Anda di halaman 1dari 65

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


TUMOR OTAK DI RUANG MELATI
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

oleh:
Yuke Dwi Puspita Sandrasari, S.Kep
NIM. 142311101024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
A. PENGERTIAN

Tumor adalah adalah suatu pertumbuhan jaringan abnormal yang


disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut
menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita memiliki mekanisme
perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel
merusak dirinya dengan apoptosis jika kerusakan DNA sudah terlalu berat.
Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan pembelahan
DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu
sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat
memicu terjadinya kanker (Huff, 2012).
Tumor otak adalah suatu pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak
merupakan penyakit yang menyerang otak manusia, yang merupakan pusat
kendali dari tubuh manusia, sehingga tumor otak pada umum nya dapat
mengganggu fungsi organ tubuh lain bahkan dapat menyebabkan kematian.
Tumor otak dapat bersifat benigna dan maligna (Mahar, 2000). Tumor intrakranial
(termasuk lesi desak ruang) bersifat jinak maupun ganas, dan timbul dalam otak,
meningen, dan tengkorak. Tumor otak berasal dari jaringan neuronal, jaringan
otak penyokong, sistem retikuloendotelial, lapisan otak dan jaringan
perkembangan residual, atau dapat bermetastasis dari karsinoma sistemik
(Harsono, 1999).

Gambar 2.3.Tumor Otak (Price, 2005)


B. Anatomi
1. Sistem Saraf
Sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi (SST). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis.
Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis
(SSS) dan neuron sistem saraf otonom/viseral (SSO) (Muttaqin, 2008). a.
Sistem Saraf Pusat
1) Otak
Bagian-bagian otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme
oksidasi glukosa. Otak manusia mengandung hampir 98% jaringan saraf
tubuh. Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi sekitar 1200
cc. Secara ringkas fisiologis organ otak dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ringkasan fungsional bagian-bagian sistem saraf pusat

Bagian otak terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut.


a) Meningen
Meningen merupakan selaput pembungkus otak paling luar. Jaringan
gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak dan
tulang belakang, dan oleh tiga lapisan jaringan penyambung yaitu
piameter, araknoid, dan durameter (Gambar 2).

Gambar 2. Hubungan antara otak, tulang tengkorak, dan meningen


dilihat dari sisi lateral

[1] Piameter, langsung berhubungan dengan otak dan jaringan spinal, dan
mengikuti kontur struktur eksternal otak dan jaringan spinal. Piameter
merupakan lapisan vaskular yang memiliki pembuluh darah yang
berjalan menuju struktur interna SSP untuk memberi nutrisi pada
jaringan saraf.
[2] Araknoid, merupakan suatu membran fibrosa yang tipis, halus, dan
tidak mengandung pembuluh darah. Araknoid meliputi otak dan
medula spinalis, tetapi tidak mengikuti kontur luar seperti piameter.
Daerah antara araknoid dan piameter disebut ruang subaraknoid,
tempat arteri, vena serebral, trabekula araknoid, dan cairan
serebrospinal yang membasahi SSP.
[3] Durameter, merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan mirip kulit
sapi yang terdiri atas dua lapisan, yaitu bagian luar yang disebut
duraendosteal dan bagian dalam yang disebut durameningeal.

b) Cairan serebrospinal
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut
pleksus koroideus, menyekresi cairan serebrospinal (cerebrospinal
fluid─CSF) yang jernih dan tidak berwarna, yang merupakan bantal cairan
pelindung di sekitar SSP. CSF terdiri atas air, elektrolit, gas oksigen dan
karbondioksida yang terlarut, glukosa, beberapa leukosit (terutama
limfosit), dan sedikit protein. Cairan ini berbeda dari cairan ekstraseluler
lainnya karena cairan ini mengandung kadar natrium dan klorida yang
lebih tinggi, sedangkan kadar glukosa dan kaliumnya lebih rendah.

Gambar 3. Sirkulasi CSF (a) Arah panah menunjukkan rute sirkulasi CSF;
(b) Orientasi dari vili araknoid. CSF direabsorpsi oleh vili araknoidalis ke
dalam sinus-sinus dura

Setelah mencapai ruang subaraknoid, CSF akan bersirkulasi di sekitar otak


dan medula spinalis, lalu keluar menuju sistem vaskular (SSP tidak
mengandung sistem limfe). Sebagian besar CSF direabsorpsi ke dalam
darah melalui struktur khusus yang disebut vili araknoidalis atau
granulasio araknoidalis, yang menonjol dari ruang subaraknoid ke sinus
sagitalis superior otak (Gambar 3). Volume total CSF di seluruh rongga
serebrospinal sekitar 125 ml, sedangkan kecepatan sekresi pleksus
koroideus sekitar 500 sampai 750 ml.
c) Ventrikel
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang
membatasi semua rongga otak dan medula spinalis serta mengandung
CSF). Pada setiap hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel
ketiga terdapat dalam diensefalon. Ventrikel keempat dalam pons dan
medula oblongata. Ventrikel lateral mempunyai hubungan dengan
ventrikel ketiga melalui sepasang foramen-interventrikularis (foramen
monro). Ventrikel ketiga dan keempat dihubungkan melalui suatu saluran
sempit di dalam otak tengah yang disebut akueduktus sylvius. Pada
ventrikel keempat terdapat tiga lubang sepasang foramen luschka di lateral
dan satu foramen magendie di medial, yang berlanjut hingga ke ruang
subaraknoid otak dan medula spinalis.
d) Serebrum
Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan paling menonjol.
Di sini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik
dan motorik, juga mengatur proses penalaran, memori, dan intelegensi.
Hemisfer serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer
serebri kiri mengatur bagian tubuh kanan. Konsep fungsional ini disebut
pengendalian kontralateral.
e) Korteks serebri
Korteks serebri atau mantel abu-abu (grey matter) dari serebrum
mempunyai banyak lipatan yang disebut giri (tunggal girus). Susunan
seperti ini memungkinkan permukaan otak menjadi luas (diperkirakan
seluas 2200 cm2) yang terkandung dalam rongga tengkorak yang sempit.
Korteks serebri adalah bagian otak yang paling maju dan bertanggung
jawab untuk mengindra lingkungan. Korteks serebri menentukan perilaku
yang bertujuan dan beralasan.
Gambar 4. Anatomi otak

1. Lobus frontal merupakan bagian dari korteks serebrum bagian depan


yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar sulkus
lateralis. Bagian ini memiliki area motorik dan paramotorik. Area broca
terletak di lobus ini dan mengontrol ekspresi bicara. Area asosiasi
menerima informasi dari seluruh otak dan menggabungkan
informasiinformasi tersebut menjadi pikiran, rencana, dan perilaku.
Lobus ini bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan
keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus ini
memodifikasi dorongandorongan emosional yang dihasilkan oleh
sistem limbik dan refleks vegetatif dari batang otak.
2. Lobus parietal berada di tengah, daerah korteks yang terletak di
belakang sulkus sentralis di atas fisura lateralis, dan meluas ke belakang
ke fisura prieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan area sensorik primer
otak untuk sensasi raba dan pendengaran. Lobus ini menyampaikan
infromasi sensorik ke banyak daerah lain di otak, termasuk area sosiasi
motorik dan visual di sebelahnya.
3. Lobus oksipital, ada di bagian paling belakang, terletak di sebelah
posterior dari lobus parietal dan di atas fisura parieto-oksipitalis, yang
memisahkan serebelum. Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama.
Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan
manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap
oleh retina mata.
4. Lobus temporal berada di bagian bawah, mencakup bagian korteks
serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura lateralis dan ke sebelah
posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini adalah area asosisasi
primer untuk informasi auditorik dan mencakup area Wernicke tempat
interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam interpretasi bau dan
penyimpanan memori.
f) Serebelum
Serebelum atau otak kecil (Gambar 5) terletak di bagian belakang kepala,
dekat dengan ujung leher bagian atas, di dalam fosa kranii posterior dan
ditutupi oleh durameter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Serebelum dihubungkan
dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang disebut pedunkulus. Ada
dua fungsi utama serebelum, meliputi: (1) mengatur otot-otot postural
tubuh dan (2) melakukan program akan gerakan-gerakan pada keadaan
sadar maupun bawah sadar. Serebelum mengoordinasi penyesuaian secara
cepat dan otomatis dengan memelihara keseimbangan tubuh. Serebelum
merupakan pusat refleks yang mengoordinasi dan memperhalus gerakan
otot, serta mengubah tonus, dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price, 1995 dalam
Muttaqin, 2008)

Gambar 5. (a) Serebelum; (b) Potongan melintang permukaan superior


g) Formasio retikularis
Fomasio retikularis terdiri atas jaringan kompleks badan sel dan serabut
yang saling terjalin membentuk inti sentral batang otak. Bagian ini
dihubungkan ke bawah dengan sel-sel intermunsial medula spinalis serta
meluas ke atas dan ke dalam diensefalon serta telensefalon. Fungsi utama
sistem retikularis antara lain: (1) integrasi berbagai proses kortikal dan
subkortikal yaitu penentuan status kesasaran dan keadaan bangun; (2)
modulasi transmisi informasi sensorik ke pusat-pusat yang lebih tinggi; (3)
modulasi aktivitas motorik; (4) pengaturan respons otonom dan siklus
tidurbangun; (5) tempat asal sebagian besar monoamin yang disebarkan ke
seluruh SSP.

Batang otak
Bagian-bagian batang otak terdiri dari atas ke bawah adalah pons dan medula
oblongata. a) Pons
Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta
menghubungkan mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah (Gambar 6). Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting
pada jaras kortikoserebelaris yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf
kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat di sini.
Gambar 6. Pons, medula oblongata, dan hubungannya dengan
formasi retikularis. (a) Nuklei yang berada dalam pons; (b) Nuklei
yang berada dalam medula oblongata.

b) Medula oblongata
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan
muntah. Semua jaras asendens dan desendens medula spinalis dapat terlihat di
sini. Jaras-jaras ini menghantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar,
sensasi getar, dan diskriminasi taktil dua titik.

Mesensefalon
Mesensefalon (otak tengah) merupakan bagian pendek dari batang otak yang
letaknya di atas pons. Bagian ini mencakup bagian posterior, yaitu tektum yang
terdiri atas kolikuli superior dan kolikuli inferior serta bagian anterior, yaitu
pedunkulus serebri. Kolikuli superior berperan dalam refleks penglihatan dan
koordinasi gerakan penglihatan, kolikuli inferior berperan dalam refleks
pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah datangnya suara. Pedunkuli
serebri terdiri atas berkas serabut-serabut motorik yang berjalan turun dari
serebrum.
Substansia nigra dan nukleus ruber terletak dalam mesensefalon dan merupakan
bagian dari jaras ekstrapiramidal atau jaras impuls motorik involunter. Lesi pada
substansia nigra dapat mengakibatkan kekakuan otot, tremor halus pada waktu
istirahat, langkah yang lamban serta diseret, dan wajah seperti topeng. Nukleus
ruber berperan dalam refleks postural serta refleks untuk menegakkan badan pada
orientasi kepala seseorang terhadap ruang.

Diensefalon

Diensefalon adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan struktur-struktur di


sekitar ventrikel ketiga dan membentuk inti bagian dalam serebrum. Diensefalon
biasanya dibagi menjadi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus,
dan hipotalamus. Diensefalon memproses rangsang sensorik dan membantu
mencetuskan atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang
tersebut. a) Talamus
Talamus terdiri atas dua struktur ovoid yang besar (Gambar 7), masing-masing
mempunyai kompleks nukleus yang saling berhubungan dengan korteks serebri
ipsilateral, serebelum, dan dengan berbagai kompleks nuklear subkortikal
seperti yang ada dalam hipotalamus, formasio retikularis batang otak, ganglia
basalis, dan mungkin juga subtansia nigra. Semua jaras sensorik utama (kecuali
sistem olfaktorius) membentuk sinaps dengan nukleus talamus dalam
perjalanannya menuju korteks serebri. Bukti-bukti menunjukkan bahwa
talamus bertindak sebagai pusat sensasi primitif yang tidak kritis, yaitu
individu dapat samar-samar merasakan nyeri, tekanan, raba, getar, dan suhu
yang ekstrem.

Gambar 7. Hubungan anatomis diensefalon dengan batang otak. (a) Dari sisi
lateral; (b) Dari sisi posterior.
b) Subtalamus
Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang penting.
Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus ruber, subtansia nigra, dan
globus palidus dari ganglia basalis. Fungsinya belum diketahui sepenuhnya,
tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang
disebut hemibalismus.
c) Epitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan daraf yang membentuk atap
diensefalon. Struktur utama area ini adalah nukleus habenular dan komisura,
komisura psoterior, striae medularis, dan epifisis. Epitalamus berhubungan
dengan sistem limbik dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan
integrasi informasi olfaktorius. Epifisis mensekresi melatonin dan membantu
mengatur irama sirkadian tubuh serta menghambat hormon gonadotropin.
d) Hipotalamus
Hipotalamus terletak di bawah talamus (Gambar 8). Hipotalamus berkaitan
dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang
menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.

Gambar 8. Kiris hipotalamus dilihat ssecara melintang. Kanan: tabel komponen


dan fungsi hipotalamus.
Sistem limbik
Bagian yang termasuk dari sistem limbik adalah nukleus dan terusan batas traktus
antara serebri serta diensefalon yang mengelilingi korpus kalosum. Sistem ini
merupakan suatu pengelompokan fungsional bukan anatomis serta mencakup
komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Struktur kortikal utama
adalah girus singuili (kingulata), girus hipokampus, dan hipokampus. Bagian
subkortikal mencakup amigdala, traktus olfaktorius, dan septum (Gambar 9).

Gambar 9. (a) Diagram sistem limbik dengan gambaran melintang; (b)


Rekonstruksi dari gambaran tiga dimensi sistem limbik. Fungsi utamanya
berhubungan dengan bangkitan emosi.

Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal di bawah ini.


a) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu.
b) Suatu respons sadar terhadap lingkungan.
c) Memberdayakan fungsi intelektual korteks serebri ssecara tidak sadar dan
mengfungsikan secara otomatis batang otak untuk merespons keadaan.
d) Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali simpanan memori
yang diperlukan.
e) Merespons suatu pengalaman dan ekspresi alam perasaan, terutama reaksi
takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual.
2) Medula spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf pusat. Medula
spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramina
intervertebrales. Terdapat 8 pasang saraf servikal (dan hanya 7 vertebra
servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf
sakralis, dan 1 pasang saraf koksigeal. Saraf spinal dilindungi oleh tulang
vertebra, ligament, meningen spinal, dan CSF.
Struktur internal medulla spinalis terdapat substansi abu abu dan substansi
putih. Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian
luarnya oleh substansi putih. Terbagi menjadi bagian kiri dan kanan oleh
anterior median fissure dan median septum yang disebut dengan posterior
median septum.Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal
dari saraf spinal. Substansi abu-abu mengandung badan sel, dendrit, neuron
efferen, akson tak bermyelin, saraf sensoris dan motoris, dan akson terminal
dari neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga
bagian yaitu: anterior, posterior dan comissura abu-abu. Bagian posterior
sebagai input/afferent, anterior sebagai output/efferent, comissura abu-abu
untuk refleks silang dan substansi putih merupakan kumpulan serat saraf
bermyelin.

Gambar 10. Struktur medula spinalis


Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal.
Saraf kranial
Saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak
melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen).
Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan
angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II),
okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis (VII),
vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan
hipoglosus (XII).
Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial
Saraf Kranial Komponen Fungsi
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian besar
gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan mengunyah)
gerakan rahang ke lateral
Sensorik - Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa
hidung dan rongga mulut, lidah
dan gigi
- Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah termasuk
otot dahi, sekeliling mata serta
mulut, lakrimasi dan salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa,
manis, asam, dan asin)
VIIICabang Vestibularis Sensorik Keseimbangan

Cabang koklearis Sensorik Pendengaran


IX Glossofaringeus Motorik Faring: menelan, refleks muntah
Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk
rasa pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks muntah,
fonasi; visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah,
visera leher, thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas dari otot trapezius:
pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber: Muttaqin, 2008

C. Etiologi
Menurut Saiful (2012) penyebab tumor otak belum diketahui pasti, tapi dapat
diperkirakan karena :
1) Genetik
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai
pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit
SturgeWeber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya
faktorfaktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2) Bagian embrional yang tersisa. \
Bangunan – bangunan embrional berkembang menjadi bangunan –
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam
tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh
menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya seperti meningioma,
astrositoma, raniofaringioma, teratoma intrakranial, kordoma. 3) Radiasi
Pada manusia susunan saraf pusat pada masa kanak-kanak
menyebablkan terbentuknya neoplasma setelah dewasa. Radiasi dengan
dosis terapeutik dapat merangsang sel-sel mesenkhimal. Beberapa laporan
bahwa radiasi berperan timbulnya meningioma.
4) Trauma
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma
(neoplasma selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma
susunan saraf pusat belum diketahui.
5) Kimia dan Virus
Zat – zat karsinogenik “methylcholanthrone” dan “nitro-ethyl-
urea” dapat menyebabkan tumor otak primer. Sedangkan virus (virus
Epstein Barr) disangka berperan dalam genesisnya “Burkitt’s lymphoma”
juga karsinoma anaplastik nasofaring.Pada binatang telah ditemukan
bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan terbentuknya neoplasma
primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan tumor pada
manusia masih belum jelas.
6) Metastase
Metastase ke otak dari tumor bagian tubuh lain juga dapat terjadi.
Karsinoma metastase lebih sering menuju ke otak dari pada sarkoma.
Lokasi utama dari tumor otak metastase berasal dari paru-paru dan
payudara.

D. Klasifikasi
Tumor otak intrakranial dapat diklasifikasikan menjadi tumor otak
benigna dan maligna. Tumor otak benigna umumnya ektra-aksial, yaitu
tumbuh dari meningen, saraf kranialis, atau struktur lain dan menyebabkan
kompresi ekstrinsik pada substansi otak. Meskipun dinyatakan benigna secara
histologis, tumor ini dapat mengancam nyawa karena efek yang ditimbulkan.
Tumor maligna sendiri umumnya terjadi intra-aksial yaitu berasal dari
parenkim otak. Tumor maligna dibagi menjadi tumor maligna primer yang
umumnya berasal dari sel glia dan tumor otak maligna sekunder yang
merupakan metastasis dari tumor maligna di bagian tubuh lain (Ginsberg,
2011).

Pada pasien tumor otak yang berusia tua dengan atrofi otak, kejadian
edema otak jarang menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial, mungkin
dikarenakan ruang intrakranial yang berlebihan. Hal ini dapat menjelaskan
tidak adanya papiledema pada pasien berusia tua. Muntah lebih sering terjadi
pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa dan biasanya berhubungan
dengan lesi di daerah infratentorial (Kaal & Vecht, 2004).

Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat dilakukan berdasarkan


derajat keganasan (grading).
1) WHO grade I: tumor dengan potensi proliferasi rendah, kurabilitas pasca
reseksi cukup baik.
2) WHO grade II : tumor bersifat infiltratif , aktivitas mitosis rendah, namun
sering timbul rekurensi. Jenis tertentu cenderung untuk bersifat progresif
ke arah derajat keganasan yang lebih tinggi.
3) WHO grade III : gambaran aktivitas mitosis jelas, kemampuan infiltrasi
tinggi, dan terdapat anaplasia.
4) WHO grade IV : mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada umumnya
berhubungan dengan progresivitas penyakit yang cepat pada pre/post
operasi

Tabel 1. Klasifikasi Grading Tumor Otak Menurut WHO (World Health


Organization Classification of Tumors of the Nervous System, 2007)
I II III IV
Astrocytic tumors
Subependymal giant cell astrocytoma X
Pilocytic astrocytoma X
Pilomyxoid astrocytoma X
Diffuse astrocytoma X
Pleomorphic xanthoastrocytoma X
Anaplastic astrocytoma X
Glioblastoma X
Giant cell glioblastoma X
Gliosarcoma X
Oligondendroglial tumors
Oligodendroglioma X
Anaplastic oligodendroglioma X
Oligoastrocytic tumors

Oligoastrocytoma X
Anaplastic oligoastrocytoma X
Ependymal tumors
Subependymoma X
Myxopapillary ependymoma X
Ependymoma X
Anaplastic ependymoma X
Choroid plexus tumors
Choroid plexus papilloma X
Atypical choroid plexus papilloma X
Choroid plexus carcinoma X
Other neuroepithelial tumors
Angiocentric glioma X
Chordoid glioma of the third ventricle Neuronal X
and mixed neuronal-glial tumors
Gangliocytoma X
Ganglioglioma X
Anaplastic ganglioma X
Desmoplastic infantile astrocytoma and ganglioglioma X
Dysembryoplastic neuroepithelial tumor X
Central neurocytoma X
Extraventricular neurocytoma X
Cerebellar liponeurocytoma X
Paraganglioma of the spinal cord X
Papillary glioneuronal tumor X
Rosette-forming glioneural tumor of the fourth ventricle X
Pineal tumors
Pineocytoma X
Pineal parenchymal tumor of intermediate differentiation X X
Pineoblastoma X
Papillary tumor of the pineal region X X
Embryonal tumors
Medulloblastoma X
CNS primitive neuroectodermal tumor (PNET) X
Atypical teratoid/rhabdoid tumor X
Tumors of the cranial and paraspinal nerves
Schwannoma X
Neurofibroma X
Perineurioma X X X
Malignant peripheral nerve sheath tumor (MPNST) X X X
Meningeal tumors
Meningioma X
Atypical meningioma X
Anaplastic/malignant meningioma X
Hemangiopericytoma X
Anaplastic hemangiopericytoma X
Hemangioblastoma X
Tumors of the sellar region
Craniopharyngioma X
Granular cell tumor of the neurohypophysis X
Pituicytoma X
Spindle cell oncocytoma of the adenohypophysis X

E. Tanda dan Gejala


1. Sakit kepala
Sakit kepala merupakan gejala umum yang paling sering dijumpai
pada penderita tumor otak. Rasa sakit dapat digambarkan bersifat dalam
dan terus menerus, tumpul dan kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini
paling hebat pada pagi hari dan lebih menjadi lebih hebat oleh aktivitas
yang biasanya meningkatkan TIK seperti membungkuk, batuk, mengejan
pada waktu BAB. Nyeri sedikit berkurang jika diberi aspirin dan kompres
dingin pada tempat yang sakit.
2. Nausea dan muntah
Terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla
oblongata. Muntah paling sering terjadi pada anak-anak berhubungan
dengan peningkatan TIK diserta pergeseran batang otak. Muntah dapat
terjadoi tanpa didahului nausea dan dapat proyektif.
3. Papiledema
Disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan pembengkakan
papilla nervioptist. Bila terlihat pada pemeriksaan funduskopi akan
mengingatkan pada kenaikan TIK. Seringkali sulit untuk menggunakan
tanda ini sebagai diagnosis tumor otak oleh karena pada beberapa individu
fundus tidak memperlihatkan edema meskipun TIK tidak amat tinggi.
Dalam hubungannya dengan papiledema mungkin terjadi beberapa
gangguan penglihatan. Ini termasuk pembesaran bintik buta dan amaurusis
fugun (perasaan berkurangnya penglihatan).

4. Gejala fokal
Tanda-tanda dan gejala-gejala tumor otak antara lainnya juga
terjadi, tetapi ini lebih cenderung mempunyai nilai melokalisasi :
a. Tumor korteks motorik, memanifestasikan diri dengan menyebabkan
gerakan seperti kejang yang terletak pada satu sisi tubuh yang disebut
Kejang Jacksonian.
b. Tumor lobus oksipital menimbulkan gejala visual, hemiaropsia
humunimus kontralateral (hilangnya penglihatan pada setengah lapang
pandang, pada sisi yang berlawanan dari tumor) dan halusinasi
penglihatan.
c. Tumor serebelum, menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan
keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh ke sisi yang lesi, otot-otot tidak terkoordinasi dan
nistagmus (gerakan mata berirama tidak disengaja) biasanya
menunjukkan gerakan horizontal.
d. Tumor lobus frontal sering menyebabkan gangguan kepribadian
perubahan status emosional dan tingkah laku, dan disintegrasi perilaku
mental. Pasien sering menjadi ekstrem yang tidak teratur dan kurang
merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
e. Tumor sudut serebroponsin biasanya diawali pada sarung saraf akustik
dan member rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteriatik
gejala pada tumor otak :
1) Pertama, tinnitus dan kelihatan vertigo, diikuti terjadinya tuli
(saraf cranial-8)
2) Berikutnya kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf
cranial-5)
3) Selanjutnya, terjadi kelemahan atau paralisis (saraf cranial-7)
4) Akhirnya, karena pembesaran tumor menekan serebelum,
mungkin ada abnormalitas pada fungsi motorik.
f. Tumor ventrikel dan hipotalamus mengakibatkan somnolensia,
diabetes insipidus, obesitas, dan gangguan pengaturan suhu. Tumor
intrakranial dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan fungsi bicara dan gangguan gaya berjalan.

Secara umum pasien tumor otak bisa memiliki gejala seperti


perubahan perilaku contohnya, pasien mungkin mudah lelah atau kurang
konsentrasi. Selain itu, gejala hipertensi intracranial seperti sakit kepala,
mual, vertigo. Serangan epilepsi juga sering dijumpai pada pasien tumor
otak. (Rohkamm, 2004)
1. Lobus frontal
a. Menimbulkan gejala perubahan kepribadian seperti depresi.
b. Menimbulkan masalah psychiatric.
c. Bila jaras motorik ditekan oleh tumor hemiparese kontra lateral,
kejang fokal dapat timbul. Gejala kejang biasanya ditemukan pada
stadium lanjut
d. Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia.
e. Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia.
2. Lobus temporal
a. Dapat menimbulkan gejala hemianopsia.
b. Gejala neuropsychiatric seperti amnesia, hypergraphia dan Déjà vu
juga dapat timbul.
c. Lesi pada lopus yang dominan bisa menyebabkan aphasia.
3. Lobus parietalis
a. Akan menimbulkan gangguan sensori dan motor yang
kontralateral.
b. Gejala homonymous hemianopia juga bisa timbul.
c. Bila ada lesi pada lobus yang dominant gejala disfasia.
d. Lesi yang tidak dominan bisa menimbulkan geographic agnosia
dan dressing apraxia.
4. Lobus oksipital
a. Menimbulkan homonymous hemianopia yang kontralateral
b. Gangguan penglihatan yang berkembang menjadi object agnosia.

5. Tumor di cerebello pontin angle


a. Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma.
b. Dapat dibedakan karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi
pendengaran.
6. Glioma batang otak
a. Biasanya menimbulkan neuropati cranial dengan gejala-gejala
seperti diplopia, facial weakness dan dysarthria.
7. Tumor di cerebelum
a. Didapati gangguan berjalan dan gejala tekanan intrakranial yang
tinggi seperti mual, muntah dan nyeri kepala. Hal ini juga
disebabkan oleh odem yang terbentuk.
b. Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar ke leher dan
spasme dari otot-otot servikal (Schiff, 2008., Youmans,1990).

F. Patofisiologi
Tumor otak akan menyebabkan gangguan neurologis dengan gejala yang
terjadi secara berurutan, sehingga anamnesis dalam pemeriksaan sangat
penting. Gejala neurologis pada tumor otak disebabkan oleh dua faktor
gangguan fokal yang disebabkan tumor dan tenakan intrakranial. Gangguan
fokal diakibatkan oleh penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi
langsung pada parenkim otak degan kerusakan jaringan neuron. Perubahan
suplai darah yang terjadi akibat tekanan yang ditimbulkan oleh tumor
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan juga dapat
terjadi gangguan cerebrovaskuler primer. Terjadinya kejang diakibatkan oleh
perubahaan kepekaan neuro yang dihubungkan dengan kompresi invasi dan
perubahan suplai darah kejaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista
yang juga menekan parenkim otak sehingga dapat memperberat gangguan
neurologis. Peningkatan tekanan intrakanial dapat disebabkan karena
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema disekitar tumor
dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhna tumor menyebabkn
bertambahnya massa, karena tumor akan mengambi ruang yang relati dari
ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas akan menimbulkan oedema dalam
jaringan otak yang mungkinterjadi karena selisih tekanan osmotik yang dapat
menyebabkan perdarah. Obstruksi vena dan oedema disebabkan kerusakan
sawar darah otak, yang juga dapat menimbulkan kenaikan volume intracranial.
Hidrocepalus dapat disebabkan oleh sirkulasi cairaian serebrospinal dari
ventrikel laseral keruang sub arachnoid. Peningkatan tekanan intracranial ini
dapat berbahaya jika terjadi secara cepat. Mekanisme kompensasi
membutuhkan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif
sehingga tidak akan berguna jika peningkatan tekanan intracranial terjadi
dengan cepat. Mekanisme kompensasi bekerja menurunkan volume dara
intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati akan
mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul jika girus
medialis lobus temporal bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh
massa dalam hemisfer otak. Herniasai akan menekan menensefalon yang
menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf ketika. Pada herniasi
serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh
suatu massa posterior. Kompresi medulla oblongata dan henti nafas dapat
terjadi dengan cepat. Intrakranial yang cepat dapat menyebabka bradikardi
progresif, hipertensi sistemik atau pelebaran tekanan nadi dan gangguan
pernafasan.
Gambar. Tumor otak primer

G. Komplikasi
Menurut Brunner dan Suddarth 1987, komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Peningkatan TIK dari tumor dalam ruang kranium yang terbatas. Biasanya
menimbulkan gejala-gejala neurologis seperti perdarahan dan infeksi.
Penggunaan steroid oral akan menurunkan oedema serebral dan mungkin
dapat mengontrol gejala tersebut.
2. Adanya lesi yang mengganggu fungsi normal yang dikontrol oleh bagian
otak tersebut
3. Pengobatan kemoterapi mungkin memberikan kontribusi pada oedema
serebral sementara yang mungkin memerlukan peningkatan pemberian
steroid atau obat anti konvulsan. Gejala yang dialami pasien secara
langsung diakibatkan dengan lokasi tumor otak.

H. Pemeriksaan Penunjang
Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak
adalah dengan mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya,
batasnya, hubungannya dengan system ventrikel, dan hubungannya dengan
struktur vital otak misalnya sirrkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu juga
diperlukan periksaan radiologist canggih yang invasive maupun non invasive.
Pemeriksaan non invasive mencakup CT scan dan MRI bila perlu diberikan
kontras agar dapat mengetahui batas-batas tumor. Pemeriksaan invasive seperti
angiografi serebral yang dapatmemberikan gambaran system pendarahan tumor,
dan hungannya dengan system pembuluh darah sirkulus willisy selain itu dapat
mengetahui hubungan massa tumor dengan vena otak dan sinus duramatrisnya
yang vital itu (Japardi, 2012).
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita
tumor otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti,
adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu yaitu CT-Scan dan MRI.
Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita
yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan diatas. Misalnya
ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan
fisik neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit
lapangan pandang (Japardi, 2012). Untuk membantu menentukkan lokasi tumor
yang tepat, dilakukan beberapa pemeriksaan tambahan menurut Japardi (2012),
yaitu:
1. CT- Scan memberikan info spesifik mengenai jumlah, ukuran dan
kepadatan jejas tumor serta meluasnya edema serebral sekunder

Hasil CT-Scan tumor otak

2. MRI membantu mendiagnosis tumor otak dengan cara mendeteksi jejas


tumor yang kecil dan tumor didalam batang otak dan daerah hipofisis.
Hasil MRI Tumot Otak (tampak samping)

Hasil MRI Tumor Otak (tampak atas)

3. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk


mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikandasardasar pengobatan dan informasi prognosis

4. Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah


serebral dan letak tumor serebral.

5. EEG dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang


ditempati tumor dan dapatmemungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang. Penelitian pada cairan serebrospinal (CHF)
dapat dilakukan untuk mendeteksi sel-sel ganas, karena tumor-tumor pada
system saraf pusat mampu menggeser sel-sel kedalam cairan serebrospinal
6. Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan
intraserebral

7. Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal


dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak
yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif

8. Rontgen foto X-ray tengkorak. Erosi posterior atau adanya kalsifikasi


intracranial dan X-ray dada untuk mendeteksi tumor paru primer atau
penyakit metastase

I. Penatalaksanaan
Menurut Brunner dan Suddarth 1987 :
1. Pembedahan merupakan pilihan pertama bagi pasien dengan tumor otak.
Tujuan diagnosis definitive dan memperkecil tumor tersebut. Pengangkatan
dari semua tumor menimbulkan defisit neurologis yang berat.
2. Terapi radiasi
a. Radioterapi, untuk mengatasi daerak eksisi dimana lesi metastatic tumor
telah diangkat.
b. Kemoterapi, untuk mengatasi kalignasi tumor otak.
Obat-obatan yang digunakan : Nitroseurea, BCNU dan CCNU karena
obat ini mampu melewati sawar darah / otak. Selama pemberian obat-obatan
ini pasien harus menghindari makanan yang tinggi tiramin (misalnya anggur,
yogurt, keju, hati ayam, pisang) dan alcohol, karena pokorbazine menghambat
dan melemahkan aktivitas inhibitor monoamine oksidase (MAO). Prokabazine
dikaitkan dengan mual dan muntah yang mungkin hilang atau berkurang saat
pertama kali atau saat pengobatan sedang dilakukan.
3. Imunoterapi
a. Dengan menggunakan antibody monoclonal yang diciptakan secara khusus
untuk menyerang dan menghancurkan sel tumor otal.
b. Interleukin-2 digunakan untuk mengganti lesi-lesi metastatic dari kanker
primer ginjal dan melanoma, akan tetapi kemanjurannya masih perlu
dibuktikan.
4. Pengobatan penyelidikan
a. BCNU digabungkan dalam bentuk tablet tipis yang mematikan secara
biologis untuk ditempatkan pada daerah tumor selama pembedahan
kraniotomi.
b. Penempatan kateter arteri dekat dengan tumor. Beri infus manitol untuk
perusakan dari barier darah atau otak.
c. Transplantasi sumsum tulang juga sedang digunakan dalan uji klinis untuk
penatalaksanaan astrosiloma.

5. Penatalaksanaan keperawatan:
Seringkali pasien tumor otak yang dirawat di rumah sakit datang
sudah dalam keadaan payah, sangat dispnea, pernapasan cuping hidung,
sianosis, dan gelisah. Masalah yang perlu diperhatikan ialah:
a. Menjaga kelancaran pernafasan.
b. Kebutuhan istirahat.
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan.
d. Mengontrol suhu tubuh.
e. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.
f. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
J. Clinical Patway
K. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No. RM, dan tanggal
MRS
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak (paralisis), penurunan
penglihatan, tidak dapat berkomunikasi, dan adanya kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang
Tanda dan gejala dari tumor otak seringkali tidak spesifik. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain
gejala kelemahan anggota gerak atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal
perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat hipertensi, riwayat stroke atau tumor sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obatobat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat
ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus atau riwayat stroke dari generasi terdahulu
6. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem
(B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengalami
inkoordinasi, hilang keseimbangan. Suara bicara kadang mengalami
gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan
tandatanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
b. B1 (breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi didapatkan bunyi napas tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks
didapatkan taktil premitus seimbang kiri dan kanan. Auskultasi tidak
didapatka bunyi napas tambahan.
c. B2 (blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan adanya
peningkatan tekanan darah dan perubahan frekuensi jantung. TD
biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif
TD > 200 mmHg.
d. B3 (Brain)
Tumor otak menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 merupakan pemerikasaan terfokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
e. B4 (bladder)
Klien mungkin mengalami inkontenensia urine sementara kerena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
f. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
g. B6 (Bone)
Adanya inkoordinasi dan kehilangan keseimbangan. Tumor otak
mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan
motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan control motor
volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawananaro otak.
7. Pemeriksaan sistem neurologis
a. Tingkat Kesadaran
1) Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewasapadaan.
a) CM → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
b) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
c) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk

d) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal


aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
e) SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mau tidur →
dirangsang bangun lalu tidur kembali
f) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
2) Kuantitatif yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
a) Respon membuka mata ( E = Eye )
(1) Spontan (4)
(2) Dengan perintah (3)
(3) Dengan nyeri (2)
(4) Tidak berespon (1)
b) Respon Verbal ( V= Verbal )
(1) Berorientasi (5)
(2) Bicara membingungkan (4)
(3) Kata-kata tidak tepat (3)
(4) Suara tidak dapat dimengerti (2)
(5) Tidak ada respons (1)
c) Respon Motorik (M= Motorik )
(1) Dengan perintah (6)
(2) Melokalisasi nyeri (5)
(3) Menarik area yang nyeri (4)
(4) Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
(5) Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
(6) Tidak berespon (1)
8. Pemeriksaan saraf kranial
a. Saraf I. Biasanya pada klien dengan tumor otak tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik
primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat
pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
kebagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Adanya kelemahan otot-otot okularis, didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan tumor otak , didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus
internus daneksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, Indra pengecapan normal.
9. Sistem motorik
a. Inspeksi umum, adakah didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Kaji cara berjalan dan keseimbangan (Observasi cara berjalan,
kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh – kaki)
c. Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5

0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; Iumpuh total 1

= terlihat kontraksi tetap; tidak ada gerakan pada sendi.

2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi

3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa


4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang

5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal

d. Fesikulasi didapatkan pada otot-otot ektremitas.


e. Tonus otot didapatkan meningkat.
f. Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot
pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0.
g. Keseimbangan dan koordinasi, terdapat inkoordinasi
10. Pemeriksaan refleks
a. Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya
dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan.
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
b. Reflek Fisiologis
1) Reflek Tendon
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih
dari 300. Tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas
tibiae) dipukul dengan reflek hamer. Respon berupa kontraksi otot
guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian
dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif
maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit
meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Reflek Superfisial
(1) Reflek kulit perut
(2) Reflek kremeaster
(3) Reflek kornea
(4) Reflek bulbokavernosus
(5) Reflek plantar
c. Reflek Patologis
1) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah
kuatkuat bagian lateral telapak kaki dari tumit ke arah jari kelingking
dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul
jika ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,
kalau normalnya adalah fleksi plantar pada semua jari kaki.
2) Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral
maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan
gerakan abduksi dari jari jari lainnya.
3) Cara Gordon
Memencet (mencubit) otot betis
4) Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah mengurut
kebawah (distal)
5) Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya
sekonyong koyong.
d. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain
di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala
klien difleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa
sakit tebila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.
No. Nama Reflek Gambar Penilaian

1. Babinski Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jarijari
yang lebih kecil.

2. Hoffman Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jarijari
yang lebih kecil.

3. Tromner Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jarijari
yang lebih kecil.

4. Wartenberg Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jarijari
yang lebih kecil.
5. Chaddoks Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jarijari
yang lebih kecil.

