Tesis
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-2
Disusun Oleh
Muhamad Darwis Umar
21529/I-4/1717/04
kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2007
STUDY ON THE ELECTRONIC STRUCTURES OF
SYMMETRICAL QUANTUM r r DOTS IN SILICON
NANOCRYSTALS USING k.p EFFECTIVE MASS
AND TIGHT-BINDING APPROXIMATIONS
A Thesis
As a partial of
the requirments for the
degree of master of sains
by
Muhamad Darwis Umar
Submitted to
PHYSICS PROGRAM IN THE DEPARTMENT OF MATHEMATICS
AND NATURAL SCIENCES
POST GRADUATE PROGRAM
GADJAH MADA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
ii
TESIS
…………………………… ………………………………
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
iv
Persembahan
v
Spirit dari Proses Ilmiah:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Ali Imrān, ayat: 190)
Beberapa Renungan::
Pola adalah tubuh dari Imajinasi dan Logika, sedangkan Ide adalah nyawa
yang menghidupinya (Darwis)
Akal sebagai roh dari ilmu pengetahuan juga membutuhkan sandaran dan
pijakkan dari kegilaan serta kesia-siaan, dan itu pastilah keyakinan atas agama
dan Tuhan (Darwis).
Ilmu dan agama bagaikan sayap sepasang kekasih, penyatuan diantara mereka
laksana perkawinan yang bersifat saling mencukupkan dan mendatangkan
kemaslahatan, sedangkan keterpisahannya akan memicu kepincangan dan
memacu sifat berlebih-lebihan, dari sini kita dapat terbang, hinggap dan
menyelam untuk menatap dan mengenal alam (Darwis).
Imajinasi dan logika itu laksana Fisika dan Matematika, kecocokkan diantara
mereka memberikan Intepretasi dan Persepsi kita tentang alam (Darwis).
vi
PRAKATA
meligkupi kita, serta dalam usaha menambah khasanah pengetahuan dan wawasan
penulis khususnya tentang fisika zat padat, maka tesis dengan judul “Kajian
Pendekatan Ikatan Kuat (Tight-Binding) dan Pendekatan Massa Efektif k.p” dapat
diselesaikan. Karya sederhana ini merupakan muara kecil dari sekian banyak
pemanfaatan paradigma mekanika kuantum dan pokok fisika zat padat yang telah
fasilitas dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis berkenan
gratis.
vii
3. Dr. Kamsul Abraha selaku pembimbing I, yang telah membantu pustaka,
4. Dr. H. Mirza Satriawan selaku pembimbing II, yang berirama cepat tetapi
7. Prof. Muslim, sebagai potret tokoh yang idealis, berdedikasi tinggi dan
sangat mencintai fisika, Dr. Arif Hermanto, atas diskusi singkat yang
viii
berbagai daerah serta adik-adik kos-kosan bu Carik yang ndak sempat
disebutkan namanya.
9. Kelurga Besar La Ode Umar yang telah memberikan dorongan materil dan
moril.
Sebagai produk dari keterbatasan manusia, maka tentu hasil dari penelitian
ini sangat menunggu dan terbuka untuk menerima masukan demi proses
Yogyakarta, 2007
Penyusun
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman Pernyataan iv
Halaman Persembahan v
Halaman Motto vi
PRAKATA vii
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMBANG xx
INTISARI xxiii
ABSTRACT xxiv
BAB I PENDAHULUAN 1
2. Perumusan Masalah……………………………………... 8
3. Batasan Masalah…………………………………………. 9
4. Tujuan Penelitian………………………………………... 10
5. Manfaat Penelitian………………………………………. 11
6. Keaslian Penelitian….…………………………………... 11
x
7. Kerangka Penulisan.……...……………………………… 12
8. Tinjauan Pustaka...…………...…………………………... 13
Semikonduktor…………………………………………... 20
b. Gelombang Bloch…………………………………. 22
Gandengan Spin-Orbit…………………………….. 26
d. Model Kane……………………………………...... 35
Sempit)............................................................... 47
xi
3. Metode Pseudopotensial Empirik……………………...... 50
4. Metode Tight-Binding…………………………………… 52
1. Prinsip Dasar………………………………..... 53
Semiempirik………………………………………. 61
e. Integral Hopping…………………………………... 66
Kristal Simetris…………………………………………... 71
Pseudopotensial Empirik……………………………….. 78
xii
a. Celah Pita Lebar…………………………………... 79
6. Langkah Kerja………………………..………….............. 95
xiii
Hole dalam Pita Sempit……………………….
8. Pembahasan……………………………………………… 111
2. Saran…………………………………………………….. 117
LAMPIRAN 1 121
LAMPIRAN 2 122
LAMPIRAN 3 124
xiv
DAFTAR GAMBAR
dimensi keadaan tergenerasi dapat juga terjadi pada titik lain dalam
(Jena, 2004)…………………………………………………………... 31
II.4 Ilustrasi skematik dari efek dari gandengan spin-orbit pada tepi pita
konduksi terbawah dan tepi pita tertinggi valensi. (a) tanpa interaksi
II.6 Ilustrasi kristal dengan setiap kisi kristal memiliki atau terdapat 56
xv
beberapa atom di dalamnya…………………………………………..
II.7 Atom pada sel satuan krista kubus pusat muka silikon dengan
tumpah tindih orbital walaupun kecil dan tumpah tindih ini relatif
III.3 Diagram alir penentuan nilai eigen dan vektor eigen sistem QD
xvi
DAFTAR TABEL
III.1 Nilai parameter massa dari metode pseudopotensial empirik dan nilai
III.2 Nilai Parameter pita dan konstanta dari paramerisasi oleh Kwon dkk
(1998)………………………………………………………………… 87
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
III.66…………………………………………………………………. 121
III.68…………………………………………………………………. 122
xviii
DAFTAR SINGKATAN
HH : Heavy-Hole
LH : Light-Hole
LK : Luttinger-Kohn
QD : Quantum Dot
SO : Spin-Orbit
TB : Tight-Binding
xix
DAFTAR LAMBANG
B : medan magnet
E : medan listrik
Eg : celah energi
EK : energi Kane
Ep : energi orbital-p
Es : energi orbital-s
h : Hamiltonian tight-binding
xx
H : ruang Hilbert
k : vektor gelombang
Ω : volume kristal
P : Momentum translasi
ϕα : orbital atomik
S : operator spin
V : kecepatan Kane
xxi
VK (r ) : potensial kristal
Va (r ) : potensial atomik
V p (r ) : potensial pengungkung
ssσ, spσ, ppσ, ppπ : definisi integral hopping dalam model sp3
hλ(r0), nλ, rλ, r0 : Konstanta hasil parameterisasi dalam model Kwon dkk
xxii
KAJIAN STRUKTUR ELEKTRONIK QUANTUM DOT
SIMETRIS DALAM NANOKRISTAL SILIKON rr
DENGAN PENDEKATAN MASSA EFEKTIF- k.p
DAN IKATAN KUAT (TIGHT- BINDING)
Oleh:
Muhamad Darwis Umar
21529/I-4/1717/04
Intisari
xxiii
STUDY ON THE ELECTRONIC STRUCTURES OF
SYMMETRICAL QUANTUM r r DOTS IN SILICON
NANOCRYSTALS USING k.p EFFECTIVE MASS
AND TIGHT- BINDING APPROXIMATIONS
By:
Muhamad Darwis Umar
21529/I-4/1717/04
Abstract
xxiv
BAB I
PENDAHULUAN
arah oleh bekerjanya potensial penghalang tiga dimensi dalam suatu material
adalah struktur dimensi tiga yang terletak antara fase molekul dan bulk yang
terdiri dari beberapa ratus hingga beberapa ribu atom dengan interval ukuran
(MOCVD), serta teknik sistesis colloid. Baik perpaduan antara teknik MBE dan
komposisi kimia, struktur kristal serta bentuk material hasil fabrikasi. Perpaduan
MBE dan MOCVD terkait dengan fabrikasi material berbasis semikonduktor yang
tingkat kontrol yang luar biasa pada pembentukan kristal ini telah membuka
peluang luas bagi peneliti dalam mendesain struktur semikonduktor dengan sifat-
fisikanya dan sifat-sifat unggulan lainnya yang terkait dengan berbagai piranti
GaAs/AlxGa1-x dan berhasil dihasilkan oleh Chang dkk (1973). Quantum wire
atau struktur quasi-1-dimensi pertama kali dihasilkan Petroff dkk (1982) dengan
penumbuhan dalam dua sisi. Dengan perpaduan teknik MBE dan MOCVD,
quantum dot pertamakali dibuat oleh Reed dkk (1986) menggunakan teknik
etching. Sedangkan dengan teknik sintesis colloid, quantum dot diperoleh dengan
lebih lebar.
dimensi (quantum dot) sebagai salah satu topik kajian intensif dalam riset teori-
2002). Pentingnya tema ini bukan saja karena sebagai sarana verifikasi dan
fisika zat padat, tetapi juga karena telah menjadi landasan pemahaman dalam
3
dua bentuk. Pola pertama berlaku untuk sistem nanokristal dengan fase mendekati
molekul. Dalam fase ini pola struktur elektronik dari sistem akan mendekati
pita bulk menjadi kabur kehadirannya. Dalam fase ini peningkatan ukuran
nanokristal akan meningkatkan pola kuantisasi oleh medan kristal periodik yang
membentuk pola celah pita. Pola kedua berlaku pada sistem nanokristal dalam
fase mendekati bulk. Pada fase ini pita utama sistem akan ditentukan oleh struktur
pita bulk (keadaan kontinu pita valensi, celah pita dan pita konduksi), sedangkan
disekitar tepi pita valensi. Pada kedua asumsi ini fungsi eigen untuk sistem
padatan kristal baik untuk metode tight-binding maupun untuk metode massa
Fungsi Bloch yang memuat informasi sistem secara fisis pada dasarnya
didasarkan pada dua asumsi dasar yang telah terbukti benar secara eksperimen:
(1). Hadirnya struktur kristal dalam material, dan (2) dalam kondisi dasar (untuk
bergerak bebas dalam medan potensial kristal periodik. Oleh karenanya fungsi
Bloch harus terdiri dari dua bagian yaitu fungsi yang mewakili keadaan
terlokalisasi yang berulang secara periodik atau mempunyai simetri translasi kisi,
dan fungsi yang mewakili pergerakan partikel bebas. Fungsi periodik yang
mewakili keadaan terlokalisasi tentunya diwakili oleh orbital atomik, dan fungsi
yang mewakili pergerakan elektron bebas akan diwakili oleh gelombang bidang
Karena elektron bebas dan terlokalisasi saling berinteraksi, maka fungsi periodik
keadaan dasar dikendalikan oleh potensial inti untuk elektron terlokalisasi dan
berkaitan dengan kondisi dimana perilaku elektron diatur oleh potensial inti atom
medan eksternal dan medan kristal periodik. Untuk itu ketepatan pemilihan basis
akan bergantung pada keadaan dasar atau tereksitasi yang ditinjau, serta
bergantung pada medan interaksi mana yang dominan menentukan keadaan atau
dinamika elektron.
pada sistem QD (North, 2001), baik yang monostruktur maupun yang sistem
1985), pendekatan massa efektif k.p (Wang dkk, 1996), ab-initio (Jones, 1988),
dan metode pseudopotensial empirik (Gell dkk, 1986). Untuk dimensi material
digunakan dalam pemodelan quantum well, wire dan dot. Pemodelan ini
digunakan untuk menyelidiki informasi fisis yang merupakan nilai ukur besaran
fisis dalam kristal padatan dengan ukuran sistem yang realistis adalah metode
massa efektif k.p dan tight-binding semi empirik (North, 2001; Fonoberov, 2002;
Niquet, 2005). Dalam metode massa efektif k.p, matrik Hamiltonian dicari
translasi dalam medan potensial periodik kristal dan memberikan informasi nilai
berubah (meningkat atau menurun) oleh perlakuan eksternal maka perubahan ini
akan disertai dengan perubahan nilai massa elektron baik yang bergerak bebas
maupun yang terlokalisasi. Perlakuan ini dalam formalisme teori k.p (melalui
permusan k.p ini dapat dikaitkan dengan parameter eksperimen yang dikenal
disebutkan dalam Bab II, diasumsikan celah energi akan cukup membuat fungsi
linear dari basis-basis dasar tak terganggu (lebar celah pita relatif terhadap elemen
sekitar tiap titik kisi, Hamiltonian lengkap kristal periodik dapat didekati dengan
Hamiltonian atom tunggal yang terletak pada titik kisi tersebut, dan 2). Level-
level yang terkait dengat keadaan terikat adalah terlokalisasi dengan baik, atau
fungsi eigen dari Hamitonian untuk atom tunggal akan mendekati lenyap untuk
jarak yang lebih jauh dari konstanta kisi. Akibatnya metode pendekatan tight-
binding untuk suatu sistem kristal yang ditinjau akan memberikan hasil yang
sangat tepat jika Hamiltonian kristal hanya berbeda sedikit dari Hamiltonian
lengkap (sesungguhnya) pada jarak yang lebih besar dari interval jarak dimana
kristal dengan Hamiltonian sesungguhnya ini berada dalam orde sebuah koreksi
karenanya hasil yang diberikan oleh metode massa efektif k.p dan metode tight-
elektronik yang diteliti meliputi seluruh elektron dalam sistem QD, maka ada juga
Helle, 2006; Räsänen, 2004 ). Pada sistem ini ruang Hilbert bukan dibentang oleh
basis orbital atomik, melainkan dari ekspansi fungsi eigen dari penyelesaian
menarik dan penting dalam ilmu material karena wilayah ini mempunyai dampak
teknologi yang besar. Satu diantara sekian material yang menjadi pusat perhatian
dunia keilmuan dan kalangan industri adalah silikon. Ini dikarenakan silikon
merubah budaya dan sistem komunikasi manusia. Dalam beberapa tahun terakhir,
telah menjadi jelas bahwa perilaku nanokristal silikon secara keseluruhan adalah
kecil ditambah dengan aktivitas optik yang tinggi membuat mereka berkembang
2. Perumusan Masalah
meliputi berbagai sifat fisis misalnya sifat optik dan elektrik. Salah satu model
Silikon tentunya informasi tentang pola dan ketepatan struktur elektronik adalah
penting adanya. Untuk itu dalam penelitian ini akan dipelajari metode pendekatan
sistem QD kristal silikon simetris. Rangkaian kerja ini disusun sebagai upaya
memperoleh informasi fisis berupa nilai eigen dan vektor eigen. Perilaku
bentuk dan ukuran QD silikon simetris. Diharapkan pada akhirnya akan diperoleh
3. Batasan Masalah
penelitian maka penelitian ini dibatasi hanya untuk sistem semikonduktor direct
dilakukan pada kasus pita sempit dan pita lebar (keadaan/state konduksi dan
terganggu dari model Kane (unpeturbated/basis ruang Hilbert untuk sistem ketika
bilangan gelombang sama dengan nol atau pada pusat zona Brillouin ).
dua-pusat.
oleh Kwon.
disekitar tepi pita valensi, dengan asumsi daerah ini berperan utama pada sifat
fisis optik dan elektrik. Dalam metode massa-efektif k.p, efek elektron inti (core
electron) pada struktur pita energi akan ditanggulangi oleh nilai massa efektif
Penelitian ini diarahkan hanya pada studi awal sifat-sifat elektronik dan
optik dan dibatasi pada kajian struktur elektronik sistem QD silikon simetris
sederhana meliputi menentukan fungsi serta nilai eigen dari sistem QD simetris
bola dan silinder. Dalam model QD krital silikon penelitian ini, daerah antarmuka
dianggap tidak terjadi strain sehingga model ini relatif sangat representatif untuk
4. Tujuan Penelitian
silikon nanokristal.
dinyatakan/dihadirkan.
5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai studi awal dalam mempelajari sifat optik dan elektrik sistem QD
umumnya.
metode tight binding dan massa efektif baik segi konseptual terkait dengan
6. Keaslian Penelitian
telah banyak dibahas dalam berbagai jurnal dan thesis. Spesifikasi untuk keaslian
penelitian ini ditentukan oleh jenis material kristal silikon yang dikaji, dan pada
dua jenis bentuk simetris dalam ukuran QD tertentu (bola dan silinder) dengan
12
perguruan tinggi, jurnal nasional, jurnal yang diperoleh dari internet, maupun di
berbagai thesis Program Pasca Sarjana (di Perguruan Tinggi tempat studi ini
dilakukan dan dari perguruan tinggi luar negeri dari Internet sebagaimana yang
keseluruhan adalah belum pernah dilakukan dalam bentuk yang sama persis.
7. Kerangka Penulisan
Penulisan dan penyusunan tesis ini secara umum dibagi dalam lima
kerangka penulisan dan tinjauan pustaka. BAB II merupakan dasar teori yang
Hamiltonian dalam metode massa efektif k.p, serta mengenai pendekatan tight-
binding semi empirik terkait dengan penyusunan elemen Hamiltonian dalam basis
atomik dan transformasi uniternya ke basis Kane. BAB III, sebuah elaborasi hasil
penelitian yang memaparkan model QD diteliti, sifat perkalian tensor dua ruang
13
Hilbert dan proses penentuan vektor gelombang sistem yang diteliti, serta
dengan menggunakan beberapa asumsi terhadap hasil dari BAB II. Juga
analitik maupun dengan proses numerik dengan Maple versi 9.5. BAB III diakhiri
(potensial) terhadap nilai dan fungsi eigen operator energi. BAB IV, berisi
8. Tinjauan Pustaka
Dalam bagian ini akan disajikan sejumlah penelitian yang telah dilakukan
terkait dengan struktur elektronik bulk dan nanokristal silikon serta penggunaan
metode pendekatan massa efektif k.p dan pendekatan massa efektif dalam
terdekat. Pada kedua penelitian ini, Niquet tidak memperhitungkan interaksi spin-
orbit. Trani (2004) (dalam bagian III dan IV disertasinya) juga melakukan
interaksi spin-orbit.
8x8. Pada penelitian Prado dkk, fungsi gelombang diekspansikan dalam basis
tidak terkopling yang tersusun oleh himpunan basis Bloch dan Himpunan OPF
Lee dkk (2004) menentukan nilai eigen dan fungsi eigen sistem QD
Function). Dalam penelitian ini Lee dkk memasukkan pengaruh medan periodik
kristal dengan konsep massa efektif serta tidak memperhitungkan interaksi spin-
orbit.
16
BAB II
DASAR TEORI
Pi2 PI2 zI e2 1 e2 1 zI zJ e2
H total =∑ +∑ −∑ + ∑ + ∑ (II.1)
i 2m I 2M I I r - RI 2 i ≠ j ri - r j 2 I ≠ J R I - R J
atom. Dalam persamaan (II.1) ri, Pi dan –e mewakili posisi, momentum dan
muatan dari elektron, sedangkan rI, PI dan +zIe mewakili posisi, momentum dan
muatan dari inti. Saling interaksi antar semua elektron dan inti dalam material
akan menentukan struktur elektronik sistem dan sifat-sifat lain yang didasarkan
yang terkait dengan Hamiltonian (II.1) dua pendekatan dasar sering dibuat yaitu:
dengan:
Pi2
H =∑ + VI (ri ) = ∑ H i (II.2)
i 2m i
yang menunjukkan untuk tiap elektron, operator energi kinetik dan potensial
terkait dengan distribusi inti dingin (Ray, 2005). Komponen potensial dalam
Jika ion-ion ini berulang secara periodik maka akan membentuk medan potensial
elektron relatif terhadap inti, dalam model Hamiltonian partikel tunggal yang
103 lebih cepat dari ion (inti bersama elektron dalam potensial inti {elektron inti
potensial inti (keadaan terlokalisasi) saling bebas satu sama lain tetapi tetapi
dalam pengaruh potensial efektif oleh inti-inti atom. Hamiltonian partikel tunggal
mempunyai bentuk:
Pi2
H =∑ + Va eff (ri ) (II.3)
i 2m
keadaan terlokalisasi dalam suatu material. Jika bagian potensial dalam persamaan
(II.3) berulang secara beriodik maka Hamiltonian (II.3) akan mewakili sistem
kristal dan fungsi gelombang nya akan mematuhi teorema Bloch. Hamiltonian
(persamaan swanilai operator energi persamaan (1)) ditentukan oleh asumsi dan
persepsi terhadap perilaku dan kondisi elektron dalam bahan, serta teknik
matematis yang terkait dengan masalah swanilai. Secara umum masalah ini dapat
1. Dari segi persepsi terhadap sistem molekul dan kristal (model teoritis
terhadap sistem yang ditinjau) terdapat dua pendekatan yang ditentukan dari
atomik. Untuk masalah ini terdapat dua pendekatan dasar yang dibuat yaitu:
kovalen yang bertitik pangkal pada pendekatan konsep klasik Lewis tentang
pertimbangan fisika dan kimia untuk menyusunan fungsi coba yang menjadi
ruang vektor bagi sistem fisis yang ditinjau. Sedangkan metode gangguan
kombinasi keduanya yang saat ini sedang dikembangkan yaitu yang dikenal
besar.
nanokristal adalah perlu untuk mengetahui bentuk Hamiltonian dan basis tidak-
spin-orbit (sesuai dengan jenis material kristal silikon yang ditinjau), yang
kemudian dapat diterapkan dalam kasus quantum dot dengan asumsi yang
disajikan dalam BAB III. Dalam bagian ini akan dipaparkan garis besar tentang
pustaka dengan fokus pada Kemerink (1998), North (2001), Jena (2004),
Pada kesempatan ini akan diberikan pendahuluan teori massa efektif k.p
dalam bentuk yang lebih detail sebagai bagian untuk mewadahi penelitian dalam
memahami keterkaitan antara fungsi kisi Bloch dalam kaitannya dengan orbital
himpunan orbital atomik sebagai basis untuk ruang Hilbertnya dan teori massa
efektif-k.p yang mengaitkan antara tafsiran fungsi eigen (fungsi kisi Bloch)
dengan orbital atomik. Ini merupakan hasil studi pustaka terhadap tulisan Jena
(2004).
keseluruhan struktur pita. Daerah yang terpenting dari struktur pita ini adalah
daerah yang sebagian besar ditempati oleh pembawa muatan kristal. Titik-titik ini
adalah titik terendah dalam pita konduksi dan titik tertinggi pita valensi. Titik
campuran, maksimum pita valensi dan minimum pita konduksi terjadi pada titik
yang sama dalam ruang-k yaitu pada titik-Γ. Semikonduktor demikian dinamakan
22
besar perangkat optik. Jika minimum pita konduksi dicapai pada beberapa titik
dekat tepi pita (di bawah pita konduksi dan di atas pita valensi) dan dapat
Untuk memahami evolusi struktur pita secara umum (keseluruhan pita dalam
sistem) dan bagaimana metode k.p digunakan dalam mempelajari struktur pita
secara khusus (diaplikasikan hanya pada sejumlah pita yang mayoritas didiami
oleh pembawa muatan) maka harus mulai dengan ide tentang gelombang Bloch.
dengan ψ (k, r ) adalah fungsi gelombang Bloch, u (k, r ) adalah fungsi kisi Bloch
atau fungsi Bloch Periodik yang mempunyai simetri pergeseran yang sama
1
ψ (k, r ) = e ik tot ⋅r
(II.5)
Ω
23
dengan vektor gelombang total k tot = k + G . Vektor gelombang total dapat hanya
wakilan ruang-k dengan G yaitu vektor kisi balik, semenjak vektor kisi balik G
1
ψ (k, r ) = e ik⋅r e iG.r , (II.6)
Ω
1
u (k, r ) = e iG⋅r , dengan demikian dalam model elektron mendekati-bebas (nearly
Ω
free-electron) jika kita mengetahui G maka otomatis kita mengetahui fungsi kisi
Bloch. Fungsi kisi Bloch u (k, r ) adalah periodik dengan perulangan kisi.
parabolik yang berulang secara periodik dalam sumbu k dimana terdapat titik
h 2 (k + G )
2
E (k ) = (II.7)
2m0
potensial gangguan V(r) mempunyai elemen matrik tidak nol terkait dengan
oleh sifat simetri dari keadaan yang terkait dengan keadaan merosot). Pemecahan
24
ini membuat pita-pita terpisah oleh celah, dimana besar celah ditentukan oleh
E(k) E(k)
ZB ZB
Degenerasi Gap
Gambar II.1. Struktur pita dalam model elektron mendekati-bebas. Untuk 1-dimensi keadaan
terdegenerasi hanya terjadi pada pusat zona (k=0 atau pada tepi zona Brillouin
(k = ±π/a). Untuk kasus 2 dan 3 dimensi keadaan tergenerasi dapat juga terjadi
pada titik lain dalam zona Brillouin (Jena, 2004).
Zone Brillouin pertama adalah sejumlah N atom yang berada dalam keseluruhan
kristal. Karena setiap keadaan spin diizinkan untuk terdegenerasi 2 maka jumlah
Jika potensial kisi tidak nol maka fungsi gelombang Bloch mempunyai
bentuk:
e i (k ⋅r )
nk = u nk (r ) (II.8)
Ω
∗
⎡ e i (κ⋅r ) ⎤ ⎡ e i (k ⋅r ) ⎤ i (κ ⋅k )
δ mnδ κk = mκ nk = ∫ d r ⎢ 3
u mκ (r )⎥ ⎢ u nk (r )⎥ = ∫ d r
3 e
u m∗ κ (r )u nk (r )
Ω ⎣ Ω ⎦ ⎣ Ω ⎦ Ω Ω
(II.9)
25
Persamaan (II.9) dapat disederhanakan jika ditinjau keadaan yang cukup jauh dari
tepi zona Brillouin. Ini dikarenakan pada jarak yang cukup jauh dari tepi Zoba
lebih besar dibandingkan dengan ukuran sel unit maka fungsi u adalah periodik
1
∫d r u m∗ κ u nk = δ mn
3 '
(II.10)
Ω ss Ω ss
Indeks ss menunjukkan sel satuan. Karena sifat berulang dari u, integral (II.10)
1
ΩΩ∫ d 3 r 'u m∗ κ u nk = δ mn (II.11)
Teori k.p menunjukkan bahwa u secara relatif tidak bergantung pada k. Ini
dilakukan subsitusi:
u nk → Ω ss u nk atau u nk → Ω u nk (II.12)
Dengan persamaan (II.12) maka persamaan (II.10) dan (II.II) memenuhi relasi
ortonormalitas:
∫d r u m∗ κ u nk = δ mn ∫d r u m∗ κ u nk = δ mn
3 ' 3 '
atau (II.13)
Ω ss Ω
26
Pada relasi (II.13) diasumsikan bahwa untuk suatu nilai k, fungsi u nk membentuk
2.c. Persamaan k.p untuk Fungsi Bloch Periodik tanpa Gandengan Spin-
Orbit
merupakan fungsi Bloch, oleh karenanya persamaan Schrödinger tak gayut waktu
⎡ h2 2 ⎤ e i (k.r ) e i (k.r )
⎢ − ∇ + V K (r )⎥ u nk (r ) = E nk u nk (r ) (II.14)
⎣ 2m0 ⎦ Ω Ω
⎡ h2 ⎤
e i (k⋅r ) ⎢− ( )
− k 2u nk (r ) + 2ik ⋅ ∇u nk (r ) + VK (r )u nk (r )⎥ = Enk e i (k⋅r )u nk (r )
⎣ 2m0 ⎦
(II.15)
⎛
⎜⎜ H 0 +
h ⎞ ⎡
()r h2k 2 ⎤
k.p ⎟⎟u nk (r ) = ⎢ E n k − ⎥u nk (r )
2 m0 ⎦
(II.16)
⎝ m0 ⎠ ⎣
dengan
p2
H0 = + VK (r ) (II.17)
2m0
(misalnya pita valensi). Untuk keadaan di tepi pita maka suku kedua di sebelah
27
kiri persamaan (II.16) dapat diperlakukan sebagai gangguan. Terlihat massa bebas
H 0 u n 0 (r ) = E n (0)u n 0 (r ) (II.18)
dengan En (0) adalah nilai eigen pada pusat Zona Brillouin. Kurva dispersi En (k )
dapat dicari dengan memasukkan efek dari bentuk k.p sebagai gangguan. Jika
h2k 2
Wn (k ) = En (k ) − (II.19)
2m0
maka daerah disekitar k=0 dapat diperiksa dengan teori gangguan. Ketika k=0,
maka:
Wn(0 ) (0 ) = E n (0 ) (II.20)
Nilai eigen untuk Hamiltonian lengkap dalam persamaan (II.16) dapat didekati
dalam orde pertama dan kedua gangguan. Dengan persamaan (II.20) nilai eigen
h2k 2
En (k ) = En (0) + + Wn(1) + Wn(2 ) (II.22)
2m0
Dari persamaan (II.22) nampak bahwa pita memelihara bentuk parabolik dasar
yaitu bentuk k2, oleh karenanya massa efektif harus berasal dari dua bentuk
Untuk teori k.p kasus yang terpenting adalah keadaan tidak merosot (Jena,
Griffiths, 1995). Potensial gangguan dalam (II.16) dapat diwakili dengan sebuah
operator yaitu:
h
νˆ = k.p (II.23)
m0
2
νˆmn
Wm = E m (0 ) + νˆmn + ∑ (II.24)
n≠m E m (0 ) − E n (0 )
2
h2k 2 ν mn
E m (k ) = E m (0 ) + + ν mn + ∑ (II.25)
2 m0 n ≠ m E m (0 ) − E n (0 )
oleh interaksi antara nilai eigen yang berbeda. Dimana terjadi atau tidak terjadinya
νˆmn m νˆ n adalah matriks nol atau lenyap maka berarti tidak ada interaksi.
Keadaan lenyap atau tidak ini bisa dilihat dari sifat simetri fungsi eigen dan
elemen matrik diperoleh dari keadaan terganggu yang diekspansikan dalam basis
menunjukkan ini dapat dilakukan dalam dua metode. Metode pertama dengan
ˆ u n 0 = ± u n 0 . Transformasi
yang bersesuaian dengan pergantian r → −r , yaitu ℘
serupa juga berlaku untuk operator momentum. Dalam kasus satu dimensi,
diperoleh
h d h d h d
ˆ + p x℘
℘ ˆ+
ˆ =℘ ℘ ˆ+
ˆ =℘ ℘ˆ =− = − px (II.26)
i dx i d (− x ) i dx
terluar (valensi) dalam orbital s dan p. Sifat simentri (atau geometri) dari orbital-
s =1 (II.28)
x
px = = 3 sin θ cosφ (II.29)
r
y
py = = 3 sin θ sin φ (II.30)
r
z
pz = = 3 cos θ (II.31)
r
struktur pita kristal akan hadir celah energi yang merupakan reprentasi keadaan
elektron yang berada dalam potensial periodik kristal. Karena keadaan valensi dan
konduksi terkait dengan interaksi orbital s dan p, maka keadaan di dekat tepi pita
z z z z
y y y y
x x x x
Orbital-s Orbital-px Orbital-py Orbital-pz
Gambar II.2. Orbital-orbital s dan p dari sistem atom. orbital-s berbentuk bola, dengan
demikian simetri pada semua sumbu. Orbital-orbital-p adalah antisimetri atau
fungsi ganjil sepanjang arah mereka diorientasikan (Jena, 2004).
konduksi minimum (k=0) atau mempunyai simetri bola. Sedangkan seluruh pita
keadaan pita valensi dapat ditulis sebagai kombinasi linear dari orbital-orbital-p.
Terlihat bahwa fungsi kisi Bloch memelihara simetri yang dimiliki orbital-
orbital atomik. Dalam ekspresi matematis dapat dikatakan bahwa fungsi kisi
kombinasi linear dari u x , u y ,&u z . Tanpa mengetahui pun bentuk alami eksak dari
32
fungsi-kisi Bloch, dapat segera dinyatakan bahwa elemen matrik antara keadaan
uc uv = 0 , (II.32)
E Celah
Celah Tidak
langsung langsung
Pita
konduksi
s u s +s p
Gambar II.3. Tipe struktur pita semikonduktor. Untuk semikonduktor celah-langsung, keadaan
pita konduksi terjadi pada k=0 yang berperilaku seperti orbital-s, sedangkan
keadaan pita valensi adalah kombinasi linear orbital-orbital yang berperilaku
seperti orbital-p. Untuk semikonduktor celah-tidak langsung keadaan pita konduksi
tidak berperilaku seperti orbital-s, tetapi menyerupai keadaan camputran dari
keadaan orbital-p dengan keadaan orbital-s (Jena, 2004)
( )
p = −ih iˆ ∂ ∂x + ˆj ∂ ∂y + kˆ ∂ ∂z maka matrik-momentum uc p u v antara pita
u s p ui = u s pi ui ≡ p dan u s pi u j = 0, (i ≠ j ) (II.33)
Elemen-elemen ini secara jelas dapat dilihat pada seksi (Model Kane) seperti yang
dilakukan oleh Kane guna mendapatkan basis bagi Hamiltonian diagonal yang
kedua νˆmn adalah tidak perlu nol, yang mana memberikan kemunculan massa
33
dengan
k 2 = k x2 + k y2 + k z2 = ∑ kα kα = ∑ kα k β δ αβ (II.35)
α α ,β
2
dan δ αβ adalah delta Kronecker. k ⋅ p nm dapat juga ditulis dalam bentuk-bentuk
komponen-komponennya yaitu:
∗
⎛ (β ) ⎞
k ⋅ p nm = (k ⋅ p nm )
2 ∗
(k ⋅ p nm ) = ⎛⎜ ∑ kα pnm
(α ) ⎞
⎟ ⎜ ∑ k β pnm
⎜
⎟ = ∑ kα pnm
⎟
(α )∗ (β )
k β pnm
⎝α ⎠ ⎝ β ⎠ α ,β
( II.36)
(1) h ∂
dengan pnm = un0 p x um0 = un0 u m 0 dan seterusnya. Vektor gelombang k
i ∂x
karena bersifat real. Kemudian karena konjugat kompleks dari suatu elemen
∗
(α ) (α )
pnm = pmn . Sehingga persamaan (II.36) menjadi:
k ⋅ p nm = ∑ pnm
(α ) ( β )
2
pmn kα k β (II.37)
α ,β
⎡ h 2δ αβ ⎛ h ⎞ 2 α β ⎤
E m (k ) − E m (0) = ∑ ⎢
pnm pmn
+⎜ ⎟ ∑ ⎥kα k β (II.38)
α ,β ⎢
⎣ 2 m 0 ⎝ 2 ⎠ n ≠ m E m (0 ) − E n (0 ) ⎥⎦
34
sebagai:
h2 ⎛ 1 ⎞
E m (k ) − E m (0) = ∑ ⎜⎝ m ∗ ⎟
kα k β (II.39)
2 α ,β ⎠α , β
dengan
⎛ 1 ⎞ ⎡ δ αβ h α
p nm β
p mn ⎤
⎜ ∗⎟ =⎢ + 2
⎝ m ⎠αβ ⎣ 2m0 m0
∑ ⎥,
n ≠ m E m (0 ) − E n (0 ) ⎦
(II.40)
dalam orde pertama teori gangguan. Dari teori gangguan, u nk untuk pendekatan
ν mn
u nk ≅ u n 0 − ∑ um0 (II.41)
m≠ n E m (0) − E n (0)
h
ν mn = u m 0 νˆ u n 0 dengan νˆ = k ⋅ pˆ (II.42)
m0
Oleh karenanya koreksi orde pertama dalam persamaan (II.41) adalah tidak nol.
hanya bergantung pada k melalui koreksi orde pertama. Jika elektron berada
dalam pita konduksi (pada semikonduktor pita dua/ valensi-konduksi) maka m=2,
maka pita satu-satunya yang lain adalah pita valensi yang diberikan oleh n=1.
Kemudian jika pada semikonduktor celah pita duua ini celah energi
kanan dari persamaan (II.41) adalah kecil. Arti penting dari asumsi bahwa celah
energi cukup lebar adalah bahwa fungsi u nk dapat diekspansikan dalam bentuk
fungsi u n ,0
35
u nk = ∑ am (k )u m 0 (II.43)
m
itu teori k.p juga memprediksikan suatu massa efektif untuk elektron.
pada pendahuluan, ini dapat dilakukan dengan menganggap hasil kali skalar k.p
gangguan. Oleh karenanya persamaan schrödinger tak gayut waktu dalam bentuk
⎡ h h 2k 2 ⎤
H u k (r ) = ⎢ H 0 + V so + k ⋅p + ⎥ u k (r ) = E k u k (r ) (II.44)
⎣ m0 2 m 0 ⎦
dengan H0 adalah Hamiltonian pusat zona Brillouin dan Vso adalah potensial spin-
orbit. Diketahui :
h
V so = (σ × ∇V ) ⋅ p (II.45)
4m02 c 2
Dengan p dan σ adalah operator momentum dan spin Pauli. Dapat dipahami
bahwa interaksi spin orbit adalah murni pengaruh efek relativistik. Pengaruh ini
muncul oleh pergerakan elektron disekitar inti yang bermuatan positif pada
menjadi medan magnetik dalam persepsi elektron dan akan berinteraksi dengan
36
spin atau lebih tepatnya dengan momen magnetik elektron. Karena elektron
valensi yang terletak lebih dekat dengan inti dibandingkan dengan elektron
konduksi maka efek spin-orbit ini akan dominan disumbangkan oleh elektron
valensi dan biasa di dimasukkan dalam penggambaran pita valensi, di mana jika
gerakan relatif elektron adalah sebuah gerak menyerupai garis lurus, maka
1 (v × E ) c 2
B=− ≅ (v × E ) c (II.46)
2 1 − v 22
c
e
V so = −M ⋅ B = 2µ B S.B = S.B
mc
= − 2 S ⋅ (v × E )
e
mc
(II.47)
= 2 2 S ⋅ (p × ∇φ )
e
m c
= − 2 (S × ∇(eφ )) ⋅ p
e
mc
suatu orbit tertentu perlu dimasukkan efek presisi Thomas dengan menambahkan
suatu faktor 2 terhadap pembagi (II.44). Untuk potensial simetri bola (misalnya
− 1 1 ∂(eφ(r ))
V so = S⋅L (II.48)
2m 2 c 2 r ∂r
37
berasal dari orbital-s (elektron pita konduksi untuk semikonduktor direct (L ≈ 0))
sehingga interaksi spin-orbit akan dalam orde nol, penjelaasn efek ini
sebagaimana dijelaskan di atas. Untuk elektron yang berasal dari orbital-p (L ≈ 1),
oleh karenanya efek interaksi spin-orbit tidak dapat diabaikan untuk elektron
valensi.
dua menghasilkan relasi dispersi yaitu k 2 pada semua pita. Analisis ini hanya
pada orde k lebih tinggi dengan cara ini adalah sangat tidak praktis sehingga
metode lain perlu diterapkan (Kemerink, 1998). Pendekatan yang sangat sukses
semikonduktor, tepi pita konduksi terendah dan pita valensi tertinggi secara relatif
terpisah dengan baik dari semua tepi-tepi pita yang lain disekitar titik Γ. Kane
dalam suatu himpunan terbatas tepi-tepi pita, termasuk gandengan dengan tepi
Hamiltonian (dasar dan gangguan) adalah diagonal pada k = 0. Oleh karena itu
Kane memilih sebuah himpunan basis yang dibuat dari kombinasi linear dari
fungsi di atas. Basis ini dipilih sedemikian rupa sehingga momemtum sudut total
(Kemerink, 1998)
merosot ini ditandai sebagai S ↑ dan S ↓ , dan mempunyai sifat yang sama
adalah fungsi eigen dari L2 dan S2, dengan L dan S operator momentum sudut dan
spin. Karena L dan S tidak dapat mengkarakterisasi keadaan pita valensi secara
Kemudian dapat dipilih ini untuk menjadi proyeksi L sepanjang sumbu z, mL -1,
atas, fungsi Bloch baru dapat dikontruksi yang merupakan fungsi eigen dari L2
1
1,+1 = ( X + iY )
2
1,0 = Z
1
1,−1 = ( X − iY ) (II.49)
2
J 2 = (L + S )
2
(II.50)
= L2 + 2L ⋅ S + S 2
(a) (b)
E E
L=0
J=1/2 Γ6
S=1/2
Eg
L=1
J=3/2 Γ8
S=1/2 ∆s.o
J=1/2 Γ7
Gambar II.4. Ilustrasi skematik dari efek dari gandengan spin-orbit pada tepi pita
konduksi terbawah dan tepi pita tertinggi valensi. (a) tanpa interaksi
spin-orbit. (b) dengan interaksi spin orbit (Kemerink, 1998)
maka eigen fungsi dari J2 adalah juga fungsi eigen dari Vso, sekali lagi J tidak
memberikan J=1/2 (mj=±1/2). L=1 untuk S=1/2 memberikan empat keadaan baru
yaitu dengan J=3/2 (mj=±3/2, ±1/2) dan dua keadaan baru yaitu J=1/2 dengan
(mj=±1/2). Ini dilustrasikan dalam gambar (II.4). Eg dan ∆so adalah celah energi
dan energi pemecahan spin-orbit. Tepi dari J=3/2 engan mj=±3/2, ±1/2 dinamakan
heavy dan light hole. Tepi J=1/2 teratas adalah pita yang tidak terpecah. Kontruksi
J2 dan Jz dari L dan S dapat dilihat dalam buku pegangan mekanika kuantum
seperti (Rosyid, 2005; Johnson, 2006). Hasil dari proses ini dapat diihat pada
ui J, J Z ψ J ,J Z
u1 1
2 , 12 iS↑
u3 3
2 , 12 − 2
3 Z↑ + 1
6
(X + iY ) ↓
u5 3
2 , 32 1
2
(X + iY ) ↑
u7 1
2 , 12 1
3
(X + iY ) ↓ + 1
3
Z↑
u2 1
2 ,− 12 iS↓
u4 3
2 ,− 12 1
6
(X − iY ) ↑ + 2
3 Z↓
U6 3
2 ,− 32 1
2
(X − iY ) ↓
U8 1
2 ,− 12 1
3
(X - iY ) ↑ + 1
3
Z↓
ditemukan oleh Kane, untuk celah pita cukup lebar, Luttinger dan Kohn
menentukan Hamiltonian hole k.p 4×4 untuk pita valensi dengan teori gangguan.
Hamiltonian LK 4x4 didasarkan pada asumsi bahwa pita HH dan LO adalah pita
(heavy hole) dan interaksinya sebagai pita utama sedangkan pita lainnya (pita
konduksi dan pita konduksi lainnya yaitu pita SO (split-off) sebagai gangguan,
keadaan ini basis (celah pita cukup jauh) yang digunakan untuk penentuan
keadaan elektron dapat direduksi menjadi menjadi 2 keadaan pita konduksi aja
(Kemerink, 1998).
sebagai keadaan utama sedangkan pita lainnya misalnya pita konduksi sebagai
model Hamiltonian LK 6×6. Model Hamiltonian ini juga telah aplikasikan pada
sistem QD heterostruktur (Grigoryan dkk, 1990) dan akan kita aplikasikan pada
Untuk semikonduktor pita sempit atau gandengan antara pita valensi dan
(Efros dan Rosen, 1998), Hamiltonian ini baik yang simetri maupun asimetri ini
pun telah digunakan sistem QD heterostruktur dan akan digunakan pula pada
2.e.1. Model Hamitonian k.p 6×6 dengan Teori Gangguan (Celah Pita
Cukup Lebar)
Dengan perspektif teori gangguan, keadaan tepi pita konduksi dan valensi
dapat dibagi atas dua kelas misalnya kelompok A dan B. keadaan-keadaan yang
42
diasumsikan utama ke dalam kelompok A dan setiap pita yang lain ke kelompok
B.
A B
u k (r ) = ∑ a j ',k u j ',0 (r ) + ∑ aγ ',k uγ ',0 (r ) (II.51)
j' γ'
dengan j’ adalah keadaan dalam kelas A dan γ’ adalah keadaan dalam kelas B,
∑ (U )
A
A
jj ' − Eδ jj ' a j ',k = 0 (II.52)
j'
sebagai pengganti:
∑ (H − Eδ jj ' ) a j ',k = 0
A, B
jj ' (II.53)
j'
diperlakukan sebagai gangguan. Bentuk U jjA' dalam koreksi orde pertama terhadap
Hjj’ adalah:
B H jγ H jγ '
U jjA' = H jj ' +
γ
∑
≠ j, j' E0 − Eγ
⎡ h 2k 2 ⎤
H jj ' = u j , 0 H u j ', 0 = ⎢ E j (0 ) + ⎥ δ jj ' ( j, j ' ∈ A)
⎣ 2m0 ⎦
pergerakan elektron konduksi dan valensi. Dari persamaan (II.48) nampak bahwa
fakta bahwa kecepatan elektron konduksi jauh lebih tinggi dari elektron valensi
maka berlaku:
h hk α α
H jγ = u j ,0 k ⋅ p uγ , 0 = ∑ p jγ ( j ∈ A, γ ∉ A) (II.54)
m0 α = x , y , z m0
dengan sumbangan spin-orbit diabaikan. Dalam hal ini sumbangan potensial spin-
orbit bagi nilai eigen energi akan dimasukkan dengan pemilihan basis fungsi
Bloch yaitu orbital p (keadaan valensi). Oleh karenanya U jjA' dapat diungkapkan
sebagai:
∆
E j (0) = E p + =0 untuk empat keadaan HH dan LH dan
3
2∆
E j (0) = E p − = − ∆ untuk dua keadaan SO. Kemudian U jjA' dalam (II.55)
3
D jj ' = E j (0 )δ jj ' + ∑ D αβ
jj ' kα k β (II.56)
α ,β
dengan D αβ
jj ' didefinisikan sebagai
⎡ B pα p β + p β pα ⎤
h2
⎢ jj ' αβ ∑
j γ αj ' jγ γj '
D αβ
jj ' = δ δ + ⎥ (II.57)
2m0 ⎢⎣ γ m0 (E0 − Eγ ) ⎥⎦
44
keadaan yang terkait dengan keadaan sekitar tepi pita valensi dan konduksi yang
menjadi perhatian yaitu tiga pita valensi teratas misalnya pita HH, LH dan SO
yang mana masing-masing merosot (tergenerasi) dua. Oleh karena itu pita-pita
h2 h2 B p Xx γ pγxX
A0 = +
2m0 2m02
∑γ E − Eγ
0
h2 h2 B p Xyγ pγyX
B0 = +
2m0 2m02
∑γ E − Eγ
0
h2 B p Xx γ pγxX + p Xy γ pγyX
C0 =
2 m0
∑γ E 0 − Eγ
(II.58)
Juga didefinsikan parameter Luttinger γ1, γ2, γ3 (Luttinger dan Kohn, 1955;
2m0
γ1 = − ( A0 + 2 B0 )
3h 2
2m0
γ2 = − ( A0 − B0 )
3h 2
2 m0
γ3 = − C0 (II.59)
3h 2
dihubungkan dengan pengukuran massa efektif dari sebuah bulk kristal (Gershoni
dkk, 1993):
45
m0
[001] = γ 1 − 2γ 2
mhh
m0
= γ 1 + 2γ 2
mlh[001]
m0
[111] = γ 1 − 2γ 3
mhh
m0
= γ 1 + 2γ 3 (II.60)
mlh[111]
⎡ − P−Q S −R 0 S 2 − 2 R ⎤ HH
⎢ ∗ ⎥
⎢ S −P+Q 0 −R 2Q − 3 2 S ⎥ LH
6×6
⎢ − R∗ 0 −P+Q −S − 3 2S ∗ − 2Q ⎥ LH
H LK =⎢ ⎥
⎢ 0 − R∗ − S∗ − P−Q 2R∗ S ∗ 2 ⎥ HH
⎢ S∗ 2 2Q ∗ − 3 2S 2R −P−∆ 0 ⎥ SO
⎢ ⎥
⎢⎣ − 2 R ∗ − 3 2S ∗ − 2Q ∗ S 2 0 − P − ∆ ⎥⎦ SO
6×6
dengan elemen matrik H LK adalah:
P=
h2
2m0
(
γ 1 k x2 + k y2 + k z2 )
Q=
h2
2 m0
(
γ 2 k x2 + k y2 − 2k z2 )
R=
h2
2m 0
[ ( )
3 − γ 2 k x2 − k y2 + 2iγ 3 k x k y ]
46
2 3γ 3 (k x − ik y ) k z
h2
S= (II.61)
2 m0
6
u n,k (r ) = ∑ a j ,k u j ,0 (r ) (II.63)
j =i
fungsi gelombang pita konduksi sangat kecil didaerah sekitar Γ. Sehingga untuk
keadaan pita konduksi basis dalam tabel (III.I) dapat direduksi menjasi u1 dan u2
dan penjumlahan hanya meliputi pita-pita ini. Dalam kondisi ini persamaan
periodik; Jika potensial makroskopik adalah diagonal dalam indeks pita maka
(dengan massa efektif) selama fungsi gelombang lengkap (dengan fungsi Bloch
periodik)}:
⎡ h2 2 ⎤
⎢ ∗ ∇ + V p (r )⎥φi (r ) = Eφi (r ) (II.64)
⎣ 2m ⎦
47
adalah tidak bergantung spin, tiap level akan terdenerasi dua kali (degenerasi
Kramer) (Kemerink, 1998), dengan φi (r ) adalah fungsi gelombang pita dari sub
pita ke i. (dimana i=0 adalah keadaan dasar dan i=1 adalah keadaan tereksitasi
pertama pita konduksi, dst), sehingga fungsi gelombang pita konduksi diberikan
oleh:
( )
n
ψ c = ∑ u cj, 0 (r )φi (r ) ↑ , ↓ (II.65)
i =1
2002). Dalam sumber di atas Hamiltonian dapat mewakili sifat simetri dan non-
kontuinitas rapat arus melewati medium diskontinyu (atau dalam medium tidak
homogen yang terkait dengan material heterostruktur, Hamiltonian ini akan kita
1 1 ⎛⎜ E p ⎡ 2 1 ⎤ ⎞⎟
= α ⎢ + ⎥ .
m c m 0 ⎜ 3 ⎢⎣ E g E g + ∆ ⎦⎥ ⎟
⎝ ⎠
Y ↓ dan Z ↓ yaitu:
⎡H 0 ⎤
H 8×8 = ⎢ 4×4 + H so (II.67)
⎣ 0 H 4×4 ⎥⎦
⎡0 0 0 0 0 0 0 0⎤
⎢0 0 − i 0 0 0 0 1 ⎥⎥
⎢
⎢0 i 0 0 0 0 0 − i⎥
⎢ ⎥
∆ ⎢0 0 0 0 0 −1 i 0 ⎥
H so = (II.68)
3 ⎢0 0 0 0 0 0 0 0⎥
⎢ ⎥
⎢0 0 0 −1 0 0 i 0 ⎥
⎢0 0 0 −i 0 −i 0 0 ⎥
⎢ ⎥
⎢⎣0 1 i 0 0 0 0 0 ⎥⎦
dengan ∆ = h 2δ 2m0
49
8×8
H LK = U ∗ H 8×8U T (II.69)
S ↓ , X ↓ , Y ↓ dan Z ↓ ke basis Bloch u1, u2, u3, u4, u5, u6, u7 dan u8
⎡ 2 i i 2 ⎤
⎢ε g + A 0 iV1 V0 V −1 0 V0 V −1 ⎥
⎢ 3 3 3 3 ⎥
⎢ −1 2 2 −1 ⎥
⎢ 0 εg + A 0 V1 − i V0 − V −1 i V1 V0 ⎥
⎢ 3 3 3 3 ⎥
⎢ − iV ∗ −i
0 − p−q −s −r 0 s i 2r ⎥
⎢ i
2 ⎥
⎢ ⎥
⎢ 2V 0 −1 ∗ 3
Vi − s∗ − p+q 0 −r i 2q − i s⎥
8×8 h ⎢ 3 3 2 ⎥
H =
2m 0 ⎢ − i ∗ ⎥
LK
2 3 ∗
⎢ V −1 − i V0 − r∗ 0 − p+q s i s i 2q ⎥
⎢ 3 3 2 ⎥
⎢ i ∗⎥
⎢ 0 − V −∗1 0 -r∗ s∗ − p−q i 2r ∗ s ⎥
⎢ 2 ⎥
⎢ −i 2 i 3 ⎥
⎢ V0 − i V1∗ s∗ − i 2Q −i s − i 2r − p −δ 0 ⎥
⎢ 3 3 2 2 ⎥
⎢ 2 ∗ −1 3 ∗ −i ⎥
⎢ 3V −1 V0 − i 2r ∗ i s − i 2q s 0 p −δ ⎥
⎣ 3 2 2 ⎦
(II.70)
dengan:
2∆m0
δ= 2
; E g = h 2 ε g 2 m0 ;
h
k x + ik y k x − ik y
k+ = , k− = ,
2 2
50
V1 = vk + , V−1 = vk − ,
V0 = vk z ,
( ) (
p = γ 1 k x2 + k y2 + k z2 , q = γ 1 k x2 + k y2 − 2k z2 )
r = 3 −γ2 [ (k − k ) + 2iγ k k ],
2
x
2
y 3 x y s = 2 3γ 3 (k x − ik y ) k z , (II.71)
ψ nk (r ) = e ik .r u nk (r ) (II.72)
dengan
8
u nk (r ) = ∑ a j ,k u j ,0 (r ) (II.73)
j =i
Empirik), karena dalam penelitian ini akan digunakan parameter yang diberikan
oleh Metode Pseudopotensial maka perlu kiranya untuk dipaparkan secara singkat
nk = ∑ Ank k + G (II.74)
G
51
1
r k +G ≡ e i (k +G )⋅r (II.75)
Ω
simetri bola atomik v(r), sehingga Hamiltonian partikel tunggal untuk elektron
adalah (Trani,2004):
h2
H= + ∑ v(r - R i - d i ) (II.76)
2m d , R
i i
dengan R dan d masing-masing adalah posisi sel satuan dan posisi atom dalam
h2
k + G δ G,G' + V (G - G'),
2
k + G H k + G' = (II.77)
2m
(
Vk (G ) = v(G )∑ e − iG⋅d = v(G ) 1 + e − iG⋅d ) (II.78)
di
sebagai parameter, yang dicocokkan dengan data eksperimen. Masalah nilai eigen
⎡⎛ h 2 ⎞ ⎤
∑ k + G − En (k )⎟⎟δ G ,G ' + Vk (G - G ')⎥ Ak (G ) = 0
2
⎢⎜⎜ (II.79)
G ⎣⎝ 2 m ⎠ ⎦
Salah satu penyempurnaan dari teori ini adalah pseudopotensial lokal empirik
memberikan nilai potensial atomik yang lebih rendah, perumusan ini dapat
4. Metode Tight-Binding
Sejak studi fundamental dari Slater dan Koster (1954), pola interpolasi
tight binding (TB) telah menjadi alat yang tangguh (powerful) untuk menghitung
kerapatan keadaan dan spektrum elektronik dari material kristal. Metode ini
Hal ini dikarenakan dalam metode ini hanya membutuhkan sedikit jumlah orbital-
optimasi struktur. Saat ini, perhitungan energi total dan simulasi montecarlo
parameterisasi yang paling sering dilakukan saat ini adalah dengan mencocokkan
• Parameterisasi
• Derajat ab-initio
dapat digambarkan dengan ruang Hilbert terbatas yang dibentangkan oleh orbital-
N norb
ψ (r ) = ∑∑ ciα ϕα (r - R i ) (II.80)
i =1 α =1
dengan ϕα (r - R i ) adalah orbital jenis α yang berpusat pada atom i dengan posisi
Ri, dan
α = s , p x , p y , p z , d xy , d yz , d xz , d x 2
− y2
, d3z2 − y2
1 3 5 = Logam transisi-----
4 = semikonduktor
9 = Logam transisi
54
h2 2
− ∇ ψ (r ) + Va eff (r )ψ (r ) = Eψ (r ) (II.81)
2m0
h2 2
h=− ∇ + Va eff (r ) , (II.82)
2m0
Veff adalah potensial efektif yang dapat diekspansikan sebagai penjumlahan yang
Va eff (r ) = ∑ Va i (r - R i ) (II.83)
i
banyak elektron (Hohenberg, dan Kohn, 1964, Kohn dan Sham, 1965).
V(r)
Z+ Z+ Z+ Z+
N norb N norb
ϕ β (r - R j ) h ψ = ∑∑ ciα ϕ β (r - R j ) h ϕα (r - R i )
N norb
i =1 α =1
= E ∑∑ ciα ϕ β (r - R j ) ϕα (r - R i )
N norb
(II.85)
i =1 α =1
i =1 α =1 i =1 α =1
dengan
(II.86)
Hαα(Ri, Rj) adalah energi oleh interaksi antara orbital-orbital yang sama dan
Hαβ(Ri, Rj) adalah energi oleh interaksi antara orbital-orbital yang berbeda (matrik
ij
Sαβ = ϕα (r − R i ) ϕ β (r − R j ) = ∫ φα (r - R i )φ β (r - R j )d 3 r (II.87)
)
Dari persamaan terakhir dapat didefinisikan matrik H dan Ŝ yang berorde n × n
(n = N × norb ) yaitu:
)
⎧⎪ H dengan elemen Hˆ ( jβ )(iα ) = H βα (R j , R i )
⎨ ˆ (II.88)
⎪⎩ S dengan elemen Sˆ( jβ )(iα ) = S βα (R j , R i )
56
setiap kisinya lihat gambar II.6, oleh karenanya suatu posisi atom Ri dapat
dp dq dp dq dp dq
~ ~
R jkl R jkl
Gambar II.6. Ilustrasi kristal dengan setiap kisi kristal memiliki atau terdapat
beberapa atom di dalamnya.
~
dengan R jkl = ja1 + ka 2 + la 3 adalah vektor kisi [( j, k , l )∈ Z ], dp adalah posisi
3
~
posisi satu atom nc dari sel unit acuan pada R 000 . Dengan demikian:
( ~
)
N norb nc norb
ψ (r ) = ∑∑ ciα ϕα (r - R i ) ≡ ∑) ∑∑ c jklpα ϕα r - R jkl − d p (II.91)
i =1 α =1 ( j , k ,l ∈Z 3 p =1 α =1
Material dalam penelitian ini adalah silikon dengan struktur kristal adalah kisi
kubus pusat muka (lihat gambar II.6), dengan dua atom dalam tiap sel satuan
(nc = 2) :
57
a
y
d2 = a/4(0,0,0)
d1 = (0,0,0)
x
Gambar II.7. Atom pada sel satuan krista kubus pusat muka Silikon dengan kostanta kisi a
ψ (r ) ≡ ψ nk (r ) = e ik⋅r u nk (r ) (II.92)
( ~
) ~
( )
ψ nk r + R uvw = e ik⋅(r + R )u nk r + R uvw = e ik⋅R
~
uvw
~
uvw
[e ik⋅r
] ~
u nk (r ) = e ik ⋅Ruvwψ nk (r )∀(u, v, w) ∈ Z 3
(II.93)
Karena untuk sistem yang terdiri beberapa atom dalam setiap unit sel maka:
58
( ~
) ∑ ∑∑ c ( ~ ~
)
nc norb
ψ r + R uvw = jklpα ϕα r + R uvw - R jkl − d p
( ) j , k ,l ∈Z 3 p =1 α =1
( ~
)
nc norb
= ∑ ∑∑ c jklpα ϕα r − R ( j −u )(k −v )(l − w ) − d p (II.94)
( j ,k ,l )∈Z 3
α p =1 =1
( ~
)
nc norb
= ∑ ∑∑ c( j + u )( k + v )(l + w ) pα ϕα r − R jkl − d p
( j ,k ,l )∈Z 3
α p =1 =1
Dengan demikian
( ~
) ∑ ∑∑ c( ( ~
)
nc norb
ψ r + R uvw = j + u )( k + v )(l + w ) pα ϕα r - R jkl − d p
( ) j , k ,l ∈Z 3 p =1 α =1
~
=e ik ⋅R uvw
ψ (r ) (II.95)
( ~
)
~ nc norb
= e ik ⋅R uvw ∑ ∑∑ c jklpα ϕα r − R jkl − d p
( j ,k ,l )∈Z 3
α p =1 =1
Perubahan dalam (II.95) dapat dipenuhi karena ekspansi kombinasi linear orbital
(II.96)
Sehingga diperoleh:
( ~
)
nc norb
ψ nk (r ) = ∑ ∑∑ c jklpα ϕα r - R jkl − d p
( j ,k ,l )∈Z 3
α p =1 =1
(II.97)
( ) ~
( )
nc norb ~
= ∑∑ b pα (nk ) ∑e
ik ⋅ R jkl + d p
ϕα r - R jkl − d p
p =1 α =1 ( j ,k ,l )∈Z 3
kristal di mana terdapat beberapa atom pada tiap sel satuan menjadi:
h ψ nk = E nk ψ nk (II.98)
59
adalah:
h2 2
h=− ∇ + Va eff (r )
2m0
( )
(
~
)
nc norb ~
h ψ nk = ∑∑ b pα (nk ) ∑)
ik ⋅ R jkl + d p
e h ϕα r - R jkl − d p
p =1 α =1 ( j , k ,l ∈Z 3
(II.99)
( )
( ~
)
nc norb ~
= E nk ψ nk = E nk ∑∑ b pα (nk ) ∑e
ik ⋅ R jkl + d p
ϕα r - R jkl − d p
p =1 α =1 ( j , k ,l )∈Z 3
( )
( ~
)
~
ik ⋅ R 000 + d q
Jika persamaan (II.99) diproyeksikan ke e ϕ β r - R 000 − d p , maka
diperoleh:
( )
( ~
) ( ~
)
nc norb ~ ~
∑∑ b pα (nk ) ∑)
ik ⋅ R jkl − R 000 + d p − d q
e ϕ β r - R 000 − d q h ϕα r - R jkl − d p
p =1 α =1 ( j , k ,l ∈Z 3
( )
( ~
) ( ~
)
nc norb ~ ~
= E nk ∑∑ b pα (nk ) ∑) ϕ β r - R 000 − d q ϕα r - R jkl − d p ∀(q, β )
ik ⋅ R jkl − R 000 + d p − d q
e
p =1 α =1 ( j , k ,l ∈Z 3
(II.100)
( ) ~
( ~
)
nc norb ~ ~
∑∑ b α (nk ) ∑ e
ik ⋅ R jkl − R 000 + d p −d q
p H βα R 000 + d q , R jkl + d p
α
p =1 =1 ( j ,k ,l )∈Z 3
( ) ~
( ~
)
nc norb ~ ~
= ε nk ∑∑ b pα (nk ) ∑e S βα R 000 + d q , R jkl + d p ∀(q, β )
ik ⋅ R jkl − R 000 + d p −d q
p =1 α =1 ( j ,k ,l )∈Z 3
(II.101)
60
)
Akhirnya dapat didefinisikan matrik H dan Ŝ yang berorde nb × nb
(II.102)
Dengan vektor b̂nk dengan koordinat b pα (nk ) . Oleh karena itu persamaan
Schrödinger tidak bergantung untuk sistem kristal waktu dapat ditulis sebagai:
)
ˆ (k )bˆ = E S(k )bˆ
H (II.103)
nk nk nk
Pemecahan masalah nilai-eigen umum ini dan akan diperoleh pita-pita sebanyak
(nb = nc norb ) .
4.c. Hamiltonian Metode Tight-Binding Semiempirik
ubah
atau ab-initio
dengan asumsi tentang lingkungan-lokal, yaitu orbital atom dan potensial yang
pandang mekanika kuantum meliputi integral nilai harap energi dan dapat dibagi
1. Integral dalam satu atom sendiri (on-site), yaitu potensial dan kedua orbital
berpusat pada atom yang sama. Ini adalah energi orbital atomik
2. Integral dua-pusat, yaitu potensial dan satu orbital berpusat pada posisi
atom yang sama, sementara orbital yang lain adalah pada atom yang
berbeda.
4. Katageori yang ke empat terjadi ketika orbital orbital pada atom yang
sama, tetapi potensial terletak pada atom yang berbeda. Katagori ini pada
bentuk energi elektron atom tunggal yang telah didefinisikan pada katagori
dua dan tiga. Formalisme untuk katagori ini dibangun oleh (Mercer dan
Chou, 1994) dan diabaikan oleh Slater dan Koster (Romero, 2005).
62
potensial efektif dalam persamaan (II.85) dan (II.102), maka elemen matrik
H αβ (R i , R j ) = ϕ α (r - R i ) h ϕ β (r - R j )
h2 2
= ϕα (r - R i ) − ∇ r + ∑ Vk (r - R k ) ϕ β (r - R j )
2m0 k
h2 2
= ϕα (r - R i ) − ∇ r ϕ β (r - R j ) + ∑ ϕα (r - R i ) Vk (r - R k ) ϕ β (r - R j )
2m0 k
(II.104)
Models)
terdekat. Model ini didasarkan pada asumsi (ataupun fakta) bahwa orbital-orbital
atomik pada posisi cukup jauh dari inti meluruh secara eksponensial. Sebagai
tindih oleh interaksi dengan atom terdekat kedua dan ketiga relatif terhadap
H αβ (R i , R j ) = ϕα (r - R i ) h ϕ β (r - R j )
Probabilitas Elektron
1s
3d 3p H αβ (R j - R i )
3s
a0 5a0 10a0 R
Gambar II.8. Grafik ketergantungan orbital dan integral hopping terhadap jarak dari inti (Niquet,
2005).
Orbital atomik dapat dipecah kedalam bagian radial dan sudut (angular):
Rnα (r ) adalah bagian radial (fungsi radial), Ylα mα (θ , ϕ ) adalah bagian sudut (fungsi
sperical- harmonik terkait dengan momentum sudut orbital) dan (n,l,m) adalah
bilangan – bilangan kuantum utama, momentum sudut dan magnetik. Oleh karena
bagian angular basis orbital atomik ini akan saling ortogonal untuk atom yang
Sαβ (R i − R i ) = ϕα (r − R i ) ϕ β (r − R i ) = δ αβ (II.106)
Menurut (Niquet, 2005), Bagian radial Rnα (r ) dari atom-atom bebas tidak
mungkin atapun menjadi pilihan terbaik untuk bagian radial, karena untuk atom
yang berlainan, perbedaan yang kecil saja dari himpunan Rnα (r ) akan
himpunan bagian radial oleh interaksi akan menambah simetri baru yang
diperlakukan:
Sαβ (R i − R j ) = ϕα (r − R i ) ϕ β (r − R j ) ≈ δ αβ (II.107)
sebagai konsekuensinya:
( )
(
~ ~
)
~ ~
Sˆ (qβ )( pα ) (k ) = ∑e
ik. R jkl − R 000 + d p − d q
S βα R jkl − R 000 + d p − d q
( j , k ,l )∈Z 3
(~ ~
)
∑) e
ik. R jkl − R 000 + d p − d q
= δ j 0δ k 0δ l 0δ qp δ βα
( j , k ,l ∈Z 3
= δ βα δ qp ≡ δ (qβ )( pα )
Dengan sifat ortogonalitas ini penyajian masalah nilai eigen dalam persamaan
ˆ (k )bˆ = E bˆ
H nk nk nk
Dengan langkah serupa Sˆ dalam persamaan (II.84) menjadi matrik Identitas dan
ˆ cˆ = Ecˆ
H
tindih tidak berarti bahwa orbital yang berdekatan tidak saling menerobos (lihat
gambar II.8).
non-ortogonal, basis antara atom yang berbeda dapat dibuat ortogonal dengan
_ + _
Atom i Atom j
Gambar II.9. Ilustrasi asumsi ortogonalisasi yang tetap menganggap terjadi tumpah tindih
orbital walaupun kecil dan tumpah tindih ini relatif masih memelihara bentuk
orbital masing-masing
hbi = Ei bi (II.108)
N norb
ψ (r ) = ∑∑ biα φα (r - R i ) (II.109)
i =1 α =1
φα (r − R i ) φ β (r − R i ) = δ αβ (II.110)
mempertahankan sifat transformasi yang sama himpunan basis asli dalam operasi-
pada jenis material yang diteliti. Untuk sistem yang terbentuk oleh satu unsur saja
pada jarak atomik yang berbeda. Dalam Metode TB, dinamakan integral hopping
yang akan dicocokkan dengan fungsi analitik jarak antar atomik. Nilai eigen
orbital (tumpang tindih keadaan orbital atomik) dalam membentuk ikatan kimia.
Integral hopping adalah unsur krusial dari pola TB semenjak mereka mengukur
kemampuan elektron untuk loncat dari satu atom ke atom yang lain.
H αβ (R i , j ) = hαβ
0
fαβ (R i , j ) (II.111)
dengan fαβ (R i , j ) adalah fungsi penskalaan (scaling function) antara dua orbital α
dan β yang terletak dalam atom pada posisi Ri dan Rj. Kendala (constrain) dalam
setimbang . Dalam kasus silikon cluster (pulau/kelompok dari kristal silikon yang
untuk sistem cluster silikon. Dalam penelitian ini akan digunakan model
67
Pengembangan GPS (Goodwin, Pettior dan Skinner) oleh (Kwon dkk, 1994).
Alasan penggunaan model pengembangan GPS oleh Kwon dkk adalah karena
model ini dikembangkan untuk sistem Silikon cluster yang terdiri dari beberapa
atom saja sehingga menurut kami sangat cocok untuk sistem nanostruktur ataupun
sistem QD. Pada model ini faktor koreksi lingkungan oleh penambahan atom
⎛ r0 ⎞
n ⎧⎪ ⎡ ⎛ r ⎞
nc
⎛ r0 ⎞ ⎤ ⎫⎪
nc
pergerakan relatif elektron terhadap inti. Akibat pergerakan elektron, medan listrik
yang dihasilkan oleh inti yang bermuatan positif akan bertransformasi menjadi
medan magnet dari sudut pandang elektron. Dan karena hanya elektron valensi
(elektron inti/core electron) yang terdekat dengan inti maka efek gandengan spin
orbit hanya akan efektif atau dominan dirasakan oleh elektron valensi. Dalam
p yang mana adalah cukup untuk memecahkan pita valensi (lihat gambar II.3).
sendiri (Niquet, 2005). Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan dua
pusat.
h2 2 ⎡ 1 ⎤
− ∇ rψ (r ) + Veff (r )ψ (r ) + ⎢ 2 2 ( S × ∇ rVion ) ⋅ p ⎥ = Eψ (r ) (II.113)
2 m0 ⎣ 2m c ⎦
68
H iso ≈ λi L i ⋅ S (II.114)
dengan S adalah spin elektron dan L adalah operator momentum orbital pada
atom ke i. Sebagai sebuah konsekuensi setiap basis harus diperluas untuk memuat
⎡0 − i 0 0 0 1 ⎤ Px ↑
⎢ i 0 0 0 0 − i⎥ P ↑
⎢ ⎥ y
⎢0 0 0 − 1 i 0 ⎥ Pz ↑
H iso = −λi ⎢ ⎥ (II.115)
⎢0 0 − 1 0 i 0 ⎥ Px ↓
⎢0 0 − i − i 0 0 ⎥ P ↓
⎢ ⎥ y
⎣⎢1 − i 0 0 0 0 ⎦⎥ Pz ↓
Karena hanya pita valensi yang mengalami efek spin orbit maka Hamiltonian
matrik Hamiltonian tanpa spin orbit adalah H3 maka Hamiltonian matrik sistem
[
⎡H
H 8 x8 = ⎢ 4 x 4
] 0 ⎤
+ H iso II.116
⎥
ii
⎣ 0 [H 4 x 4 ]ii ⎦
Sebagaimana metode massa efektif k.p Hamiltonian ini dapat dibawa ke model
8 x8
H TB = U ∗ H 8 x8U T
69
z z z z z
+ +
+ _ _
_ _ 3z2-r2
_ +
_ +
2 2
+ + 3z -r
_ y _ y y _ y _ _ y
+
_ +
x x x x x
ssσ < 0 spσ >0 ppσ > 0 ppπ < 0 ddσ < 0
z z
_ + _
yz +
_ θ1 θ2
+ _ +
xy θ
_
+ y + _ y
yz _ _
+ xy +
x x
ddπ > 0 ddσ < 0 (spσ) f(θ) (ppσ, ppπ) f(θ1, θ1)
BAB III
menangani sistem QD kristal simetris yaitu konsep perkalian tensor dua ruang
akan muncul potensial makro yang memberikan kuatisasi baru pada partikel yang
berada dalam potensial inti. Kuantisasi ini berupa momentum sudut L” yang akan
berinteraksi dengan momentum sudut total yang dibangkitkan oleh potensial inti
J. Momentum sudut total oleh inti atom merupakan kopling antara momentum
sudut orbital dalam inti L’ dengan spin S atau J=L’+S. Oleh karenanya momentum
diperoleh dengan perkalian tensor dua ruang Hilbert yang masing-masing ruang
Hasil dari perkalian tensor dua ruang Hilbert adalah ruang Hilbert dengan dimensi
yang lebih besar, yang mencakup kedua ruang Hilbert dari masing-masing
operator. Himpunan basis dalam ruang Hilbert dapat tersusun oleh basis tidak
(tak tergandeng) bagi ruang Hilbert hasil perkalian tensor dua ruang Hilbert, maka
himpunan basis ini dapat dinyatakan dalam basis terkopling {ψ njl "lm }. Dalam
merupakan koefisien kombinasi linear dari basis terkopling relatif terhadap basis
Pada penelitian ini akan diselidiki struktur elektronik sistem QD silikon simetris
3-dimensi. Terdapat dua bentuk simetris sederhana yang dipilih yaitu bentuk bola
dan bentuk silinder. Dalam model penelitian ini sistem QD dihasilkan oleh
dan silinder. Model ini tentu sangat bergantung pada seberapa besar ukuran
nanostruktur yang dikaji. Semakin besar ukuran nanostruktur maka semakin tepat
asumsi bahwa tepi permukaan termasuk interface adalah smooth layaknya konsep
lingkarang dan garis lurus. Potensial dalam sistem QD simetris bola berbentuk:
⎧ V (r ) = 0 r≤R
⎨ (III.1)
⎩V (r ) = ∞ r>R
⎧ V (r , z ) = 0 r ≤ R dan z ≤ P 2
⎨ (III.2)
⎩V (r , z ) = ∞ r > R dan z > P 2
Dimana P adalah panjang silinder dan R adalah jari-jari bola dan silinder. Model
potensial ini cukup realistis untuk sistem nanokristal yang berada dalam medium
takhingga terhadap sistem nanokristal. Dalam model penelitian ini, strain pada
daerah antar muka (interface) antara sistem nanostruktur dengan medium pemberi
sistem yang kita tinjau maka pertama-tama kita harus mendapatkan dua ruang
Himpunan basis ruang Hilbert pertama untuk sistem kristal takhingga telah
ditemukan sebagaimana telah disusun dalam bab II berupa basis fungsi Bloch
dalam basis Kane yang kemudian kita tandai dengan {ψ jm ' }, sedangkan himpunan
basis ruang Hilbert kedua untuk sistem QD finit simetris tanpa kristal akan
yang kita tandai sebagai {ψ nl "m" } yaitu berupa himpunan Orthogonal Periodic
memuat informasi fisis keadaan sistem ditandai dengan ψ nm"l " (r ,θ ,ϕ ) untuk
sistem simetri bola dan ψ nm"l " (r ,ϕ , z ) untuk sistem silinder yang keduanya harus
Untuk bola dengan kondisi syarat batas ψ nm"l " = 0 pada r = R, OPF,
ψ nm"l " (r , θ , ϕ ) diberikan oleh (Prado dkk, 1999, Arfken, dan Weber, 2001):
⎛ µ l" ⎞
ℜ nl " (r ) = J l " ⎜⎜ n r ⎟⎟ , 0 ≤ r ≤ R (III.5)
⎝ R ⎠
l"
⎛ 1 d ⎞ ⎛ sin r ⎞
J l " (r ) = (− 1) r ⎜
l" l"
⎟ ⎜ ⎟ (III.7)
⎝ r dr ⎠ ⎝ r ⎠
dengan
Θ l ",m" (θ ) = (− 1)
m" (2l"+1)(l"−m")!P m" (cosθ ); (
Pl "m" ( x ) = 1 − x 2 )
m "/ 2 d m"
Pl ( x )
2(l"+ m")
l"
dx m"
(III.8)
dan
1 im"ϕ
Φ m" (ϕ ) = e , (III.9)
2π
l"
⎛ 1 d ⎞ ⎛ sin r ⎞
Fungsi J l " (r ) = (− 1) r ⎜
l" l"
⎟ ⎜ ⎟ adalah fungsi Bessel Spherical (Arfken,
⎝ r dr ⎠ ⎝ r ⎠
dan Weber, 2001), dengan µ nl " adalah akar ke n dari fungsi bessel ke l” pada
(atau J l" (µ nl" ) = 0 ). Bilangan n ini ditentukan ukuran QD, semakin besar QD maka
⎛ µ l" ⎞
semakin besar pula bilangan n. Untuk tiap akar dari J l ⎜⎜ n r ⎟⎟ diasosiasikan dengan
⎝ R ⎠
bilangan kuantum (n, l”) yang mana tiap level energinya merosot (2m”+1) dalam
Untuk silinder dengan kondisi syarat batas ψ nm"l " = 0 pada r = R dan
z = ± P 2 OPF, ψ nm"l " (r , θ , ϕ ) diberikan oleh (Arfken, dan Weber, 2001, Lee,
2004):
dengan
1 im"ϕ
Φ m" (ϕ ) = e , 0 ≤ ϕ ≤ 2π , (II.12)
2π
2 ⎛ k nm" ⎞
ℜ nm" (r ) = ℑ m" ⎜⎜ r ⎟⎟, 0≤r≤ R (III.13)
m " +1 ℑ ( )
k m"
n ⎝ R ⎠
dan
2 ⎛1 z ⎞
Z l " (z ) =
P
sin l"π ⎜ − ⎟, z≤ (III.14)
P ⎝2 P⎠ 2
Fungsi ℑ m" (r ) adalah fungsi bessel orde m”, k nm" adalah akar ke-n dari fungsi
bessel orde m” , atau (ℑ m" (k nm" ) = 0) . Dalam persamaan Helmholtz (III.3) kondisi
2
k nm" ⎛ lπ ⎞
K =2
+⎜ ⎟ (III.15)
R ⎝P⎠
dan {φ1 , φ2 ,⋅ ⋅ ⋅φn 2 } adalah basis ortonormal pada H1 dan H2, dan bila ψ ∈ H1 dan
φ ∈ H2 masing-masing adalah:
n1 n2
ψ = ∑α iψ i dan φ = ∑ β rψ r (III.16)
i =1 r =1
n1 n 2 n1 n 2
ψ ⊗ φ = ∑∑ α i β rψ iφ r = ∑∑ ψ i ψ 1
φ r φ 2ψ iφ r (III.17)
i =1 r =1 i =1 r =1
dengan ψ iφr produk formal antara ψ i dan φ r , dan segera dapat dibuktikan bahwa
Produk tensor antara kedua ruang Hilbert H1⊗H2 adalah juga merupakan ruang
n1 n 2 n1 n 2
Ψ = ∑∑ Λ irψ iφr = ∑∑ ψ iφr Ψ ψ iφr (III.22)
i r i r
76
ˆ ⊕Ω
Di dalam ruang Hilbert H1⊗H2 ini terdapat operator Ω ˆ := Ω
ˆ ⊗ Iˆ + Iˆ ⊗ Ω
ˆ
1 2 1 2 1 2
ˆ +Ω
yang merupakan perwakilan penjumlahan dua operator Ω ˆ , di mana
1 2
Dari teori perkalian ruang Hilbert ini dapat ditulis vektor basis sistem QD
ψ njl "lm = ∑ψ
n , m ',m"
ψ nl "m" ψ nlm ψ jm ψ
jm ' ' nl "m" (III.23)
Dengan himpunan basis {ψ njl "lm } adalah himpunan basis terkopling bagi ruang
Hilbert yang diperluas dan ψ jm ' ψ nl "m" adalah koefisien Clebsh-Gordan. Fungsi
ψ jm ' adalah basis fungsi Bloch dalam Basis Kane sebagaimana dalam tabel I, dan
{ψ nl "m" } adalah himpunan ortoghonal periodic function (OPF) yang diperoleh dari
penyelesaian persamaan schrodinger dalam potensial pengungkung simetris,
(Jˆ ⊗ Iˆ )ψ
2
2 njl "lm = j ( j + 1)h 2ψ njl "lm
(Iˆ ⊗ Lˆ" )ψ
1
2
njl "lm = l" (l"+1)h 2ψ njl "lm
(III.24)
Lˆ2ψ njl "lm = l (l + 1)h 2ψ njl "lm
Lˆ zψ njl "lm = mhψ njl "lm
Dari sifat perilaku perkalian tensor dua ruang Hilbert untuk mewadahi
penjumlahan dua operator, maka dapat disusun basis ruang Hilbert dalam mana
operator sistem yang ditinjau hidup (berada). Untuk itu basis ruang Hilbert dari
sistem yang ditinjau tentunya merupakan hasil perkalian tensor dari basis untuk
77
oleh bekerjanya potensial simetris bola dan silinder. Oleh karenanya fungsi eigen
Partikel Tunggal
semua interaksi yang mungkin dalam nanostruktur diwakili oleh dinamika partikel
tunggal dalam inti dan medan kristal periodik (elektron-hole) dengan inti atom
oleh potensial inti, medan kristal periodik, interaksi spin-orbit dan spin internal,
L), sehingga swafungsi bersama untuk penjumlahan kedua operator ini tentu
ini tentu dapat dipandang dalam persepsi perkalian tensor dua ruang Hilbert yang
Empirik
Karena sistem berada dalam potensial tiga dimensi yang membuat partikel
gelombang yang terkait dengan pergerakan bebas elektron menjadi tidak relevan
baik), sehingga aplikasi Hamiltonian Bulk pada sistem QD dilakukan dengan cara
bidang menjadi lenyap dari persamaan vektor gelombang sistem. Dalam wakilan
2001, Prado dkk, 1999). Untuk QD berbentuk bola kita akan menggunakan
∂ ∂ 1 ∂ sin ϕ ∂
= sin θ cos ϕ + cos ϕ cos θ −
∂x ∂r r ∂θ r sin θ ∂ϕ
∂ ∂ 1 ∂ cos ϕ ∂
= sin θ sin ϕ + cos θ cos ϕ + (III.25)
∂y ∂r r ∂θ r sin θ ∂ϕ
∂ ∂ 1 ∂
= cos θ − sin θ
∂z ∂r r ∂θ
∂ ∂ 1 ∂
= cos ϕ − sin ϕ
∂x ∂r r ∂ϕ
∂ ∂ 1 ∂
= sin ϕ + cos ϕ (III.26)
∂y ∂r r ∂ϕ
∂ ∂
=
∂z ∂z
79
Tabel III.1. Nilai parameter massa dari metode pseudopotensial empirik dan nilai
parameter pita kristal silikon dalam elemen matrik Hamiltonian metode
massa efektif k.p.
1 mlh[100] 0.167a
2 [100]
mhh 0.274a
3 mlh[111] 0.097a
4 [111]
mhh 0.681a
5 m 0 (E e ) 0.046c
6 E g (eV ) 1.06b
Direct
7 ∆(mV ) 0.33c
8 α -0.56c
a
(Trani, 2004),b(Rio dan Iida, 1999),c(Fenoberov,2002) harga
perlakuan berdasarkan nilai untuk material GaAs.
4.a. Celah Pita Lebar
Untuk pita lebar, keadaan elektron dianggap tidak berinteraksi dengan pita
valensi dan berada dalam keadaan diluar potensial inti, sehingga dengan
⎡ h2 2 ⎤
( ) (
⎢ ∗ ∇ r ,θ ,ϕ + V p (r )⎥ ψ (r ,θ ,ϕ ) ↑ , ↓ = Eψ (r ,θ ,ϕ ) ↑ , ↓ ) (III.27)
⎣ 2m ⎦
dengan:
ψ (r ,θ , ϕ ) = ∑A ψ nm"l " (r ,θ , ϕ )
nm"l " (III.28)
n ,l ", m"
80
hasilnya dikalikan dengan konjugat kompleks dari ψ nm"l " , yaitu ψ n∗'(m")'(l ")' , dan jika
matrik:
H nm"l "n '(m")'(l ")' − EAδ nn 'δ m "( m " )δ l "(l " )' = 0 (III.29)
Jika ψ nm"l " dan ψ n∗'(m")'(l ")' adalah ortonormal, maka Aδ nn 'δ m "( m " )δ l "(l " )' adalah matrik
identitas, sehingga elemen matriks diagonal H nm"l "n '(m")'(l ")' adalah sama dengan:
⎧ h2 2 ⎫
E nl " = ∫∫∫ ⎨ψ n∗'(m")'(l ")' ∗
∇ r ,θ ,ϕψ nm"l " r + ψ n∗'(m")'(l ")'V p (r )ψ nm"l " ⎬r sin θ dr dθ
ΩQD ⎩
2m ⎭ (III.30)
2
h
= ∗
K2 +0
2m
dengan Ω QD adalah volume QD. Sehingga diperoleh nilai eigen energi adalah:
2
h 2 ⎛ µ nl " ⎞
E nl " = ⎜ ⎟ (III.31)
2m ∗ ⎜⎝ R ⎟⎠
ψ (r ,θ , ϕ ) = ∑ l" ⎜⎜ RJ
⎛ µ nl " ⎞
(
r ⎟⎟Yl "m" (θ , ϕ ) ↑ , ↓ ) (III.32)
n , m",l " ⎝ ⎠
⎡ h2 2 ⎤
( )
⎢ ∗ ∇ r ,ϕ , z + V (r , Z )⎥ ψ (r , ϕ , Z ) ↑ , ↓ = Eψ (r , ϕ , Z ) ↑ , ↓ ( ) (III.33)
⎣ 2m ⎦
⎧ h2 2 ⎫
E nl " = ∫∫∫ ⎨ψ n∗'(m")'(l ")' ∗
∇ r ,ϕ , zψ nm"l " r + ψ n∗'(m")'(l ")'V (r , z )ψ nm"l " ⎬r dr dϕ dz
Ω ⎩ 2m ⎭ (III.34)
2
h
= K +0 2
2m ∗
h 2 ⎛⎜ ⎛ k nm" ⎞ ⎛ lπ ⎞ ⎞⎟
2 2
E n ,l " = ⎜ ⎟ + ⎜ ⎟ (III.35)
2m ∗ ⎜ ⎜⎝ R ⎟⎠ ⎝ P ⎠ ⎟
⎝ ⎠
ψ (r , θ , ϕ ) = ∑
2
(k ) m"
⎛ k m"
ℑ m" ⎜ n
⎜ R
⎞
r ⎟ sin l"π ⎜ − ⎟
⎟ ⎝ 2 P ⎠ 2π
e(
⎛ 1 z ⎞ 1 im"ϕ
↑,↓ ) (III.36)
n ,m",l " ℑ m"+1 n ⎝ ⎠
(H 6 x6
LK + V p (r ))ψ lm (r ,θ ,ϕ ) = Elmψ lm (r ,θ ,ϕ ) (III.37)
dengan
⎡ 32 , 32 ⎤
⎢ 3 1 ⎥
⎢ 2,2 ⎥
⎛ µ l" ⎞ ⎢ 3 ,− 1 ⎥
ψ njl "lm (r , θ , ϕ ) = C ( jl" , m' m"| lm ) J l " ⎜⎜ n r ⎟⎟Yl "m" (θ , ϕ )⎢ 32 23 ⎥ (III.39)
⎝ R ⎠ ⎢ 2 ,− 2 ⎥
⎢ 1,1 ⎥
⎢ 12 21 ⎥
⎢⎣ 2 ,− 2 ⎥⎦
82
Ini adalah fungsi spinor envelope karena merupakan swafungsi momentum sudut
orbital total sistem dan spin (Johnson, 2006). Koefisien C ( jl"; m' m"| lm ) adalah
⎛ j l" l ⎞
C ( jl"; m' m"| lm ) = (− 1) j −l "+ m (2l + 1)1 / 2 ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ m' m" − m ⎠
⎛ j l" l ⎞
⎜⎜ ⎟⎟ = [( j − m')!(l"−m")!(l − m )!( j + m')!(l"+ m")!(l + m )!]1 2
⎝ m ' m " − m ⎠
(III.40)
( j + l"−l )!( j − l"+l )!(− j + l"+l )!⎤
12
j − l "+ m ⎡
× δ m'+ m",m (− 1) ⎢ ⎥
⎣ ( j + l"+l + 1)! ⎦
×∑
(− 1)k
k
k!( j + l"−l − k )!( j − m'−k )!(l"+ m"− k )!(l − l"+ m'+ k )!(l − j − m"+ k )!
maks (0, l"−l − m' , j − l + m") ≤ k ≤ min ( j + l"−l , j − m' , l"+ m") (III.41)
⎡ 32 , 32 ⎤
⎢ 3 1 ⎥
⎢ 2,2 ⎥
−l "
⎛µ ⎞
l" ⎢ 3 ,− 1 ⎥
ψ lm (r ,θ , ϕ ) = ∑ ∑ Anjl "lm C ( jl" , m' m"| lm ) J l " ⎜⎜ n r ⎟⎟Yl "m" (θ , ϕ )⎢ 32 23 ⎥ (III.42)
n ,l " m = l " ⎝ R ⎠ ⎢ 2 ,− 2 ⎥
⎢ 1,1 ⎥
⎢ 12 21 ⎥
⎢⎣ 2 ,− 2 ⎥⎦
Untuk Hamiltonian yang belum diagonal Anm"l "n'(m")(' l")' adalah matrik pengdiagonal
untuk matrik:
∫∫∫ψ
∗
n '( m" )'(l " )'
6×6
H LK ψ njl "lm (r ,θ , ϕ ) r sin θ dθ dϕ (III.43)
Ω QD
Ada perilaku penting dari operator energi (Hamiltonian LK) dalam transisi
sistem yang ditinjau. Tidak seperti konsep perkalian tensor dua ruang Hilbert
untuk mewadahi penjumlahan momentum orbital total dari dua elektron dalam
potensial inti yang sama, yaitu penjumlahan operator di dalam ruang Hilbert yang
memperoleh ruang Hilbert yang memuat keadaan untuk satu partikel yang berada
energi (Hamiltonian) dalam ruang produk tensor dua ruang Hilbert dapat
berpindah bekerja pada ruang Hilbert yang dibangkitkan oleh potensial yang
berbeda jika mempunyai representasi yang sama. Oleh sebab itu,. karena bilangan
elektron dengan perlakuan eksternal untuk bergerak bebas dalam kristal dan
tentang informasi keadaan terlokalisasi dan keadaan bebas dari sistem, maka tentu
jika produk tensor dua ruang Hilbert dimaksudkan untuk mewadahi penjumlahan
momentum orbital oleh proses pengungkungan, maka tentu didalam ruang Hilbert
ini Hamiltonian LK akan bekerja pada ruang Hilbertnya sendiri yaitu H1. Tetapi
84
mana dalam wakilan koordinat akan mempunyai bentuk −i∇ , maka karena
didalam ruang Hilbert yang diperluas misalnya H1⊗H2 diizinkan untuk bekerja
⎛ ih 2 2 ⎞
⎜⎜ ∇ + Vpengungkung ⎟⎟ misalnya ruang Hilbert H2 .
⎝ 2 m0 ⎠
(H 6 x6
LK )
+ V (r , z ) ψ lm (r , ϕ , z ) = Elmψ lm (r , ϕ , z ) (III.45)
dengan
⎡ 3,3 ⎤
⎢ 2 2 ⎥
⎢ 32 , 12 ⎥
⎢ ⎥
2 ⎛ k m" ⎞ 2 ⎛ 1 z ⎞ 1 im"ϕ ⎢ 32 ,− 12 ⎥
ψ njl "lm (r , ϕ , z ) = C ( jl" , m' m"| lm ) ℑ m" ⎜ n r⎟ sin l"π ⎜⎜ − ⎟⎟
( )
ℑ m"+1 k nm" ⎜ R
⎝
⎟
⎠ P ⎝ 2 p ⎠ 2π
e ⎢ 3 ,− 3
⎢2 2
⎥
⎥
⎢ 12 , 12 ⎥
⎢1 1 ⎥
⎢⎣ 2 ,− 2 ⎥⎦
(III.47)
Oleh karenanya:
85
⎡ 3,3 ⎤
⎢ 23 2 ⎥
⎢ 2 , 12 ⎥
−l " ⎢ ⎥
2 ⎛ k m" ⎞ 2 ⎛ 1 z ⎞ 1 im"ϕ ⎢ 32 ,− 12
ψ lm (r , ϕ , z ) = ∑∑A njl "lm C ( jl" , m' m"| lm )
( )
ℑ m"+1 k nm"
ℑ m" ⎜ n
⎜ R
⎝
r⎟
⎟
⎠ P
sin l"π ⎜⎜ − ⎟⎟
⎝ 2 p ⎠ 2π
e
⎢ 3 ,− 3
⎥
⎥
n ,l " m =l " ⎢2 2 ⎥
⎢ 12 , 12 ⎥
⎢1 1 ⎥
⎢⎣ 2 ,− 2 ⎥⎦
(III.48)
Dalam persamaan (III.48) matrik Anm"l "n'(m")(' l")' adalah matrik pengdiagonal untuk
matrik :
(H 8×8
LK )
+ V (r ) ψ lm (r , θ , ϕ ) = Elmψ lm (r ,θ , ϕ ) (III.50)
dengan
86
⎡ 1
2, 12 ⎤
⎢ ⎥
⎢
1
2 ,− 12 ⎥
⎢ 3
2, 32 ⎥
⎢ ⎥
−l "
⎛ µ nl " ⎞ 3
, 12 ⎥
ψ lm (r ,θ , ϕ ) = ∑ ∑ Anjl "lm C ( jl" , m' m"| lm ) J l " ⎜⎜ r ⎟⎟Yl "m" (θ , ϕ )⎢⎢ 2 (III.51)
n ,l " m = l " ⎝ R ⎠
3
,− 12 ⎥
⎢ 2
⎥
⎢ 3
2 ,− 32 ⎥
⎢ 1
, 12 ⎥
⎢ 2 ⎥
⎢⎣ 1
2 ,− 12 ⎥⎦
Matriks Anm"l "n'(m")(' l")' dalam persamaan (III.51) adalah matrik pengdiagonal untuk
matrik:
Dari persamaan (II.56) Keadaan hole untuk sistem QD silinder diberikan oleh:
(H 8×8
LK )
+ V (r , z ) ψ lm (r , ϕ , z ) = Elmψ lm (r , ϕ , z ) (III.53)
⎡ 1,1 ⎤
2 2
⎢ 1 ,− 1
⎥
⎢ 2 2 ⎥
⎢ 3 3 ⎥
⎢ ,
2 2 ⎥
1 im"ϕ ⎢⎢ ⎥
−l " ⎛ k nm" ⎞ 2 3 1
,
2 ⎛ 1 z ⎞
ψ lm (r , ϕ , z ) = ∑∑A
n ,l " m =l "
njl "lm C ( jl" , m' m"| lm )
( )
ℑ m"+1 k nm"
ℑ m" ⎜
⎜ R ⎟ P
⎝
r⎟
⎠
sin l"π ⎜⎜ − ⎟⎟
⎝ 2 p ⎠ 2π
e
⎢ 3
2
2 2
,− 12
⎥
⎥
⎢ ⎥
⎢
3
2
,− 32 ⎥
⎢ 1,1 ⎥
⎢ 2 2 ⎥
⎢ 1 ,− 1 ⎥
⎣ 2 2 ⎦
(III.54)
Dalam persamaan (III.54) matriks Anm"l"n'(m")(' l ")' adalah matrik pengdiagonal untuk
matrik:
yang sama dari bulk dapat digunakan untuk sistem nanostruktur (transferability).
atom adalah sama untuk bulk dan nanostruktur (Niquet, 2005). Ini berarti bahwa
parameter dalam fungsi rescaling yang kita adopsi yaitu oleh Kwon dkk (1998)
adalah juga berlaku untuk sistem nanostruktur. Data parameter empirik hasil
pencocokkan kurva oleh Kwon dkk (1998) untuk Silikon cluster adalah:
Tabel III.2. Nilai parameter pita dan konstanta dari paramerisasi oleh Kwon dkk (1998)
r0 ⎛⎜ A ⎞⎟
o
N Es(eV) Ep(eV)
⎝ ⎠
⎡ s1 H s 2 λ = ssσ ⎤
⎢ ⎥
⎢ s1 H p 2 d λ = spσ ⎥
hλ (r ) =
⎢ p1d H p 2 d λ = ppσ ⎥
⎢ ⎥ (III.56)
⎢⎣ p1n H p 2 n λ = ppπ ⎥⎦
⎛ r0 ⎞
n ⎧⎪ ⎡ ⎛ r ⎞
nc
⎛ r ⎞ ⎤ ⎫⎪
nc
hλ (r ) = h(r0 )⎜ ⎟ exp⎨n ⎢− ⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜⎜ 0 ⎟⎟ ⎥ ⎬
⎝r⎠ ⎪⎩ ⎢⎣ ⎝ rλ ⎠ ⎝ rλ ⎠ ⎥⎦ ⎪⎭
Elemen Hamiltonian untuk tumpang tindih orbital dari atom yang sama (on site)
⎧⎪ s H s = E s
⎨ (III.57)
⎪⎩ Px H Px = Py H Py = Pz H Pz = E p
hopping diparameterisasi untuk orbital p yang memiliki arah pararel dan normal
terhadap arah ikatan yang ditandai dengan dˆ . Oleh karenanya perlu untuk
terdekatnya.
