Anda di halaman 1dari 8

Nama : Mitha Mulia Virdianty

NIM : 131611133135
Kelas : A3 – 2016

RESUME SEMINAR “STRATEGI PENATALAKSANAAN KLIEN DENGAN


PENYALAHGUNAAN NAPZA DI RUMAH SAKIT DAN KOMUNITAS SECARA
TERINTEGRASI”

Materi 1: Trend dan Issue Penatalaksanaan Klien dengan Penyalahgunaan NAPZA


secara terintegrasi
Angka pecandu Narkoba di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2014 terdapat lebih dari 4,2 juta pecandu dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 5,2 juta.
Artinya, dari 60 orang di Indonesia terdapat satu orang pecandu Narkoba (tidak termasuk
pecandu alkohol dan rokok tembakau).
Istilah NAPZA sering digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan, sedangkan istilah
NARKOBA lebih populer di masyarakat, penegak hukum, dan media massa. NAPZA adalah
bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh dan otak,
sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi
kebiasaan, kecanduan (adiksi) serta ketergantungan terhadap NAPZA. NAPZA sering disebut
juga sebagai zat psikoaktif (zat yang bekerja pada otak sehingga menimbulkan perubahan
perilaku, perasaan, dan pikiran. Sedangkan NARKOBA adalah singkatan dari Narkotika dan
Obat/Bahan Berbahaya. Mempunyai makna yang sama dengan NAPZA.
Adiksi pada NAPZA dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis pada otak yang
memiliki karakteristik untuk mencari dan menggunakan zat psikoaktif serta mengesampingkan
akibat negatif yang ditimbulkan. Ciri-ciri penyakit otak yaitu berlangsung lama dan hanya bisa
pulih (dapat kambuh sewaktu-waktu). Seseorang yang telah terkena dampak adiksi/kecanduan,
perilakunya akan cenderung obsesif compulsif sehingga orang tersebut mengalami gangguan
fungsi sosial dan fungsi pekerjaan. Penanganan klien yang kecanduan meliputi 3 aspek, yaitu
problem fisik, psikologi, dan fungsi sosial.
Berdasarkan klasifikasi efek zat, maka NAPZA dibagi menjadi 3, yaitu Depresan
(Downer), Stimultan (Uper), dan Halusinogen. Dampak narkoba bagi pengguna tergantung
pada jumlah yang digunakan, cara penggunaan, frekwensi penggunaan, dan kondisi fisik/badan
si pengguna. Efek jangka pendek yang ditimbulkan antara lain kenikmatan sesaat,
menghilangkan rasa sakit, mengantuk, mabuk, dan kematian. Sedangkan efek jangka
panjangnya ialah impoten, gangguan hati, cuek, lamban, gangguan kekebalan tubuh, gangguan
lambung, kanker sel cerna, gangguan saraf tepi, pegal-pegal, gangguan denyt jantung, dan
stroke.
Penggunaan NAPZA memiliki pola tersendiri. Awalnya penggunaan coba-coba,
kemudian penggunaan sosial/rekreasi, lalu penggunaan atas alasan, penggunaan intensive, dan
pola terakhir ialah kecanduan. Orang yang belum menjadi pemakai/terlibat dalam penggunaan
NAPZA tetap mempunyai resiko untuk terlibat. Kelompok dengan resiko tinggi disebut
Pottential User (calon pemakai: golongan rentan).
Gejala klinis penyalahguna NAPZA dapat dilihat dari perubahan fisik serta perubahan
sikap dan perilaku. Perubahan fisik yang dialami oleh penyalahguna NAPZA misalnya jalan
sempoyongan, bicara pelo, apatis, mengantuk, agresif, curiga, nafas sesak, denyut jantung dan
nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat, mata dan hidung berair, menguap terus menerus,
diare, rasa sakit di sekujur tubuh, serta mudah tersinggung/emosional. Sedangkan perubahan
sikap dan perilaku yang tampak pada penyalahguna NAPZA ialah prestasi sekolah menurun,
sering bolos, malas, kurang bertanggung jawab, pola tidur berubah, suka begadang, mengantuk
di sekolah/tempat kerja, sering keluyuran dimalam hari, pulang di pagi hari/tidak pulang,
senang menyendiri, kurang mau bersosialisasi dengan keluarga dan tetangga, sering
berbohong, minta uang dengan paksa/marah-marah, mengambil dan menjual barang-barang di
rumah, mencuri, serta sering melakukan tindak kekerasan.
