Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS

KASUS PSIKIATRI
PSIKOTIK AKUT

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Diajukan Kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M.Kes (Pembimbing IGD)
dr. Benidiktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan)

Disusun oleh:
dr. Maria Griselda Amadea

RSUD KANJURUHAN KEPANJEN


KABUPATEN MALANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS PSIKIATRI
PSIKOTIK AKUT

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal:

Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat

dr. Hendryk Kwandang, M. Kes

ii
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS PSIKIATRI
PSIKOTIK AKUT

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal:

Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan

dr. Benidiktus Setyo Untoro

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas bimbinganNya sehingga penulis
telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang berjudul “PSIKOTIK
AKUT”. Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. dr. Hendryk Kwandang, M. Kes selaku dokter pembimbing instalasi gawat
darurat.
2. dr. Benidiktus Setyo Untoro selaku dokter pembimbing rawat inap dan
rawat jalan.
3. dr. Cicilia, dr. Didit Roesono, SpKJ selaku supervisor divisi psikatri
4. dr. Antarestawati, dr. Yudha Pratama, dr. Janny F. D. dan dr. Anita Ikawati
selaku dokter jaga.
5. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu penulis.
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan
hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan saran dan kritik
yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi semua pihak.

Kepanjen, 5 Juli 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Judul ............................................................................................................................ i
Halaman Pengesahan .................................................................................................. ii
Halaman Pengesahan .................................................................................................. iii
Kata Pengantar ............................................................................................................ iv
Daftar Isi ..................................................................................................................... v

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 6
BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1 Identitas ................................................................................................................. 7
2.2 Anamnesa .............................................................................................................. 7
2.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................................. 10
2.5 Resume.................................................................................................................. 14
2.6 Diagnosis Multiaksial ........................................................................................... 15
2.7 Rencana Terapi ..................................................................................................... 16
2.8 Rencana Edukasi ................................................................................................... 16
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi .................................................................................................................. 17
3.2 Epidemiologi ......................................................................................................... 17
3.3 Komorbiditas......................................................................................................... 18
3.4 Etiologi .................................................................................................................. 18
3.5 Patofisiologi .......................................................................................................... 18
3.6 Manifestasi Klinis ................................................................................................. 19
3.7 Diagnosa ............................................................................................................... 20
3.8 Diagnosa Banding ................................................................................................. 25
3.9 Tatalaksana ........................................................................................................... 25
3.10 Prognosis ............................................................................................................. 28
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................. 29
BAB 5 KESIMPULAN............................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 32

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat


(DSM-IV) mengombinasikan dua konsep diagnostik menjadi diagnosis gangguan
psikotik singkat (brief psychotic disorder). Pertama, gangguan berlangsung singkat,
didefinisikan di dalam DSM-IV sebagai kurang dari satu bulan tetapi sekurangnya
satu hari; gejala mungkin memenuhi atau tidak memenuhi kriteria diagnosis untuk
skizofrenia. Kedua, gangguan mungkin berkembang sebagai respons terhadap
stresor psikososial yang parah atau kelompok stresor. Pengelompokan bersama
kedua konsep tersebut di dalam DSM-IV sebagai gangguan psikotik singkat adalah
dengan mengingat kesulitan praktisi dalam membedakan konsep-konsep tersebut di
dalam praktis klinis.
Pasien dengan gangguan mirip dengan gangguan psikotik akut sebelumnya
telah diklasifikasikan sebagai menderita psikosis reaktif, histerikal, stress, dan
psikogenik. Psikosis reaktif seringkali digunakan sebagai sinonim untuk
skizofrenia berprognosis baik; diagnosis DSM-IV gangguan psikotik akut tidak
berarti menyatakan hubungan dengan skizofrenia. Di tahun 1913 Karl Jasper
menggambarkan sejumlah ciri penting untuk diagnosis psikosis reaktif, termasuk
adanya stresor traumatis berat yang dapat diidentifikasi, hubungan temporal yang
erat antara stresor dan perkembangan psikosis dan perjalanan episode psikotik yang
ringan. Di samping itu, isi psikosis sering kali mencerminkan sifat pengalaman
traumatis, dan perkembangan psikosis dihipotesiskan sebagai memuaskan tujuan
pasien, sering kali suatu tipe pelepasan diri dari suatu kondisi traumatis.

6
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Ny. Y
Usia : 65 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama/ Suku : Islam/ Jawa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status perkawinan : Tidak menikah
Alamat : Poncokusumo, Malang
Tanggal : 31 Maret 2018
Pemeriksaan
No. RM : 450498

2.2 Anamnesa
Autoanamnesa dan alloanamnesa (dengan keponakan pasien, 31 Maret 2018
pukul 11.00 di IGD)
1. Keluhan Utama
Badan terasa lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan
badan terasa lemas sejak kurang lebih 1 bulan. Sejak 1 minggu pasien merasa
sulit tidur dan tidak nafsu makan. Pasien mengaku sering bingung dan merasa
takut apabila keluar rumah sendirian. Sejak 3 hari, pasien sering merasa
melihat orang yang tidak dikenal dan sering mendengar suara walaupun tidak
ada orang di sekitar pasien. Pasien juga sering merasa curiga, sering bertanya
apakah memang ada orang yang berbicara, ataukah ada orang di rumah.
Selain itu, pasien merasa tidak nyaman berinteraksi dengan banyak orang,

