Anda di halaman 1dari 8

staff.unila.ac.

id

dr.Syazili Mustofa, M.Biomed » Blog Archive


» hemoroid (wasir)
Definisi

Hemoroid merupakan pembengkakan submukosa pada lubang anus yang mengandung pleksus
vena, arteri kecil, dan jaringan areola yang melebar. Plexus hemoroid merupakan pembuluh
darah normal yang terletak pada mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada
hemoroid terjadi ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga pengertian dari hemoroid adalah
dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior. Hemoroid adalah
kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di daerah anorektal.
Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni
melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal.

Epidemiologi

Hemoroid bisa terjadi pada semua umur. Hemoroid biasa menyerang pada usia 20-50 tahun baik
pada laki-laki maupun perempuan tetapi paling banyak terjadi pada umur 45-65 tahun. Penyakit
hemoroid jarang terjadi pada usia di bawah 20 tahun. Prevalensi meningkat pada ras Kaukasian
dan individu dengan status ekonomi tinggi. Angka prevalensi hemoroid di akhir pertengahan
abad ke-20 dilaporkan menurun. Sepuluh juta orang di Indonesia menderita hemoroid, dengan
prevalensi lebih dari 4%. Laki-laki dan perempuan mempunyai resiko yang sama. Resiko
hemoroid meningkat seiring bertambahnya usia. Penelitian dari ruang endoskopi di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 1998 -2005 menemukan sekitar 9% pasien dengan
keluhan sembelit ternyata menderita kanker usus besar dan sekitar 39,6 % penderita sembelit
mengalami hemoroid.

Anatomi

Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolon sigmoid
sampai anus, kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk lekukan huruf S. Lekukan
bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Satu inci dari
rektum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter eksternus dan internus. Panjang
rektum dan kanalis ani sekitar 15 cm. Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan
belahan kiri sesuai dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior
memperdarahi belahan bagian kanan yaitu sekum, kolon asendens dan dua pertiga proksimal
kolon tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga
distal kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum. Suplai
darah tambahan untuk rektum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis
inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis. Aliran
balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesentrika superior dan inferior dan
vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena
hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari
sirkulasi sistematik.

Gambar 1. Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan eksternal

Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga
peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam vena-vena
ini.Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari
segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra; (2) peristaltik massa,
merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan
massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali
sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan
pertama masuk pada hari itu. Propulasi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum
dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna.
Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah
control voluntar. Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari
medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus
panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu
rektum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna
berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi dipercepat
dengan adanya peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi voluntar. Otot-
otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot abdomen
(manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot-otot
sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan keinginan
untuk berdefekasi menghilang.

Etiologi

Menurut Villalba dan Abbas, etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah: penuaan, kehamilan, hereditas,
konstipasi atau diare kronik, penggunaan toilet yang berlama-lama, posisi tubuh, misal duduk
dalam waktu yang lama, dan obesitas. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular
dan prolapsus mukosa. Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati
maupun konsumsi alkohol dengan angka kejadian hemorrhoid.

Klasifikasi Hemoroid

Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya. Klasifikasi hemoroid yaitu: hemoroid eksternal,


internal, dan eksternal-internal. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal linea dentata
dan dilapisi oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf
nyeri somatik. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada
bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.

Gambar 2. Gambar Hemorroid Interna dan Eksterna

Berdasarkan derajatnya, hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yakni


derajat I,II,III, dan, IV. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal. Derajat II, hemoroid
mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali
secara spontan. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk
kembali secara manual oleh pasien. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke
anal canal meski dimasukkan secara manual.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Pembagian derajat hemoroid interna:

Hemoroid Interna

Derajat Berdarah Menonjol Reposisi


I + – –

II + + Spontan
III + + Manual

IV + Tetap Tidak dapat

Patogenesis Hemoroid

Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari jaringan
mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal
internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh
arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah
terjadinya inkontinensia.

Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan dengan
usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan
terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami
prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar
dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar,
serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang
timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang
merusak pembuluh darah di bawahnya.

Beberapa ahli menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran multidimensional terhadap
patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada
tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan
kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal
meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel
darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor sehingga
terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid. Pada tahap
selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami rekanalisasi dan resolusi.
Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan
chymase untuk degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai
TNF-α serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan
jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.

Manifestasi Klinis

Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid. Gejala hemoroid internal adalah
prolaps dan keluarnya mukus, perdarahan, rasa tak nyaman, dan, gatal. Gejala hemoroid
eksternal berupa rasa terbakar, nyeri (jika mengalami trombosis), dan, gatal.

