Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROANALISIS

TITRASI KONDUKTANSI

Oleh
Nama : Yovita Eky Safitri
NIM : 151810301048
Kelompok :2
Asisten : Ummu Salamah

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Larutan elektrolit mempunyai kemampuan untuk menghantarkan arus
listrik. Kemampuan menghantarkan arus listrik ini merupakan sifat yang berguna
untuk menyelesaikan masalah dibidang elektrokimia. Sifat hantaran ini secara
kuantitatif digunakan dalam menganalisis zat pada metode konduktometri.
Konduktometri merupakan metode analis kimia yang didasarkan atas daya hantar
listrik suatu larutan. Daya hantar listrik suatu larutan bergantung pada pergerakan
ion dalam suatu larutan, ion yang bergerak dengan mudah mempunyai daya hantar
listrik yang besar (Basset, 1994).
Titrasi konduktometri merupakan metode analisa kuantitatif yang
didasarkan pada perbedaan harga konduktansi masing-masing ion. Metode
konduktometri ini dapat digunakan dalam penentuan kadar suatu zat dalam
sampel. Selain itu juga dapat digunakan dalam memisahkan zat-zat logam yang
berbahaya yang ada dalam air (Svehla, 1985).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dapat dituliskan berdasarkan latar belakang adalah:
1. Bagaimana cara analisis kuantitatif menggunakan teknik konduktometri?
2. Bagaimana cara menghitung konsentrasi elektrolit dengan titrasi?