7
tetapi pasien tidak tidak pernah merasa orang-orang di sekitarnya
memiliki niat buruk kepada pasien. Pasien tidak berpikir untuk bunuh diri
dan tidak melakukan percobaan bunuh diri. Tidak ada fase di mana pasien
sangat senang atau pergantian perasaan ke senang.
Sejak 1 bulan menurut keluarga pasien, pasien tampak sering melamun
dan tidak mau berinteraksi dengan orang-orang di sekitar. Sejak 1 minggu,
pasien jadi sulit untuk makan karena tidak nafsu makan. Saat membantu
memasak di rumah juga pasien seringkali lupa memasukkan bahan masakan
dan sering lupa bahwa pasien sedang memasak, sehingga kompor
ditinggalkan dalam keadaan menyala. Selain itu pasien juga tampak mondar-
mandir seperti memikirkan sesuatu. Pasien seringkali diam dan tampak
ketakutan. Dua hari lalu, pasien menanyakan apakah ada orang lain yang
tinggal di dalam rumah selain pasien dan keluarga keponakannya, padahal
tidak ada orang lain yang tinggal selain mereka.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Psikiatri
Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.
2. Medis Umum
Riwayat kejang demam disangkal
Riwayat epilepsi disangkal
Riwayat trauma kepala disangkal
Riwayat pingsan / kehilangan kesadaran sebelumnya disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat DM disangkal
3. Penggunaan Obat-obatan dan Alkohol
Riwayat pemakaian alkohol dan obat psikoaktif disangkal
4. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
5. Riwayat Pengobatan

8
Pasien belum berobat.
6. Riwayat Premorbid
1. Riwayat kelahiran:
Tidak diketahui.
2. Riwayat tumbuh kembang
Tumbuh kembang pasien didapatkan normal, sama dengan teman-teman
sebayanya.
3. Riwayat pendidikan:
Pasien bersekolah hingga SD.
4. Riwayat pekerjaan:
Sebelumnya pasien memiliki riwayat bekerja di Arab Saudi selama 25
tahun dan pasien baru kembali akhir Februari lalu karena kontrak kerja
sudah selesai dan pasien merasa sudah tua.
5. Riwayat keagamaan:
Pasien beragama Islam, cukup rajin beribadah.
6. Riwayat perkawinan:
Pasien tidak menikah.
7. Riwayat psikososial:
Pasien tidak menikah dan setelah kembali dari Arab Saudi, pasien tinggal di
rumah keponakan pasien beserta suami dan satu anaknya. Pasien merupakan
pribadi yang tidak banyak bicara, jarang marah, dan hanya menyimpan dalam
hati bila ada masalah. Kegiatan pasien memasak setiap hari dibantu oleh
keponakan pasien. Hubungan pasien dengan suami dan anak keponakannya
tidak terlalu dekat. Pasien lebih sering menghabiskan waktu di dapur dan di
kamarnya.
7. Riwayat Keturunan
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa maupun keluhan
kejiwaan lainnya.
8. Kepribadian Premorbid

9
Pasien merupakan orang yang pendiam, tidak banyak bercerita, jarang marah,
dan hanya menyimpan dalam hati bila ada masalah.
9. Faktor Pencetus
Keluhan muncul setelah pasien pulang kerja dari Arab Saudi.
10. Genogram

Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak pasien dan
keluarganya tinggal di Semarang. Kakak pasien sudah meninggal dunia
karena stroke. Adik pasien tinggal di Malang. Adik pasien sudah menikah
dan memiliki dua anak. Anak pertama tinggal di Malang bersama adik pasien,
anak kedua tinggal bersama pasien.

2.3 Pemeriksaan Fisik


31 Maret 2018 pukul 11.00 di IGD
1. Keadaan Umum
Pasien tampak ketakutan, compos mentis, GCS 456
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah 110/70 mmHg
b. Nadi 93 x/menit, regular, isi cukup
c. Laju pernapasan 20 x/menit
d. Suhu aksiler 370 C
3. Kepala
a. Bentuk Normosefal
b. Rambut Hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

10
c. Wajah Simetris, rash (-), sianosis (-), edema (-)
d. Mata
Konjungtiva Anemis (-|-)
Sklera Ikterik (-|-)
Palpebra Edema (-|-)
Reflex cahaya (+|+)
Pupil Bulat, isokor, 3mm|3mm
e. Telinga Bentuk normal, sekret (-)
f. Hidung Deviasi septum (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-)
g. Mulut Mukosa basah, sianosis (-), lidah kotor (-)
4. Leher
a. Inspeksi Tidak tampak massa
b. Palpasi Pembesaran KGB (-|-)
5. Thorax
Bentuk dada kesan normal dan simetris, retraksi
a. Inspeksi
dinding dada (-), tidak didapatkan deformitas
b. Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba
Perkusi Batas jantung normal
S1S2 single, regular, ekstrasistol (-), gallop (-),
Auskultasi
murmur (-)
c. Paru
Inspeksi Simetris pada posisi statis dan dinamis, retraksi (-)
Stem fremitus kanan dan kiri normal, tidak teraba
Palpasi
adanya benjolan
Sonor/sonor
Perkusi Sonor/sonor
Sonor/sonor
v | v Rh - | - Wh - | -
Auskultasi
v|v -|- -|-

11
v|v -|- -|-
6. Abdomen
a. Inspeksi Flat, jaringan parut (-)
b. Auskultasi Bising usus (+)
c. Perkusi Timpani, meteorismus (-), shifting dullness (-)
Soefl, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan lepas
d. Palpasi
(-), H/L tidak teraba
Akral hangat kering + | + edema - | -
+|+ -|-
7. Ekstremitas
sianosis - | - ptechiae - | - CRT <2 detik
-|- -|-
1. Meningeal Sign
a. Kaku kuduk : (-)
2. Refleks Fisiologis
a. BPR : +2/+2
b. TPR : +2/+2
8. Status neurologis c. KPR : +2/+2
d. APR : +2/+2
3. Refleks Patologis
a. Babinski : -/-
b. Chaddock : -/-
c. Hoffman Tromer : -/-
Deskripsi umum
Pasien wanita, wajah sesuai usia, datang mengenakan
baju terusan dan jilbab berwarna ungu, baju bersih
9. Status psikiatri dan rapi, kuku terpotong rapi.
Kontak
a. Verbal: (+), relevan, kurang spontan, tidak lancar,
hanya menjawab pertanyaan dengan kalimat

12
singkat, volume kecil, intonasi kurang jelas,
pasien cenderung blocking.
b. Non verbal: cenderung tidak kontak mata
Kesadaran GCS 456
Alam perasaan
Mood: disforik
Afek: inappropiate
Gangguan persepsi
Halusinasi: auditorik (+) visual (+)
Sensorium dan kognitif
Taraf pendidikan: tamat SD
Pengetahuan umum: cukup
Konsentrasi: menurun
Orientasi:
Waktu: baik
Tempat: baik
Orang: baik
Daya ingat:
Jangka panjang: baik
Jangka pendek: baik
Kemampuan menolong diri sendiri: mampu mandi,
BAB, BAK sendiri.
Proses pikir
Bentuk: realistik
Arus: koheren
Isi: merasa takut, tidak nyaman, waham (-)
Kemauan
ADL: makan dan mandi hanya bila disuruh
Aktivitas: terganggu
Psikomotor: normal
Pengendalian impuls: baik

13
Tilikan: tilikan II (menyadari bahwa dirinya sakit dan
membutuhkan bantuan tetapi dalam waktu bersamaan
menyangkal penyakitnya)

2.4 Resume
Ny. Y usia 65 tahun, datang dengan keluhan badan terasa lemas sejak kurang
lebih 1 bulan. Sejak 1 minggu pasien merasa sulit tidur dan tidak nafsu makan.
Pasien mengaku sering bingung dan merasa takut apabila keluar rumah sendirian.
Sejak 3 hari, pasien sering merasa melihat orang yang tidak dikenal dan sering
mendengar suara walaupun tidak ada orang di sekitar pasien. Pasien juga sering
merasa curiga, sering bertanya apakah memang ada orang yang berbicara, ataukah
ada orang di rumah. Selain itu, pasien merasa tidak nyaman berinteraksi dengan
banyak orang, tetapi pasien tidak tidak pernah merasa orang-orang di sekitarnya
memiliki niat buruk kepada pasien.
Sejak 1 bulan menurut keluarga pasien, pasien tampak sering melamun dan
tidak mau berinteraksi dengan orang-orang di sekitar. Sejak 1 minggu, pasien jadi
sulit untuk makan karena tidak nafsu makan. Saat membantu memasak di rumah
juga pasien seringkali lupa memasukkan bahan masakan dan sering lupa bahwa
pasien sedang memasak, sehingga kompor ditinggalkan dalam keadaan menyala.
Selain itu pasien juga tampak mondar-mandir seperti memikirkan sesuatu. Pasien
seringkali diam dan tampak ketakutan. Dua hari lalu, pasien menanyakan apakah
ada orang lain yang tinggal di dalam rumah selain pasien dan keluarga
keponakannya, padahal tidak ada orang lain yang tinggal selain mereka.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak ketakutan, kesadaran
compos mentis, GCS 456. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 93 x/menit, respirasi
20 x/menit, suhu 37oC. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Status psikiatri
pasien didapatkan:
Deskripsi umum:
Pasien wanita, wajah sesuai usia, datang mengenakan baju terusan dan jilbab
berwarna ungu, baju bersih dan rapi, kuku terpotong rapi.

14
Kontak:
Verbal: (+), relevan, kurang spontan, tidak lancar, hanya menjawab pertanyaan
dengan kalimat singkat, volume kecil, intonasi kurang jelas, pasien cenderung
blocking.
Non verbal: cenderung tidak kontak mata
Kesadaran GCS 456
Alam perasaan
Mood: disforik
Afek: inappropiate
Gangguan persepsi
Halusinasi: auditorik (+) visual (+)
Sensorium dan kognitif
Konsentrasi: menurun
Proses pikir
Isi: merasa takut, tidak nyaman, waham (-)
Kemauan
ADL: terganggu, makan dan mandi hanya bila disuruh
Aktivitas: terganggu
Tilikan: tilikan II (menyadari bahwa dirinya sakit dan membutuhkan bantuan tetapi
dalam waktu bersamaan menyangkal penyakitnya)

2.6 Diagnosis Multiaksial


• Axis I : Psikotik Akut (F23)
• Axis II : Gangguan kepribadian schizoid (F60.1)
• Axis III : Pasien tidak mengalami gangguan medik umum lainnya
• Axis IV : Masalah pekerjaan
• Axis V : GAF scale 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan)

15
2.7 Rencana Terapi
1. Farmakoterapi
• Risperidone 2 x 1 mg
• Lorazepam 3 x 1 mg
• Trihexyphenydil 2 x 1 mg
• Kontrol 2 minggu lagi untuk bertemu Sp. KJ
2. Psikoterapi Suportif
• Memberi nasehat kepada pasien untuk minum obat secara teratur.
• Memberi tahu untuk menjaga hygiene diri, dengan cuci tangan
sebelum makan, mandi dan gosok gigi 2x sehari
• Memberi tahu untuk tetap beribadah dan mengaji
3. Sosioterapi
• Memberikan pengertian kepada keluarga agar tetap memberikan
dukungan pada pasien untuk sembuh.

2.8 Rencana Edukasi


1. Menjelaskan kepada pasien dana keluarga pasien mengenai penyakit pasien,
pengobatan yang akan diberikan, serta hal-hal yang dapat mencegah dan
mencetuskan penyakit pasien, sehingga dapat memperpanjang remisi dan
mencegah kekambuhan.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai pentingnya
minum obat secara teratur, adanya efek samping yang bisa timbul dari
pengobatan yang diberikan kepada pasien, dan pengaturan dosis harus
berdasarkan rekomendasi dokter.
3. Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk selalu memberi dukungan
kepada pasien terhadap kondisi penyakit pasien.

16
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan
individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau
perilaku kacau/aneh.
Gangguan psikotik akut didefinisikan sebagai suatu gangguan kejiwaan
yang terjadi selama 1 hari sampai kurang dari 1 bulan, dengan gejala psikosis, dan
dapat kembali ke tingkat fungsional premorbid.

3.2 Epidemiologi
Gangguan jarang terjadi dan lebih sering terjadi pada pasien muda (usia 20-
an dan 30-an) daripada pasien tua, walaupun beberapa kasus melaporkan adanya
riwayat kasus yang memang mengenai orang lanjut usia. Data yang dapat
diandalkan berdasarkan determinan jenis kelamin dan sosiostruktural terbatas,
meskipun beberapa gejala menunjukkan bahwa insiden lebih tinggi pada
perempuan dan penduduk negara berkembang. Pola epidemiologi tersebut sangat
berbeda pada skizofrenia.
Beberapa klinisi menyatakan bahwa gangguan mungkin paling sering
ditemukan pada pasien dari kelas sosioekonomi rendah dan pada pasien dengan
gangguan kepribadian yang telah ada sebelumnya (paling sering adalah gangguan
kepribadian histrionik, narsistik, paranoid, skizotipal, dan ambang). Orang yang
pernah mengalami perubahan kultural yang besar (sebagai contoh, imigran)
mungkin juga berada dalam risiko untuk menderita gangguan setelah stresor
psikososial selanjutnya. Tetapi, kesan klinis tersebut belum dibuktikan benar di
dalam penelitian klinis yang terkontrol baik.

17
3.3 Komorbiditas
Gangguan sering terjadi pada pasien dengan gangguan kepribadian (paling
sering gangguan histrionik, paranoid, skizoid, skizotipal, dan kepribadian
borderline).

3.4 Etiologi
Etiologi gangguan psikotik akut tidak diketahui. Pasien dengan gangguan
psikotik singkat yang pernah memiliki gangguan kepribadian mungkin memiliki
kerentanan biologis atau psikologis ke arah perkembangan gejala psikotik. Secara
psikodinamika terdapat mekanisme menghadapi (coping mechanism) yang tidak
adekuat dan kemungkinan adanya tujuan sekunder pada pasien dengan gejala
psikotik. Teori psikodinamika yang lainnya adalah bahwa gejala psikotik adalah
suatu pertahanan terhadap fantasi yang dilarang, pemenuhan harapan yang tidak
tercapai, atau suatu pelepasan dari situasi psikosial tertentu.
Sebagian gangguan psikotik akut timbul tanpa stres. Sebagian lain
disebabkan oleh stres. Stres akut yang terjadi dikaitkan dengan satu kejadian atau
lebih yang dianggap menekan bagi kebanyakan orang dalam situasi dan lingkungan
budaya yang sama. Kesulitan berkepajangan tidak dimasukkan sebagai sumber
stres, tidak ada penyebab organik seperti trauma, demensia, serta intoksikasi obat
atau alkohol.

3.5 Patofisiologi
Hipotesis dopamin pada gangguan psikosis serupa dengan penderita
skizofrenia adalah yang paling berkembang dari berbagai hipotesis, dan merupakan
dasar dari banyak terapi obat yang rasional. Hipotesis ini menyatakan bahwa
skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Beberapa
bukti yang terkait hal tersebut yaitu:
1. Kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di
dalam sistem saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal;
2. Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa
(suatu precusor), amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine (suatu

18
agonis reseptor dopamin langsung), baik yang dapat mengakibatkan
skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien;
3. Densitas reseptor dopamin telah terbukti, postmortem, meningkat di otak
pasien skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat
antipsikosis;
4. Positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas
reseptor dopamin pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak
dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang
tidak menderita skizofrenia; dan
5. Perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah
jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamin, di cairan
serebrospinal, plasma, dan urin.
Namun teori dasar tidak menyebutkan hiperaktivitas dopaminergik apakah
karena terlalu banyaknya pelepasan dopaminergik, terlalu banyaknya reseptor
dopaminergik atau kombinasi mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik di dalam
jalur mesokortikal dan mesolimbik berjalan dari badan selnya di otak tengah ke
neuron dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral.

3.6 Manifestasi Klinis


Gejala gangguan psikotik sementara selalu mencakup sekurang-kurangnya
satu gejala utama psikosis, biasanya dengan awitan mendadak, tetapi tidak selalu
mencakup seluruh pola gejala yang terjadi pada skizofrenia. Beberapa klinisi
mengobservasi bahwa mood labil, kebingungan, dan gangguan perhatian dapat
lebih sering terjadi pada awitan gangguan psikotik sementara daripada awitan
gangguan psikotik kronik. Gejala khas gangguan psikotik sementara mencakup
emosi mudah berubah, perilaku aneh atau bizar, berteriak, atau terdiam, dan
gangguan memori terhadap kejadian yang baru saja terjadi. Beberapa gejala
menunjukkan diagnosis delirium dan memerlukan penanganan medis, terutama
untuk menyingkirkan efek samping obat.

19
Stresor Pemicu
Contoh stresor pemicu yang paling jelas adalah peristiwa penting yang
menyebabkan kesedihan emosional yang signifikan bagi seserorang. Peristiwa
tersebut mencakup kehilangan anggota keluarga dekat atau kecelakaan kendaraan
bermotor yang parah. Beberapa klinisi memperdebatkan bahwa keparahan
penderita harus dipikirkan dalam hubungannya dengan kehidupan pasien.
Pandangan tersebut, meskipun masuk akal, dapat memperluas definisi stresor
pemicu untuk mencakup peristiwa yang tidak terkait dengan episode psikotik. Yang
lain memperdebatkan bahwa stresor mungkin suatu rangkaian peristiwa bertekanan
sedang dan bukan satu peristiwa bertekanan berat, namun, evaluasi jumlah stres
yang disebabkan oleh rangkaian peristiwa memerlukan tingkat keputusan klinis
yang hampir tidak mungkin.

3.7 Diagnosa
Pemeriksaan dilakukan melalui autoanamnesis, heteroanamnesis,
pemeriksaan fisik dan mental didapatkan gangguan psikotik bukan berasal dari
penyebab organik dengan tambahan ciri uttama yang menentukan setiap jenis
gangguan ini.
Kriteria diagnosis gangguan psikotik akut dan sementara (F23) menurut
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ-
III) adalah:
• Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan prioritas yang
diberikan untuk ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini. Urutan prioritas
yang dipakai adalah:
(a) onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang = jangka waktu
gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya
beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tiak termasuk
periode prodormal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas
yang menentukan seluruh kelompok;

20
(b) adanya sindrom yang khas (berupa “polimorfik” = beraneka-ragam
dan berubah cepat, atau “schizophrenia-like” = gejala skizofrenik
yang khas);
(c) adanya stres akut yang berkaitan (tidak selalu ada, sehingga
dispesifikasi dengan karakter ke 5; .x0=Tanpa penyerta stres akut;
.x1=Dengan penyerta stres akut). Kesulitan atau problem yang
berkepanjangan tidak boleh dimasukkan sebagai sumber stres dalam
konteks ini;
(d) tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung
• Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode
manik (F30.-) atau episode depresif (F32.-), walaupun perubahan
emosional dan gejala-gejala afektif individual dapat menonjol dari waktu
ke waktu.
• Tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis, delirium, atau
demensia.
• Tidak merupakan intoksikasi akibat penggunaan alkohol atau obat-obatan.

Klasifikasi menurut PPDGJ-III


1. Gangguan psikotik polimorfik akut tanpa gejala Skizofrenia. (F23.0)
Pedoman diagnostik:
• Untuk diagnosis pasti harus memenuhi:
(a) Onset harus akut (dari suatu keadaan nonpsikotik sampai keadaan
psikotik yang jelas dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang);
(b) Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham, yang berubah
dalam jenis dan intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang
sama;
(c) Harus ada keadaan emosional yang sama beraneka ragamnya;
(d) Walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari
gejala itu ada secara cukup konsisten dapat memenuhi kriteria
skizofrenia (F20.-) atau episode manik (F30.-) atau episode
depresif (F32.-).

21
2. Gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala skizofrenia (F23.1)
Pedoman diagnostik:
• Memenuhi kriteria (a), (b), dan (c) diatas yang khas untuk psikotik
polimorfik akut (F23.0)
• Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia
(F20.-) yang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak
munculnya gambaran klinis psikotik itu secara jelas
• Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka
diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia (F20.-).
3. Gangguan psikotik lir-skizofrenia (skizophrenia-like) akut (F23.2)
Pedoman diagnostik:
• Untuk diagnosis pasti harus memenuhi:
(a) Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari suatu
keadaan nonpsikotik menjadi keadaan yang psikotik)
(b) Gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk skizofrenia (F20.-)
harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak berkembangnya
gambaran klinis yang jelas psikotik.
(c) Kriteria untuk psikosis polimorfik akut tidak terpenuhi.
• Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk kurun waktu lebih dari
1 bulan lamanya, maka diagnosis harus dirubah menjadi skizofrenia
(F20.-).
4. Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham (F23.3)
Pedoman diagnostik:
• Untuk diagnosis pasti harus memenuhi:
(a) Onset dari gejala harus akut (2 minggu atau kurang dari keadaan
nonpsikotik sampai jelas psikotik)
(b) Waham dan halusinasi harus sudah ada dalam sebagian besar waktu
sejak berkembangnya keadaan psikotik yang jelas
(c) Baik kriteria skizofrenia (F20.0) maupun untuk gangguan psikotik
polimorfik akut (F23.-) tidak terpenuhi.

22
• Kalau waham-waham menetap untuk lebih dari 3 bulan lamanya, maka
diagnosis harus diubah menjadi Gangguan Waham Menetap (F22.-).
Apabila hanya halusinasi yang menetap untuk lebih dari 3 bulan
lamanya, maka diagnosis harus diubah menjadi Gangguan Psikotik
Nonorganik Lainnya (F28).
5. Gangguan psikotik akut dan sementara lannya (F23.4)
Gangguan psikotik akut lainnya yang tidak dapat diklasifikasi ke dalam
kategori manapun dalam F23.
6. Gangguan psikotik akut da sementara YTT (F23.5)