Jenis pelayanan pada klien dengan adiksi zat psikotropika yaitu dengan rawat jalan atau
rawat inap. Namun, biasanya dokter akan menyarankan untuk dilakukan rawat inap agar
tindakan pelayanan yang diberikan dapat dilakukan dengan optimal dan klien dapat dipantau
dengan baik. Pelayanan rehabilitasi NAPZA ada beberapa model, diantaranya yaitu model TC
(Therapeutic Community), model Minnesota, dan model Medis.

Materi 2: Peran Perawat dalam Penatalaksanaan Klien dengan Penyalahgunaan


NAPZA di Rumah Sakit
Narkotika atau yang biasa disebut narkoba ialah zat yang apabila masuk kedalam tubuh
akan mempengaruhi tubuh, terutama susunan syaraf pusat sehingga menyebabkan perubahan
aktivitas mental, emosional, dan perilaku, serta menyebabkan ketergantungan pada zat
tersebut.
Jenis dan efek penggunaan narkotika antara lain:
1. Heroin
Karakteristik: merupakan narkoba yang sangat cepat menimbulkan ketergantungan,
berupa serbuk putih dengan rasa pahit, dalam pasaran warnanya bisa putih, coklat, atau
dadu, cara penggunaannya bisa disuntik, dihirup, dan dimakan
Efek: menimbulkan rasa kantuk, lesu, penampilan dungu, jalan mengambang dan rasa
senang yang berlebihan, gejala putus zat tidak mengancam secara fisik melainkan psikis
(seperti rasa tidak nyaman pada perut, kram otot, nyeri tulang, dan gejala seperti flu),
problem kesehatan seperti bengkak pada daerah suntikan, tetanus, HIV/AIDS, Hepatitis B
& C, problem jantung, dada, dan paru-paru, serta sulit buang air besar.
2. Ganja
Karakteristik: menimbulkan ketergantungan psikis terutama bagi mereka yang telah rutin
menggunakan, bentuknya seperti daun kering, cairan yang lengket dan berminyak
Efek: menurunkan keterampilan motorik, bingung, kehilangan konsentrasi, penurunan
motivasi, meningkatkan nafsu makan, rasa senang yang berlebihan, komplikasi kesehatan
pada daerah pernafasan (seperti sistem pesedaran darah dan kanker).
3. Obat penenang
Karakteristik: bentuk berupa tablet dan digunakan secara ditelan langsung
Efek: bicara jadi pelo, memperlambat respon fisik, mental, dan emosi, dalam dosis tinggi
akan membuat pengguna tidur kemudian akan menimbulkan perasaan cemas, sensitif, dan
marah. Penggunaan campuran dengan alkohol akan menghasilkan kematian, gejala putus
zat bersifat lama dan serius.
4. Ekstasi
Karakteristik: bentuknya berupa tablet warna-warni, cara penggunaannya ditelan langsung
Efek: peningkatan detak jantung dan tekanan darah, rasa senang yang berlebihan,
hilangnya rasa percaya diri. Setelah efek tersebut, biasanya akan terjadi perasaan lelah,
cemas, dan depresi yang dapat berlangsung beberapa hari. Kematian dilaporkan terjadi
karena tidak seimbangnya cairan tubuh baik karena dehidrasi ataupun terlalu banyak
cairan, serta menimbulkan kerusakan otak yang permanen.
5. Metamphenamin
Karakteristik: bentuknya berupa serbuk kristal dan cairan, cara penggunaan dihisap
dengan bantuan alat (di-bong)
Efek: menimbulkan perasaan melayang sementara yang berangsur-angsur membangkitkan
kegelisahan luar biasa. Aktivitas tubuh dipercepat berlebihan, penggunaan shabu-shabu
yang lama akan merusak tubuh bahkan kematian akibat overdosis.
Faktor individu yang dapat menyebabkan seseorang menjadi pecandu NAPZA ialah
rasa ingin tahu yang kuat dan ingin mencoba, tidak bersikap tegas terhadap tawaran teman
sebaya, penilaian diri yang negatif (seperti merasa kurang mampu dalam pelajaran, pergaulan,
penampilan diri, atau status sosial ekonomi yang rendah), rasa kurang percaya diri dalam
menghadapi tugas, tidak tekun dan cepat jenuh, sikap pemberontak terhadap peraturan,
identitas diri yang kabur akibat proses identifikasi dengan orang tua yang kurang berjalan
dengan baik, sedang depresi dan cemas, penghargaan sosial yang kurang, dan kurang religius.
Faktor lingkungan yang menyebabkan seseorang menjadi pengguna NAPZA yaitu
mudah diperolehnya zat NAPZA, komunikasi orang tua dengan anak yang kurang efektif,
hubungan orang tua yang kurang harmonis, orang tua atau anggota keluarga lainnya yang
menggunakan NAPZA, orang tua yang otoriter, berteman dengan pengguna NAPZA, ancaman
fisik dari teman / pengedar.
Faktor keluarga yang mempengaruhi antara lain keluarga yang tidak harmonis, kurang
atau bahkan tidak ada komunikasi dan keterbukaan dengan orang tua, orang tua yang terlalu
memiliki dan menguasai, kurangnya pengawasan, orang tua yang terlalu memanjakan, orang
tua yang terlalu sibuk baik karena mencari nafkah/meniti karier, tidak ada perhatian,
kehangatan, kasih sayang dan kemesraan pada keluarga, salah satu atau kedua orang tua
menderita tekanan jiwa, salah satu atau kedua orang tua adalah pemakai.
Penatalaksanaan NAPZA di rumah sakit saat ini terdapat banyak perubahan dalam
terapi abuse terutama dalam bidang obat-obatan, psikoterapi, dan program terapi adiksi
NAPZA dikenal istilah opsi terapi, modalitas terapi, psikoterapi, dan program terapi.
Konsep dasar terapi (NIDA):
1. Tidak ada satu-satunya bentuk terapi yang sesuai untuk semua individu
2. Fasilitas terapi harus selalu tersedia sepanjang waktu, karena kapan kebutuhan tidak dapat
diramal
3. Fasilitas efektif harus mampu memenuhi kebutuhan individu, tidak semata-mata
menghentikan penggunaan NAPZA
4. Rencana terapi harus sering dievaluasi, kontinu, dimodifikasi, guna penyesuaian dengan
kebutuhan pasien
5. Pasien harus bertahan dalam satu periode waktu yang cukup lama
6. Konseling dan psikoterapi merupakan komponen penting
7. Medikasi penting, tetapi perlu kombinasi seperti konseling dan terapi perilaku
8. Ko-morbiditas (fisik/psikiatrik) harus diterapi bersama-sama dan integratif
9. Detox hanya awal terapi dan kalau tunggal banyak gagalnya
10. Terapi tidak selalu harus volunteer, kadang perlu juga compulsary
11. Dalam proses terapi, pasien sering menggunakan zat lain (tanpa sepengetahuan terapis)
sehingga perlu dimonitor
12. Konsekuensi fisik lain juga harus mendapat terapi
13. Recovery adalah suatu proses yang panjang
Tujuan program psikoterapi ialah agar individu mempunyai motivasi kuat untuk tidak
menyalahgunakan NAPZA lagi, mampu menolak tawaran penggunaan NAPZA, pulih
kepercayaan dirinya dan hilang rasa rendah dirinya, mampu mengelola waktu dan merubah
perilaku sehari-hari dengan baik, dapat berkonsentrasi untuk belajar dan bekerja, dapat diterima
dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan dengan lingkungannya.
Masalah umum yang dialami pecandu antara lain emosi yang labil (naik turun), depresi,
hasrat kembali pakau tetap tinggi ditandai krakaw atau suggest dan perlu waktu panjang
menstabilkan emosi koping skill dan semua aspek kehidupan, seksual aktif karena masih usie
produktif, PMS (Penyakit Menular Seksual) meningkat. Lalu, kalau sudah relapse dalam
beberapa saat muncul sikap tidak peduli sehingga beresiko perilaku kembali. Kerusakan otak
dan gangguan kejiwaan akibat NAPZA jalanan, dosis obat berlebihan atau ada sejak
sebelumnya serta makin parah dengan penggunaan NAPZA. Kecemasan keluarga menerima
pecandu pulang misalnya takut pecandu relapse atau justru terlalu protektif. Masalah keuangan
dan perawatan, kurangnya pemahaman masyarakat umum tentang HIV/AIDS dan ketidak
siapan mereka menghadapi pecandu terutama ODHA (takut salah bicara, takut tertular, dll).
Banyak keluarga yang kurang mendukung secara positif HIV juga adanya denial pada keluarga.
Kurangnya aftercare dan layanan dukungan yang tersedia ditengah masyarakat bagi ODHA
pecandu.
Penggolongan terapi adiksi NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu terapi preskripsi dan terapi
non-preskripsi. Terapi preskripsi dibagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu dual disorder fisik,
dual disorder mental, komplikasi, terapi substitusi, terapi withdrawal, terapi simtomatik. Terapi
non-preskrispsi (psikoterapi) dibagi menjadi beberapa bagian pula, yaitu terapeutic
community, kognitif therapy, kognitif behavioural therapy, self help group, motivasi
interviewing relaps prevention therapy.
Tindakan psikoterapi secara umum diskusikan dengan individu tentang dampak
penggunaan NAPZA (kesehatan hubungan sosial, pendidikan / pekerjaan, ekonomi / keuangan,
dan hukum), cara meningkatkan motivasi berhenti pakai, cara menyelesaikan masalah yang
sehat serta gaya hidup yang sehat.
Materi 3: Peran Perawat dalam Penatalaksanaan di Komunitas
Ciri-ciri remaja yang berpotensi terkena narkotika ialah sifat mudah kecewa dan
agresif, rendah diri, keterbelakangan mental, prestasi belajar menurun, cenderung cemas,
kurang bergaul, depresi, stress, sering mencuri, berbohong dan bergadang, ada teman /
keluarganya yang mengonsumsi miras / narkotika, sudah mulai merokok pada usia dini,
kehidupan keluarganya yang kurang religius, berasal dari keluarga yang broken home.
Bahaya penyalahgunaan narkotika ada 3, yang pertama kondisi fisik, mental emosional
dan perilaku, dan kehidupan sosial. Bahaya kondisi fisik yang dialami antara lain infeksi liver
dan ginjal, kerusakan penglihatan, penurunan daya tahan tubuh, infeksi jarum suntik, HIV,
Hepatitis, impotensi, penyakit kulit, dan kematian. Bahaya mental / emosi / perilaku yang
dialami antara lain depresi, bunuh diri, gangguan persepsi dan daya pikir kreasi dan emosi,
perilaku menyimpang dan prestasi menurun. Sedangkan bahaya kehidupan sosial antara lain
melakukan tindakan kriminal seperti mencuri dan berteman dengan anak yang tidak baik.