1.3 Tujuan Percobaan


Berdasarkan rumusan masalah di atas berikut ujuan dari percobaan adalah:
1. Untuk menunjukkan analisis kuantitatif menggunakan teknik konduktometri.
2. Menghitung konsentrasi elektrolit dengan titrasi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Akuades (H2O)
Akuades (H2O) memiliki wujud berupa liquid, tidak berbau, dan tidak
memiliki rasa. Akuades memiliki berat molekul 18,02 g/mol. Akuades tidak
berwarna, tidak berasa serta tidak berbau. Akuades merupakan salah satu jenis
larutan netral yang tentunya memiliki pH 7. Titik didih dan titik beku akuades
sebesar 100°C dan 0°C. Akuades mempunyai gravitasi spesifik 1 dengan
kerapatan uap sebesar 0,62 g/cm3, dan tekanan uap sebesar 2,3 kPa. Akuades tidak
berbahaya jika terkena kontak fisik. Akuades dapat langsung dibuang ke wastafel
(Sciencelab, 2018).
2.1.2 Asam Klorida (HCl)
Asam klorida memiliki nama kimia hidrogen klorida dan mempunyai rumus
HCl. Pada suhu kamar, HCl adalah gas tidak berwarna yang membentuk kabut
putih ketika melakukan kontak dengan kelembaban udara. Gas hidrogen klorida
dan asam klorida adalah senyawa yang penting dalam bidang teknologi dan
industri. Hidrogen klorida memiliki massa molar 36,4606 g/mol, densitas 1,477
g/l, gas (25°C), titik leleh -114,2°C (158.8 K), titik didih 85,1°C (187.9 K),
kelarutan dalam air 72 g/100 ml (20°C), keasaman (pKa) -4 beracun, dan korosif.
Hidrogen klorida dapat menggangu pernafasan, apabila terkena kulit dapat
menyebabkan rasa sakit, menyebabkan kebutaan permanent dan kulit terbakar
(Sciencelab, 2018).
2.1.3 Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida berbentuk padat, tidak memiliki bau dan berwarna putih.
Natrium hidroksida memiliki berat molekul 40 g / mol, pH 13,5 (basa), titik didih
1388°C dan titik leleh sebesar 323°C. Bahan ini larut dalam air dingin. Natrium
hidroksida dapat menyebabkan iritasi pada mata yang ditandai dengan rasa gatal
dan panas pada mata. Iritasi pada mata dapat menyebabkan kerusakan pada
kornea mata dan kebutaaan. Tindakan yang harus dilakukan jika bahan ini terkena
mata yaitu mencuci mata dengan air yang mengalir selama 15 menit
(Sciencelab, 2018).
2.1.4 Asam Asetat (CH3COOH)
Asam asetat atau asam asetat galsial berwujud cairan yang tak berwarna pada
suhu kamar. Berbau cuka tajam dan masam. Berat molekul: 60,05 g/mol. Titik
didih dan titik leleh yaitu 118,1oC dan 16,6oC. Tekanan uap: 1,5 kPa pada 20oC
dengan massa jenis uap: 2,07 (udara = 1). Asam asetat memiliki nilai Ka sebesar
1,8 x 10-5. Bahan ini mudah larut dalam air dingin ataupun panas. Larut dalam
dietil eter dan aseton. Potensial efek kesehatan akut dapat terjadi apabila terkena
kontak langsung dengan kulit menyebabkan gejala yaitu gatal, memerah,
pelepuhan ataupun luka bakar. Penghirupan bisa mengakibatkan iritasi pada
saluran pernapasan, dengan gejala batuk, sesak napas, atau napas menjadi lebih
cepat. Kontak langsung dengan mata dapat menyebabkan peradangan pada mata
yang ditandai dengan gejala mata merah, mengeluarkan air mata, dan gatal
(Sciencelab, 2018).
2.1.5 Ammonium Hidroksida (NH3)
NH3 merupakan cairan tidak berwarna dan berbau khas amonia. NH 3 mudah
terbakar dan reaktif. Senyawa ini memiliki titik didih -33,4 oC, titik leleh −77oC,
dan mudah larut dalam air. Kontak dengan kulit dapat menyebabkan iritasi,
kemerahan dan gata-gatal. Tindakan pertolongan yang harus dilakukan adalah
lepaskan pakaian yang terkontaminasi. Segera cuci kulit dengan air dan sabun
yang lembut. Kontak dengan mata menyebabkan iritasi jaringan mata. Tindakan
pertolongan yang harus dilakukan adalah segera menahan kelopak mata terbuka
dan dibasuh dengan air selama minimal 15 menit (Sciencelab, 2018).
2.1.6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium klorida memiliki rumus kimia KCl. Kalium klorida berbentuk
padatan, berbau dan berasa seerti garam. Kalium klorida sangat berbahaya jika
digunakan dalam komposisi yang berlebih yang akan menyebabkan kerusakan
pada system sarah pada otak, mata. Bahan kimia penyusunnya menyebabkan
iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Kalium klorida memiliki massa
molar 75,44 g/mol, titik leleh 770°C, titik didih 1420°C dan gravitasi spesifik
1,987 (air = 1). Senyawa ini larut dalam air dingin, air panas. Sangat sedikit larut
dalam metanol, n-oktanol (Sciencelab, 2018).

2.2 Landasan Teori


Konduktansi merupakan suatu ukuran kemampuan bahan untuk
menghantarkan suatu arus listrik. Konduktansi biasanya disimbolkan dengan (G)
adalah suatu kebalikan (invers) dari resistanasi (R). Masing-masing bahan
memiliki sifat-sifat tertentu yang dijelaskan sebagai hambatan jenis dan dengan
suatu ohm meter. Sifat suatu arus listrik dapat pula dijelaskan melalui kuantitas
yang berbanding terbalik dengan hambatan, konduktan dan G dengan satuan (S).
Persamaan matematisnya adalah sebagai berikut:
G=1/R (2.1)
Sehingga dengan menggunakan Hukum ohm didaatkan definisi lain.
Persamaannya yaitu:
V=IxR (2.2)
I=GxE (2.3)
(Puspitasari, 2012).
Persamaan diatas daat didefinisikan sebagai berikut, apabila dua plat yang
diletakkan dalam suatu larutan diberi beda potensial listrik, maka plat tersebut
akan terdiri dari arus listrik. Konduktansi suatu larutan kan sebanding dengan
konsentrasi ion-ion pada larutan. Satuan dasar yang digunakan konduktansi yaitu
Siemens (S). Formalnya satuan konduktansi ialah mho (kebalikan dari ohm),
tetapi hubungan luas penampang plat dan jarak antar plat mempengaruhi maka
menggunakan satuan dasar. Besarnya suatu pengaruh elektroda (L/A) akan
mempengaruhi pula range pengukuran konduktansi yang dipengaruhi oleh
temperatur. Konduktansi pada metal akan menurun dengan naiknya temperatur.
KonduktansI pada semikonduktor akan meningkat dengan naiknya temperatur
(Puspitasari, 2012).

Kemampuan suatu logam untuk menghntarkan arus listrik diakibatkan


oleh aktivitas elektron pada logam. Tipe dari konduktifitas ini disebut sebagai
konduktansi logam. Hal lainnya seperti pada senyawa kimia terutama asam, basa
dan garam dapat menghantarkan arus listrik yang berdasarkan adanya ion atau
pergerakan elektron. Tipe dari konduktivitas ini disebut sebagai konduktansi
elektrolit. Larutan yang dapat menghantarkan arus listrik adalah larutan elektrolit.
Larutan elektrolit ini biasanya berupa air, asam, basa atau berupa senyawa kimia
lainnya. Konduktivitas listrik dan larutan elektrolit hanyalah kebalikan dari
resistansi larutan. Hal tersebutlah yang menjadi persamaan untuk mengukur
konduktivitas hambatan listrik dengan "Wheatstone Brige Apparatus". Tabel di
bawah menunjukkan kesetaraan konduktansi pada suhu 25oC.

G-EQ/L HCl HOAC NaCl KCl NAI KI NAOAC


Inf dil 426,1 390,6 126,5 149,9 126,9 150,3 91,0
0,0005 422,7 67,7 124,5 147,8 125,4 - 89,2
0,0010 421,4 49,2 123,7 146,9 124,3 - 88,5
0,0050 415,8 22,9 120,6 143,5 121,3 144,4 85,7
0,0100 412,0 16,3 118,5 141,3 119,2 142,2 83,8
0,0200 407,2 11,6 115,8 138,3 116,7 139,5 81,2
0,0500 399,1 7,4 111,1 133,4 112,8 135,0 76,9
0,1000 391,3 5,2 106,7 129,0 108,8 131,1 72,8
o
Gambar 1.1 Konduktansi ekuivalen pada 25 C.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa konduktansi yang setara di pengenceran tak
terbatas untuk asam asetat yang merupakan elektrolit lemah diperoleh dengan
menambahkan konduktansi yang setara dari asam hidroklorik dan natrium asetat
dengan mengurangi natrium klorida (Beringer, 2006).
Titrasi konduktometri dapat dilakukan dalam penentuan kadar ion, dengan
syarat ion tersebut terlibat dalam reaksi kimia. Keterlibatan tersebut membuat
terjadinya penggantian satu jenis ion dengan yang lain yang mana nantinya terjadi
perubahan konduktivitas. Misalnya titrasi HCl dengan NaOH berdasarkan
persamaan sebagai berikut:

H+ + Cl - + OH- + Na+ → H2O + Cl - + Na+ (2.4)

Sebelum penambahan NaOH, di dalam larutan terdapat ion H+ dan Cl - yang mana
ion tersebut memiliki harga konduktivitas molar (25 C) sebesar 349,8 cm 2/mol
dan 76,3 cm2/mol. Penambahan NaOH terjadi reaksi antara H+ dengan OH-
membentuk H2O, sehingga jumlah H+ dalam larutan berkurang sedangkan jumlah
NaOH bertambah. Ion Na+ memiliki harga konduktivitas molar 50,1 S cm -1/mol
yang jauh lebih kecil dari H + sehingga harga konduktivitas total dari larutan turun.
Pada titik akhir titrasi, H+ dalam larutan telah bereaksi seluruhnya dengan OH
sehingga penambahan NaOH lebih akan menaikkan harga konduktivitas total
larutan, karena terdapat OH- dengan konduktivitas molar sebesar 198,3 S cm -1/mol
(Murni, 2012).
Titrasi konduktometri dari HCl dengan NaOH dapat digambarkan
kurvanya sebagai berikut:

Gambar 1.2 Kurva titrasi konduktometri HCl dengan NaOH (a)


(Gopalan, 2012).
Titrasi asam kuat dengan basa lemah digunakan larutan HCl dengan NH 3.
Ketika amonia ditambahkan ke larutan HCl maka konduktivitas akan menurun
pada saat grafik awal. Hal tersebut dikarenakan ion H + berpindah secara perlahan.
Setelah titik akhir dari penambahan, konduktivitas tidak berubah. NH3 akan
konstan karena merupakan elektrolit lemah sehingga sedikit yang terionisasi dan
NH3 memiliki konduktivitas yang sangat kecil. Kurva titrasi HCl dengan NH 3
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.2 Kurva titrasi HCl dengan NH3 (b)
(Guerdeep, 2009).
Titrasi asam lemah dengan basa lemah digunakan larutan NH 3 dengan
CH3COOH. Konduktivitas NH3 akan menurun terlebih dahulu karena ion H+
berpindah perlahan. Kemudian, konduktansi akan meningkat. Hal tersebut
dikarenakan bertambahnya ion H+. Setelah itu konduktansi akan konstan karena
merupakan elektrolit lemah sehingga yang terionisasi akan sedikit. Kurva titrasi
NH3 dengan CH3COOH dapat digambarkan sebagai berikut:

volume

Gambar 1.2 Kurva titrasi NH3 dengan CH3COOH

(Guerdeep, 2009).

BAB 3. METODELOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah konduktometer, sel
konduktansi, stirer magnetik, buret, pipet tetes, gelas beaker, botol semprot, pipet
mohr dan baal pipet.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah HCl 10-2 N,
akuades, NaOH 10-2 N, NH3 10-2 N, CH3COOH 10-2 N dan KCl 10-2 N.
3.2 Diagram Alir
3.2.1 Kalibrasi Konduktometer
Larutan KCl 10-2 N
-disiapkan larutan untuk mengkalibrasi konduktometer
-ditunggu sampai bacaannya stabil sampai suhu tertentu sebagai larutan
standar
-disesuaikan control CAL untuk bacaan 1,413 mS/cm dengan K = 1 probe
-dibilas dengan akuades dan digoyang secara berlebih

Hasil

3.2.2 Titrasi NaOH 10-2 N dengan HCl 10-2 N


NaOH 10-2 N
-diencerkan larutan dengan pipet
-dipipet 25 mL ke gelas beaker 100 mL
-dititrasi dengan HCl standar dengan rentan 0,5-1 mL dan larutan selalu diaduk
-dicatat konduktansi larutan pada setiap penambahan
-dihentikan titrasi setelah 50 mL
-ditentukan konsentrasi dengan kurva V vs 1/R

Hasil
3.2.3 Titrasi NH3 10-2 N dengan HCl 10-2 N
NH3 10-2 N

-dititrasi dengan larutan HCl 10-2 N

Hasil
3.2.4 Titrasi CH3COOH 10-2 N dengan NH3 10-2 N

CH3COOH 10-2 N
-diambil 25 mL dan dimasukkan dalam gelas beaker
-dititrasi dengan larutan NH3 10-2 N

Hasil

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Kalibrasi Konduktometer
Disiapkan larutan KCl 10-2 N untuk mengkalibrasi konduktometer.
Ditunggu sampai bacaannya stabil sampai suhu tertentu sebagai larutan standar.
Disesuaikan control CAL untuk bacaan 1,413 mS/cm dengan K = 1 probe. Dibilas
dengan akuades dan digoyang secara berlebih
3.3.2 Titrasi NaOH 10-2 N dengan HCl 10-2 N
Diencerkan larutan NaOH 10-2 N dengan pipet sebanyak 25 mL ke gelas
beaker 100 mL. Dtitrasi dengan HCl standar dengan rentan 0,5-1 mL dan larutan
selalu diaduk. Dicatat konduktansi larutan pada setiap penambahan. Dihentikan
titrasi setelah 50 mL. Ditentukan konsentrasi dengan kurva V vs 1/R.
3.3.3 Titrasi NH3 10-2 N dengan HCl 10-2 N
NH3 10-2 N dititrasi dengan larutan HCl 10-2 N.
3.3.4 Titrasi CH3COOH 10-2 N dengan NH3 10-2 N
Diambil CH3COOH 10-2 N sebanyak 25 mL dan dimasukkan dalam gelas
beaker. Dititrasi dengan larutan NH3 10-2 N
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Titrasi NaOH 10-2 N dengan HCl 10-2 N
t Volume Konduktansi rata-rata
10 2,43 2224,975586
20 4,86 2023,925781
30 7,29 1867,736816
40 9,72 1725,170898
50 12,15 1612,451172
60 14,58 1499,54834
70 17,01 1408,984375
80 19,44 1320,910645
90 21,87 1244,628906
100 24,3 1182,189941
110 26,73 1113,342285
120 29,16 1037,866211
130 31,59 976,8920898
140 34,02 930,4199219
150 36,45 897,6074219
160 38,88 871,6430664
170 41,31 849,4873047
180 43,74 833,7768555
190 46,17 857,6538086

4.1.2 Titrasi NH3 10-2 N dengan HCl 10-2 N


t Volume konduktansi rata rata
10 1,4 117,9199
20 2,8 144,2505
30 4,2 178,0151
40 5,6 205,4077
50 7 232,5073
60 8,4 258,252
70 9,8 282,7148
80 11,2 300,8057
90 12,6 320,2881
100 14 336,8774
110 15,4 354,4189
120 16,8 368,8843
130 18,2 384,6313
140 19,6 395,2148
150 21 406,9336
160 22,4 417,334
170 23,8 427,6978
180 25,2 434,2529
4.1.3 Titrasi CH3COOH 10-2 N dengan NH3 10-2 N
t Volume konduktansi rata rata
10 1,4 117,9199
20 2,8 144,2505
30 4,2 178,0151
40 5,6 205,4077
50 7 232,5073
60 8,4 258,252
70 9,8 282,7148
80 11,2 300,8057
90 12,6 320,2881
100 14 336,8774
110 15,4 354,4189
120 16,8 368,8843
130 18,2 384,6313
140 19,6 395,2148
150 21 406,9336
160 22,4 417,334
170 23,8 427,6978
180 25,2 434,2529