6. Oppenheim Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jarijari
yang lebih kecil.

7. Gordon Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jarijari
yang lebih kecil.

8. Schaeffer Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jarijari
yang lebih kecil.
L. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial (TIK)
2. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan yang ditandai dengan
batasan karakteristik perilaku agitasi, gelisah, tampak waspada, afektif ragu,
dan fisiologis peningakatan ketegangan dan keringat serta tremor
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi dan kurangnya
sumber pengetahuan

Post Operasi
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan tumor otak
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
3. Risiko syok berhubungan dengan faktor risiko hipovolemia, hipoksia pada
prosedur pembedahan
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
5. Resiko cedera berhubungan dengan faktor risiko trauma intracranial
6. Ketidakefektifan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan medulla
oblongata tertekan
7. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis
8. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan persepsi
9. Ketidakefektifan kontrol implus berhubungan dengan gangguan fungsi
kognisi
10. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit
11. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya faktor mekanik post
trauma
12. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko luka post operasi dan
prosedur infeksi
M. Intervensi Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201) Definisi : rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat
mengganggu kesehatan
Deviasi yang
cukup Deviasi Deviasi Tidak
Deviasi berat berat dari sedang dari ringan dari adadeviasi
dari kisaran kisaran
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil kisaran kisaran dari kisaran
normal normal normal normal normal

1 2 3 4 5
0406 Perfusi jaringan: 040602 Tekanan intrakranial
serebral
040613 Tekanan darah sistolik
040614 Tekanan darah diastolik
Nilai rata – rata tekanan darah
040617

Sangat Berat Berat Cukup Ringan Tidak ada


1 2 3 4 5
040603 Sakit kepala
040604 Bruit karotis
040616 Demam
040619 Penurunan kesadaran
040620 Refleks saraf terganggu

Deviasi yang Deviasi


Deviasi berat cukup Deviasi ringan dari Tidak
dari sedang dari adadeviasi
kisaran berat dari kisaran kisaran dari kisaran
normal kisaran normal normal normal
normal
1 2 3 4 5
0401 Status sirkulasi 040103 Tekanan nadi
040137 Saturasi oksigen
0401151 Capillary refill
Sangat Berat Berat Cukup Ringan Tidak ada
1 2 3 4 5
040107 Hipotensi ortostatik
Bising pembuluh darah besar
040118
040119 Distensi vena leher
040121 Acites
No. NIC Intervensi Rasional
2540 Manajemen 1. Monitor TTV Meminimalkan risiko yang tidak
edema serebral 2. Monitor status pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman pernafasan, PaO2, PCO2, pH, di inginkan
bikarbonat)
3. Monitor TIK pasien dan respon neurologi terhadap aktivitas perawatan
4. Posisikan tinggi tempat tidur 30 derajat
5. Monitor intake dan output
6. Pertahankan suhu normal

2590 Monitor TIK 1. Monitor kualitas dan karakteristik gelombang TIK Pengukuran dan interpretasi data
2. Rekam pembacaan TIK pasien untuk pengaturan
3. Monitor status neurologi TIK
4. Monitor suhu dan jumlah WBC
5. Monitor tekanan aliran darah otak
6. Atur alarm pemantau
No.Dx Diagnosa Keperawatan
2. Ketidaefektifan bersihan jalan nafas (00031) Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas
Deviasi Tidak ada
cukup Deviasi deviasi
Deviasi berat Deviasi ringan
berat dari sedang dari berat dari
dari kisaran dari kisaran
No. NOC No.Indikato r Kriteria Hasil kisaran kisaran kisaran
normal normal
normal normal normal
1 2 3 4 5
0410 Status 041004 Frekuensi pernafasan
pernafasan :
kepatenan jalan 041005 Irama pernafasan
nafass 041017 Kedalaman inspirasi
Kemampuan untuk mengeluarkan
041012 sekret
Sangat berat
Berat Cukup Ringan Tidak ada
041002 Ansietas
041011 Ketakutan

041003 Tersedak
041007 Suara nafas tambahan
041013 Pernafasan cuping hidung
041014 Mendesah
041015 Dipsnea saat istirahat
041016 Dipsnea dengan aktivitas ringan
Penggunaan otot bantu pernafasan
041018
041019 Batuk
041020 Akumulasi sputum
041021 Respirasi agonal
Deviasi Tidak ada
cukup Deviasi deviasi
Deviasi berat Deviasi ringan
berat dari sedang dari berat dari
dari kisaran dari kisaran
kisaran kisaran kisaran
normal normal
normal normal normal
1 2 3 4 5
0403 Status 040301 Frekuensi pernafasan
pernafasan :
ventilasi 040302 Irama pernafasan
040303 Kedalaman inspirasi
040318 Suara perkusi nafas
040324 Volume tidal
040325 Kapasitas vital
040326 Hasil rontgen dada

040327 Tes faal paru


Sangat berat
Berat Cukup Ringan Tidak ada
Penggunaan otot bantu pernafasan
040309
040310 Suara nafas tambahan
040311 Retraksi dinding dada
Pernafasan dengan bibir mengerucut
040312
040313 Dipsnea saat istirahat
040314 Dipsnea saat latihan
040315 Orthopnea
040317 Taktil fremitus
Pengembangan dinding dada tidak
040329 simetris
040330 Gangguan vokalisasi
040331 Akumulasi sputum
040332 Gangguan ekspirasi
040333 Gangguan suara saat auskultasi
040334 Atelektasis
No. NIC Intervensi Rasional

3140 Manajemen 1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust Membuka jalan nafas klien agar
jalan nafas 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi tidak ada hambatan jalan nafas
3. Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial pasien untuk memasukan alat membuka jalan nafas
4. Lakukan fisioterapi dada

5. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, dan batuk


6. Instruksikan bagaimana agar dapat melakukan batuk efektif
7. Kelola pemberian bronkidilator
8. Monitor status pernafasan dan oksigenasi

3302 Manajemen 1. Monitor perkembangan pasien sesuai dengan pengaturan ventilator non infasif Memantau klien sehingga
ventilasi 2. Monitor klien dan kesesuaian ventilator dengan suara nafas pasien terhindar dari hal – hal yang
mekanin: non 3. Monitor kerusakan mukosa mulut, nasal, trakea, atau jaringan laring tidak diinginkan selama
invasif 4. Tempatkan pasien pada posisi semi fowler diberikan ventilasi non invasif
5. Lakukan fisioterapi dada yang tepat
Tidak Kadang – Secara
Sering
pernah Jarang kadang konsisten
menunjukka
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil menunjuka menunjukkan menunjukka menunjukka
n
n n n

1 2 3 4 5
3103 Manajemen 310301 Menerima diagnosis
diri: penyakit
paru Mencari informasi tentang
obstruktif 310302 cara mencegah kemajuan
kronik penyakit
Mencari informasi tentang
310303 cara mencegah komplikasi

Berpartisipasi dalam
310304 pengambilan keputusan
kesehatan
Menjalankan aturan
310305 pengobatan setiap resep
Berpartisipasi dalam
310307 rehabilitasi paru

Memantau denyut dan


310308 irama nadi
Memantau kecepatan dan
310309 irama nafas
310310 Memantau suhu tubuh
Memantau saturasi oksigen
310311
Memantau pemicu
310314 gejala
Memantau frekuensi gejala
310317
Memantau efek terapi obat
310324
Menggunakan teeknik
310333 relaksasi
Tidak Kadang – Dilakukan
pernah Jarang kadang Sering dilakukan secara konsisten
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil dilakukan dilakukan dilakukan
1 2 3 4 5
1918 Pencegahan Mengidentifikasi faktor –
Aspirasi 191801 faktor risiko
Menghindari faktor – faktor
191802 risiko
Mempertahankan
191809 kebersihan mulut
Memposisikan tubuh untuk
191803 tetap tegak ketika makan
dan minum
Memposisikan tubuh
191805 miring ketika makan dab
minum
Memilih makanan sesuai
191804 dengan kemampuan
menelan
Memilih makanan dan
191806 cairan dengan konsistensi
yang tepat
Menggunakan cairan yang
191808 dipadatkan, jika dibutuhkan

Mempertahankan tubuh
dalam posisi tegak selama
191810 30 menit setelah makan
No. NIC Intervensi Rasional

3200 Pencegahan 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gag reflek, kemampuan menela n Pencegahan atau menimalkan
aspirasi 2. Skrining adakah disfagia, dengan tepat terjadinya aspirasi pada pasien
3. Pertahankan kepatenan jalan nafas yang beresiko
4. Meminimalisir penggunaan narkotik dan sedatif
5. Meminimalisir penggunaan obat – obatan yang diketahui memperlamb at pengosongan
lambung
6. Monitor status pernafasan
7. Monitor kebutuhan perawatan terhadap saluran cerna
8. Beri makanan dalam jumlah sedikit
9. Hindari pemberian cairan atau zat – zat kental
10. Tawarkanan makanan atau minuman dalam bentuk bolus 11. Berikan
perawatan mulut