Diagnosis

Hemorroid bukan penyakit yang fatal, tetapi sangat mengganggu kehidupan. Sebelumnya
hemorroid ini dikira hanya timbul karena stasis aliran darah daerah pleksus hemorroidalis, tetapi
ternyata tidak sesederhana itu. Simptomatologi sering tidak sejalan dengan besarnya hemorroid,
kadang-kadang hemoroid yang besar tidak/hanya sedikit memberikan keluhan, sebaliknya
hemorroid kecil dapat memberikan gejala perdarahan masif. Karena itu untuk diagnosis
hemorroid memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan konfirmasi yang teliti
serta perlu dievaluasi dengan seksama agar dapat dicapai pendekatan terapeutik yang sesuai.

Sebagian besar penderita mengeluh adanya perdarahan perrektal, perdarahan berupa darah merah
segar, menetes sewaktu atau setelah buang air besar. Perdarahan ini tidak disertai rasa nyeri atau
rasa mules. Pada sebagian penderita perdarahan ini tidak diketahui, sehingga tidak jarang pasen
dengan hemorroid ini datang dengan keluhan anemia. Sebagian lagi penderita mengeluh rasa
nyeri. Rasa nyeri ini timbul bila ada trombosis atau strangulasi dari hemorroid. Sebagian kasus
mungkin mengeluh adanya benjolan pada anusnya, atau ada yang keluar (prolaps) dari anusnya.
Keluhan lain mungkin berupa pruritus ani, atau rasa tidak enak daerah anus atau ada discharge.
Kadang-kadang hemorroid ditemukan secara kebetulan (asimptomatik). Terhadap penderita
dengan keluhan seperti diatas hendaknya dilakukan pemeriksaan fisik yang cermat. Penderita
hemorroid derajat 3 dan 4 dengan mudah dapat dilihat pada saat pemeriksaan, pada hemorroid
derajat 2 pasen perlu disuruh mengejan beberapa saat. Harus dilakukan colok dubur, anoskopi
bahkan bila dianggap perlu (pada kasus perdarahan masif) dapat dilakukan colon inloop,
rektosigmoidoskopi atau kolonoskopi untuk menyingkirkan penyakit lain seperti malignansi
kolorektal atau inflammatory bowel diseases. Pada beberapa senter dilakukan pemeriksaan
tekanan sfinkter ani. Secara fisik beratnya hemorroid interna dibagi menjadi 4 derajat (grade)
yaitu : Grade 1, hemorroid terbatas pada lumen anorektal, tidak menonjol keluar. Grade 2,
hemorroid menonjol keluar saat mengedan dan masuk secara spontan. Grade 3, hemorroid
menonjol keluar dan harus didorong untuk memasukkannya. Grade 4, hemorroid menonjol dan
tidak dapat masuk walaupun didorong.

Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan,
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya
darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya gatal-
gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa
pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid
derajat IV yang telah mengalami trombosis. Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat
mengindikasikan adanya trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit.
Hemoroid internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi
ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat
ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan trombosis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang mengindikasikan
hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I
dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan
mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis.
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau tumor.
Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai.

Pemeriksaan penunjang hemoroid menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi


dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid. Side-
viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi
hemoroid. Ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan
presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah anorektal. Gejala hemoroid biasanya bersamaan
dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi,
anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan
rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker.
Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada
pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah
dilakukan pengobatan terhadap hemoroid.

Tatalaksana

Tujuan terapi yaitu memotong lingkaran patogenesis hemorrhoid. Penatalaksanaan awal adalah
mengurangi kongesti dengan cara manipulasi diit dan mengatur kebiasaan makan, obat
antiinflammasi, obat flebotonik, dilatasi anus dan sfinkterotomi. Dapat pula dilakukan fiksasi
mukosa pada lapisan otot melalui skleroterapi, koagulasi infra merah dan diatermi bipolar. Cara
lain adalah, mengurangi ukuran/vaskularisasi dari pleksus hemorroidalis dengan ligasi maupun
eksisi.

Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan konservatif.
Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat,
laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein.
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat dapat memperbaiki
gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada derajat awal hemoroid. Perubahan
gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan
mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat
membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak penelitian yang
mendukung hal tersebut.

Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-
gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus
dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu
mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum
diketahui bagaimana mekanismenya.

Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang tidak
membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan.
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan
hemoroid antara lain: Hemoroid internal derajat II berulang. Hemoroid derajat III dan IV dengan
gejala

Tatalaksana dari hemoroid grade 1 dan 2 adalah terapi medik dan terapi minimal invasive. Terapi
medik diberikan pada penderita hemorroid derajat 1 atau 2 . Manipulasi diit dan mengatur
kebiasaan. Diit tinggi serat, bila perlu diberikan supplemen serat, atau obat yang memperlunak
feses (bulk forming cathartic). Menghindarkan mengedan berlama-lama pada saat defekasi.
Menghindarkan diare karena akan menimbulkan iritasi mukosa yang mungkin menimbulkan
ekaserbasi penyakit. Obat antiinflammasi seperti steroid topikal jangka pendek dapat diberikan
untuk mengurangi udem jaringan karena inflammasi. Antiinflammasi ini biasanya digabungkan
dengan anestesi lokal, vasokonstriktor, lubricant, emollient dan zat pembersih perianal. Obat-
obat ini tidak akan berpengaruh terhadap hemorroidnya sendiri, tetapi akan mengurangi
inflammasi, rasa nyeri/tidak enak dan rasa gatal. Penggunaan steroid ini bermanfaat pada saat
ekaserbasi akut dari hemorroid karena bekerja sebagai antiinflammasi, antipruritus dan
vasokonstriktor. Walaupun demikian pemakaian jangka panjang malah menjadi tidak baik
karena menimbulkan atrofi kulit perianal yang merupakan predisposisi terjadinya infeksi.
Demikian pula obat yang mengandung anestesi lokal perlu diberikan secara hati-hati karena
sering menimbulkan reaksi buruk terhadap kulit/mukosa. Sitz bath (bagian anus direndam di
waskom/ember dengan air hangat + permanganas kalikus) sangat bermanfaat karena ada efek
membersihkan perianal. Obat flebotonik seperti Daflon atau preparat rutacea dapat
meningkatkan tonus vena sehingga mengurangi kongesti. Daflon merupakan obat yang dapat
meningkatkan dan memperlama efek noradrenalin pada pembuluh darah. Penelitian double blind
placebocontrolled dari Daflon ternyata memberikan manfaat untuk terapi hemorroid baik pada
keadaan non akut maupun pada saat ekaserbasi akut. Dosis pada saat akut yaitu 3 x 1000 mg
selama 4 hari dilanjutkan 2 x 1000 mg selama 3 hari.Ternyata pengobatan dengan cara tersebut
lebih baik dari plasebo. Penelitian lain pada hemorroid non akut dengan dosis 2 x 500 mg
selama 2 bulan hasilnya kelompok yang diobati lebih baik dari placebo. Obat ini dikatakan aman
bahkan pada wanita hamil sekalipun.

Terapi Minimal invasif dilakukan terhadap penderita yang tidak berhasil dengan cara medik atau
penderita yang belum mau dilakukan operasi. Paling optimal cara ini dilakukan pada penderita
hemorroid derajat 2 atau 3.

Skleroterapi sangat lama digunakan. Sklerosant (morhuat,etoksisklerol dsb) disuntikkan para


varises sehingga terjadi inflammasi dan sklerosis lapisan submukosa. Cara ini bermanfaat untuk
mengatasi hemorroid kecil yang sedang berdarah. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil
phenol 5 %, vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution. Lokasi
injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema, reaksi
inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan
menyebabkan fibrosis pada submukosa hemoroid. Hal ini akan mencegah atau mengurangi
prolapsus jaringan hemoroid. Beberapa ahli menyatakan teknik ini murah dan mudah dilakukan,
tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.

Rubber band ligation dilakukan dengan memakai aplikator khusus, hemorroid dihisap kemudian
rubber band dilepaskan dan hemorroid terikat. Keadaan ini akan menimbulkan nekrosis lokal dan
terjadi fibrosis serta fiksasi mukosa pada lapisan otot. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber
band menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan fiksasi
jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.

Dilatasi anus sangat simpel bisa dengan lokal anestesi atau neuroleptik.

Bedah krio, dilakukan dengan cara sebagian dari mukosa anus dibekukan dengan nitrogen cair.
Dalam beberapa hari terjadi nekrosis, kemudian sklerosis dan fiksasi mukosa pada lapisan otot.

Diatermi bipolar dilakuakn dengan cara sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah
menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya
jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan
hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal. Prinsip dari cara-cara ini
hampir sama yaitu nekrosis lokal karena panas,terjadi nekrosis, fibrosis/sklerosis dan fiksasi
mukosa pada jaringan otot dibawahnya.

Anda mungkin juga menyukai