Diagnosis DSM-V memiliki rangkaian diagnosis untuk gangguan psikotik,


didasarkan terutama atas lama gejala. Untuk gejala psikotik yang berlangsung
sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan yang tidak disertai dengan
satu gangguan mood, gangguan yang berhubungan dengan zat, atau suatu gangguan
psikotik karena kondisi medis umum, diagnosis gangguan psikotik singkat
kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat. Untuk gejala psikotik singkat
kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat. Untuk gejala psikotik yang lebih
dari satu hari diagnosis yang sesuai harus dipertimbangkan adalah gangguan
delusional (jika waham merupakan gejala psikotik utama), gangguan
skizofreniform (jika waham merupakan gejala psikotik utama), gangguan
skizofreniform (jika gejala berlangsung kurang dari 6 bulan) dan skizofrenia (jika
gejala telah berlangsung lebih dari 6 bulan).
Jadi gangguan psikotik singkat diklasifikasikan di dalam DSM-V sebagai
suatu gangguan psikotik dengan durasi singkat. Kriteria diagnosis menentukan
sekurang-kurangnya satu gejala yang jelas psikotik yang berlangsung selama satu
hari sampai satu bulan. DSM-V menentukan lebih lanjut penentuan tiga ciri: adanya
atau tidak adanya satu atau lebih stressor yang jelas dan; suatu onset pasca
persalinan.
Seperti pada pasien psikiatri akut, riwayat yang diperlukan untuk membuat
diagnosis mungkin tidak dapat diperoleh hanya dari pasien. Walaupun adanya
gejala psikotik mungkin jelas, informasi mengenai gejala prodromal, episode suatu

23
gangguan mood sebelumnya, dan riwayat ingesti zat psikotomimetik yang belum
lama mungkin tidak dapat diperoleh dari wawancara klinis saja. Di samping itu,
klinisi mungkin tidak mampu memperoleh informasi yang akurat tentang ada atau
tidaknya stressor pencetus.

Kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik singkat menurut DSM-V:


• Ada satu (atau lebih) gejala berikut:
o Waham
o Halusinasi
o Bicara terdisorganisasi (misal; sering menyimpang atau inkoherensi).
o Prilaku terdisorganisasi jelas atau katatonik.
Catatan: jangan memasukan gejala jika merupakan pola respons yang
diterima secara kultural.
• Lama suatu epiode gangguan adalah sekurangnya 1 hari tetapi kurang dari 1
bulan, akhirnya kembali penuh kepada tingkat fungsi premorbid.
• Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh suatu gangguanmood dengan ciri
psikotik, gangguan skizoafektif atau skizofrenia dan bukan karena efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu
medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika:
Dengan stresor nyata (psikosis reaktif singkat): jika gejala terjadi segera
setelah dan tampak sebagai respons dari suatu kejadian yang sendiri atau
bersama-sama, akan menimbulkan stres yang cukup besar bagi hampir setiap
orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang tersebut
Tanpa stresor nyata: jika gejala psikotik tidak terjadi segera setelah, atau
tampaknya bukan sebagai respon terhadap kejadian yang sendirinya atau
bersama-sama akan menimbulkan streas yang cukup besar bagi hampir setiap
orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang tersebut.
Dengan onset pascapersalinan: jika onset dalam waktu 4 minggu setelah
persalinan.

24
3.8 Diagnosis Banding
Klinisi seharusnya tidak menganggap bahwa diagnosis yang tepat untuk
pasien psikotik singkat adalah gangguan psikotik sementara, bahkan ketika faktor
psikososial pemicu jelas teridentifikasi. Faktor tersebut mungkin hanya kebetulan.
Jika gejala psikotik lebih dari 1 bulan, diagnosis gangguan skizofreniform,
gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan mood dengan gambaran psikotik,
gangguan waham, dan gangguan psikotik yang tidak tergolongkan perlu
dipertimbangkan. Namun, jika gejala psikotik dengan awitan mendadak terjadi
kurang dari 1 bulan sebagai respon terhadap stresor yang nyata, diagnosis yang
harus dipertimbangkan adalah gangguan psikotik sementara.
Diagnosis lain yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah
gangguan buatan (factitious disorder) dengan tanda dan gejala psikologis yang
menonjol, berpura-pura (malingering), gangguan psikotik karena kondisi medis
umum, dan gangguan psikotik akibat zat. Seorang pasien mungkin tidak mau
mengakui penggunaan zat gelap, dengan demikian membuat pemeriksaan
intoksikasi zat atau putus zat sulit tanpa menggunakan tes laboratorium. Pasien
dengan epilepsi atau delirium dapat juga datang dengan gejala psikotik dengan yang
ditemukan pada gangguan psikotik singkat. Gangguan psikiatrik tambahan yang
harus dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan identitas
disosiatif dan episode psikotik yang disertai dengan gangguan kepribadian ambang
dan skizotipal.

3.9 Tatalaksana
Rawat inap. Seorang pasien psikotik akut mungkin memerlukan rawat inap yang
singkat baik untuk evaluasi maupun proteksi. Evaluasi memerlukan pemantauan
gejala yang ketat dan penilaian tingkat bahaya pasien terhadap diri sendiri dan orang
lain. Selain itu, rawat inap yang tenang dan terstruktur dapat membantu pasien
mendapatkan kembali kesadarannya terhadap realita. Sementara klinisi menunggu
efek perawatan atau obat-obatan, mungkin diperlukan pengasingan, pengendalian
fisik, atau pemantauan satu pasien oleh satu pemeriksa.