No.Dx Diagnosa Keperawatan


4. Nyeri Akut Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual ataupun potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (Internasional Assosiation fot the Study of Pain; awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau diprediksi.
Tidak Kadangkadang Secara
pernah Jarang menunjukk konsisten
Sering
menunjuk menunju an menunjukk
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil menunjukkan
kan kkan an
1 2 3 4 5
1605 160502 Mengenali kapan nyeri terjadi
Kontrol
Nyeri 160501 Menggambarkan faktor penyebab
Menggunakan tindakan
160504 pengurangan nyeri tanpa analgesik
Menggunakan analgesik yang di
160505 rekomendasikan
Melaporkan perubahan terhadap gejala
160513 nyeri pada profesional kesehatan

Mengenali apa yang terkait dengan


160511 gejala nyeri

Cukup
Berat berat Sedang Ringan Tidak ada
1 2 3 4 5
2102 210201 Nyeri yang dilaporkan

Tingkat nyeri 210204 Panjangnya periode nyeri


Menggosok area yang terkena dampak
210221
210217 Mengerang dan menangis
210206 Ekspresi nyeri wajah
210208 Tidak bisa beristirahat
210224 Mengerinyit
210225 Mengeluarkan keringat berlebih
210218 Mondar mandir
210219 Focus menyempit
210209 Ketegangan otot
210215 Kehilangan nafsu makan
210227 Mual
210228 Intoleransi makanan
No. NIC Intervensi Rasional
1400 Manajeme 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onsert/durasi, frekuensi, ng Membantu pasien untuk
n nyeri kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. mengenal nyeri dan
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada merek ya tidak mengurangi nyerinya dalam
dapat berkomunikasi secara efektif bentuk nonfamakologis
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat u maupun farmakologis.
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya: tidur, nafs makan,
performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab peran)
6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan dan
antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis, relaksasi,bimbingan antisipatif,
terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas, akupresur, aplikasi panas/dingin dan pijatan)

9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.

6482 Manajeme 1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan yang optimal. Memanipulasi lingkungan
n Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat pasien untuk mendapatkan
lingkungan 2. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung kenyamanan yang optimal
: 3. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
kenyaman an 4. 5.Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi selang, balutan yang
tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu.
6. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan
Diagnosa Keperawatan
No.Dx
5. Risiko Cedera Definisi :Rentan mengalami cedera fisik aibat kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu, yang dapat
mengganggu kesehatan.

Tidak ada
10 dan lebih 7-9 4-6 1-3
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil
5
1 2 3 4
1912 Jatuh saat berdiri
191201
Jatuh saat berjalan
191202
Kejadian jatuh
Jatuh saat duduk
191203
Jatuh dari tempat tidur
191204

Jatuh saat dipindahkan


191205
Jatuh saat naik tangga
191206
Jatuh saat turun tangga
191207
Jatuh saat ke kamar mandi
191209
Jatuh saat membungkuk
191210
Cukup
Berat berat Sedang Ringan Tidak ada
5
1 2 3 4
1913 Lecet pada kulit
191301
Memar
191302
Keparahan Luka gores
cedera fisik 191303
Luka bakar
191304
Ekstremitas keseleo
191305
Keseleo tulang punggung
191306
Fraktur ekstremitas
191307
Fraktur pelvis
191308
Fraktur panggul
191309
Fraktur tulang punggung
191310

Fraktur tulang tengkorak


191311
Fraktur muka
191312
Cedera gigi
191313
Cedera kepala terbuka
191314
Cedera kepala tertutup
191315
Gangguan mobilitas
191316
Kerusakan kognisi
191319
Penurunan tingkat kesadaran
191320
Trauma liver
191321
Limfa pecah
191322
Perdarahan
191323
Trauma perut
191324
No. NIC Intervensi Rasional

6486 Manajemen 1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta riwaya perilaku di t Memonitor dan memanipulasi
Lingkungan: masa lalu lingkungan
Keselamatan 2. Identifikasi hal-hal yang membahayakan di lingkungan (misalnya, [bahaya] fisik, biologi dan fisik untuk meningkatkan
kimiawi) keamanan
3. Singkirkan bahan berbahaya dari lingkungan jika diperlukan
4. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan berisiko
5. Sediakan alat untuk beradatasi (misalnya, kursi untuk pijakan dan pegangan tangan)

6. Gunakan peralatan perlindungan (misalnya, pengekangan, pegangan pada sisi, kunci intu, pagar, dan
gerbang) untuk emmbatasi mobilitas fisik atau akses pada situasi yang membahayakan
7. Beritahu pada lembaga yang berwenang untuk melakukan perlindugan lingkungan (misalnya, dinas
kesehatan, pelayanan lingkungan, badan lingkungan hidup dan polisi)
8. Siapkan nomor telefon emergensi untuk pasien (misalnya, [nomor] polisi, dinas kesehatan lokal dan
pusat kontrol racun)
9. Monitor lingkungan terhadap terjadinya terjadinya perubahan status keselamatan
10. Bantu pasien saat melakukan perpindahan ke lingkungan yang lebih aman (misalnya, rujukan status
asisten rumah tangga)
11. Inisiasi danatau lakukan program skrining terhadap bahan yang membahayakan lingkungan (misalnya,
logam berat dan randon)
12. Edukasi individu dan kelompok yang berisiko tinggi terhadap bahan berbahaya yang ada dilingkungan
13. Kolaborasi dengan lembaga lain untuk meningkatkan keselamatan lingkungan (misalnya, dinas
kesehatan, polisi, badan perlindungan lingkungan)
Pencegahan Jatuh 1. Identifikasi kekurangan kgnisi atau fisik yang mungkin mungkin meningkatkan potensi jatuh pada Melaksanakan pencegahan
lingkungan tertentu khusus
2. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh dengan pasien yang
3. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang mungkin meningkatkan otensi jatuh (misalnya, lantai memilki risiko cedera karena
licin dan tangga terbuka) jatuh
4. Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan), keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi
5. Bantu ambulasi individu yang memiliki ketidakseimbangan
6. Sediakan alat bantu (misalnya, tongkat dan walker) untuk menyeimbangkan gaya berjalan (terutama
kecepatan)
7. Instruksikan pasien menggenai penggunaan tongkat atau walker dengan tempat
8. Letakkan benda-benda dalam jangkauan yang mudah bagi pasien
9. Berikan tanda untuk mengingatkan pasien agar memita bantuan saat keluar dari tempat tidur, dengan
tepat

10. Gunakan pegangan tangan dengan panjang dan tinggi yang tepat untuk mencegah jatuh dari tempat
tidur, sesuai kebutuhan
11. Sediakan pencahayaan yang cukup dalamrangka meningkatkan pandangan
12. Sediakan permukaan lantai yang tidak licin dan anti selip
13. Pastikan bahwa pasien menggunakan sepatu yang pas, terkait dengan aman,dan sol anti selip
14. Berikan penanda untuk memberikan peringatan kepada staff bahwa pasien berisiko tinggi jatuh
Identifikasi Risiko 1. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu dan dokumentasikan bukti yang menunjukkanadanya penyakit Analisis faktor risiko
medis, diagnosa keerawatan, serta perawatannya potensial, pertimbankan
2. Kaji ulang data yang didapatkan dari pengkajian risiko secara rutin risko-risiko kesehatan dan
3. Pertimbangkan kesediaan dan kualitas sumebr yang ada (misalnya, psikologis, finansial, tingkat memprioritaskan strategi
pendidikan, keluarga, dan komunitas) pengurangan risiko bagi
4. Identifikasi sumber-sumber agensi untuk membantu menurunkan faktor risiko individu maupun kelompok
5. Identifikasi risiko biologis, lingkungan dan perilaku serta hubungan timbal balik
6. Pertimbangkan status pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7. Pertimbangkan kriteria yang berguna dalam memprioritaskan area-area untuk mengurangi faktor risko
(misalnya, tingkat kesadaran dan motivasi, efektifitas, biaya, kelayakan, pilihanpilihan, kesetaraan,
stigma, dan keparahan hasiljika faktor risiko masih belum terselesaikan)
8. Diskusikan dan rencanakan aktivitas-aktivitas pengurangan risiko berkolaborasi dengan individu atau
kelompok
9. Implementasikan aktivitas-aktivitas pengurangan risiko
10. Rencanakan monitor risiko kesehatan dalam jangka panjang
11. Rencanakan tindak lanjut strategi dan aktivitas engurangan risiko jangka panjang

