : 20, upper alarm : 100

TRIG. SENSITIVITY : -20

UPPER PRESS LIMIT : 80

PEEP : 0

INSP. PRESS. LEVEL : 0

Range Scale pada posisi ADULTS

3) Yakinkan EXPIRED MINUTE VOLUME dan AIRWAY PRESSURE meter


pada posisi 0
c. Pemasangan

1) Pasang set tubing ventilator, humidifier, test lung.

2) Sambungkan ventilator ke sumber listrik

3) Set tombol utama di belakang ventilator dengan cara menarik dulu baru
menekan ke atas.

4) Yakinkan indicator lampu hijau menyala.

5) Yakinkan EXPIRED MINUTE VOLUME dan AIRWAY PRESSURE pada


posisi 0

6) Yakinkan GAS SUPPLY ALARM aktif ( lampu merah menyala )

7) Yakinkan SET. MIN. VOL. ALARM & SET O2 ALARM lampu menyala

8) Hubungkan selang O2 ke konektor O2 sentral

9) Hubungkan selang pressure air ke konektor sentral.

a) Set WORKING PRESSURE normal : 60 cm H2O

b) Set PRESET INSP. MIN. VOL. Pada 7,5 L/menit, constant flow,
BREATHS/MIN 10, INSP.TIME 25 % dan PAUSE TIME 30%.

c) Tutup Y-piece/servo humidifier

d) Yakinkan AIR PRESSURE meter menunjukkan nilai yang sama


selama inspirasi dan saat berhenti dengan WORKING PRESSURE,
yaitu 60 cm H2O

10) Cek UPPER PRESS. LIMIT alarm dengan cara :

a) Set mode VOL. CONTROL

b) Tutup Y-piece/servo humidifier

c) Putar tombol UPPER PRESS LIMIT ke 55 cmH2O, yakinkan


inspirasi berhenti dan alarm menyala.

d) Kembalikan lagi tombol ke 80 cmH2O

11) Cek MINUTE VOLUME

a) Set frekuensi nafas ( BREATHS/MIN )pada 20 x/menit

b) Pasang test lung

c) Set tombol parameter pada posisi EXP. MIN. VOL. L/Min


d) Lihat pada display, EXPIRED MINUTE VOLUME meter akan
terbaca 7,5 0,5 l/menit setelah beberapa menit.

12) Cek MINUTE VOLUME alarm

a) Pada Lower alarm limit : Putar tombol LOWER ALARM LIMIT pada
7,5 l/menit, yakinkan alarm akan menyala pada kisaran 7,5 0,5
l/menit

b) Pada Upper Alarm Limit : Putar tombol UPPER ALARM LIMIT pada
7,5 l/menit, yakinkan alarm akan menyala pada kisaran 7,5 0,5
l/menit

13) O2 alarm

a) Set tombol parameter pada O2 CONC. %

b) Set mixer O2 pada 40% sehingga terbaca pada display

c) Putar tombol LOWER ALARM LIMIT searah jarum jam , yakinkan


alarm menyala pada kisaran 36 – 44 %, lalu putar kembali ke 18%

d) Putar tombol UPPER ALARM LIMIT berlawanan arah jarum jam,


yakinkan alarm akan menyala pada kisaran 36-40%, lalu putar
kembali ke 100%.

14) APNEU ALARM

a) Set mode CPAP

b) Alarm akan menyala setelah 15 detik setelah mode diubah

15) Digital Display

a) Set tombol parameter pada BREATHS/MIN

b) Nilai akan terbaca pada display sesuai dengan nilai yang di set pada
tombol BREATHS/MIN

16) Cek PRESSURE LEVEL

a) Set mode pada PRESS. CONTR.

b) Set BREATHS/Min pada nilai paling rendah

c) Set PEEP pada + 10 cmH2O

d) Set INSP. PRESS. LEVEL pada + 10 cmH2O

e) Yakinkan nilai yang terbaca pada AIRWAY PRESSURE meter pada


kisaran +20 2 cmH2O.
f) Kembalikan posisi PEEP dan INSP.PRESS. LEVEL pada 0

g) Kembalikan set mode ke VOL. CONTR,

17) Set mode sesuai kebutuhan dan kondisi pasien ( sesuai indikasi )

18) Sambungkan ke pasien melalui ETT


BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Elektrokardiogram atau yang biasa kita sebut dengan EKG merupakan rekaman aktifitas
kelistrikan jantung yang ditimbulkan oleh sistem eksitasi dan konduktif khusus.

Beberapa tujuan dari penggunaan EKG adalah :

1. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung/disritmia

2. Kelainan-kelainan otot jantung

3. Pengaruh/efek obat-obat jantung

4. Ganguan -gangguan elektrolit

5. Perikarditis

6. Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel

7. Menilai fungsi pacu jantung

Elektrokardiogram tediri atas sebuah gelombang P, sebuah kompleks QRS dan sebuah
gelombang T. Seringkali kompleks QRS itu terdiri atas tiga gelombang yang terpisah, yakni
gelombang Q, gelombang R dan gelombang S, namun jarang ditemukan. Sandapan pada
EKG ada 2 yaitu sandapan bipolar dan unipolar. Sadapan-sadapan bipolar dihasilkan dari
gaya-gaya listrik yang diteruskan dari jantung melalui empat kabel elektrode yang diletakkan
di kedua tangan dan kaki.sedangkan, sandapan unipolar Sadapan ini memandang jantung
secara horizontal (jantung bagian anterior, septal, lateral, posterior dan ventrikel sebelah
kanan).

Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan
nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan
nafas buatanadalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi

Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:

1. Mengurangi kerja pernapasan

2. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien

3. Pemberian MV yang akurat

4. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi

5. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat


Indikasi Pemasangan Ventilator Mekanik

1. Pasien dengan gagal nafas

2. Insufisiensi jantung.

3. Disfungsi neurologist

4. Tindakan operasi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges ME, Moorhouse MF, and Geissler AC. (1999). Nursing care

Gallo dan Hudak (1997). Keperawatan Kritis, ed.6 vol.1 Jakarta: EGC. Buku asli; Critical

Nasution AH. (2002). Intubasi, Extubasi dan Mekanik ventilasi.Makalah pada Workshop
Asuhan Keparawatan Kritis; Asean Conference on Medical Sciences. Medan, 20-21
Agustus 2002.

Sundana K, 2008, Interpretasi EKG, Pedoman Untuk Perawat, EGC, Jakarta.

Thaler MS, 2000, Satu-Satunya Buku EKG yang Anda Perlukan, Edisi 2, Hipokrates, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai