Anda di halaman 1dari 23

Wanita Primigravida dengan Eklampsia

Suhaima Izzatiey Amirah bt Suhaimi


(102014232)
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Telp: 021 569 42061, Fax: 021 563 1731
izzatiey94@gmail.com

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.
Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup
tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam
persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum
sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil
sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar
dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah.1
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah seorang perempuan berusia 18 tahun,
primigravida dibawa ke UGD karena kejang-kejang.
3. Hipotesis
Hipotesis dalam makalah ini adalah perempuan berusia 18 tahun tersebut diduga
menderita eklampsia.

ISI
Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan keadaan
kejang tonik-klonik (grand mal) yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan
neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan setelah kehamilan. Namun kejang
yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari

1
postpartum. Sedangkan yang dimaksud dengan preeclampsia adalah hipertensi disertai proteinuri
dan edema (penimbunan cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai
dan kaki) akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (kelainan plasenta).
Fatal coma tanpa kejang juga bisa diartikan sebagai eclampsia. Tetapi perlu ada batasan untuk
mendiagnosis wanita dengan kejang dan memperhatikan kematian tanpa kejang yang disebabkan
oleh preeklampsia berat (PEB).1,2
Eklampsia adalah suatu keadaan yang dapat dicegah, dan angka kejadiannya menurun di
Amerika Serikat karena sebagian besar wanita hamil sudah mendapat asuhan prenatal yang
memadai. Eclampsia umumnya terjadi kehamilan trisemester terakhir dan angka kejadiannya
meningkat pada tahap ini.
Oleh sebab itu pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan untuk memastikan
bahwa apakah sebelumnya pasien memang dalam keadaan preeklamsia dan untuk
menyingkirkan penyebab lain kejang yang dialaminya. Berikut ini adalah pemeriksaan-
pemeriksaan yang dapat dilakukan:

1. Anamnesis

Dari anamnesis diharapkan kita dapat mengumpulkan data sebanyak-banyak tentang


riwayat kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan serta keadaan janin selama
kehamilan, disamping menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang menjurus pada
diagnosis.
Anamnesis obstetrik umum:7
 Riwayat kehamilan sekarang:
 Kapan hari terakhir menstruasi terakhir?
 Berapa lama siklus haidnya?
 Sudah berapa bulan kehamilannya?
 Apakah ada penyulit atau penyakit sebelum dan selama kehamilan, seperti apakah
pernah perdarahan, adakah anemia, diabetes, hipertensi, infeksi saluran kemih,
penyakit jantung, dan penyulit lainnya?
 Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien, misalnya mual, muntah, nyeri tekan
payudara, frekuensi berkemih?

2
 Riwayat obstetrik dahulu:
 Apakah pernah hamil sebelumnya? Berapa kali? Apakah ada penyulit
dalam kehamilan sebelumnya?
 Apakah pernah melahirkan sebelumnya? Berapa kali? Bagaimana cara
melahirkan, apakah ada penyulit selama persalinan sebelumnya? Apakah
ada komplikasi saat persalinan sebelumnya?
 Apakah pernah mengalami abortus sebelumnya? Berapa kali? Mengapa?
Bagaimana terjadinya abortus? Adakah komplikasi akibat abortus?
 Tanyakan juga kondisi anak yang pernah dilahirkan, berat badan bayi saat
lahir, umur bayi saat dilahirkan, keadaan bayi saat dilahirkan, keadaan
anak sekarang.

 Riwayat ginekologis dahulu


Hal-hal yang harus ditanyakan menjurus kepada keadaan preeklamsia berat:1,4
o Apakah ada gejala-gejala disfungsi sistem saraf pusat, seperti sakit kepala berat yang
menetap, penglihatan kabur.
o Apakah ada gejala peregangan kapsul hati, misal nyeri epigastrium menetap

Pertanyaan untuk menyingkirkan penyebab lain:1


o Apakah sebelum hamil pasien memiliki riwayat hipertensi
o Apakah pasien memiliki riwayat epilepsi
o Apakah pasein pernah mengalami trauma kepala
o Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit serebrovaskular
o Apakah pasien memiliki riwayat tumor serebri atau meningitis maupun ensefalitis

2. Pemeriksaan fisik

i. Inspeksi
a. Wajah
Adakah edema pada muka, pucat atau merah
b. Leher

3
Apakah terdapat pembesaran tyroid atau kelenjar limfe
c. Dada
Bentuk payudara, adakah colostrum
d. Perut
Perlu diperhatikan bentuk, pembesaran, pergerakan pernapasan, kondisi
kulit (tebal, kriput dan striae), jaringan parut operasi.
e. Vulva
Keadaan perineum, varises atau condyloma3

ii. Palpasi
Maksud pemeriksaannya ialah untuk menentukan ;
a. Besarnnya rahim dan dengan ini bisa menentukan umur kehamilan.
b. Menentukan letak anak dalam rahim.
Sebelum dilakukan, kandung kemih dikosongkan terlebih dahulu,karena kandung kemih
yang penuh akan teraba seperti kista. Jikalau perlu pasien disuruh buang air kecil terlebih dahulu.
Beritahu pasien bahwa perutnya akan diperiksa sehingga perut pasien tidak menegang dan
bernapas biasa, kedua tungkai ditekuk sedikit dan pasien disuruh bernapas dalam.3
Cara melakukan palpasi ialah menurut Leopord yang terdiri dari 4 bagian ;
a. Leopord I
o Pasien tidur telentang dengan lutut
ditekuk
o Pemeriksa berdiri disebelah kanan
pasien menghadap kearah kepala pasien
o Uterus dibawa ketengah (kalau
posisinya miring)
o Dengan kedua tangan tentukan tinggi
fundus
o Dengan satu tangan tentukan bagian apa
dari anak yang terletak dalam fundus
o ( Kepala berbentuk bulat, keras dan ada

4
ballottement. Bokong konsistensinya lunak, tidak begitu bulat dan
tidak ada ballottement. Pada letak lintang, fundus kosong) 5

b. Leopord II
o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.

o Kedua tangan pindah kesamping uterus.

o Dengan kedua belah jari-jari uterus


ditekan ketengah untuk menentukan
dimana letak punggung anak : kanan
atau kiri.(Punggung anak memberikan
tahanan terbesar)

o Pada letak lintang dipinggir kanan kiri


uterus terdapat kepala atau bokong. 5

c. Leopord III
o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.
o Pemeriksa memakai satu tangan menentukan apa yang menjadi bagian
bawah (kepala atau bokong).
o Bagian bawah coba digoyangkan, apabila masih bisa, berarti bagian
tersebut belum terpegang oleh panggul. (bagian terbesar kepala belum
melewati pintu atas panggul). 5

d. Leopord IV
o Posisi pasien tetap, pemeriksa menghadap kearah kaki pasien.
o Dengan kedua belah tangan ditentukan seberapa jauh kepala masuk
kedalam panggul.
o Bila posisi tangan konvergen, berarti baru sebagian kecil kepala masuk
panggul.
o Bila posisi tangan sejajat, berarti separuh dari kepala masuk kedalam
rongga panggul.

5
o Bila posisi tangan divergen, berarti sebagian besar kepala sudah masuk
panggul. 5
Leopold 4 tidak dilakukan kalau kepala masih tinggi.

 Sebelum bulan ketiga fundus uteri dapat diraba dari luar ;


 Akhir bulan ke-3 (12 mg) F.U 1-2 Jari diatas symphisis
 Pertengahan antara sympisis dengan
pusat = 16 mg
 3 jari dibawah pusat = 20 minggu
 ½ pusat – procesus xympoideus = 32
Minggu
 Sampai arcus costa atau 3 jari dibawah
proc. Xympoideus = 36 minggu
 ½ pusat – procesus xympoideus = 40
Minggu 5

iii. Auskultasi
Dilakukan dengan menggunakan stetoskop fetal heart detector (Doppler). Pada
auskultasi bisa didengar bermacam bunyi :
a) Dari anak : bunyi jantung, bising tali pusat, gerakan anak.
b) Dari ibu : bising a. uterina, bising aorta, bising usus.
Bunyi jantung anak dengan Doppler dapat didengar sejak umur kehamilan 12 minggu sedang
dengan stetoskop baru didengar pada umur kehamilan 26 minggu. Frekuensi bunyi jantung anak
antara 120 - 140 per menit. Frekuensi jantung orang dewasa antara 60-80 per menit. 5

6
3. Fisiologi Perempuan Hamil
Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan hamil sebagian besar sudah terjadi setelah
fertilisasi dan terus berlanjut selama kehamilan. Kebanyakan perubahan ini merupakan respons
terhadap janin. Satu hal yang menakjubkan adalah bahwa hampir semua perubahan ini akan
kembali seperti keadaan sebelum hamil setelah proses persalinan dan menyusui selesai.
a. Sirkulasi dan Tekanan Darah
Pada minggu ke-5 cardiac output akan meningkat dan perubahan ini terjadi untuk
mengurangi resistensi vaskular sistemik. Selain itu, juga terjadi peningkatan denyut jantung.
Antara minggu ke 10 dan 20 terjadi peningkatan volume plasma sehingga juga terjadi
peningkatan preload. Performa ventrikel selama kehamilan dipengaruhi oleh penurunan
resistensi vaskular sistemik dan perubahan pada aliran pulsasi arterial. Kapasitas vaskular juga
akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan. Peningkatan estrogen dan progesteron juga akan
menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan penurunan resistensi vaskular perifer. 1
Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus akan menekan vena kava inferior dan
aorta bawah ketika berada dalam posisi terlentang. Penekanan vena kava inferior ini akan
mengurangi darah balik vena ke jantung. Akibatnya, terjadinya penurunan preload dan cardiac
output sehingga akan menyebabkan terjadinya hipotensi arterial yang dikenal dengan sindrom
hipotensi supine dan pada keadaan yang cukup berat akan mengakibatkan ibu kehilangan
kesadaran. Penekanan pada aorta ini juga akan mengurangi aliran darah uteroplasenta ke ginjal.
Selama trimester akhir posisi terlentang akan membuat fungsi ginjal menurun jika dibandingkan
dengan posisi miring. Karena alasan inilah tidak dianjurkan ibu hamil dalam posisi terlentang
pada akhir kehamilan. 1
Volume darah akan meningkat secara progresif mulai minggu ke 6-8 kehamilan dan
mencapai puncaknya pada minggu ke 32-34 dengan perubahan kecil setelah minggu tersebut.
Volume plasma akan meningkat kira-kira 40-45%. Hal ini dipengaruhi oleh aksi progesteron dan
estrogen pada ginjal yang diinisiasi oleh jalur renin-angiotensisn dan aldosteron. Penambahan
volume darah ini sebagian besar berupa plasma dan eritrosit. 1
Eritropoetin ginjal akan meningkatkan jumlah sel darah merah sebanyak 20-30% tetapi
tidak sebanding dengan peningkatan volume plasma sehingga akan mengakibatkan hemodilusi
dan penurunan konsentrasi hemoglobin. 1

7
b. Traktus Urinarius
Glukosuria selama kehamilan mungkin bukan suatu kelainan. Peningkatan nyata filtrasi
glomerulus, bersama dengan gangguan kapasitas reabsorpsi tubulus terhadap glukosa yang
difiltrasi, merupakan penyebab sebagian besar penyebab kasus glukosuria.2
Proteinuria normalnya tidak dijumpai pada kehamilan meskipun sesekali terjadi ringan
selama atau segera setelah persalinan yang melelahkan. Eksresi 24 jam rerata adalah 115 mg,
dengan batas atas 95% adalah 260 mg/hari tanpa perbedaan signifikan oleh trimester.Para
peneliti ini juga memperlihatkan bahwa ekskresi albumin minimal dan berkisar dari 5 sampai 30
mg/hari. 2
Hematuria sering terjadi karena kontaminasi sewaktu pengukuran sampel. Jika
tidak,hematuria sering mengisyaratkan infeksi saluran kemih. Hematuria sering terjadi setelah
persalinan dan pelahiran yang sulit karena trauma pada kandung kemih dan uretra. 2
c. Metabolisme Air
Meningkatnya retensi air adalah perubahan normal fisiologis pada kehamilan. Retensi ini
diperantarai, paling tidak sebagian, oleh penurunan osmolalitas plasma yang dipicu oleh
perubahan ambang osmotik untuk haus dan sekresi vasopresin. 2
Pada aterm, kandungan air di janin, plasenta dan cairan amnion mendekati 3,5 L. Sebanyak
3,0 L lainnya terakumulasi akibat meningkatnya volume darah ibu serta ukuran uterus dan
payudara. Edema pitting jelas terlihat di pergelangan kaki dan tungkai sebagian besar
wanita hamil, khususnya pada sore hari. Penimbunan cairan ini disebabkan oleh meningkatnya
tekanan vena dibawah uterus akibat sumbatan parsial vena kava. Penurunan tekanan osmotik
koloid interstitium akibat kehamilan normal juga berperan meyebabkan kehamilan pada
kehamilan tahap lanjut. 2

1. Hipertensi dalam kehamilan


Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan
darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. 2
Penyakit hipertensif mempersulit 5 hingga 10 persen kehamilan; bersama perdarahan dan
infeksi, mereka membentuk suatu trias yang mematikan, yang berperan besar dalam angka
kesakitan serta kematian ibu. Pada kasus kehamilan dengan hipertensi, sindrom preeklamsia,

8
baik terisolasi maupun bertumpang tindih dengan hipertensi kronis, merupakan yang paling
berbahaya.
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on high Blood Pressure in Pregnancy tahun
2001, ialah: 1
a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
c. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
e. Hipertensi gestational (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.

2. Eklampsia
a. Definisi
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh
tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita
hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre-eklampsia. Pada wanita yang menderita
eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma. Eklampsia lebih sering pada
primigravida daripada multipara. Tergantung dari saat timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia
gravidarum (eklampsia antepartum),eklampsia parturientum (eklampsia intrapartum), dan
eklampsia puerperale (eklampsia postpartum). Kebanyakan terjadi antepartum. Perlu
dikemukakan bahwa pada eklampsia gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama
kemudian.3

9
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre-eklampsia, tampak
pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencegah
timbulnya penyakit itu.3
Eklampsia lebih sering terjadi pada :3
1) Kehamilan kembar
2) Hidramnion
3) Mola hidatidosa

b. Etiologi
Laporan mengenai eklampsia telah ditelusuri hingga sejauh 2200 SM. Sejumlah besar
mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan penyebabnya. Preeklamsia tidaklah sesederhana
“satu penyakit”, melainkan merupakan hasil akhir berbagai faktor yang kemungkinan meliputi
sejumlah faktor pada ibu, plasenta, dan janin. Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting
mencakup:
 Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah
uterus.
 Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif diantara jaringan maternal, paternal
(plasental) dan fetal.
 Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskuler atau inflamatorik yang
terjadi pada kehamilan normal.
 Faktor-faktor genetik, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh
epigenetik.

c. Epidemiologi
Amerika Serikat
Kejadian eklamsia dilaporkan berkisar dari 1 dalam 2.000 sampai 1 dalam 3.448 kehamilan di
dunia Barat. Nilai ini meningkat pada populasi sosial ekonomi rendah, pada wanita lebih muda
dari 20 tahun, kehamilan multifetal, dan pada mereka tanpa antenatal care.
Internasional
Diperkirakan, eklamsia terjadi 10% dari kehamilan yang dipengaruhi oleh hipertensi di seluruh
dunia. Kira-kira setengah dari semua gangguan kehamilan hipertensi disebabkan preeklamsi.

10
Mortalitas / Morbiditas
• Preeklampsia-eklampsia tingkat fatalitas kasus adalah sekitar 6,4 kasus per 10.000 kasus saat
melahirkan.
• 75 % terjadi pada primigravida.
• Kejadian 5 kali lebih sering pada kehamilan kembar.
• Komplikasi ibu yang paling signifikan pada eklampsia berhubungan dengan SSP permanen
adalah pendarahan intracranial. Tingkat kematian ibu adalah 8-36% pada kasus ini.
• Angka kematian janin bervariasi 13-30% karena kelahiran prematur dan komplikasinya.
Plasenta infarcts, abrupsio plasenta , dan pertumbuhan janin terhambat intrauterin juga
berkontribusi terhadap kegagalan janin.
• Eklampsia biasanya terjadi pada pasien pada kedua usia ekstrem reproduksi, namun resiko
eklampsia yang terbesar ada pada perempuan < 20 tahun. Risiko kematian meningkat untuk
wanita berusia >35 tahun, yang tanpa perawatan kehamilan, dan perempuan berkulit hitam,
kemungkinan besar karena akses yang tidak memadai untuk perawatan prenatal dan peningkatan
insiden penyakit genetik yang berhubungan dengan sirkulasi antiphospholipids.
• Wanita yang telah eklampsia sebelum 28 minggu umur kehamilan juga memiliki resiko
kematian yang lebih tinggi.

d. Diagnosis Kerja
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada
ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam
pertama setelah persalinan.
Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau
tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodomal akan terjadinya kejang.
Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodromal ini disebut sebagai impending
eclampsia atau imminent eclampsia.
Preeklampsia yang disertai komplikasi kejang umum tonik-klonik sangat meningkatkan
resiko bagi ibu maupun janin. Kejang eklamptik hampir selalu didahului oleh preeklampsia.
Eklampsia paling sering terjadi pada trimester ketiga dan menjadi semakin sering saat kehamilan
mendekati aterm. Pada beberapa tahun akhir, telah terjadi pergeseran yang semakin besar pada

11
insiden eklampsia ke arah periode pascapartum. Pergeseran ini diduga berkaitan dengan
perbaikan akses asuhan pranatal, deteksi preeklampsia yang lebih dini, dan penggunaan
magnesium sulfat profilaktik.

e. Diagnosis Banding
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan
gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah diuraikan, maka
diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari
epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil-muda dan
tanda pre-eklampsia tidak ada.

Epilepsi
Epilepsi atau ayan adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami
kejang berulang. Epilepsi, berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti ’serangan’. Perlu
diketahui, epilepsi tidak menular, bukan penyakit keturunan, dan tidak identik dengan orang
yang mengalami ketebelakangan mental. Bahkan, banyak penderita epilepsi yang menderita
epilepsi tanpa diketahui penyebabnya. Dan 2% dari penduduk dewasa pernah mengalami kejang.
Sepertiga dari kelompok tersebut mengalami epilepsy.
Penyebab Epilepsi Atau Ayan
Otak kita terdiri dari jutaan sel saraf (neuron), yang bertugas mengoordinasikan semua
aktivitas tubuh kita termasuk perasaan, penglihatan, berpikir, menggerakkan (otot). Pada
penderita epilepsi, terkadang sinyal-sinyal tersebut, tidak beraktivitas sebagaimana mestinya. Hal
ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, antara lain; trauma kepala (pernah mengalami cedera
didaerah kepala), tumor otak, dan lain sebagainya.
Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahiran,
luka kepala, stroke, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi
epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.
Kejang parsial simplek dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan
ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis
yang abnormal, tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang
mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan mengalami

12
sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan
mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan.
Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami dejavu (merasa pernah
mengalami keadaan sekarang di masa yang lalu).
Kejang Jacksonian gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu (misalnya tangan
atau kaki) dan kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan dengan penyebaran aktivitas listrik
di otak.Kejang parsial (psikomotor) kompleks dimulai dengan hilangnya kontak penderita
dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan
dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak
berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan.
Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total.
Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) biasanya dimulai dengan kelainan
muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini segera menyebar ke daerah otak
lainnya dan menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi. Epilepsi primer
generalisata ditandai dengan muatan listrik abnormal di daerah otak yang luas, yang sejak awal
menyebabkan penyebaran kelainan fungsi. Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai
reaksi tubuh terhadap muatan yang abnormal. Pada kejang konvulsif, terjadi penurunan
kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan sentakan-sentakan di seluruh tubuh, kepala
berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih.
Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah.
Biasanya penderita tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.
Grand mal
Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun.
Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grand mal. Penderita hanya menatap,
kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak
memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak-
nyentak. Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus
menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana
mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas. Jika tidak segera ditangani, bisa
terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita bisa meninggal.

13
f. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran berbagai penanda biologis biokimiawi, dan biofisik yang terlibat dalam
patofisiologi preeklampsia di awal kehamilan atau selama kehamilan telah diajukan sebagai cara
untuk memprediksi timbulnya preeklampsia. Usaha-usaha telah dilakukan untuk
mengidentifikasi penanda dini plasentasi yangterganggu, terganggunya perfusi plasenta, aktivasi
dan disfungsi sel endotel, serta aktivasi sistem koagulasi.
a. Pemeriksaan Laboratorium6

No Test Diagnostik Penjelasan

1. Hemoglobin dan Peningkatan Hb dan Ht berarti :


hematokrit
1. Adanya hemokonsentrasi yang mendukung
diagnosis PE

2. Menggambarkan beratnya hipovolemia

3. Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis

2. Morfologi sel darah Untuk menentukan :


merah pada apusan  adanya mikroangiopatik hemolitik anemia -
darah tepi Morfologi abnormal eritrosit :
schizocytosis dan spherocytosis

3. Trombosit Trombositopenia menggambarkan Preeklampsia berat

4. Kreatinin serum, Asam Peningkatan menggambarkan :


Urat serum, Nitrogen  Beratnya hipovolemia
Urea Darah (BUN)  Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal
 Tanda Pre eklampsia berat

5. Transaminase serum Peningkatan Transaminase serum menggambarkan


gangguan fungsi hepar

6. Lactic Acid Menggambarkan adanya hemolisis


Dehidrogenase (LDH)

14
Albumin serum dan
7. Menggambarkan kebocoran endotel dan
faktor koagulasi
kemungkinan koagulopati
b. Pemeriksaan radiologi
 Pemeriksaan transabdominal USG ;
 Untuk memperkirakan umur kehamilan
 Melihat keadaan umum janin
 Melihat pertumbuhan janin, normal atau adakah kelainan, terutama plasenta
abruption yang dapat mempersulit eklampsia, oligohidramnion, atau
pertumbuhan janin terhambat (PJT).
 Pemeriksaan CT scan kepala dapat juga dilakukan untuk menyingkirkan
penyebab lain dari kejang pada pasien, misal menilai pendarahan intrakranial,
perdarahan subarachnoid, atau kecelakaan serebrovaskular.8
 Velosimetri Doppler Arteria Uterina
Invasi trofoblastik yang abnormal pada arteria spiralis, menyebabkan berkurangnya
perfusi plasenta dan meningkatnya tahanan terhadap aliran balik pada arteria uterina.
Bertambahnya velosimetri arteria uterina yang ditentukan dengan ultrasonografi Doppler, pada
trimester pertama atau kedua seharusnya dapat memberikan bukti tak langsung proses ini
sehingga berperan sebagai uji prediktif untuk preeklampsia, meningkatnya tahanan aliran
menyebabkan timbulnya pola gelombang abnormal yang tampak sebagai bertambahnya takik
diastolik.
c. Fibronektin
Fibronektin dilepaskan dari sel sendotel dan matriks ekstrasel setelah terjadinya cedera
endotel. Lebih dari 20 tahun yang lalu Stubbs dkk, melaporkan bahwa kadar fibronektin dalam
plasma meningkat pada perempuan dengan preeklampsia.

g. Gejala Klinik
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan terjadinya
gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di
epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan

15
timbul kejangan; terutama pada persalinan bahaya ini besar. Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4
tingkat, yaitu :2
1. Tingkat awal atau aura (Tingkat Invasi). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik.
Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan
kepala diputar ke kanan atau ke kiri.2
2. Kemudian timbul tingkat kejangan tonik (Tingkat Kontraksi) yang berlangsung kurang
lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan
menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi
sianotik, lidah dapat tergigit.2
3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik (Tingkat Konvulsi) yang
berlangsung antara 1 – 2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan
berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit
lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti
dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga
penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita menarik
napas secara mendengkur.2
4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama secara
perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi. Kalau pasien sadar kembali maka ia tidak ingat
sama sekali apa yang telah terjadi, lamanya coma dari beberapa menit sampai berjam-jam, akan
tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia
tetap dalam koma.2
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 40
derajat Celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti (1) lidah
tergigit; perlukaan dan fraktura; (2) gangguan pernapasan; (3) solusio plasenta; dan (4)
perdarahan otak.2
Sebab kematian eklampsia ialah : edema paru-paru, apoplexia dan accidosis. Atau pasien
mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati dan gangguan faal ginjal.
Kadang-kadang terjadi eklampsia tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah koma.
Eklampsia semacam ini disebut ”eclampsia sine eclampsi”, dan terjadi pada kerusakan hati yang
berat. Pernafasan biasanya cepat dan berbunyi, pada eklampsia yang berat ada cyanosis.

16
Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Juga kalau
anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit akan berkurang.
Proteinuria hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali kira-kira 2 minggu.

h. Patofisiologi
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsi-eklampsi. Vasokonstriksi
menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya
vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi
kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu
Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan
terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi
plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan
proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan
demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses
oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak
merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana
peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif.4
Pada preeklampsi-eklampsi serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi
sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya
mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang
cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein.
Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel
endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel
tersebut akan mengakibatkan antara lain :4

 adhesi dan agregasi trombosit,


 gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma
 terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dai
rusaknya trombosit
 produksi prostasiklin terhenti
 terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan

17
 terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase

i. Penatalaksanaan
Perawatan eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital, yang
harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang,
mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang,
mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada
waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.1
Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia, merupakan perwatan yang
sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan
menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai
stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara
yang tepat. 1
1. Mengendalikan Kejang
Pada kasus preeklampsia yang lebih berat, juga kasus eklampsia, magnesium sulfat yang
diberikan secara parenteral merupakan antikonvulsan yang efektif dan tidak menimbulkan
penekanan sistem saraf pusat pada ibu maupun janin. Magnesium sulfat dapat diberikan secara
intravena melalui infus kontinu atau secara intramuskular melalui injeksi berkala. Dosis untuk
preeklampsia berat adalah sama dengan dosis untuk eklampsia. Karena persalinan dan pelahiran
merupakan saat yang paling mungkin untuk terjadinya kejang, perempuan dengan preeklampsia-
eklampsia biasanya diberikan magnesium sulfat selama persalinan dan 24 jam pascapartum. 2
Kejang eklamtik hampir selalu dicegah atau dihentikan oleh kadar magnesium dalam
plasma yang dipertahankan pada kisaran 4,8-8,4 mg/dL. Refleks patella menghilang jika kadar
plasma mencapai sekitar 10 meq/L atau 12 mg/dL, tanda ini merupakan peringatan akan
terjadinya keracunan magnesium. Jika kadar plasma meningkat melebihi 10 meq/L, pernapasan
melemah, dan pada kadar≥ 12 meq/L terjadi paralisis pernapasan yang diikuti dengan henti
napas. 2
Terapi dengan kalsium glukonat atau kalsium klorida 1 g intravena, disertai dengan
penghentian magnesium sulfat, biasanya memulihkan depresi napas ringan hingga sedang. Untuk
depresi napas yang berat dan henti napas, intubasi trakea segera dan ventilasi mekanis dapat
menyelamatkan jiwa. 2

18
2. Mengendalikan hipertensi
Hipertensi yang berbahaya dapat menyebabkan perdarahan serebrovaskuler, ensefalopati
hipertensif, dan dapat memicu kejang eklamtik pada perempuan dengan preeklampsia.
Komplikasi lainnya meliputi gagal jantung kongestif afterload dan solusio plasenta. 2
Karena itu, National High Blood Pressure Education Program Working Group secara
khusus merekomendasikan bahwa tatalaksana mencakup penurunan tekanan darah sistolik
hingga ≤ 160 mmHg. Berdasarkan hasil pengamatan, terapi antihipertensi diberikan pada
perempuan yang memiliki tekanan darah sistolik ≥ 160mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg. 2
Terdapat beberapa obat yang tersedia untuk menurunkan tekanan darah yang sangat
tinggi secara cepat pada perempuan dengan penyakit hipertensi gestational. Tiga obat utama
yang paling sering digunakan di Amerika Utara dan Eropa adalah hydralazine, labetalol, dan
nifedipine. Selama bertahun-tahun hydralazine parenteral merupakan satu-satunya diantara
ketiga obat ini yang tersedia. Namun, saat ditemukannya labetalol parenteral, banyak yang
beranggapan bahwa obat ini sama efektifnya dengan hydralazine untuk penggunaan obstetris.
Kemudian ditemukan nifedipine yang diberikan per oral, dan obat ini menjadi sangat populer
sebagai terapi lini pertama untuk hipertensi gestational berat. 2
Hydralazine diberikan secara intravena dalam dosis inisial 5 mg, diikuti dengan dosis 5
hingga 10 mg dalam interval 15-20 menit hingga tercapainya respons yang diharapkan. Respons
sasaran antepartum atau intrapartum adalah penurunan tekanan darah diastolik hingga 90-100
mmHg, tetapi tidak lebih rendah dari ini agar tidak terjadi perburukan perfusi plasental.
Hydralazine yang diberikan dengan cara tadi telah terbukti sangat efektif dalam mencegeha
perdarahan otak. 2
Obat antihipertensif lain yang efektif dan lazim digunakan di Amerika Serikat adalah
labetalol intravena- penyekat α1 dan penyekat β nonselektif. Sebagian ahli lebih memilih
labetalol dibandingkan hydralazine karena efek sampingya sedikit (Sibai, 2003). Sibai (2003)
menganjurkan dosis labetalol 20 hingga 40 mg tiap 10-15 menit sebanyak yang diperlukan,
dengan dosis maksimum 220 mg per siklus terapi. 2

19
Nifedipine menjadi populer karen efektivitasnya dalam mengendalikan hipertensi akut
terkait kehamilan. Kelompok kerja NHBPEP menganjurkan dosis inisial 10 mg per oral, yang
dapat diulang dalam 30 menit jika diperlukan. 2
3. Terapi Cairan
Larutan ringer Laktat diberikan secar rutin dalam laju 60 ml hingga tidak melebihi 125
ml per jam, kecuali terdapat kehilangan cairan berlebihan akibat muntah, diare, atau diaforesis,
atau yang lebih mungkin, kehilangan darah dalam jumlah berlebihan akibat pelahiran. Oliguria
umum dijumpai pada preeklampsia berat. Jadi, bila digabungkan dengan pengetahuan bahwa
volume darah ibu kemungkinan berkurang dibandingkan pada kehamilan normal, timbul
keinginan untuk memperbanyak cairan intravena. Infus cairan dalam jumlah besar akan
menambah maldistribusi cairan ekstravaskular sehingga meningkatkan resiko edema paru dan
otak secara nyata. 2
4. Pelahiran
Untuk menghindari resiko pada ibu akibat pelahiran dengan bedah caesar, awalnya dilakukan
langkah-langkah untuk mencapai pelahiran per vaginam pada perempuan dengan eklampsia.
Setelah kejang, persalinan sering kali maju secara spontan atau dapat berhasil diinduksi bahkan
pada perempuan yang masih jauh dari aterm sekalipun. Penyembuhan cepat tidak langsung
terjadi setelah pelahiran melalui jalan apapun, tetapi morbiditas berat saat masa nifas lebih jarang
terjadi pada perempuan yang melahirkan per vagina.
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri, tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mencapai
stabilisasi (pemuliham hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan pascapersalinan,
bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana
lazimnya.

j. Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di
bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.3

20
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.3
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%
bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar
fibrinogen secara berkala.3
3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan
gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah.
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia
dapat menerangkan ikterus tersebut.3
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.3
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina;
hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.3
6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus
eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.3
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan
akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,
tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.3
8. Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet
count.3
9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan
lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.3
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-
kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).3
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.3

21
k. Pencegahan
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usaha-
usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas :3
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua
wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil-muda;
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya
segara apabila ditemukan;
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas
apabila setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.

l. Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan
patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah
persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala
pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian. 5
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang
sudah tidak mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga
tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang
kondisi bayi sudah sangat inferior.

Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah perempuan berusia 18 tahun tersebut
menderita eklampsia. Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia
yang ditandai dengan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria dan disertai juga dengan kejang menyeluruh dan koma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro. H, Prof, dr, SpOG. Ilmu Kebidanan. Ed.4, Cet. 3. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2013. Hal 530 – 553.

22
2. Cunningham GF. Obstetri Williams. Ed 23, Vol 2. Jakarta: EGC, 2012.h. 741-
778.
3. Wiknjosastro. H, Prof, dr, SpOG. Ilmu Kebidanan. Ed.3, Cet. 8. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2006. Hal 281 – 300
4. Rambulangin, John, Penanganan Pendahuluan Prarujukan Penderita Preeklampsia
Berat dan Eklampsia, Cermin Dunia Kedokteran; 2003.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_139_kebidanan_dan_penyakit_kandun
gan.pdf)
5. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. 2006.
Preeklmapsia Berat dan Eklampsia Hal M-38. Ed.1, Cet. 11. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

23

Anda mungkin juga menyukai