4.2 Pembahasan
Praktikum elektroanalisis kali ini adalah titrasi konduktansi. Konduktansi
yaitu suatu ukuran kemampuan bahan untuk menghantarkan suatu arus listrik.
Kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik diakibatkan oleh
aktivitas elektron pada bahan tersebut. Pengukuran arus tersebut dapat
menggunakan metode titrasi konduktansi. Titrasi konduktansi dapat dilakukan
dalam penentuan kadar ion, dengan syarat ion tersebut terlibat dalam reaksi kimia.
Keterlibatan tersebut membuat terjadinya penggantian ion satu dengan ion lain
yang mana nantinya terjadi perubahan konduktivitas. Larutan yang digunakan
dalam titrasi ini ialah larutan elektrolit, karena dapat menghantarkan arus listrik.
Hal lain yang menjadi dasar larutan elektrolit digunakan ialah larutan tersebut
dapat diukur konduktivitasnya. Percobaan kali ini bertujuan untuk menunjukkan
analisis kuantitatif menggunakan teknik konduktometri dan menghitung
konsentrasi elektrolit dengan titrasi.
Langkah pertama yang dilakukan sebelum dimulainya titrasi yaitu
mengkalibrasi alat terlebih dahulu. Kalibrasi merupakan penentuan kebenaran
nilai yang ditunjukkan oleh alat dengan membandingkannya menggunakan larutan
standar yang telah menjadi standar nasional untuk suatu ukuran. Fungsi
dilakukannya kalibrasi yaitu agar tercapainya pengukuran yang akurat. Kalibrasi
alat diawali dengan mencelupkan alat konduktivitas probe ke dalam larutan
standar. Larutan standar yang digunakan yaitu KCl. Alasan penggunaan larutan
KCl adalah KCl memiliki mobilitas ion-ionnya yang begitu tinggi. Hal tersebut
membuat tetapan sel dapat ditentukan. Konduktometer pada saat kalibrasi
dilakukan harus tetap tercelup hingga ruang yang ada pada konduktometer berisi
penuh larutan. Hal tersebut agar pengukuran dapat terbaca. Hasil yang didapat
saat kalibrasi yaitu 1,410 mS/cm.
Langkah selanjutnya yaitu titrasi konduktansi. Metode titrasi ini dilakukan
dengan empat larutan. Titrasi pertama menggunakan larutan NaOH dengan HCl.
Titrasi kedua menggunakan larutan HCl denga NH3. Titrasi ketiga menggunakan
larutan NH3 dengan CH3COOH. Titrasi pertama menggunakan larutan NaOH
yang mana merupakan basa kuat, sedangkan larutan HCl merupakan asam kuat.
Larutan NaOH nantinya akan berlaku sebagai titrat. Larutan HCl nantinya akan
berlaku sebagai titran. Titrasi konduktometri ini tidak memerlukan indikator
seperti titrasi biasanya. Hal tersebut dikarenakan titik ekuivalen dapat mudah
diamati melalui grafik antara volume titran yang ditambahkan dengan besarnya
konduktansi larutan hasil titrasi. Titrasi ini hanya dapat dilakukan menggunakan
larutan elektrolit. Larutan yang telah disebutkan di ata merupakan larutan
elektrolit.
Proses untuk titrasi yang pertama yaitu menggunakan larutan NaOH
dengan HCl. Larutan NaOH dimasukkan 25 mL ke dalam gelas beker, yang
berlaku sebagai titrat. Larutan HCl dimasukkan ke dalam buret sebanyak 50 mL
yang berlaku sebagai titran. Larutan NaOH awal kali diukur nilai konduktansinya.
Larutan NaOH kemudian diberi stirer yang berfungsi untuk menghomogenkan
larutan saat penambahan larutan HCl dilakukan. Kemudian larutan NaOH yang
ditambahkan stirer diletakkan pada hot plate dan dilakukan proses titrasi. Proses
titrasi dilakukan dengan penambahan larutan HCl yang dicatat volume setiap 10
detiknya. Hal tersebut untuk mengetahui titik ekuivalennya. Setiap penambahan
HCl, nilai konduktivitasnya dicatat. Pencatatan nilai konduktivitas dilkukan
dengan alat konduktometri tanpa tersentuh stirer, yang bertujuan agar stirer tetap
berputar sehingga reaksi terus berjalan dan larutan tetap akan homogen.
Pengukuran ini dilakukan duplo. Kurva yang didapatkan yakni 3 kurva yang
terdiri dari kurva t vs konduktansi (gambar 4.1), kurva t vs volume (4.2) untuk
menentukan konsentrasi elektrolit dan kurva volume vs konduktansi (4.3) untuk
mengetahui hasil kurva yang terjadi. Kurva titrasi HCl dengan NaOH ditunjukkan
sebagai berikut:

Gambar 4.1 Kurva t vs konduktansi (duplo)


Gambar 4.2 Kurva t vs volume (duplo)