89
n̂ â d̂ â
θ
+ +
d̂ n̂
- -
p = cosθ p d + sin θ p n
(III.58)
= aˆ ⋅ dˆ pd + aˆ ⋅ nˆ pn
( ) ( )
s H p = s H aˆ ⋅ dˆ p d + aˆ ⋅ nˆ p n = aˆ ⋅ dˆ hspσ (r ) (III.59)
Sehingga diperoleh:
⎛ s1 H p 2 x ⎞ ⎛ P2 x H s1 ⎞ ⎛ d x hspσ (r ) ⎞
⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎜ s1 H p 2 y ⎟ = −⎜ P2 y H s1 ⎟ = ⎜ d y hspσ (r )⎟ (III.60)
⎜ s H p ⎟ ⎜ P H s ⎟ ⎜ d h (r ) ⎟
⎝ 1 2z ⎠ ⎝ 2z 1 ⎠ ⎝ x spσ ⎠
90
n̂1 n̂2
â1 â 2
n̂1
n̂2
+ +
d̂
- -
( ) (
p1 H p 2 = aˆ1 ⋅ dˆ p d 1 + aˆ1 ⋅ nˆ p n1 H aˆ 2 ⋅ dˆ p d 2 + aˆ 2 ⋅ nˆ p n 2 )
= (aˆ ⋅ dˆ )(aˆ ⋅ dˆ ) p
1 2 d1 H p d 2 + (aˆ1 ⋅ nˆ1 p n1 )H (aˆ 2 ⋅ nˆ 2 p n 2 )
Dengan
p d 1 H p d 2 = h ppσ (r ) ,
d̂
(
aˆ1 ⋅ dˆ dˆ ) â1
(aˆ
1 ⋅ nˆ1 p n1 )H (aˆ 2 ⋅ nˆ 2 p n 2 ) = (aˆ1 ⋅ nˆ1 )(aˆ 2 ⋅ nˆ 2 )(nˆ1 ⋅ nˆ 2 )h ppπ (r )
( ( ) )( ( ))
= aˆ1 − aˆ1 ⋅ dˆ dˆ ⋅ aˆ 2 − aˆ 2 ⋅ dˆ dˆ h ppπ (r )
diperoleh:
( )( ) ( ( ) )( ( ))
p1 H p 2 = aˆ1 ⋅ dˆ aˆ 2 ⋅ dˆ h ppσ (r ) + aˆ1 − aˆ1 ⋅ dˆ dˆ ⋅ aˆ 2 − aˆ 2 ⋅ dˆ dˆ h ppπ (r ) (III.61)
(III.62)
satu pusat (on site) dan dua pusat. Karena Hamitonian satu pusat adalah jika
potensial dan kedua orbital milik atom yang sama maka mempunyai bentuk:
Elemen hamiltonian satu pusat ini merupakan energi orbital atomik. Sedangkan
Hamiltonian dua pusat adalah jika potensial dan orbital terletak pada suatu atom
dan orbital yang lain adalah milik atom tetangga terdekat. Sehingga Hamiltonian
mempunyai bentuk:
92
⎛ s1 p 1x p1y p1z ⎞
⎜ 2 ⎟
⎜s hssσ d x hspσ d y hspσ d z hspσ ⎟
H = ⎜⎜ p x2 − d x hspσ E xx E xy E xz ⎟
⎟ (III.64)
⎜ p y2 − d y hspσ E yx E yy E yz ⎟
⎜⎜ 2 ⎟⎟
⎝ pz − d z hspσ E zx E zy E zz ⎠
Dengan Exx, Exy, ..., Ezz sebagaimana diberikan dalam persamaan III.62.
Untuk mempelajari pengaruh interaksi spin-orbit ini pada pita energi, pada
penelitian ini akan digunakan Hamiltonian pendekatan dua pusat yaitu hanya
berada pada suatu atom dan orbital yang lain berada pada atom tetangga terdekat.
⎛H ⎞
H 8×8 = ⎜⎜ 4×4 ⎟⎟ + H so (III.65)
⎝ H 4×4 ⎠
⎡0 0 0 0 0 0 0 0⎤
⎢0 0 − i 0 0 0 0 1 ⎥⎥
⎢
⎢0 i 0 0 0 0 0 − i⎥
⎢ ⎥
∆ ⎢0 0 0 0 0 −1 i 0 ⎥
Dari persaman (II.63) H so =
3 ⎢0 0 0 0 0 0 0 0⎥
⎢ ⎥
⎢0 0 0 −1 0 0 i 0 ⎥
⎢0 0 0 −i 0 −i 0 0 ⎥
⎢ ⎥
⎣⎢0 1 i 0 0 0 0 0 ⎦⎥
93
Agar persamaan (III.65) adalah Hamiltonian yang dapat diagonalkan maka perlu
dilakukan transformasi uniter basis (III.45) ke dalam fungsi Bloch dalam basis
8×8
H TB = U ∗ H 8×8U † (III.66)
⎡ 1 0 0 0 0 0 0 0 ⎤
⎢ 0 0 0 0 1 0 0 0 ⎥⎥
⎢ 1 i
⎢ 0 0 0 0 0 0 ⎥
⎢ 2 2 ⎥
⎢ 2i i 1 ⎥
⎢ 0 0 0 0 − 0 ⎥
⎢ 6 6 6 ⎥
1 2 ⎥
U =⎢
i
0 − 0 0 0 0 (III.67)
⎢ 6 6 6 ⎥
⎢ i 1 ⎥
⎢ 0 0 0 0 0 0 ⎥
⎢ 2 2 ⎥
⎢ 1 1 i ⎥
⎢ 0 0 0 0 0 ⎥
3 3 3
⎢ i 1 i ⎥⎥
⎢ 0 − − 0 0 0 0
⎢⎣ 3 3 3 ⎥⎦
Alasan dilakukan transformasi uniter kedalam basis Kane ini adalah karena Basis
⎡ 1 1 2 ∗ ⎤
⎢ hssσ 0 A B A∗ 0 iB − iA⎥
⎢ 3 2 3 ⎥
⎢ 1 1 ∗ 2 1 ⎥
⎢ 0 hssσ 0 iA − iB iA A B ⎥
⎢ 3 3 3 2 ⎥
⎢ 1 ⎥
⎢ −A 0 I C D 0 −i C − i 2D ⎥
⎢ 2 ⎥
⎢ 1 1
iF ⎥
∗
B iA∗ C M F D J
⎢ 3 2 2 ⎥
H 8 x8 =⎢ 1 1 2 3 ⎥
⎢ − A iB D∗ F I+ C −i F∗ N ⎥
⎢ 3 3 3 2 2 ⎥
⎢ 1 ∗ ⎥
⎢ 0 iA 0 D∗ C∗ I O i C ⎥
⎢ 2 ⎥
⎢ 1 2 ∗ 1 3 ⎥
⎢ − iB − A i C∗ −J i F −O P Q ⎥
⎢ 2 3 2 2 2 ⎥
∗
⎢ 2 1 ⎛ 1 ⎞ 1 ⎥
⎢ − iA B i 2D∗ ⎜⎜ iF ⎟⎟ −N −i C Q∗ P ⎥
⎢⎣ 3 2 ⎝2 2 ⎠ 2 ⎥⎦
(III.68)
Dengan:
a13 = A =
1
(d x hspσ + id y hspσ ) a 47 = J = −
i
(E xx + E yy + 2E zz ) +
E xy − E yx
1
( )
2 3 2 3 2
2i 1 4 2
a14 = B = − d z hspσ a 44 = M = I + E zz +
6 3 6 3
a34 = C = −
1
(E yz + iE xz ) a58 =N =−
i
(
E xx + E yy − 2 E zz −
1
E xy − E yz +
2i
) ( )
3 3 2 3 2 3 2
a35 = D =
1
(E xx − E yy ) − i
(E xy + E yz ) a 67 =O=
−i
(
E xx + E yy +
2
E xy )
12 12 6 6
a 45 = F =
1
3
( 3
)
E yz − E zy + (E zx − E xz )
i a 77
2 1
= P = I + E zz −
3 3
8
3
a33
1
2
( i
)
= I = E xx + E yy + E xy − E yx + 1
2
( ) a 78 = Q = − (E zx − E xz )
i
3
(III.69)
Kemudian dengan Tabel III.2, III.3 dan menggunakan persamaan (III.60) dan
8x8, yaitu:
⎛ 2.360 ⎞
2
⎧⎪ ⎡ ⎛ r ⎞ 9.5 ⎛ 2.360 ⎞ 9.5 ⎤ ⎫⎪
hssσ = −2.038⎜ ⎟ exp⎨2 ⎢− ⎜ ⎟ +⎜ ⎟ ⎥⎬
⎝ r ⎠ ⎪⎩ ⎢⎣ ⎝ 3.4 ⎠ ⎝ 3.4 ⎠ ⎥⎦ ⎪⎭
⎛ 2.360 ⎞
2
⎧⎪ ⎡ ⎛ r ⎞ 8.5 ⎛ 2.360 ⎞ 8.5 ⎤ ⎫⎪
hspσ = 1.745⎜ ⎟ exp⎨2 ⎢− ⎜ ⎟ +⎜ ⎟ ⎥⎬
⎝ r ⎠ ⎪⎩ ⎢⎣ ⎝ 3.55 ⎠ ⎝ 3.55 ⎠ ⎦⎥ ⎪⎭
95
⎛ 2.360 ⎞
2
⎧⎪ ⎡ ⎛ r ⎞ 7.5 ⎛ 2.360 ⎞ 7.5 ⎤ ⎫⎪
h ppσ = 2.75⎜ ⎟ exp⎨2 ⎢− ⎜ ⎟ +⎜ ⎟ ⎥⎬
⎝ r ⎠ ⎪⎩ ⎢⎣ ⎝ 3.7 ⎠ ⎝ 3.7 ⎠ ⎥⎦ ⎪⎭
⎛ 2.360 ⎞
2
⎧⎪ ⎡ ⎛ r ⎞ 7.5 ⎛ 2.360 ⎞ 7.5 ⎤ ⎫⎪
h ppπ = −1.075⎜ ⎟ exp⎨2 ⎢− ⎜ ⎟ +⎜ ⎟ ⎥⎬
⎝ r ⎠ ⎪⎩ ⎢⎣ ⎝ 3.7 ⎠ ⎝ 3.7 ⎠ ⎦⎥ ⎪⎭
Fungsi spinor envelope untuk sistem QD simetris bola dan silinder diberikan
6. Langkah Kerja
Adapun langkah kerja untuk menentukan nilai eigen serta vektor eigen
semiempirik adalah:
6.1. Penentuan Nilai Eigen dan Vektor Eigen dengan Metode Pendekatan
energi.
∫∫∫ψ
∗
iv. Kerjakan HψdΩ untuk suatu nilai n dan l tertentu untuk QD bola
ΩQD
6.2. Penentuan Nilai Eigen dan Vektor Eigen dengan Metode Pendekatan
Tight-Binding Semiempirik.
∫∫∫ Hψ ψdΩ
∗
2. Hitung untuk suatu nilai n, m dan l tertentu untuk QD bola
ΩQD
Mulai
n, l" , m" , H
∫∫∫ψ
∗
nl "m" Hψ nl "m" dΩ
ΩQD
Diagonalisasi matriks
A jl "m 'm"lm
(
C jl" , m' m"⏐lm )
ψ lm , E nl
Selesai
Gambar. III.3. Diagram alir penentuan nilai eigen dan vektor eigen sistem QD
simetri bola dan silinder
97
Pseudopotensial Empirik
Elemen matrik Hamiltonian LK 6x6 dan 8x8 ke dalam koordinat silinder dan
bola.
h2 ⎛ ∂2 1 ∂ 1 ∂2 ∂2 ⎞
P= γ 1 ⎜⎜ 2 + + 2 + ⎟
⎟ (III.70)
2m0 ⎝ ∂r r ∂r r ∂ϕ 2 ∂z 2 ⎠
h2 ⎛ ∂2 1 ∂ 1 ∂2 ∂ ⎞
Q= γ 2 ⎜⎜ 2 + + 2 − 2 ⎟⎟ (III.71)
2m0 ⎝ ∂r r ∂r r ∂ϕ 2 ∂z ⎠
⎡ ⎧ ⎛ sin 2 ϕ − cos 2 ϕ ⎞ ∂ 2 ⎫⎤
⎢ ( 2
⎪ cos ϕ − sin ϕ
2
) ∂ 2 ⎛ 4 sin ϕ cos ϕ ⎞ ∂ 2
− ⎜ ⎟ + ⎜ ⎟
⎟ ∂ϕ 2 + ⎪⎥
⎥
⎢ ⎪ ∂r 2 ⎝ r ⎠ ∂r∂ϕ ⎜⎝ r2 ⎠ ⎪
⎢− γ 2 ⎨ ⎬⎥
⎢ ⎪⎛⎜ sin 2 ϕ − cos 2 ϕ ⎟⎞ ∂ ⎛ 4 sin ϕ cos ϕ ⎞ ∂ ⎪⎥
⎢ ⎪⎜ r ⎟ ∂r + ⎜⎝ 2
⎟
⎠ ∂ϕ ⎪⎥
h2 ⎢ ⎩⎝ ⎠ r ⎭⎥
R= 3⎢ ⎥
2m0 ⎧ ∂ 2 sin ϕ cos ϕ ∂ 2 ⎛ cos 2 ϕ − sin 2 ϕ ⎞ ∂ 2 ⎫
⎢ ϕ ϕ − + ⎜ ⎟ + ⎥
⎢ ⎪ cos sin ⎜ ⎟ ⎪ ⎥
∂r 2 2
∂ϕ 2 ∂ ∂ϕ
⎢+ 2iγ ⎪⎨ ⎪
r ⎝ r ⎠ r
⎬ ⎥
3
⎢ ⎪⎜⎛ sin 2
ϕ − cos 2
ϕ ⎞ ∂ ⎛ sin ϕ cos ϕ ⎞ ∂ ⎪ ⎥
⎢ ⎟ − ⎜ ⎟ ⎥
⎪⎜ ⎟ ∂ϕ ⎝ ⎪
⎢⎣ ⎩⎝ r2 ⎠ r ⎠ ∂r ⎭ ⎥⎦
(III.72)
⎛ ∂2 1 ∂ 1 ∂2 ∂2 ⎞
A = α ⎜⎜ 2 + + 2 + ⎟
⎟ (III.74)
⎝ ∂r r ∂r r ∂ϕ 2 ∂z 2 ⎠
98
1 ⎧⎛ ∂ 1 ∂ ⎞ ⎛ ∂ 1 ∂ ⎞⎫
V1 = v ⎨⎜⎜ cos ϕ − sin ϕ ⎟⎟ + i⎜⎜ sin ϕ + cos ϕ ⎟⎬ (III.75)
2 ⎩⎝ ∂r r ∂ϕ ⎠ ⎝ ∂r r ∂ϕ ⎟⎠⎭
1 ⎧⎛ ∂ 1 ∂ ⎞ ⎛ ∂ 1 ∂ ⎞⎫
V−1 = v ⎨⎜⎜ cos ϕ − sin ϕ ⎟⎟ − i⎜⎜ sin ϕ + cos ϕ ⎟⎬ (III.76)
2 ⎩⎝ ∂r r ∂ϕ ⎠ ⎝ ∂r r ∂ϕ ⎟⎠⎭
∂
V0 = v (III.77)
∂z
h2
tetapi tanpa memasukkan bentuk .
2m 0
h2 ⎛ 1 ∂ 2 ∂ 1 ∂ ∂ 1 ∂2 ⎞
P= γ 1 ⎜⎜ 2 r + 2 sin θ + 2 ⎟
⎟ (III.78)
2m0 ⎝ r ∂r ∂r r sin θ ∂θ ∂θ r sin θ ∂ϕ 2
2
⎠
⎧ 2 ⎞ ∂ 2 ⎛ 6 sin θ cos θ ⎞ ∂ 2 ⎫
( 2
⎪ sin θ − 2 cos θ +
∂r 2 ⎜⎝
)
∂ 2 ⎛⎜ cos 2 θ − 2 sin 2 θ ⎞⎟ ∂ 2 ⎛ 1
⎟ ∂θ 2 ⎝ r 2 sin 2 θ ⎟⎠ ∂ϕ 2 + ⎜⎝
+ ⎜ ⎟ ⎪
h2 ⎪ r2 ⎠ r ⎠ ∂r∂θ ⎪
Q= γ2⎨ ⎬
2m0 ⎪ ⎛ 1 + cos 2 θ − 2 sin 2 θ ⎞ ∂ ⎛ cot θ − 4 sin θ cos θ ⎞ ∂ ⎪
⎜ ⎟ +⎜
⎪+ ⎜ ⎟ ∂r ⎝ 2
⎟
∂θ ⎪
⎩ ⎝ r ⎠ r ⎠ ⎭
(III.79)
99
⎡
⎢
⎧ 2
[ ( 2
⎪ sin θ cos ϕ − sin ϕ
2
)] (
∂ 2 ⎛⎜ 2 sin θ cos θ cos 2 ϕ − sin 2 ϕ ⎞⎟ ∂ 2
+⎜
) ⎫⎤
⎪⎥
⎟
⎠ ∂r∂θ
2
⎢ ⎪ ∂r ⎝ r ⎪⎥
⎢ ⎪⎥
⎢
⎪
( 2 2
) (
⎪ ⎡ 2 sin θ cos θ cos ϕ − sin ϕ − cot θ sin ϕ − cos ϕ ⎤ ∂
2 2
) ⎪⎥
⎢ ⎪− ⎢ ⎥ ⎪⎥
⎥⎦ ∂θ
2
⎢ ⎪ ⎢⎣ r ⎪⎥
⎢ ⎪ ⎡ ⎤ ⎪⎥
⎢− γ ⎪− ⎛⎜ 4 sin ϕ cos ϕ ⎞⎟ ∂ + 2⎢⎛⎜ sin ϕ cos ϕ + cot θ sin ϕ cos ⎞⎟ + ⎛⎜ sin ϕ cos ϕ ⎞⎟⎥ ∂ ⎪⎥
2 2
⎢ 2⎨ ⎝ r ⎠ ∂r∂ϕ ⎜
⎢⎣⎝ r2 ⎟ ⎝ r 2 sin 2 θ ⎠ ∂ϕ ⎬⎥
⎥⎦
⎢ ⎪ ⎠ ⎪⎥
⎢
⎢
⎪
⎪ ⎛⎜ sin ϕ − cos ϕ + cos θ ⎞⎟ ∂ ⎛⎜ cos θ cos ϕ − sin ϕ ⎞⎟ ∂
+
2 2 2
+
2
( 2 2
) 2
⎪⎥
⎪⎥
⎪ ⎜ ⎟ ∂ ⎜ 2 ⎟ 2 ⎪⎥
⎢
⎪ ⎝
r ⎠ r ⎝ r ⎠ ∂θ ⎪⎥
⎢
⎢ ⎪ 4 cot θ sin ϕ cos ϕ ∂ 2 ⎛ 2
ϕ ⎞ ∂ 2 ⎪⎥
⎪ ⎛ ⎞ ⎜ sin ⎟ ⎪⎥
⎢ + ⎜ ⎟ +
h2 ⎢ ⎪⎩ ⎝ r2 ⎠ ∂θ∂ϕ ⎜⎝ r 2 sin 2 θ ⎟⎠ ∂ϕ 2 ⎪⎭⎥
R= 3⎢ ⎥
2 m0 ⎧ ⎫
⎢ ⎥
[ ]
2 2
⎢ ⎪ 2 ∂ ⎛ 2 sin θ cos ϕ sin θ cos ϕ ⎞ ∂ ⎪ ⎥
⎪ sin θ sin ϕ cos ϕ + ⎜ ⎟ ⎪
⎢ ∂ r 2
⎝ r ⎠ ∂r∂θ ⎥
⎢ ⎪ ⎪ ⎥
⎢ ⎪ ⎡ 2 sin θ cos θ sin ϕ cos ϕ − cot θ sin ϕ cos ϕ ⎤ ∂ ⎪ ⎥
−
⎪ ⎢ ⎥ ∂θ ⎪
⎢ 2 ⎥
⎢ ⎪ ⎣ r ⎦ ⎪ ⎥
⎢ ⎪ ⎛ cos 2 ϕ − sin 2 ϕ ⎞ ∂ 2
⎪ ⎜
⎢+ 2iγ 3 ⎨+ ⎜ ⎟ (
⎡ sin ϕ cos ϕ cos 2 θ − 1 ⎤ ∂) ⎪
⎪ ⎥
⎟ ∂r∂ϕ + ⎢⎢ ⎥
∂
⎬ ⎥
⎢ ⎪ ⎝ r ⎠ ⎣ r ⎦⎥ r ⎪ ⎥
⎢
⎢
⎪ 2 2 2
(
⎪+ ⎛⎜ cos θ sin ϕ cos ϕ ⎞⎟ ∂ + ⎛⎜ cos θ cos ϕ − sin ϕ ⎞⎟ ∂ ⎪
2 2
) 2 ⎪ ⎥
⎥
⎢ ⎪ ⎜ 2 ⎟ ∂ϕ 2 ⎜ 2 ⎟ ∂θ 2 ⎪ ⎥
⎪ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
r r
⎢ ⎪ ⎥
⎢
⎢ ⎪+ ⎜
(
⎪ ⎛ cot θ cos 2 ϕ − sin 2 ϕ ⎞ ∂ 2
⎟) +
⎛ sin 2 ϕ
⎜ −
cos 2 ⎞
ϕ ⎟ ∂ ⎪
⎪
⎥
⎥
⎢⎣ ⎪⎩ ⎜⎝ r2 ⎟ ∂θ∂ϕ ⎜ r 2 sin 2 θ
⎠ ⎝ r 2 ⎟⎠ ∂ϕ ⎪⎭ ⎥⎦
(III.80)
⎧⎛ (
∂ 2 ⎡ cos ϕ cos 2 θ − sin 2 θ ⎤ ∂ 2
⎪⎜ (sin θ cos θ cos ϕ ) 2 + ⎢ ⎥
) ⎞
⎟
⎫
⎪
⎪⎜ ∂r ⎢⎣ r ⎥⎦ ∂r∂θ ⎟ ⎪
⎪⎜ ⎟ ⎪
( )
⎪⎜ ⎡ cos ϕ sin 2 θ − cos 2 θ ⎤ ∂ ⎛ sin θ cos θ cos ϕ ⎞ ∂ ⎛ sin θ cos θ cos ϕ ⎞ ∂ 2 ⎟ ⎪
⎪⎜ + ⎢ ⎥
∂ θ
−⎜ ⎟ −⎜ ⎟ 2⎟ ⎪
⎪ ⎜ ⎢
⎣ r 2
⎥
⎦ ⎝ r ⎠ ∂r ⎝ r2 ⎠ ∂θ ⎟ ⎪
⎪⎜ cos θ sin ϕ ∂ 2 2 ⎟ ⎪
⎪⎜ − ⎛⎜ ⎞ ⎛ sin ϕ ⎞ ∂ ⎟ ⎪
⎟ +⎜ ⎟
2 ⎪ ⎜ ⎝ r ⎠ ∂ϕ∂r ⎝ r ⎠ ∂ϕ∂θ ⎟ ⎪
h ⎪⎝ ⎠ ⎪
S= 2 3⎨ ⎬
2m0 ⎪ ⎛⎜ ∂
⎪ ⎜ (sin θ cos θ sin ϕ ) 2 + ⎢
2 2
(
⎡ cos θ cos ϕ − sin θ sin ϕ ⎤ ∂
2
⎥
2
) ⎞⎪
⎟
∂r ⎢⎣ r ⎥⎦ ∂r∂θ ⎟⎪
⎪ ⎜ ⎟⎪
⎪ ⎜ ⎡
( )
⎪− i⎜ + ⎢ sin θ sin ϕ − cos θ cos ϕ ⎤⎥ ∂ − ⎛⎜ sin θ cos θ cos ϕ ⎞⎟ ∂ − ⎛⎜ sin θ cos θ cos ϕ ⎞⎟ ∂
2 2 2 ⎟⎪
⎟⎪
⎪ ⎜ ⎢ ⎟⎪
⎪ ⎜ ⎣
r2 ⎦⎥ ∂θ ⎝ r ⎠ ∂r ⎝ r2 ⎠ ∂θ 2
⎟⎪
⎪ ⎜ ⎛ cos θ cos ϕ ⎞ ∂ 2 ⎛ cos ϕ ⎞ ∂
2
⎟⎪
⎪ ⎜+ ⎜ ⎟ −⎜ ⎟
⎟⎪
⎪⎩ ⎝ ⎝ r ⎠ ∂ϕ∂r ⎝ r ⎠ ∂ϕ∂θ ⎠⎪⎭
(III.81)
100
⎛ 1 ∂ 2 ∂ 1 ∂ ∂ 1 ∂2 ⎞
A = α ⎜⎜ 2 r + 2 sin θ + 2 ⎟
⎟ (III.82)
⎝ r ∂r ∂r r sin θ ∂θ ∂θ r sin 2 θ ∂ϕ 2 ⎠
⎧⎛ ∂ 1 ∂ sin ϕ ∂ ⎞ ⎫
⎪⎜⎜ sin θ cos ϕ + cos ϕ cos θ − ⎟ +⎪
1 ⎪⎝ ∂r r ∂θ r sin θ ∂ϕ ⎟⎠ ⎪
V1 = v⎨ ⎬ (III.83)
2 ⎪⎛ ∂ 1 ∂ cos ϕ ∂ ⎞ ⎪
⎪i⎜ sin θ sin ϕ ∂r + cos θ cos ϕ r ∂θ + r sin θ ∂ϕ ⎟ ⎪
⎜ ⎟
⎩⎝ ⎠ ⎭
⎧⎛ ∂ 1 ∂ sin ϕ ∂ ⎞ ⎫
⎪⎜⎜ sin θ cos ϕ + cos ϕ cos θ − ⎟ −⎪
1 ⎪⎝ ∂r r ∂θ r sin θ ∂ϕ ⎟⎠ ⎪
V−1 = v⎨ ⎬ (III.84)
2 ⎪⎛ ∂ 1 ∂ cos ϕ ∂ ⎞ ⎪
i ⎜⎜ sin θ sin ϕ + cos θ cos ϕ + ⎟⎟
⎪ ∂r r ∂θ r sin θ ∂ϕ ⎠ ⎪⎭
⎩⎝
⎛ ∂ 1 ∂ ⎞
V0 = v⎜ cos θ − sin θ ⎟ (III.85)
⎝ ∂r r ∂θ ⎠
h2
Hamiltonian LK 6x6, tetapi tanpa memasukkan bentuk .
2m0
terhadap nilai eigen dan fungsi eigen sistem tanpa mengurangi informasi
mengenai pola ketergantungan tersebut, maka pada penelitian ini akan hanya
diteliti sebagian keadaan pita yaitu keadan untuk bilangan kuantum n=1, l”=1 dan
m”=0. Dengan menggunakan rumus III.40 (lihat lampiran II), diperoleh koefisien
C(jl”;m’m”,lm) C(jl”;m’m”,lm)
⎛3 3 3 3⎞ 1 ⎛1 1 1 1⎞ 1
C ⎜ 1, 0 | ⎟ 15 C ⎜ 1, 0 | ⎟
⎝2 2 2 2⎠ 10 ⎝2 2 2 2⎠ 6
101
⎛3 3 5 3⎞ 1 ⎛1 1 3 1⎞ 1
C ⎜ 1, 0 | ⎟ C ⎜ 1, 0 | ⎟
⎝ 2 2 2 2⎠ 15 ⎝ 2 2 2 2⎠ 6
⎛3 1 1 1⎞ 1 ⎛1 1 1 1⎞ 1
C ⎜ 1, 0 | ⎟ C ⎜ 1,− 0 | − ⎟
⎝2 2 2 2⎠ 6 ⎝2 2 2 2⎠ 6
⎛3 1 3 1⎞ 1 ⎛1 1 3 1⎞ 1
C ⎜ 1, 0 | ⎟ − 15 C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ −
⎝2 2 2 2⎠ 30 ⎝2 2 2 2⎠ 6
⎛3 1 5 1⎞ 1 ⎛3 3 3 3⎞ 1
C ⎜ 1, 0 | ⎟ − C ⎜ 1, 0 | ⎟ 15
⎝2 2 2 2⎠ 10 ⎝2 2 2 2⎠ 10
⎛3 1 1 1⎞ 1 ⎛3 3 5 3⎞ 1
C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ − C ⎜ 1, 0 | ⎟
⎝ 2 2 2 2⎠ 6 ⎝ 2 2 2 2⎠ 15
⎛3 1 3 1⎞ 1 ⎛3 1 1 1⎞ 1
C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ − 15 C ⎜ 1, 0 | ⎟
⎝ 2 2 2 2⎠ 30 ⎝ 2 2 2 2⎠ 6
⎛3 1 5 1⎞ 1 ⎛3 1 3 1⎞ 1
C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ C ⎜ 1, 0 | ⎟ − 15
⎝2 2 2 2⎠ 10 ⎝2 2 2 2⎠ 30
⎛3 3 3 3⎞ 1 ⎛3 1 5 1⎞ 1
C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ 15 C ⎜ 1, 0 | ⎟ −
⎝2 2 2 2⎠ 10 ⎝2 2 2 2⎠ 10
⎛3 3 5 3⎞ 1 ⎛3 1 1 1⎞ 1
C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ − C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ −
⎝2 2 2 2⎠ 15 ⎝2 2 2 2⎠ 6
⎛1 1 1 1⎞ 1 ⎛3 1 3 1⎞ 1
C ⎜ 1, 0 | ⎟ C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ − 15
⎝2 2 2 2⎠ 6 ⎝2 2 2 2⎠ 30
⎛1 1 3 1⎞ 1 ⎛3 1 5 1⎞ 1
C ⎜ 1, 0 | ⎟ C ⎜ 1,− 0 | − ⎟
⎝ 2 2 2 2⎠ 6 ⎝ 2 2 2 2⎠ 10
⎛1 1 1 1⎞ 1 ⎛3 3 3 3⎞ 1
C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ 15
⎝ 2 2 2 2⎠ 6 ⎝ 2 2 2 2⎠ 10
⎛1 1 3 1⎞ 1 ⎛3 3 5 3⎞ 1
C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ − C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ −
⎝2 2 2 2⎠ 6 ⎝2 2 2 2⎠ 15
⎛1 1 1 1⎞ 1
C ⎜ 1, 0 | ⎟
⎝2 2 2 2⎠ 6
102
⎛1 1 3 1⎞ 1
C ⎜ 1, 0 | ⎟
⎝ 2 2 2 2⎠ 6
⎛1 1 1 1⎞ 1
C ⎜ 1,− 0 | − ⎟
⎝2 2 2 2⎠ 6
⎛1 1 3 1⎞ 1
C ⎜ 1,− 0 | − ⎟ −
⎝2 2 2 2⎠ 6
γ1 γ2 γ3
Silinder.
Akan dihitung nilai eigen dan vektor eigen untuk n=1, l”=1 dan m”=0.
Dengan Maple versi 9.5, diperoleh k10 = 2.404825558 , dan elemen matriks
h2 ⎛ ⎛ 2.405 ⎞ 2 ⎛ π ⎞ 2 ⎞
P= γ 1⎜⎜ ⎟ +⎜ ⎟ ⎟,
2m0 ⎜⎝ ⎝ R ⎠ ⎝ P ⎠ ⎟⎠
h2 2 ⎛ ⎛ − 6.123 × 10 8 × P 2 + 2.089 × 10 9 × R 2 ⎞⎞
Q= γ2 ⎜ 8 × 10 −9 ⎜ ⎟⎟ ⎟
2m0 P J 1 (2.40482558) ⎜⎝ ⎜ P2 ⎟
⎝ ⎠⎠
R ≈0; S ≈ 0
⎛ ⎛ 2.405 ⎞ 2 ⎛ π ⎞ 2 ⎞ ⎛ ⎛ 2.405 ⎞ 2 ⎛ π ⎞ 2 ⎞
⎜
A=α ⎜ + ⎟ ; p = γ 1⎜⎜ + ⎟
⎜ ⎝ R ⎟⎠ ⎜⎝ P ⎟⎠ ⎟ ⎜ ⎝ R ⎟⎠ ⎜⎝ P ⎟⎠ ⎟
⎝ ⎠ ⎝ ⎠
103
2 ⎛ ⎛ − 6.123 × 10 8 × P 2 + 2.089 × 10 9 × R 2 ⎞⎞
q =γ2 ⎜ 8 × 10 −9 ⎜ ⎟⎟ ⎟
P J 1 (2.40482558) ⎜⎝ ⎜ P2 ⎟
⎝ ⎠⎠
r ≅ 0; s ≅ 0 ; V1 ≅ 0 , V−1 ≅ 0 , V0 ≅ 0 (III.86)
7.a.4 Nilai Elemen Matriks Hamiltonian LK 6x6 dan 8x8 untuk QD Bola
Akan dihitung nilai eigen dan vektor eigen untuk n=1, l”=1 dan m”=0.
Dengan Maple versi 9.5, diperoleh µ11 = 4.493409458 , dan elemen matriks
Hamiltonian:
2
h 2 ⎛ 4.493 ⎞
P= γ 1⎜ ⎟ ,
2m0 ⎝ R ⎠
Q ≈ 0; R ≈ 0 ; S ≈ 0
2 2
⎛ 4.493 ⎞ ⎛ 4.493 ⎞
A = α⎜ ⎟ ; p = γ 1⎜ ⎟
⎝ R ⎠ ⎝ R ⎠
Jika dipilih nilai k10 = 2.404825558 dan µ11 = 4.493409458 dalam satuan
nanometer (nm), selanjutnya akan dihitung energi sistem QD silinder untuk n=1,
l”=1, m”=0, R=2.5 nm dan P=2π nm, dan R=4.5 nm. Dalam perhitungan h
dibawah ke dalam satuan eV.s dan parameter massa dibawa ke dalam satuan
⎡ A' 0 0 0 0 0 ⎤
⎢ 0 B' 0 0 0 0 ⎥
⎢ ⎥ A' = −1.709 − 5.147 ×10 −9
⎢ 0 0 B' 0 0 0 ⎥ −9
H =⎢ ⎥ ; B ' = −1.709 + 5.147 × 10 (III.88)
⎢ 0 0 0 A' 0 0 ⎥ C ' = −1.709 − 0.33
⎢ 0 0 0 0 C' 0 ⎥
⎢ ⎥
⎣⎢ 0 0 0 0 0 C '⎥⎦
dan Aδ nn 'δ m "( m " )δ l "(l " )' adalah matriks identitas.
⎡ A' 0 0 0 0 0 ⎤
⎢ 0 A' 0 0 0 0 ⎥
⎢ ⎥
⎢ 0 0 A' 0 0 0 ⎥ A' = −1.697
H =⎢ ⎥; (III.89)
⎢ 0 0 0 A' 0 0 ⎥ B ' = −1.697 − 0.33
⎢ 0 0 0 0 B' 0 ⎥
⎢ ⎥
⎢⎣ 0 0 0 0 0 B'⎥⎦
⎡ A' 0 0 0 0 0 0 0 ⎤
⎢ 0 A' 0 0 0 0 0 0 ⎥
⎢ ⎥
⎢ 0 0 B' 0 0 0 0 0 ⎥ A' = 0.181
⎢ ⎥
⎢ 0 0 0 C' 0 0 0 0 ⎥ B ' = −1.709 − 5.147 ×10 −9
H= ; (III.90)
⎢ 0 0 0 0 C' 0 0 0 ⎥ C ' = −1.709 + 5.147 × 10 −9
⎢ ⎥
⎢ 0 0 0 0 0 B' 0 0 ⎥ D' = −1.709 − 0.33
⎢ 0 0 0 0 0 0 D' 0 ⎥
⎢ ⎥
⎣⎢ 0 0 0 0 0 0 0 D'⎦⎥
dan Aδ nn 'δ m "( m " )δ l "(l " )' adalah matriks identitas.
⎡ A' 0 0 0 0 0 0 0 ⎤
⎢ 0 A' 0 0 0 0 0 0 ⎥
⎢ ⎥
⎢ 0 0 B' 0 0 0 0 0 ⎥
⎢ ⎥ A' = 0.904
⎢ 0 0 0 B' 0 0 0 0 ⎥
H= ; B' = −1.697 (III.91)
⎢ 0 0 0 0 B' 0 0 0 ⎥
⎢ ⎥ C ' = −1.697 − 0.33
⎢ 0 0 0 0 0 B' 0 0 ⎥
⎢ 0 0 0 0 0 0 C' 0 ⎥
⎢ ⎥
⎣⎢ 0 0 0 0 0 0 0 C '⎥⎦
dan Aδ nn 'δ m"( m " )δ l "(l " )' adalah matriks identitas.
persamaan (III.88), (III.89) dan (III.90) adalah tidak otomatis nol, tetapi
melainkan karena elemen selain elemen diagonal mempunyai nilai mendekati nol
atau basis yang berbeda. Ini berarti interaksi antara pita yang berlainan terdapat
dalam orde yang dapat diabaikan relatif terhadap elemen diagonalnya. Dengan
adalah nol maka otomatis berarti kita mengasumsikan tidak ada interaksi antara
pita yang berlainan, dan koefisien kombinasi linear Aδ nn 'δ m "( m" )δ l "(l " )' otomatis menjadi
matriks Identitas.
7.a.5. Nilai Eigen dan Fungsi Eigen untuk Hole dalam Pita Lebar
Dari tabel (III.4) dan persamaan (III.88), diperoleh nilai eigen dan fungsi
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 3
ψ 3 3 = 1.882ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
⎟ ⎟⎟ '
22 ⎝ ⎝2 2π ⎠⎠ 2 2
106
( )
E 3 3 = − 1.709 − 5.147 × 10 −9 eV
22
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 3
ψ 5 3 = 0.397ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
⎟ ⎟⎟ '
22 ⎝ ⎝2 2π ⎠⎠ 2 2
( )
E 5 3 = − 1.709 − 5.147 × 10 −9 eV
22
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 3
= −0.397ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
ψ5 ⎟ ⎟⎟ '−
⎝ ⎝ 2 2π
3
−
2 2 ⎠⎠ 2 2
E5 3
−
( )
= − 1.709 − 5.147 × 10 −9 eV
2 2
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 3
= 1.882ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
ψ3 ⎟ ⎟⎟ '−
⎝ ⎝ 2 2π
3
2 2
− ⎠⎠ 2 2
E3 3
−
( )
= − 1.709 − 5.147 × 10 −9 eV
2 2
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 1
ψ 5 1 = −0.486ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
⎟ ⎟⎟ '
22 ⎝ ⎝2 2π ⎠⎠ 2 2
( )
E 5 1 = − 1.709 + 5.147 × 10 −9 eV
22
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 1
= 0.486ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
ψ5 ⎟ ⎟⎟ '−
⎝ ⎝ 2 2π
1
−
2 2 ⎠⎠ 2 2
E5 1
−
( )
= − 1.709 + 5.147 × 10 −9 eV
2 2
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 1 ⎛ ⎛1 z ⎞⎞ 1 1
ψ 1 1 = 0.627ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟ ' + 0.627ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
⎟ ⎟⎟ '
22 ⎝ ⎝2 2π ⎠⎠ 2 2 ⎝ ⎝ 2 2π ⎠⎠ 2 2
( )
E 1 1 = − 3.748 + 5.147 × 10 −9 eV
22
107
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 1 ⎛ ⎛1 z ⎞⎞ 1 1
ψ 3 1 = −1.087 ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟ ' + 0.6277ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
⎟ ⎟⎟ '
22 ⎝ ⎝2 2π ⎠⎠ 2 2 ⎝ ⎝ 2 2π ⎠⎠ 2 2
(
E 3 1 = − 3.748 + 5.147 × 10 −9 eV )
22
⎛ ⎛1 z ⎞⎞ 3 1 ⎛ ⎛1 ⎞⎞ 1 1
= −0.627ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟ '− + 0.627ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
ψ1 ⎟ ⎟⎟ '−
⎝ ⎝ 2 2π ⎝ ⎝ 2 2π
1
2 2
− ⎠⎠ 2 2 ⎠⎠ 2 2
E1
−
1 (
= − 3.748 + 5.147 × 10 −9 eV )
2 2
⎛ ⎛1 z ⎞⎞ 3 1 ⎛ ⎛1 z ⎞⎞ 1 1
ψ3 = −1.087ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟ '− − 0.627ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟ '−
⎝ ⎝ 2 2π ⎝ ⎝ 2 2π
1
−
2 2 ⎠⎠ 2 2 ⎠⎠ 2 2
E3 1
−
(
= − 3.748 + 5.147 × 10 −9 eV )
2 2
Dari tabel (III.4) dan persamaan (III.88), diperoleh nilai eigen dan fungsi eigen
3 3 3
ψ 33 = J 1 (r ) cos(θ ) '
22 40 2 2
3 3 3
ψ3 3 = J 1 (r ) cos(θ ) '−
−
2 2 40 2 2
1 3 3
ψ 53 = J 1 (r ) cos(θ ) '
22 10 2 2
1 3 3
ψ5 3 =− J 1 (r ) cos(θ ) '−
−
2 2 10 2 2
3 3 1
ψ 51 = − J 1 (r ) cos(θ ) '
22
20 2 2
108
3 3 1
ψ5 1 = J 1 (r ) cos(θ ) '−
−
2 2
20 2 2
Keenam fungsi eigen diatas mempunyai energi yang sama yaitu Elm = −1.697eV
1 3 1 1 1 1
ψ 11 = J 1 (r ) cos(θ ) ' + J 1 (r ) cos(θ ) '
22
2 2 2 2 2 2
1 3 1 1 1 1
ψ 31 = − J 1 (r ) cos(θ ) ' + J 1 (r ) cos(θ ) '
22 2 10 2 2 2 2 2
1 3 1 1 1 1
ψ1 1 = − J 1 (r ) cos(θ ) '− + J 1 (r ) cos(θ ) '−
−
2 2
2 2 2 2 2 2
1 3 1 1 1 1
ψ3 1 =− J 1 (r ) cos(θ ) '− + J 1 (r ) cos(θ ) '−
−
2 2 2 10 2 2 2 2 2
Elm = −3.724eV
Dari tabel (III.4) dan persamaan (III.88) diperoleh nilai eigen dan fungsi
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 3
ψ 3 3 = 1.882ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
⎟ ⎟⎟ '
22 ⎝ ⎝2 2π ⎠⎠ 2 2
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 3
ψ 5 3 = 0.397ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
⎟ ⎟⎟ '
22 ⎝ ⎝2 2π ⎠⎠ 2 2
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 3
= −0.397ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
ψ5 ⎟ ⎟⎟ '−
⎝ ⎝ 2 2π
3
−
2 2 ⎠⎠ 2 2
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 3
= 1.882ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
ψ3 ⎟ ⎟⎟ '−
⎝ ⎝ 2 2π
3
−
2 2 ⎠⎠ 2 2
109
(
Elm = − 1.709 − 5.147 × 10 −9 eV )
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 1
ψ 5 1 = −0.486ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
⎟ ⎟⎟ '
22 ⎝ ⎝2 2π ⎠⎠ 2 2
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 1
= 0.486ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
ψ5 ⎟ ⎟⎟ '−
⎝ ⎝ 2 2π
1
−
2 2 ⎠⎠ 2 2
Kedua fungsi eigen diatas mempunyai nilai energi yang sama yaitu
(
Elm = − 1.709 + 5.147 × 10 −9 eV )
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 1 ⎛ ⎛1 z ⎞ ⎞⎛ 1 1 1 1 ⎞
ψ 1 1 = 0.627ℑ0 (0,962r )sin⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟ ' + 0.627ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
⎟ ⎟⎟⎜⎜ ' + ' ⎟
⎟
22 ⎝ ⎝2 2π ⎠⎠ 2 2 ⎝ ⎝ 2 2π ⎠ ⎠⎝ 2 2 LH 2 2 K⎠
⎛ ⎛1 ⎞⎞ 3 1 ⎛ ⎛1 z ⎞ ⎞⎛ 1 1 1 1 ⎞
ψ 3 1 = −1.087ℑ0 (0,962r )sin⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟ ' + 0.6277ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ −
z
⎟ ⎟⎟⎜⎜ ' + ' ⎟
⎟
22 ⎝ ⎝2 2π ⎠⎠ 2 2 ⎝ ⎝ 2 2π ⎠ ⎠⎝ 2 2 LH 2 2 K⎠
⎛ ⎛1 z ⎞⎞ 3 1 ⎛ ⎛1 z ⎞⎞ 1 1 1 1
ψ1 1 = −0.627 ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟ '− + 0.627 ℑ 0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟ '− + '−
−
2 2 ⎝ ⎝ 2 2π ⎠ ⎠ 2 2 ⎝ ⎝ 2 2π ⎠ ⎠ 2 2 LH 2 2 K
⎛ ⎛1 z ⎞⎞ 3 1 ⎛ ⎛1 z ⎞ ⎞⎛ 1 1 1 1 ⎞
ψ3 1 = −1.087ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟ '− − 0.627ℑ0 (0,962r )sin ⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟⎜⎜ '− + '− ⎟
⎟
−
2 2 ⎝ ⎝ 2 2π ⎠ ⎠ 2 2 ⎝ ⎝ 2 2π ⎠ ⎠⎝ 2 2 LH 2 2 K⎠
Kedua empat fungsi eigen diatas mempunyai nilai energi yang sama yaitu
(
Elm = − 3.567 + 5.147 × 10 −9 eV )
Dari tabel (III.4) dan persamaan (III.88) diperoleh nilai eigen dan fungsi eigen
3 3 3
ψ 33 = J 1 (r ) cos(θ ) '
22 40 2 2
3 3 3
ψ3 3 = J 1 (r ) cos(θ ) '−
−
2 2 40 2 2
110
1 3 3
ψ 53 = J 1 (r ) cos(θ ) '
22 10 2 2
1 3 3
ψ5 3 =− J 1 (r ) cos(θ ) '−
−
2 2 10 2 2
3 3 1
ψ 51 = − J 1 (r ) cos(θ ) '
22
20 2 2
3 3 1
ψ5 1 = J 1 (r ) cos(θ ) '−
−
2 2
20 2 2
Keenam fungsi eigen diatas mempunyai nilai energi yang sama yaitu
E lm = (− 1.697 )eV .