No. Diagnosa Keperawatan


Dx
6. Ketidakefektifan pola nafas Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat

Deviasi yang Deviasi


Deviasi berat cukup Deviasi ringan dari Tidak
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil
dari sedang dari adadeviasi

kisaran berat dari kisaran kisaran dari kisaran


normal kisaran normal normal normal
normal
5
1 2 3 4
0415 Status 041501 Frekuensi pernafasan
pernafasan
041502 Irama pernafasan

041504 Suara auskultasi nafas

041508 Saturasi oksigen

Tidak ada
Sangat Berat Berat Cukup Ringan
5
1 2 3 4
0403 Status 040309 Penggunaan alat bantu nafas
pernafasan:
ventilasi 040310 Suara nafas tambahan

040312 Pernafasan dengan bibir


mengerucut

040313 Dispnea saat istirahat

040314 Dispnea saat latihan

No. NIC Intervensi Rasional

3140 Manajemen 1. Posisikan pasien untuk maksimalkan ventilasi Menjaga jalan nafas pasien tetap
jalan nafas 2. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedotan lendir paten

3. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya


4. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan,sebagaimana mestinya

3320 Terapi oksigen 1. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier Membantu pemenuhan
2. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan kebutuhan oksigen pasien
3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor kemampuan pasien untuk mentolerir pengangkatan oksigen saat makan Sediakan
5. oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
3350 Monitor 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas Memantau pemenuhan
pernafasan 2. 3. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi oksigen pasien
Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti SaO2, SvO2, SpO2) sesuai dengan
4. protokol yang ada
Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau memperburuk
5. sesak nafas tersebut
Monitor hasil foto thoraks

No.Dx Diagnosa Keperawatan


11. Kerusakan integritas kulit Definisi : Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis.

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
1101 Integritas 110101 Suhu kulit
Jaringan: kulit
& membrane 110102 sensasi
mukosa 110103 Elastisitas
110104 Hidrasi
110106 Keringat

110108 Tekstur

110109 Ketebalan

110113 Integritas kulit

No. NIC Intervensi Rasional


1720 Pengecekan 1. Periksa kulit dan selaput lender terkait dengan adanya kemerahan, kehangatan, ekstrim edema, , Membantu klien
kulit atau drainase mengumpulkan dan
2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada ekstremitas menganalisis data klien untuk
3. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet menjaga kulit dan integritas
4. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan kelembaban membrane mukosa
5. Monitor infeksi, terutama dari daerah edema
6. Dokumentasikan perubahan membrane mukosa
7. Ajarkan anggota keluarga/pemberu asuhan mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan tepat

Tidak ada Terbatas Sedang Besar Sangat besar


No. NOC No. indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5

1102 Penyembuhan Memperkirakan [kondisi] kulit


Luka: Primer 110201
Memperkirakan [kondisi] tepi
100803 luka
100804 Pembentukan bekas luka

No. NIC Intervensi Rasional


3660 Perawatan luka 1. Angkat balutan dan plester perekat Membantu klien mencegah
2. Cukur rambut disekitar daerah yang terkena, sesuai kebutuhan komplikasi luka dan peningkatan
3. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau 4. Ukur luas luka yang penyembuhan luka
sesuai
5. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun dengan tepat
6. Tepatkan area yang terkena pada air yang mengalir, dengan tepat
7. Berikan perawatan insisi pada luka, yang diperlukan
8. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
9. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
10. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase
11. Periksa luka setiap kali perubahan baluta
12. Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
13. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi
14. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan tampilan

Diagnosa Keperawatan
No.Dx
12 Risiko Infesksi Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat
mengganggu kesehatan

Kriteria Hasil Berat Cukup berat Sedang Ringan Tidak ada


No. NOC No.Indikator 5
1 2 3 4
0703 Keparahan Kemerahan
070301
Infeksi
Vesikel yang tidak
070302 mengeras permukaannya
Cairan (luka) yang berbau
070303 busuk
Demam
070307
Ketidakstabilan shuhu
070330
Nyeri
070333
No. NIC Intervensi Rasional

6540 Kontrol Infeksi 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien. Meminimalkan penerimaan dan
2. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai protokol institusi. transmisi agen infeksi
3. Isolasi orang yang terkena penyakit menular.
4. Batasi jumlah pengunjung
5. Anjurkan kepada klien menganai teknik cuci tangan yang tepat.
6. Cuci tangan sebelum dan setelah perawatan pasien.
7. Pakai sarung tangan steril yang tepat.
8. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
9. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
10. Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada
pelayanan kesehatan.
11. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi
6550 Perlindungan 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Pencegahan dan deteksi dini
infeksi 2. Monitor kerentanan terhadap infeksi 3. Batasi jumlah pada pasien berisiko
pengunjung, yang sesuai.
4. Hindari kontak dekat dengan hewan peliharaan dan penjamu dengan imunitas yang
membahayakan.
5. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area edema
6. Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, atau
drainase.
7. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup.
8. Anjurkan asupan cairan yang tepat.
9. Anjurkan istirahat.
Tidak
Banyak Cukup menyimpang dari
Sangat Sedikit
menyimpang menyimpang
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil menyimpang dari menyimpang dari rentang normal
dari rentang dari rentang
rentang normal rentang normal
normal normal

5
1 2 3 4
1004 Status Nutrisi Asupan Gizi
100401
Asupan makan
100402
Asupan cairan
100408
Energi
100403
Rasio BB/TB
100405
Hidrasi
100411
No. NIC Intervensi Rasional

1400 Manajemen 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi Menyediakan dan
nutrisi 2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien meningkatkan intake nutrisi
3. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (piramida makanan) yang seimbang
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyara gizi. tan
5. Berikan pilihan makanan dan bimbingan terhadap pilihan makanan.
6. Ciptakan lingkungan yang bersih, berventilasi, santai dan bebas dari bau menyengat.

1120 Terapi nutrisi 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan Membantu klien memilih
2. Monitor asupan makanan harian makanan yang mampu
3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi memenuhi kebutuhan metabolik.
dengan kolaborasi dengan ahli gizi
4. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bernutrisi, tinggi protein,
kalori dan mudah dikonsumsi serta sesuai kebutuhan
N. Discharge Planning
1. Discharge Planning (NIC: 150)
2. Kaji kemampuan klien untuk meninggalkan RS
3. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan
lain tentang kebelanjutan perawatan klien di rumah
4. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas
atau petugas kesehatan di rumah klien) mengetahui keadaan klien
5. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu
hindari penyebab peningkatan TIK, kontrol tekanan darah dengan diet
hipertensi dan gaya hidup sehat, hindari benturan pada kepala, dan
mengenali tanda dan gejala timbulnya perdarahan serebral.
6. Komunikasikan dengan klien tentang perencanaan pulang
7. Dokumentasikan perencanaan pulang
8. Anjurkan klien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin
DAFTAR PUSTAKA

Baticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United


Sates of America: Elsevier.

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Harsono. 1999. Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Japardi, Iskandar. 2012. Gambaran CT SCAN Pada Tumor Otak Benigna. Access
on www.usudigitallibrary.com.

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mangunkusuma, Vidyapati W,
1988, Penanganan Cidera Mata dan Aspek Sosial Kebutaan, Universitas
Indonesia, Jakarta

Kowalak, J. P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC.

Price,Sylvia A. 2005. Tumor Sistem Saraf Pusat dalam Patofisiolosi edisi 6.


Jakarta:
EGC

Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 1. Edisi 8. Jakarta: EGC

Syaiful Saanin, dr, Tumor intrakranial Access on www.angelfire.neurosurgery.


March 6th 2012

Anda mungkin juga menyukai