25
Farmakoterapi. Dua golongan obat yang dipertimbangkan dalam pengobatan
gangguan pikotik singkat adalah obat-obat antipsikotik dan ansiolitik. Bila obat anti
psikotik yang dipilih, obat antipsikotik potensi tinggi atau atipikal seperti
haloperidol (Haldol) atau risperidon (Risperidal) dapat digunakan. Sebagai
alternatif, ansiolitik seperti benzodiazepin dapat digunakan pada pengobatan
psikosis jangka pendek. Obat-obat tersebut dapat efektif dalam waktu singkat dan
disertai efek samping yang lebih sedikit daripada obat antipsikotik.
Pada kasus jarang benzodiazepin menyebabkan peningkatan agitasi dan
yang lebih jarang bangkitan kejang akibat keadaan putus zat. Klinisi harus
menghindari penggunaan jangka panjang setiap obat pada pengobatan gangguan
tersebut. Jika diperlukan obat rumatan, seorang klinisi dapat memikirkan ulang
diagnosis.
• Penggolongan obat anti-psikosis :
a) Obat anti-psikosis typical :
1. Phenothiazine
- rantai aliphatic: Chlorpromazine (largactil
- rantai piperzine: Perphenazine, Trifluoperazine ,
Fuphenazine (anatensol)
- rantai piperidine: Thioridazine
2. Butyrophenone: Haloperidol
3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide
b) Obat anti-psikosis atypical:
1. Benzamine: Supride
2. Dibenzodiazepin: Clozapine, Olanzapine, Quetapine, Zotepine
3. Benzosoxazole: Risperidon, Aripirazole
• Mekanisme Penggunaan:
Obat-obat psikosis tipikal bekerja dengan memblok dopamin
pada reseptor pasca-sinaptik di otak, khususnya di sistem limbik dan
sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonists), sehingga
obat ini efektif untuk gejala positif.

26
Obat antipsikosis atipikal di samping berafinitas terhadap
“Dopamine D2 receptor”, juga terhadap “Serotonin 5 Ht2 receptors”
(Serotonin-dopamin antagonists), sehingga efektif juga untuk gejala
negatif.
• Efek Samping Obat :
Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa :
1. Sedasi dan inhibisi psikomotor –> rasa mengantuk, kewaspadaan
berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif
menurun).
2. Gangguan otonomik –> hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik,
mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung.
3. Gangguan ekstrapiramidal (EPS) –> distonia akut, akathisia,
sindrom parkinson (tremor, bradikardi, rigiditas).
4. Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynecomastia), gangguan
metabolik (jaundice), gangguan hematologik (agranulocytosis),
biasanya pada pemakaian jangka lama.
Efek samping yang irreversible adalah tardive dyskinesia, yaitu
gerakan berulang involunter pada lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota
gerak, dimana pada waktu tidur gejala ini menghilang. Biasanya gejala ini
timbul pada pemakaian jangka panjang dan pada usia lanjut. Efek samping
ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikotik (non dose related).Bila
terjadi gejala-gejala tersebut, obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan.
Psikoterapi. Meskipun rawat inap dan farmakoterapi cenderung mengendalikan
situasi jangka pendek, bagian pengobatan yang sulit adalah integrasi psikologis
pengalaman (dan kemungkinan trauma pemicu, jika ada) ke dalam kehidupan
pasien dan keluarganya. Psikoterapi digunakan untuk memberikan kesempatan
membahas stresor dan episode psikotik. Eksplorasi dan perkembangan strategi
koping adalah topik utama psikoterapi. Masalah terkait meliputi membantu pasien
menangani rasa harga dirinya yang hilang dan mendapatkan kembali rasa percaya
diri. Setiap strategi pengobatan didasarkan pada peningkatan keterampilan

27
menyelesaikan masalah, sementara memperkuat struktur ego melalui psikoterapi
tampaknya merupakan cara yang paling efektif. Keterlibatan keluarga dalam proses
pengobatan mungkin penting untuk mendapatkan keberhasilan.

3.10 Prognosis
Berdasarkan definisi, gangguan psikotik singkat berlangsung kurang dari 1
bulan. Meskipun demikian, perkembangan gangguan psikiatri yang signifikan
tersebut dapat menandakan kerentanan mental pasien. Sekitar separuh pasien yang
pertama kali digolongkan sebagai penderita gangguan psikotik sementara kemudian
menunjukkan sindrom psikotik kronik seperti skizifrenia dan gangguan mood.
Namun, gangguan gangguan psikotik sementara biasanya mempunyai prognosis
yang baik, dan studi di Eropa menunjukkan bahwa 50-80 persen pasien tidak lagi
mempunyai masalah psikiatri berat. Lamanya gejala akut dan residual sering hanya
beberapa hari. Kadang-kadang gejala depresif terjadi setelah resolusi gejala
psikotik, dan bunuh diri menjadi masalah yang harus diperhatikan selama fase
psikotik dan fase depresif pasca psikotik.
Beberapa indikator telah menghasilkan prognosis yang baik. Pasien dengan
gambaran tersebut mungkin tidak mengalami episode berikutnya, dan skizofrenia
atau gangguan mood mungkin tidak berkembang pada waktu selanjutnya.

Gambaran Prognostik Baik untuk Gangguan Psikotik Sementara


Penyesuaian yang baik sebelum sakit
Sedikit ciri skizoid sebelum sakit
Stresor pemicu berat
Awitan gejala mendadak
Gejala afektif
Bingung dan limbung selama psikosis
Sedikit penumpulan afektif
Durasi gejala singkat
Tidak ada keluarga skizofrenik