Gambar 4.3 Kurva volume vs konduktansi


Dari kurva gambar 4.2 didapatkan konsentrasi NaOH sebesar 0,0095 N pada
pengulangan pertama dan 0,0096 N pada pengulangan kedua. Kurva di atas
menunjukkan bahwa larutan HCl dari volume 0 mL hingga 46mL mengalami
penurunan terus menerus. Hal tersebut disebabkan terjadinya reaksi antara H+
dengan OH- sehingga ion-ion tersebut membentuk H2O. Selain itu, penurunan
terus terjadi membuktikan bahwa OH- dari NaOH mengalami proses reduksi
sehingga membentuk H2O. Hal tersebut juga terlihat pada proses pengulangan.
Penurunan tersebut juga membuktikan bahwa jumlah OH- dalam larutan akan
berkurang dan jumlah H+ dalam larutan akan bertambah atau mengalami oksidasi.
Berikut persamaan reaksinya:
HCl(aq) + NaOH --> NaCl(aq) + H2O(l) (4.1)
Hasil tersebut sesuai dengan literatur (Murni, 2012). Bahwa OH - dalam
larutan akan berkurang yang ditunjukkan dengan grafik yang menurun.
Sedangkan ion H+ akan bertambah. Hasil ini juga berlaku kebalikannya apabila
NaOH sebagai titran dan volume dari NaOH yang ditambahkan.
Proses untuk titrasi yang kedua yaitu menggunakan larutan HCl dengan NH 3.
Larutan NH3 dimasukkan ke 25 mL ke dalam gelas beker, yang berlaku sebagai
titrat. Larutan HCl dimasukkan ke dalam buret sebanyak 50 mL yang berlaku
sebagai titran. Larutan NH3 awal kali diukur nilai konduktansinya. Larutan NH3
kemudian diberi stirer yang berfungsi untuk menghomogenkan larutan saat
penambahan larutan HCl dilakukan. Kemudian larutan NH3 yang ditambahkan
stirer diletakkan pada hot plate dan dilakukan proses titrasi. Proses titrasi
dilakukan dengan penambahan larutan HCl yang dicatat volume setiap 10
detiknya. Hal tersebut untuk mengetahui titik ekuivalennya. Setiap penambahan
HCl, nilai konduktivitasnya dicatat. Pencatatan nilai konduktivitas dilkukan
dengan alat konduktometri tanpa tersentuh stirer, yang bertujuan agar stirer tetap
berputar sehingga reaksi terus berjalan dan larutan tetap akan homogen.
Pengukuran ini dilakukan duplo.
Kurva yang didapatkan yakni 3 kurva yang terdiri dari kurva t vs
konduktansi (gambar 4.4), kurva t vs volume (4.5) untuk menentukan konsentrasi
elektrolit dan kurva volume vs konduktansi (4.6) untuk mengetahui hasil kurva
yang terjadi. Kurva titrasi HCl dengan NH3 ditunjukkan sebagai berikut:
Gambar 4.4 Kurva t vs konduktansi (duplo)

Gambar 4.5 Kurva t vs volume (duplo)


Gambar 4.6 Kurva volume vs konduktansi
Dari kurva gambar 4.5 didapatkan konsentrasi NH3 sebesar 0,0108 N pada
pengulangan pertama dan 0,0105 N pada pengulangan kedua. Kurva di atas
menunjukkan bahwa larutan HCl dari volume 0 mL hingga 87 mL mengalami
kenaikan terus menerus. Apabila dibandingkan dengan literatur, konduktansi akan
menurun secara perlahan kemudian akan konstan. Pada literatur (Guerdeep, 2009)
cabang pertama dari grafik menunjukkan hilangnya ion-ion H+ selama penetralan.
Ketika titik akhir tercapai, grafik nantinya menjadi konstan atau lurus karena
larutan amonia yang berlebih tidak terionisasi dengan cukup. Ketidak sesuaian ini
disebabkan ion-ion H+ yang seharusnya hilang justru bertambah. Persamaan reaksi
yang terjadi yaitu seperti berikut:
HCl(aq) + NH3(aq) ---->NH4Cl(aq) (4.2)
Proses untuk titrasi yang ketiga yaitu menggunakan larutan NH 3 dengan
CH3COOH. Titrasi ketiga ini menggunakan larutan NH3 yang merupakan basa
lemah dan larutan Larutan CH3COOH dimasukkan ke 25 mL ke dalam gelas
beker, yang berlaku sebagai titrat. Larutan NH3 dimasukkan ke dalam buret
sebanyak 50 mL yang berlaku sebagai titran. Larutan CH3COOH awal kali diukur
nilai konduktansinya. Larutan CH3COOH kemudian diberi stirer yang berfungsi
untuk menghomogenkan larutan saat penambahan larutan NH3 dilakukan.
Kemudian larutan CH3COOH yang ditambahkan stirer diletakkan pada hot plate
dan dilakukan proses titrasi. Proses titrasi dilakukan dengan penambahan larutan
NH3 yang dicatat volume setiap 10 detiknya. Hal tersebut untuk mengetahui titik
ekuivalennya. Setiap penambahan NH3, nilai konduktivitasnya dicatat. Pencatatan
nilai konduktivitas dilkukan dengan alat konduktometri tanpa tersentuh stirer,
yang bertujuan agar stirer tetap berputar sehingga reaksi terus berjalan dan larutan
tetap akan homogen. Pengukuran ini dilakukan duplo.
Kurva yang didapatkan yakni 3 kurva yang terdiri dari kurva t vs konduktansi
(gambar 4.7), kurva t vs volume (4.8) untuk menentukan konsentrasi elektrolit dan
kurva volume vs konduktansi (4.9) untuk mengetahui hasil kurva yang terjadi.
Kurva titrasi CH3COOH dengan NH3 ditunjukkan sebagai berikut:

Gambar 4.7 Kurva t vs konduktansi (duplo)


Gambar 4.8 Kurva t vs volume (duplo)

Gambar 4.9 Kurva volume vs konduktansi


Dari kurva gambar 4.2 didapatkan konsentrasi CH3COOH sebesar 0,0198 N pada
pengulangan pertama dan 0,020754 N pada pengulangan kedua. Kurva di atas
menunjukkan bahwa larutan NH3 dari volume 0 mL hingga 25 mL mengalami
kenaikan terus menerus. Grafik literatur menunjukkan bahwa setelah titik
ekuivalen tercapai, larutan air-amonia yang berlebih memiliki efek dari
konduktansi. Hal tersebut dikarenakan disosiasinya ditekan oleh garam amonium
dalam larutan. Grafik literatur (Guerdeep, 2009) menunjukkan bahwa grafik
menurun sedikit karena diakibatkan kurangnya H+. Hal ini sesuai dengan
percobaan. Kemudian terjadi kenaikan yang disebabkan bertambahnya. Setelah
kenaikan, grafik akan membentuk garis lurus karena mengalami penetralan. Hasil
yang diperoleh berbeda dengan literatur. Hal tersebut dikarenakan penambahan
tidak diteruskan hingga volume tertentu sedangkan titik ekuivalen tercapai.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, daat disimpulkan bahwa:


1. Analisis kuantitatif larutan dapat dilakukan dengan titrasi konduktometri
dengan cara pengukuran konduktansi larutan terhadap penambahan titran.

2. Perhitungan konsentrasi suatu analit dapat ditentukan dengan metode titrasi


konduktansi. Output diketahui melalui perhitungan titik ekuivalen. Titik
ekuivalen pada titrasi konduktansi diamati pada saat konduktivitas suatu
larutan mengalami kenaikan setelah titran bereaksi habis dengan ion-ion dalam
larutan

5.2 Saran

Saran dari percobaa yang dilakukan yaitu sebaiknya praktikan lebih


memahami sifat dari larutan agar ketika hasil yang diperoleh tidak sesuai maka
praktikan mengetahui penyebabnya. Pengadukan dengan stirer harus benar-benat
homogen agar hasil yang didapatkan sesuai. Praktikan harus lebih cekatan dan
terampil.

DAFTAR PUSTAKA

Beringer, P. 2006. The Science and Practice of Pharmacy. USA : Mc Graw Hill.

Gopalan, R. 2012. Textbook of Engineering Chemistry 4th Edition. Germany:


Vikas Publishing Huure.
Guerdep, R. 2009. Physical Chemistry. New Delhi: Krishana Prakashan media
(P) Ltd.

Murni. 2012. Konduktometri. Jakarta: Yudhistira.

Puspawati. 2012. Kimia Fisik. Yogyakarta: Insan Madani.

Anda mungkin juga menyukai