1 3 1 1 ⎛ 1 1 1 1 ⎞
ψ 11 = J 1 (r ) cos(θ ) ' + J 1 (r ) cos(θ )⎜⎜ ' + ' ⎟⎟
22
2 2 2 2 ⎝ 2 2 LH 2 2 K ⎠
1 3 1 1 ⎛ 1 1 1 1 ⎞
ψ 31 = − J 1 (r ) cos(θ ) ' + J 1 (r ) cos(θ )⎜⎜ ' + ' ⎟⎟
22 2 10 2 2 2 ⎝ 2 2 LH 2 2 K ⎠
1 3 1 1 ⎛ 1 1 1 1 ⎞
ψ1 1 = − J 1 (r ) cos(θ ) '− + J 1 (r ) cos(θ )⎜⎜ '− + '− ⎟⎟
−
2 2
2 2 2 2 ⎝ 2 2 LH 2 2 K ⎠
1 3 1 1 ⎛ 1 1 1 1 ⎞
ψ3 1 =− J 1 (r ) cos(θ ) '− + J 1 (r ) cos(θ )⎜⎜ '− + '− ⎟⎟
−
2 2 2 10 2 2 2 ⎝ 2 2 LH 2 2 K ⎠
Keenam fungsi eigen diatas mempunyai nilai energi yang sama yaitu
Elm = (− 2.820)eV .
penentuan elemen baris pertama dan kolom pertama matrik 8x8 persamaan
⎛ 2.360 ⎞
2
⎧⎪ ⎡ ⎛ r ⎞ 9.5 ⎛ 2.360 ⎞ 9.5 ⎤ ⎫⎪
hssσ = −2.038⎜ ⎟ exp⎨2 ⎢− ⎜ ⎟ +⎜ ⎟ ⎥⎬
⎝ r ⎠ ⎪⎩ ⎣⎢ ⎝ 3.4 ⎠ ⎝ 3.4 ⎠ ⎦⎥ ⎪⎭
Kemudian diketahui:
2 2.404828558 1 ⎛ ⎛ 1 z ⎞⎞
ψ nl "m" = ψ 110 = ℑ0 ( r) sin ⎜⎜ π ⎜ − ⎟ ⎟⎟
ℑ1 (2.40482855) R P ⎝ ⎝ 2 P ⎠⎠
Sehingga elemen kolom pertama dan baris pertama matrik persamaan matrik
(III.67) adalah:
P 2π R
∫ ϕ∫ ∫ h σψ ψ 110 r dr dϕ dz
∗
ss 110
z =0 =0 r =0
Sebagai bukti akan penelitian ini, komputasi numerik simbolik untuk proses
jenjang waktu penelitian, serta karena masalah metode numerik bukan termasuk
8. Pembahasan
ukuran QD simetris terhadap struktur elektronik. Untuk itu bagian ini akan
diawali dengan komentar tentang metode massa efektif k.p dan tight-binding
semiempirik.
112
Seperti disebutkan di dalam BAB III, bahwa metode massa efektif k.p
diawali dengan asumsi bahwa perlakuan eksternal yang diberikan pada sistem
listrik dan magnet) relatif terhadap stabilitas sistem dapat dipandang hanya
sebagai gangguan. Kemudian dalam metode k.p fungsi periodik dalam persamaan
Bloch diasumsikan tidak bergantung pada vektor gelombang, ini berarti semua
pengaruh yang sama oleh pergerakan translasi elektron konduksi. Ini memberikan
pendekatan partikel tunggal. Hal terpenting juga dari pendekatan metode k.p
adalah tentang asumsi tentang perioditas medan kisi kristal. Dalam sistem
nanostuktur kondisi bulk relatif terhadap permukaan akan semakin samar dengan
menurunnya dimensi dan ukuran sistem, oleh karenanya perioditas potensial kisi
colloid sangat representatif diwakili oleh metode massa efektif k.p oleh karena
interor sistem lebih homogen sehingga tidak perlu diasumsikan perubahan fungsi
sistem fisis zat padat termasuk sistem nanostruktur dapat dinyatakan atau
efek atomik dalam perilaku sistem. Ini terbalik dengan metode k.p yang sangat
tepat untuk menangani efek-efek sistem, misalnya efek medan potensial kristal.
Sehingga walaupun kerangka kerja tight-binding ini bukan suatu metode yang
baik untuk untuk menentukan fungsi gelombang alami sebenarnya dari sistem
fisis yang ditinjau namun demikian akan memberikan hasil yang semakin sesuai
untuk sistem fisis nanostruktur yang semakin kecil. Dalam deskripsi Hamiltonian
ini dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk sistem nanostruktur, semakin kecil
besar ukuran sistem maka aplikasi metode k.p akan semakin tepat
8.3 Nilai Energi Elektron dan Hole QD Bersimetri Bola dan Silinder
silikon bersimeri bola dan silinder mempunyai nilai negatif. Hasil ini dapat
didasarkan pada nilai eksperimen untuk bahan GaAs bahwa energi pita velensi
maksimum adalah nol. Ini berarti bahwa tanpa pengungkungan keadaan elektron
terluar (valensi) dalam sistem QD silikon bersimetri bola dan silinder mempunyai
nilai energi nol (superposisi komponen energi dalam Hamiltonian adalah nol),
elektron di sebelah dalam dari elektron valensi mempunyai nilai negatif yang
menunjukkan elektron tersebut berada dalam keadaan terikat atau berada dalam
potensial inti atom. Oleh karenanya energi negatif dalam sistem QD yang
potensial inti dan potensial makro (pengungkung) dan dilarang keluar dari sistem
QD. Hasil ini juga menunjukkan kalau keadaan konduksi atomik dalam sistem
QD silikon bersimetri bola dan silinder juga berada dalam keadaan terikat oleh
karena pengungkungan.
dan Ukurannya.
dengan orde bilangan l dan n pada sistem QD Bersimetri Bola dan m dan n pada
115
energi interaksi. Selain itu diperoleh bahwa energi sistem menurun dengan
peningkatan ukuran sistem. ini dapat dijelaskan karena semakin besar ukuran
maka semakin besar bilangan kuantum n sistem yang menentukan jarak interaksi.
bahwa bentuk QD tertentu mempunyai struktur energi dan ruang Hilbert yang
berbeda walupun berdimensi sama. Nilai eigen energi untuk kasus QD silinder
lebih banyak dari nilai eigen untuk kasus QD bola. Perbedaan ini disebabkan
karena fungsi gelombang dalam koordinat silinder hanya invarian dalam rotasi
terhadap sumbu sumbu-z dan invarian dalam translasi sepanjang sumbu-z (Arfken
BAB IV
1. Kesimpulan
struktur elektronik (nilai eigen dan fungsi eigen) sistem QD silikon bersimetri
3. Untuk bilangan n=1, l=1 dan m”=0, sistem QD bola mempunyai sepuluh
vektor eigen dengan dua nilai eigen sedangkan sistem QD silinder mempunyai
5. Metode massa efektif k.p menunjukkan bahwa interaksi antara pita yang
silinder.
117
2. Saran
dimana medan relatif tidak isotropis dan homogen (pada point 2) perlu
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Arfken, G. B., dan Weber, H. J., 2001, Mathematical Methods For Physicists:
Fifth Edition, A Harcourt Science and Technology Company, USA.
Baraff, G. A dan Gershoni, D, 1991, Eigenfunction-expansion method for solving
the quantum-wire problem: Formulasi, Phys. Rev. B . 43, 4011.
Cowan, R.D., 1981, The Theory of Atomic tructure and Spectra, Edisi keempat,
Oxford at The Clarendon Press, Oxford.
Chang, L. L., Esaki, L., Howard, W. E., dan Ludeke R., 1970, Structures Grown
by Molecular Beam Epitaxy , J. Vac. Sci. Technol. 10, 11.
Damilano, B., Grandjean, N., Semond, F., Massies, J., dan Leroux, M., 1999,
From visible to white light emission by GaN quantum dots on Si(111)
substrate, Appl. Phys. Lett. 75, 962.
Efros, Al. L dan Rosen, M.,1998 Quantum Size Level Structure od Narrow-gap
Semiconductor nanocrystal: Effect of Band Coupling, Phys. Rev. B 58,
7120.
Ekimov, A.I, Hache, F., Schanne-Klein, M. C., Ricard, D., Flitzanis, C.,
Kudryavtzev, I. A., Yazeva, T. V., Rodina, A. V., dan Efros, Al. L., 1993,
Absorption and Intensity-Dependent Photoluminescence Measurement on
CdSe Quantum Dots: Assignment of the First Electronic Transitions, J.
Opt. Soc. Am. B 10, 100.
Esaki, L., dan Tsu R., 1970, Superlattice and Negative Differential conductivity in
Semiconductors, IBM J. Res. Develop. 14, 61.
Fonoberov. V., 2002, Electronic and Optical Properties of Semiconductor
Quantum Wires and Dots, PhD dissertation, University of Moldova,
Moldova.
Gasiorowicz, S., 1974, , Quantum Physics, John Wiley and Sons, New York.
Gell, M. A, Ninno, D., Jaros, M., dan Herbert D. C.,1986, Zone folding,
morphogenesis of charge densities, and the role of periodicity in
GaAs-AlxGa1-xAs (001) superlattices, Phys. Rev. B 34, 2416
Griffiths, D. J., 1995, Introduction to Quantum Mechanics, Prentice Hall, Inc.
Upper Saddle River, New-Jersey.
Grigoryan, G. B, Kazaryan, E, Efros, Al. L, Yazeva, T. V.,1990, Quantitation of
Hole and absorption edge in spherical microcrystal of semiconductor with
complex structure of valence Band, Sov. Phys. Solid State 32, 1031
Hein, O, 2000, Semi-Empirical Tight-Binding Ways and Means for the Atomistic
Simulation of Materials, PhD dissertation, Gemeinsamen
Naturwissenschaftlichen Fakultät, Techniscen Universität Carolo-
Wilhelmina, Germany.
Helle, M.,2006, Few-Electron Quantum Dot Molecules, PhD dissertation Helsinki
University of Tehnology, Laboratory of Physics, Espo, Finland.
Hohenberg, P., dan Kohn, W., 1964, Inhomogeneous Electron Gas, Phys. Rev.
136, B864
119
LAMPIRAN 1
Matrik transpose dan matrik konjugat dari matrik U dalam persamaan III.66,
⎡ 1 0 0 0 0 0 0 0 ⎤
⎢ 1 1 i ⎥
⎢ 0 0 0 0 0 − ⎥
⎢ 2 6 3⎥
⎢ i 1 ⎥
0 0 0 0 0 0 −
⎢ 2 3⎥
⎢ 2i 1 ⎥
⎢ 0 0 0 − 0 0 0 ⎥
⎢ 6 3 ⎥
UT =⎢
0 1 0 0 0 0 0 0 ⎥
⎢ i i 1 ⎥
⎢ 0 0 0 0 0 ⎥
⎢ 6 2 3 ⎥
⎢ 1 1 1 ⎥
⎢ 0 0 0 − 0 0 ⎥
⎢ 6 2 3 ⎥
⎢ 2 i ⎥
0 0 0 0 0 0
⎢ 6 3 ⎥⎦
⎣
⎡ 1 0 0 0 0 0 0 0 ⎤
⎢ 0 0 0 0 1 0 0 0 ⎥⎥
⎢ 1 i
⎢ 0 − 0 0 0 0 0 ⎥
⎢ 2 2 ⎥
⎢ 2i i 1 ⎥
⎢ 0 0 0 0 − − 0 ⎥
⎢ 6 6 6 ⎥
∗
⎢ 1 i 2 ⎥
U =⎢ 0 0 0 0 0 ⎥
⎢ 6 6 6 ⎥
⎢ 1
0 ⎥
i
0 0 0 0 0 −
⎢ 2 2 ⎥
⎢ ⎥
⎢ 1 1 i
0 0 0 0 − 0 ⎥
⎢ 3 3 3 ⎥
⎢ i 1 i ⎥
⎢ 0 − 0 0 0 0 − ⎥
⎣⎢ 3 3 3 ⎦⎥
122
LAMPIRAN 2
a31 = −
1
(d x hspσ + id y hspσ ) a32 = 0
2
2i
a 42 =
1
(d y hspσ + id x hspσ )
a 41 = − d z hspσ 6
6 2
a52 = − d z hspσ
a51 = −
1
(d x hspσ + id y hspσ ) 6
a61 = 0
6
a 62 = −
1
(d y hspσ − id x hspσ )
2
a71 = −
1
d z hspσ a 72 = −
1
(d x hspσ − id y hspσ )
3 3
a81 =
1
(d y hspσ − id x hspσ ) a82 =
i
d z hspσ
3 3
2i
a14 = − d z h spσ
a13 =
1
(d xhspσ + id y hspσ ) 6
a23 = 0
2
a 24 = −
1
(d y hspσ − id x hspσ )
6
a33 =
1
2
( 2
i
) (
E xx + E yy + E xy − E yx + 1 a 34 ) =−
1
(E yz + iE xz )
3
a43 =
1
(
iE zx − E yz ) a 44 =
1
( i
) (
E xx + E yy + 4 E zz + E xy − E yx + 1 )
3 6 6
a53 =
1
(
E xx − E yy +
i
) (
E xy + E yx a 54 ) 1
( )
= E yz − E zy + (E zx − E xz )
i
12 12 3 3
a63 = 0
a 64 =
1
(
E xx − E yy +
i
) (
E xy + E yx )
a73 =
1
(
E zx + iE zy ) 12 12
6 a 74 =
i
(
E xx + E yy + 2 E zz −
1
) (
E xy − E yx )
a83 =
i
(
E xx − E yy −
1
) (
E xy + E yx ) 3 2 3 2
6 6
a 84 =
1
(E zx + 2 E xz ) + i E zy + 2 E yz ( )
2 3 2 3
123
a15 =
1
(d x hspσ − id y hspσ ) a16 = 0
6
a 25 =
2
d z h spσ a 26 =
1
(d y hspσ + id x hspσ )
6 6
a 36 = 0
a 35 =
1
(E xx − E yy ) − i
(E xy + E yz )
12 12 a 46 =
1
(E xx − E yy ) − i
(E xy + E yx )
a 45
1
( )
= E yz − E zy + (E zx − E xz )
i 12 12
3 3
a 56 =
1
(
E zy + iE xz )
a 55
1
( i
) (
= E xx + E yy + E yx − E xy + 1 ) 3
6 6
a 66
1
( i
) (
= E xx + E yy + E yx − E xy + 1 )
a 65
1
(
= E yz − iE xz ) 2 2
3
a 76 =
i
(
E xx − E yy +
1
)
E xy + E yx ( )
a 75 =
1
(E zx + 2 E xz ) − i E zy + 2 E yz ( ) 6 6
3 2 3 2
a 86 =
1
(
E zx − iE zy )
a 85 =
i
(
E xx + E yy − 2 E zz +
1
)
E xy − E yx −
2i
( ) 6
3 2 3 2 3 2
a17 =
1
d z hspσ a18 = −
1
(d y hspσ + id x hspσ )
3 3
a 27 =
1
(d x hspσ + id y hspσ ) a 28 =
i
d z h spσ
3 3
a 37 =
1
(E xz − iE yz ) a 38 = −
i
(E xx − E yy ) − 1
(E xy + E yx )
6 6 6
a 47 = −
i
(E xx + E yy + 2E zz ) + 1
(E xy − E yx ) a 48 =
1
(E xz + 2 E zx ) − E yz + 2 E zy
i
( )
3 2 3 2 3 2 3 2
a 57 =
1
(E xz + 2 E zx ) + i
(
E yz + 2 E zy ) a 58 =−
i
(
E xx + E yy − 2 E zz −
1
)
E xy − E yz +
2i
( )
3 2 3 2 3 2 3 2 3 2
a 67 =
−i
(
E xx + E yy +
1
) (
E xy + E yx ) a 68 =
1
(
E xz + iE yz )
6 6 6
a 77
1
3
( i
) (
= E xx + E yy + E zz + E xy − E yx − 2
3
) a 78
1
3
( i
3
)
= − E zy − E yz − (E zx − E xz )
a 87
1
( )
= E zy − E yz + (E xz − E zx )
3
i
3
a 88
1
( 1
= E xx + E yy + E zz + E yx − E xy − 2
3 3
) ( )
124
LAMPIRAN 3
LK 6x6 untuk QD silinder dan QD bola serta bukti perhitungan nilai elemen baris
> A(1,2,2,-1,1,0,1);
1
3 30
30
(-1)g
g! (a + b - c - g)! (a - d - g)! (b + e - g)! (c - b + d + g)! (c - a - e + g)!
(-1)
h
⎞
+ ⎟
h! (a + b - c - h)! (a - d - h)! (b + e - h)! (c - b + d + h)! (c - a - e + h)! ⎠
koordinat silinder
> B(3/2,1,3/2,1/2,0,1/2,0,1);
1
- 15
30
> BesselJ(0,1/R*evalf(BesselJZeros(0,1))*r);
BesselJ⎛⎜ 0,
2.404825558 r ⎞
⎟
⎝ R ⎠
> sqrt(2/P)*sin(Pi*((1/2)-(z/P)));
1 ⎛ ⎛ 1 z⎞ ⎞
2 sin⎜ π ⎜ - ⎟ ⎟
P ⎝ ⎝ 2 P⎠ ⎠
> A:=BesselJ(0,1/R*evalf(BesselJZeros(0,1))*r)*sqrt(2/P)*sin(Pi*((1/2)-(z/P)));
⎛ 2.404825558 r ⎞ 1 ⎛ ⎛ 1 z⎞ ⎞
A := BesselJ⎜ 0, ⎟ 2 sin⎜ π ⎜ - ⎟ ⎟
⎝ R ⎠ P ⎝ ⎝ 2 P⎠ ⎠
> B:=(r,phi,z)->diff(diff((A),r),r)+1/r*diff((A),r)+1/r^2*diff(diff((A),phi),phi)-
2*diff(diff((A),z),z);
⎛ ∂ ∂ ⎞
∂ ⎜ A⎟
A
⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞ ∂φ⎜ ∂φ ⎟ ⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞
⎟ + ∂ ⎝ ⎠
r
B := (r, phi, z) → ⎜ ⎜ A⎟ + -2⎜ ⎜ A⎟ ⎟
⎜ ∂r ⎜ ∂r ⎟ ⎟ ⎜ ∂z ⎜ ∂z ⎟ ⎟
⎝ ⎝ ⎠ ⎠
r r2 ⎝ ⎝ ⎠ ⎠
> C:=diff(diff((A),r),r)+1/r*diff((A),r)+1/r^2*diff(diff((A),phi),phi)-
2*diff(diff((A),z),z);
126
C :=
⎛ ⎛ 0.4158305773 R BesselJ⎛⎜ 1,
2.404825558 r ⎞ ⎞
⎜ ⎜ ⎟ ⎟
1 ⎜⎜ ⎜ ⎛ 2.404825558 r ⎞ ⎝ R ⎠ ⎟
- 5.783185964 ⎜ BesselJ⎜ 0, ⎟ - ⎟ 2
2 ⎜ R
R ⎝ ⎝ ⎝ ⎠ r ⎠
⎞ ⎛ 2.404825558 r ⎞ 1 ⎛ ⎛ 1 z⎞ ⎞
⎟ 2.404825558 BesselJ⎜ 1, ⎟ 2 sin⎜ π ⎜ - ⎟ ⎟
1 ⎛ ⎛ 1 - z ⎞ ⎞ ⎟⎟ ⎝ R ⎠ P ⎝ ⎝ 2 P⎠ ⎠
sin⎜ π⎜ ⎟ ⎟ -
P ⎝ ⎝ 2 P ⎠ ⎠ ⎟⎠ rR
⎛ 2.404825558 r ⎞ 1 ⎛ ⎛ 1 z⎞ ⎞ 2
2 BesselJ⎜ 0, ⎟ 2 sin⎜ π ⎜ - ⎟ ⎟ π
⎝ R ⎠ P ⎝ ⎝ 2 P ⎠ ⎠
+
P2
> int(int(int(A*C*r,r=0..R),z=0..P),phi=0..2*Pi);
-18 18 2 18 2
4.000000000 10 (-1.224161082 10 P + 4.178314748 10 R )
2
P
> simplify(%);
-9 8 2 9 2
8.000000000 10 (6.12080541 10 P - 2.089157374 10 R )
-
2
P
> E:=(r,phi,z)->(((cos(phi)^2-sin(phi)^2)*diff(diff((A),r),r)-
(1/r*4*sin(phi)*cos(phi))*diff(diff((A),r),phi)+(1/r^2*(sin(phi)^2-
cos(phi)^2))*diff(diff(A,phi),phi)+(1/r*(sin(phi)^2-
cos(phi)^2))*diff(A,r)+(1/r^2*4*sin(phi)*cos(phi))*diff((A),phi))+2*I*(cos(phi)*
sin(phi)*diff(diff((A),r),r)-(1/r^2*sin(phi)*cos(phi)*diff(diff((A),phi),
phi))+1/r*(cos(phi)^2-sin(phi)^2)*diff(diff((A),r),phi)+1/r^2*(sin(phi)^2-
cos(phi)^2)*diff((A),phi)-1/r*sin(phi)*cos(phi)*diff((A),r)));
⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞
4 sin(φ) cos(φ) ⎜ ⎜ A⎟ ⎟
⎜ ∂φ⎜ ∂r ⎟ ⎟
2 2 ⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞ ⎝ ⎝ ⎠ ⎠
E := (r, phi, z) → (cos(φ) - sin(φ) ) ⎜ ⎜ A⎟ ⎟ -
⎜ ∂r ⎜ ∂r ⎟ ⎟ r
⎝ ⎝ ⎠ ⎠
2 2 ⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞ 2 2 ⎛ ∂ ⎞ ⎛ ∂ ⎞
(sin(φ) - cos(φ) ) ⎜ ⎜ A⎟ ⎟ (sin(φ) - cos(φ) ) ⎜ A⎟ 4 sin(φ) cos(φ) ⎜ A⎟
⎜ ∂φ⎜ ∂φ ⎟ ⎟ ⎜ ∂r ⎟ ⎜ ∂φ ⎟
⎝ ⎝ ⎠ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
+ + + +
2 r 2
r r
127
⎛ ⎛ ⎛ ⎞ ⎞
⎜ ∂ ∂
⎜ sin(φ) cos(φ) ⎜ ⎜ A⎟ ⎟
⎜ ⎜ ∂φ⎜ ∂φ ⎟ ⎟
⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞ ⎝ ⎝ ⎠ ⎠
2 I ⎜⎜ cos(φ) sin(φ) ⎜ ⎜ A⎟ ⎟ -
⎜ ∂r ⎜ ∂r ⎟ ⎟
⎜ ⎝ ⎝ ⎠ ⎠ r2
⎝
⎞
2 2 ⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞ 2 2 ⎛ ∂ ⎞ ⎛ ∂ ⎞ ⎟
(cos(φ) - sin(φ) ) ⎜ ⎜ A⎟ ⎟ (sin(φ) - cos(φ) ) ⎜ A⎟ sin(φ) cos(φ) ⎜ A⎟ ⎟
⎜ ∂φ⎜ ∂r ⎟ ⎟ ⎜ ∂φ ⎟ ⎜ ∂r ⎟ ⎟
⎝ ⎝ ⎠ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎟
+ + - ⎟
r r2 r ⎟
⎠
> G:=(((cos(phi)^2-sin(phi)^2)*diff(diff((A),r),r)-
(1/r*4*sin(phi)*cos(phi))*diff(diff((A),r),phi)+(1/r^2*(sin(phi)^2-
cos(phi)^2))*diff(diff(A,phi),phi)+(1/r*(sin(phi)^2-
cos(phi)^2))*diff(A,r)+(1/r^2*4*sin(phi)*cos(phi))*diff((A),phi))+2*I*(cos(phi)*
sin(phi)*diff(diff((A),r),r)-(1/r^2*sin(phi)*cos(phi)*diff(diff((A),phi),
phi))+1/r*(cos(phi)^2-sin(phi)^2)*diff(diff((A),r),phi)+1/r^2*(sin(phi)^2-
cos(phi)^2)*diff((A),phi)-1/r*sin(phi)*cos(phi)*diff((A),r)));
G :=
⎛ ⎛
⎜ ⎜
⎜ 2 ⎜
5.783185964 (cos(φ) - sin(φ) ) ⎜ BesselJ⎛⎜ 0,
1 ⎜ 2 2.404825558 r ⎞
- ⎟
R 2 ⎜⎝ ⎝ ⎝ R ⎠
⎛ 2.404825558 r ⎞ ⎞ ⎞
0.4158305773 R BesselJ⎜ 1, ⎟ ⎟ ⎟
⎝ R ⎠ ⎟ 1 ⎛ ⎛ 1 - z ⎞ ⎞ ⎟⎟
- ⎟ 2 sin⎜ π ⎜ ⎟ ⎟
r ⎠ P ⎝ ⎝ 2 P⎠ ⎠ ⎟
⎠
2 2 ⎛ 2.404825558 r ⎞ 1 ⎛ ⎛ 1 z⎞ ⎞ ⎛
2.404825558 (sin(φ) - cos(φ) ) BesselJ⎜ 1, ⎟ 2 sin⎜ π ⎜ - ⎟ ⎟ ⎜
⎝ R ⎠ P ⎝ ⎝ 2 P⎠ ⎠ ⎜
- +2I⎜
rR ⎜
⎝
⎛ ⎛
⎜ ⎜
⎜ ⎜
5.783185964 cos(φ) sin(φ) ⎜ BesselJ⎛⎜ 0,
1 ⎜ 2.404825558 r ⎞
- ⎟
2 ⎜
R ⎝ ⎝ ⎝ R ⎠
128
⎛ 2.404825558 r ⎞ ⎞ ⎞
0.4158305773 R BesselJ⎜ 1, ⎟ ⎟ ⎟
⎝ R ⎠ ⎟ 1 ⎛ ⎛ 1 - z ⎞ ⎞ ⎟⎟
- ⎟ 2 sin⎜ π ⎜ ⎟ ⎟
r ⎠ P ⎝ ⎝ 2 P⎠ ⎠ ⎟
⎠
⎛ 2.404825558 r ⎞ 1 ⎛ ⎛ 1 z⎞ ⎞ ⎞
2.404825558 sin(φ) cos(φ) BesselJ⎜ 1, ⎟ 2 sin⎜ π ⎜ - ⎟ ⎟ ⎟
⎝ R ⎠ P ⎝ ⎝ 2 P⎠ ⎠ ⎟
+ ⎟
rR ⎟
⎠
> int(int(int(A*G*r,r=0..R),z=0..P),phi=0..2*Pi);
0.