28
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis psikotik akut. Penegakan diagnosis ini
didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan status psikiatri.
Pasien perempuan usia 65 tahun, hal tesebut sesuai dengan teori epidemilogi
psikotik akut yang menyebukan bahwa angka kejadian psikotik akut lebih tinggi pada
perempuan dan pada penduduk negara berkembang. Tidak menutup kemungkinan
kasus psikotik akut terjadi pada usia lanjut.
Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan badan terasa lemas sejak kurang lebih
1 bulan. Pasien mengaku sering bingung dan merasa takut apabila keluar rumah
sendirian. Selain itu, pasien merasa tidak nyaman berinteraksi dengan banyak orang.
Sejak 1 minggu, pasien jadi sulit tidur dan makan karena tidak nafsu makan. Saat
membantu memasak di rumah juga pasien seringkali lupa memasukkan bahan masakan
dan sering lupa bahwa pasien sedang memasak, sehingga kompor ditinggalkan dalam
keadaan menyala. Selain itu pasien juga tampak mondar-mandir seperti memikirkan
sesuatu. Sejak 3 hari, pasien sering merasa melihat orang yang tidak dikenal dan sering
mendengar suara walaupun tidak ada orang di sekitar pasien. Pasien juga sering merasa
curiga, sering bertanya apakah memang ada orang yang berbicara, ataukah ada orang
di rumah. Pasien seringkali diam dan tampak ketakutan. Hal tersebut sesuai dengan
pedoman diagnostik psikotik akut dan sementara dalam PPDGJ-III yaitu onset akut
(dalam masa 2 minggu atau kurang = jangka waktu gejala-gejala psikotik menjadi nyata
dan mengganggu sedikitnya beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak
termasuk periode prodormal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas yang
menentukan seluruh kelompok.
Dari status psikiatri didapatkan: alam perasaan (mood: disforik, afek:
inappropriate), gangguan persepsi (halusinasi: auditorik + visual +), sensorium dan
kognitif (konsentrasi menurun), proses piker (bentuk: realistik, arus: koheren, isi:
merasa takut, tidak nyaman, waham -), kemauan (ADL: terganggu, makan dan mandi
hanya bila disuruh, aktivitas: terganggu). Hal tersebut sesuai pedoman diagnostik
psikotik akut dan sementara yaitu adanya sindrom yang khas (berupa “polimorfik” =
beraneka-ragam dan berubah cepat, atau “schizophrenia-like” = gejala skizofrenik
yang khas)
Pasien saat ini sudah tidak bekerja. Sehari-hari di rumah, pasien membantu
masak. Pasien merupakan orang yang pendiam, tidak banyak bercerita, jarang marah,
dan hanya menyimpan dalam hati bila ada masalah. Keluhan muncul setelah pasien
pulang kerja dari Arab Saudi. Kemungkinan faktor pencetus berkaitan dengan
pekerjaan pasien, akan tetapi masalah pasti yang mencetuskan tidak ditemukan saat
anamnesis karena pasien kebanyakan tidak menjawab saat ditanyakan hal-hal yang
berkaitan dengan pekerjaan sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan pedoman
diagnostik psikotik akut dan sementar dalam PPDGJ-III yaitu adanya stres akut yang
berkaitan (tidak selalu ada, sehingga dispesifikasi dengan karakter ke 5; .x0=Tanpa
penyerta stres akut; .x1=Dengan penyerta stres akut).
Pada pasien ini juga tidak ditemukan gejala memenuhi kriteria episode manik
maupun episode depresi. Hal tersebut sesuai dengan pedoman diagnosis psikotik akut
dan sementara dalam PPDGJ-III yaitu tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang
memenuhi kriteria episode manik (F30.-) atau episode depresif (F32.-), walaupun
perubahan emosional dan gejala-gejala afektif individual dapat menonjol dari waktu ke
waktu.
Pada pasien ini tidak ditemukan riwayat trauma, kejang, minum minuman
beralkohol, serta penggunaan obat-abatan (narkoba). Pada pemeriksan neorogis pasien
dalam batas normal. Hal tersebut mendukung penegakan diagnosis psikotik akut dan
sementara dalam PPDGJ-III yaitu tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis,
delirium, atau demensia. Tidak merupakan intoksikasi akibat penggunaan alkohol atau
obat-obatan.
Terapi yang diberikan pada pasien adalah Risperidone 2 x 1 mg, Lorazepam 3 x
1 mg, Trihexyphenydil 2 x 1 mg. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan
bahwa dua golongan obat yang dipertimbangkan dalam pengobatan gangguan pikotik
singkat.

30
BAB 5
KESIMPULAN

Gangguan psikotik akut adalah gangguan yang berlangsung kurang dari satu
bulan tetapi sekurangnya satu hari; gejala mungkin memenuhi atau tidak memenuhi
kriteria diagnosis untuk skizofrenia.
Gangguan psikotik akut penyebabnya tidak diketahui dan diagnosis
kemungkinan termasuk kelompok gangguan yang heterogen. DSM-IV memiliki
rangkaian diagnosis untuk gangguan psikotik, didasarkan terutama atas lama gejala.
Untuk gejala psikotik yang berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu
bulan dan tidak disertai dengan suatu gangguan mood, gangguan berhubungan zat, atau
suatu gangguan psikotik karena kondisi medis umum, diagnosis psikosis akut
kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat. Pada umumnya pasien dengan
gangguan psikotik akut memiliki prognosis yang baik.

31
DAFTAR PUSTAKA

Gangguan Psikotik Singkat. Editor: I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis


Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tangerang:
Binarupa Aksara Publisher. 2010:785-789.
Gangguan psikotik akut dan sementara. Editor: Y. Suksmi, M.M. Maramis, H. Siti
Sauli. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi III. Surabaya: Bag/SMF Ilmu
Keokteran Jiwa. 2004: 32-33.
Gangguan Psikotik Akut dan Sementara: Schizophrenia like (F23.2). Editor: Rusdi
Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-
5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2013:53-55.
Gangguan Psikotik Akut. Editor: Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan &
Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
2014:179-181.
Obat Anti-psikosis. Editor: Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007:14-22.
Psikiatri: Skizofrenia (F2). Editor: Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2014:910-3.

32

Anda mungkin juga menyukai