> H:=(r,phi,z)->(cos(phi)*diff(diff((A),r),z)-1/r*sin(phi)*diff(diff((A),phi),z))-
I*(sin(phi)*diff(diff((A),r),z)+1/r*cos(phi)*diff(diff((A),phi),z));
⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞
sin(φ) ⎜ ⎜ A⎟ ⎟
⎜ ∂z ⎜ ∂φ ⎟ ⎟
⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞ ⎝ ⎝ ⎠ ⎠
H := (r, phi, z) → cos(φ) ⎜ ⎜ A⎟ ⎟ -
⎜ ∂z ⎜ ∂r ⎟ ⎟ r
⎝ ⎝ ⎠ ⎠
⎛ ⎛ ⎞
⎜ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞ ⎟
⎜ cos(φ) ⎜ ⎜ A⎟ ⎟ ⎟
⎜ ⎜ ∂z ⎜ ∂φ ⎟ ⎟ ⎟
⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞ ⎝ ⎝ ⎠ ⎠
- I ⎜⎜ sin(φ) ⎜ ⎜ A⎟ ⎟ + ⎟
⎟
⎜ ∂z ⎜ ∂r ⎟ ⎟ r
⎜ ⎝ ⎝ ⎠ ⎠ ⎟
⎝ ⎠
> J:=(cos(phi)*diff(diff((A),r),z)-1/r*sin(phi)*diff(diff((A),phi),z))-
I*(sin(phi)*diff(diff((A),r),z)+1/r*cos(phi)*diff(diff((A),phi),z));
⎛ 2.404825558 r ⎞ 1 ⎛ ⎛ 1 z⎞ ⎞
2.404825558 cos(φ) BesselJ⎜ 1, ⎟ 2 cos⎜ π ⎜ - ⎟ ⎟ π
⎝ R ⎠ P ⎝ ⎝ 2 P⎠ ⎠
J :=
RP
⎛ 2.404825558 r ⎞ 1 ⎛ ⎛ 1 z⎞ ⎞
2.404825558 I sin(φ) BesselJ⎜ 1, ⎟ 2 cos⎜ π ⎜ - ⎟ ⎟ π
⎝ R ⎠ P ⎝ ⎝ 2 P⎠ ⎠
-
RP
> int(int(int(A*J*r,r=0..R),z=0..P),phi=0..2*Pi);
0.
129
koordinat bola.
> j:=(n,x)->sqrt(Pi/2)/sqrt(x)*BesselJ(n+1/2,x);
1 BesselJ⎛ n + 1 , x⎞
π ⎜
2 ⎝ 2 ⎟⎠
j := (n, x) →
x
> j:=(l,r)->sqrt(Pi/2)/sqrt(r)*BesselJ(1+1/2,r);
1 BesselJ⎛ 3 , r⎞
π ⎜ 2 ⎟
2 ⎝ ⎠
j := (l, r) →
r
> fsolve(j(1,r)=0,r=0..10);
4.493409458
> G:=sqrt(Pi/2)/sqrt(1/R*4.493409458*r)*BesselJ(1+1/2,1/R*4.493409458*r);
⎛ ⎛ 4.493409458 r ⎞ r - 0.2225481584 sin⎛ 4.493409458 r ⎞ R⎞
0.2225481584 R ⎜ cos⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎟
⎝ ⎝ R ⎠ ⎝ R ⎠ ⎠
G := -
r2
> A:=((((-1)^0)*(sqrt((1/(2*(1+0)))*(((2*1)+1))*(1-0))))*LPct(1,0,theta));
1
A := 6 cos(θ)
2
>
B:=sqrt(Pi/2)/sqrt(1/R*4.493409458*r)*BesselJ(1+1/2,1/R*4.493409458*r)*1/2*
sqrt(6)*cos(theta);
⎛ ⎛ 4.493409458 r ⎞ r - 0.2225481584 sin⎛ 4.493409458 r ⎞ R⎞
0.1112740792 R ⎜ cos⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎟ 6 cos(θ)
⎝ ⎝ R ⎠ ⎝ R ⎠ ⎠
B := -
r2
2*sin(theta)^2)*diff(diff(B,theta),theta)))+(((1/(r^2*sin(theta)^2))*diff(diff(B,phi)
,phi))+((1/r*6*sin(theta)*cos(theta))*diff(diff(B,r),theta))+((1/r*(1+cos(theta)^2-
2*sin(theta)^2))*diff(B,r))+(1/r^2*(cot(theta)-
4*sin(theta)*cos(theta)))*diff(B,theta)));
2 2 ⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞
(cos(θ) - 2 sin(θ) ) ⎜ ⎜ B⎟ ⎟
⎜ ∂θ⎜ ∂θ ⎟ ⎟
2 2 ⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞ ⎝ ⎝ ⎠ ⎠
C := (r, theta, phi) → (sin(θ) - 2 cos(θ) ) ⎜ ⎜ B⎟ ⎟ +
⎜ ∂r ⎜ ∂r ⎟ ⎟
⎝ ⎝ ⎠ ⎠ r2
∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎛ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ⎞ 2 2 ⎛ ∂ ⎞
⎜ B⎟ 6 sin(θ) cos(θ) ⎜ ⎜ B⎟ ⎟ (1 + cos(θ) - 2 sin(θ) ) ⎜ B⎟
∂φ⎜ ∂φ ⎟ ⎜ ∂θ⎜ ∂r ⎟ ⎟ ⎜ ∂r ⎟
⎝ ⎠ ⎝ ⎝ ⎠ ⎠ ⎝ ⎠
+ + +
2
r 2 sin(θ) r r
⎛ ∂ ⎞
(cot(θ) - 4 sin(θ) cos(θ)) ⎜ B⎟
⎜ ∂θ ⎟
⎝ ⎠
+
r2
> E:=(a*(sin(theta)^2*((cos(phi)^2)-
sin(phi)^2)*diff(diff(B,r),r)+(1/r*2*sin(theta)*cos(theta))(cos(phi)^2-
sin(phi)^2)*diff(diff(B,r),theta)-(1/r^2*2*sin(theta)*cos(theta)*(cos(phi)^2-
sin(phi)^2)-cot(theta)*(sin(phi)^2-cos(phi)^2))*diff(B,theta)-
(1/r*4*sin(phi)*cos(phi))*diff(diff(B,r),phi)+2*((1/r^2*(sin(phi)*cos(phi)+cot(the
ta)^2*sin(phi)*cos(phi)))+(1/(r^2*sin(theta)^2)*sin(phi)*cos(phi)))*diff(B,phi)+1
/r*(sin(phi)^2-
cos(phi)^2+cos^2(theta))*diff(B,r)+1/r^2*cos(theta)^2*(cos(phi)^2-
sin(phi)^2)*diff(diff(B,theta),theta)+1/r^2*4*cot(theta)*sin(phi)*cos(phi)*diff(dif
f(B,theta),phi)+1/(r^2*sin(theta)^2)*sin(phi)^2*diff(diff(B,phi),phi))+2*I*b*(sin(
theta)^2*sin(phi)*cos(phi)*diff(diff(B,r),r)+1/r*2*sin(theta)*cos(phi)*sin(theta)*
cos(phi)*diff(diff(B,r),theta)-1/r^2*(2*sin(theta)*cos(theta)*sin(phi)*cos(phi)-
cot(theta)*sin(phi)*cos(phi))*diff(B,theta)+1/r*(cos(phi)^2-
sinphi)^2)*diff(diff(B,r),phi)+1/r*sin(phi)*cos(phi)*(cos(theta)^2-
1)*diff(B,r)+1/r^2*cos(theta)^2*sin(phi)*cos(phi)*diff(diff(B,phi),phi)+1/r^2*cos
(theta)^2*(cos(phi)^2-
sin(phi)^2)*diff(diff(B,theta),theta)+1/r^2*cot(theta)(cos(phi)^2-
sin(phi)^2)*diff(diff(B,theta),phi)+(1/(r^2*sin(theta)^2)*sin(phi)^2-
1/r^2*cos(phi)^2)*diff(B,phi));
131
⎛ ⎛
⎜ ⎜
⎜ ⎜
⎜ ⎜
⎜ ⎜
⎜ 2 2 2 ⎜
E := a ⎜ sin(θ) (cos(φ) - sin(φ) ) ⎜
⎜ ⎜
⎜ ⎝
⎝
⎞ ⎛ ⎛
⎟ ⎜ ⎜
⎟ ⎜ ⎜
⎞ ⎟ ⎜
⎟ ⎜ ⎜
⎟
⎟ ⎟ + 1 ⎜ sin( ) cos( )2 sin( )2 cos( ) cos( )2 sin( )2 ⎜⎜
6 cos(θ)⎟ ⎟ ⎜ 2 θ( φ - φ ) θ( φ - φ )
⎜
⎟ ⎟
2 2
r(cos(φ) - sin(φ) ) ⎜
⎠ ⎝
⎠ ⎝
⎞ ⎞
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟ ⎛ ⎛ 2 sin(θ) cos(θ) (cos(φ)2 - sin(φ)2)
⎟ 1 ⎜ 2 ⎞
)⎟ R ⎛⎜ cos⎛⎜
2
⎟ ⎟ - ⎜ 0.1112740792 ⎜ - cot ( θ) (sin ( φ) - cos (φ)
⎟ ⎟ r ⎜2 ⎜ 2 ⎟
⎠ ⎝ r ⎠ ⎝ ⎝
⎠ ⎝
⎛
⎜
⎜
⎜
⎞ ⎜
4.493409458 r ⎞ ⎛ 4.493409458 r ⎞ R⎞ ⎟ 1 ⎜ sin( )2 cos( )2
⎟ r - 0.2225481584 sin⎜ ⎟ ⎟ 6 sin(θ)⎟ + ⎜ ( φ - φ
R ⎠ ⎝ R ⎠ ⎠ ⎟ r ⎜
⎠ ⎝
⎛
⎜
⎜
⎜
2
⎜
+ cos ) ⎜
⎜
⎝
⎞ ⎞
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟ 1 ⎛ 3 2 2 ⎛ ⎛ 4.493409458 r ⎞ r
⎟ ⎟ + 4 ⎜ 0.1112740792 cos(θ) (cos(φ) - sin(φ) ) R ⎜ cos⎜ ⎟
⎟ ⎜ ⎝ ⎝ R ⎠
⎠ ⎠
r ⎝
⎞ ⎛
⎟ ⎜ ⎛
⎟ ⎜ ⎜
⎟ ⎜ ⎜
⎟ ⎜ ⎜
4.493409458 r ⎞ ⎞ ⎞ ⎟ ⎜ ⎜
- 0.2225481584 sin⎛⎜
1 2
⎟ + ⎜ sin(φ) cos(φ) (cos(θ) - 1) ⎜
⎟ R⎟ 6⎟
⎟ ⎟ r ⎜ ⎜
⎝ R ⎠ ⎠ ⎠ ⎟ ⎝
⎝
⎠
133
⎞ ⎞
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟ 1 ⎛ 3 2 2 ⎛ ⎛ 4.493409458 r ⎞ r
⎟ ⎟ + 4 ⎜ 0.1112740792 cos(θ) (cos(φ) - sin(φ) ) R ⎜ cos⎜ ⎟
⎠ ⎟ r ⎜⎝ ⎝ ⎝ R ⎠
⎠
⎛ 4.493409458 r ⎞ ⎞ ⎞
- 0.2225481584 sin⎜ ⎟ R⎟ 6⎟
⎝ R ⎠ ⎠ ⎟
⎠
> F:=((sin(theta)*cos(theta)*diff(diff(B,r),r)+1/r*cos(phi)*(cos(theta)^2-
sin(theta)^2)*diff(diff(B,r),theta)+1/r^2*cos(phi)(sin(theta)^2-
cos(theta)^2)*diff(B,theta)-1/r*sin(theta)*cos(theta)*cos(phi)*diff(B,r)-
1/r^2*sin(theta)*cos(theta)*cos(phi)*diff(diff(B,theta),theta)-
1/r*cos(theta)*sin(phi)*diff(diff(B,phi),r)+1/r*sin(phi)*diff(diff(B,phi),theta))-
I*(sin(theta)*cos(theta)*sin(phi)*diff(diff(B,r),r)+1/r*(cos(theta)^2*cos(phi)-
sin(theta)^2*sin(phi))*diff(diff(B,r),theta)+1/r^2(sin(theta)^2*sin(phi)-
cos(theta)^2*cos(phi))*diff(B,theta)-1/r*sin(theta)*cos(theta)*cos(phi)*diff(B,r)-
1/r^2*sin(theta)*cos(theta)*cos(phi)*diff(diff(B,theta),theta)+1/r*cos(theta)*cos(
phi)*diff(diff(B,phi),r)-1/r*cos(phi)*diff(diff(B,phi),theta)));
⎛
⎜
⎜
⎜
⎜
F := sin(θ) cos(θ) ⎜⎜
⎜
⎝
⎛ ⎛ 4.493409458 r ⎞ ⎛ 4.493409458 r ⎞ ⎞
0.6676444752 R ⎜ cos⎜ ⎟ r - 0.2225481584 sin⎜ ⎟ R⎟ 6 cos(θ)
⎝ ⎝ R ⎠ ⎝ R ⎠ ⎠
-
r4
+
134
⎞ ⎛ ⎛
⎟ ⎜ ⎜
⎟ ⎜ ⎜
⎞ ⎟ ⎜
⎟ ⎜ ⎜
⎟ ⎟ ⎜
⎟ + 1 ⎜ 2 2
⎜
6 cos(θ)⎟ ⎟ ⎜ cos( φ) ( cos ( θ) - sin( θ) )
⎜
⎟ ⎟ r ⎜
⎠ ⎝ ⎝
⎠
⎞ ⎞
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟ 1 ⎛ 2 2 ⎛ ⎛ 4.493409458 r ⎞ r
⎟ ⎟ + 4 ⎜⎜ 0.1112740792 cos(φ)(sin(θ) - cos(θ) ) R ⎜ cos⎜ ⎟
⎠ ⎟ r ⎝ ⎝ ⎝ R ⎠
⎠
⎛ ⎛
⎜ ⎜
⎜ ⎜
⎜ ⎜
⎞ 1⎜⎜ ⎜
⎛ 4.493409458 r ⎞ R⎞
- 0.2225481584 sin⎜ ⎟ ⎟ 6 sin(θ)⎟ - ⎜ sin(θ) cos(θ) cos(φ) ⎜⎜
⎝ R ⎠ ⎠ ⎟ r ⎜
⎠ ⎝ ⎝
⎞ ⎞
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟ 1 ⎛ 2 ⎛ ⎛ 4.493409458 r ⎞ r
⎟ ⎟ - 4 ⎜ 0.1112740792 sin(θ) cos(θ) cos(φ) R ⎜ cos⎜ ⎟
⎟ r ⎝ ⎜ ⎝ ⎝ R ⎠
⎠ ⎠
⎛
⎜ ⎛
⎜ ⎜
⎜ ⎜
⎜ ⎜
⎞ ⎜ ⎜
⎛ 4.493409458 r ⎞ ⎞
- 0.2225481584 sin⎜ ⎟ R⎟ 6⎟ - I ⎜ sin(θ) cos(θ) sin(φ) ⎜⎜
⎝ R ⎠ ⎠ ⎟ ⎜
⎠ ⎜ ⎜
⎝ ⎝
⎛ ⎛ 4.493409458 r ⎞ ⎛ 4.493409458 r ⎞ ⎞
0.6676444752 R ⎜ cos⎜ ⎟ r - 0.2225481584 sin⎜ ⎟ R⎟ 6 cos(θ)
⎝ ⎝ R ⎠ ⎝ R ⎠ ⎠
-
r4
+
⎞ ⎛ ⎛
⎟ ⎜ ⎜
⎟ ⎜ ⎜
⎞ ⎟ ⎜
⎟ ⎜ ⎜
⎟ ⎟ ⎜
6 cos(θ)⎟ ⎟ + 1 ⎜ (cos(θ) cos(φ) - sin(θ) sin(φ)) ⎜
2 2
⎟ ⎜ ⎜
⎟ ⎟ r ⎜
⎠ ⎝ ⎝
⎠
136
⎞ ⎞
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟ ⎛ ⎛ 4.493409458 r ⎞ r - 0.2225481584 sin⎛ 4.493409458 r ⎞ R⎞
⎟ 0.1112740792 R ⎜ cos⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎟ 6 sin(θ)
⎟ ⎟ ⎝ ⎝ R ⎠ ⎝ R ⎠ ⎠
⎟ ⎟ + -
⎟
⎠ ⎟ r4
⎠
⎛ ⎛
⎜ ⎜
⎜ ⎜
⎜ ⎜
⎜ ⎜
1⎜ ⎜
⎜ sin (θ) cos( θ) cos ( φ)
⎜
r ⎜
⎝ ⎝
⎞ ⎞
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟
⎟ ⎟ 1 ⎛ 2 ⎛ ⎛ 4.493409458 r ⎞ r
⎟ ⎟ - 4 ⎜⎜ 0.1112740792 sin(θ) cos(θ) cos(φ) R ⎜ cos⎜ ⎟
⎠ ⎟ r ⎝ ⎝ ⎝ R ⎠
⎠
⎞
⎟
⎟
⎟
⎟
4.493409458 r ⎞ ⎞ ⎞ ⎟
- 0.2225481584 sin⎛⎜ ⎟ R⎟ 6⎟ ⎟
⎝ R ⎠ ⎠ ⎟ ⎟
⎠ ⎟
⎠
> int(int(int(B*C*r^2*sin(theta),r=0..R),theta=0..Pi),phi=0..2*Pi);
0.
> evalf(%);
0.
Hamiltonian TB.
> A:=(r)->(-2.038)*(2.360352/r)^2*exp(2*(-((r/3.4)^9.5)+(2.360355/3.4)^9.5));
⎛ ⎛ r ⎞ 9.5 9.5
⎛ 2.360355 ⎞ ⎞
⎜ -2 ⎜ ⎟ +2⎜ ⎟ ⎟
2.360352 2 ⎝ ⎝ 3.4 ⎠ ⎝ 3.4 ⎠ ⎠
A := r → (-1) 2.038 e
r2
> B:=(r,z)->BesselJ(0,1/R*evalf(BesselJZeros(0,1))*r)*sqrt(2/P)*sin(Pi*((1/2)-
(z/P)));
⎛ evalf(BesselJZeros (0, 1)) r ⎞ 2 ⎛ ⎛ 1 z⎞ ⎞
B := (r, z) → BesselJ⎜ 0, ⎟ sin⎜ π ⎜ - ⎟ ⎟
⎝ R ⎠ P ⎝ ⎝ 2 P⎠ ⎠
> Int(Int(Int(A(r)*B(r,z)*B(r,z)*r,r=0..R),phi=0..2*Pi),z=0..P);
138
⌠ P⌠ 2π⌠ R
⎮ ⎮ ⎮
⎮ ⎮ ⎮
⎮ ⎮ ⎮ -
⎮ ⎮ ⎮
⎮ ⎮ ⎮
⎮ ⎮ ⎮
⎮ ⎮ ⎮
⌡0 ⌡0 ⌡0
2 2
(-0.00001786406476 r 9.5 + 0.06241153772 )
BesselJ⎛⎜ 0,
2.404825558 r ⎞ ⎛ ⎛ 1 z⎞ ⎞
22.70846214 e ⎟ sin⎜ π ⎜ - ⎟ ⎟
⎝ R ⎠ ⎝ ⎝ 2 P⎠ ⎠
rP
dr dφ dz
> evalf(%);
⌠ P ⌠ 6.283185308 ⌠ R
⎮ ⎮ ⎮ ⎛ 9.5
⎮ ⎮ ⎮ - 1 ⎜ 22.70846214 e (-0.00001786406476 r + 0.06241153772 )
⎮ ⎮ ⎮ r P ⎜⎝
⎮ ⎮ ⎮
⎮ ⎮ ⎮
⌡0. ⌡0. ⌡0.
3.141592654 z ⎞ ⎞⎟
2 2
⎛ 2.404825558 r ⎞ ⎛
BesselJ⎜ 0., ⎟ sin⎜ 1.570796327 - ⎟ ⎟ dr dφ dz
⎝ R ⎠ ⎝ P ⎠ ⎠