Pencandu narkoba memiliki beberapa sifat, antara lain cepat kehabisan uang, pintar
berbicara, selalu meminjam uang, mencuri, pelupa, berbohong, suka menjual barang, berlama-
lama di kamar mandi, suka menyendiri, tidak pernah menepati janji, tidak menghargai orang
lain, dann tidak dapat mengontrol diri.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi remaja rentan terjerat narkoba, diantaranya
faktor individu, faktor keluarga, serta faktor lingkungan. Masalah pokok remaja berpangkal
pada pencarian identitas diri, mereka mengalami krisis identitas diri karena mengalami
peralihan antara masa anak-anak menuju masa dewasa, identitas diri adalah hal yang sangat
penting dalam pola pergaulan remaja. Untuk itu, remaja cenderung mau melakukan apa saja
untuk dapat masuk kedalam lingkup pergaulannya. Hambatan dalam proses sosialisasi akan
menyebabkan labilitas emosional remaja sehingga tingkat toleransi stress relatif rendah,
mereka mudah menyerah, kurang memiliki daya juang dan rendah tekunannya dalam belajar
mengatasi masalah. Faktor eksternal yang mempengaruhi remaja ialah keluarga, perceraian,
kurang komunikasi antar keluarga, perselisihan antar keluarga, pendidikan yang salah antar
keluarga, teman sebaya yang kurang baik, komunikasi / lingkungan tempat tinggal yang kurang
baik, dan faktor ekonomi.
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan kecanduan narkotika dapat dilakukan
dengan melihat faktor predisposisi, faktor presipitasi, tingkah laku klien, serta mekanisme
koping klien. Faktor predisposisi sendiri dipengaruhi oleh faktor bilogis, psikologis, dan
sosial/kultural. Faktor bilogis yang mempengaruhi yaitu kecenderungan keluarga terutama
orang tua yang menyalahgunakan NAPZA, perubahan metabolik alkohol yang mengakibatkan
respon fisiologik yang tidak nyaman, penyakit kronis seperti asma bronkiali, kanker, serta
penyakit lain dengan masa sakit yang menahun. Sedangkan faktor psikologis yang
mempengaruhi antara lain tipe pribadi yang bergantung, harga diri yang rendah (HDR)
terutama untuk ketergantungan alkohol, sedatif hipnotik yang diikuti oleh rasa bersalah,
pembawa keluarga, kondisi keluarga yang tidak stabil, role model yang negatif, kurang
dipercaya, dan orang tua yang ketergantungan zat adiktif, individu dengan perasaan tidak aman,
individu dengan krisis identitas, kecenderungan homo seksual, krisis identitas dengan
menggunakan obat untuk menunjukkan kejantanan, dan cara pemecahan masalah yang
menyimpang. Faktor sosial kultural yang mempengaruhi yaitu sikap masyarakat yang
ambivalensi terhadap penggunaan NAPZA seperti nikotin, ganja, dan alkohol, norma
kebudayaan seperti bangsa terluar terdepan tertinggal menggunakan alkohol untuk upacara
adat dan keagamaan, lingkungan yang rentan untuk transaksi NAPZA seperti diskotik, tempat
hiburan malam, mall, lokalisasi pelacuran, dan lingkungan rumah yang kumuh dan padat.
Faktor presipitasi yang mempengaruhi antara lain penggunaan / penyalahgunaan zat
seringkali merupakan suatu cara dari seseorang untuk mengatasi stress yang ada dalam
kehidupannya. Tanpa disadari, kondisi /cara ini merupakan suatu lingkaran untuk
mendapatkan stress selanjutnya akibat dari penggunaan zat tersebut. Semakin banyak
penggunaan zat adiktif, semakin banyak pula stress yang ditimbulkan akibat
ketergantungannya fungsi blok psikososial sebagai dampak penggunaan zat adiktif. Stressor
presipitasi untuk terjadinya penggunaan zat adiktif adalah pernyataan untuk mandiri dan
membutuhkan teman sebaya sebagai pengakuan. Reaksi sebagai prinsip kesenangan seperti
menghindari dari rasa sakit, mencari kesenangan, relaks agar menikmati hubungan
interpersonal, kehilangan sesuatu yang berarti, diasingkan oleh lingkungan, dampak
kompleksitas era globalisasi seperti ketegangan akibat modernisasi, lancarnya transportasi,
film, dan iklan.
Tingkah laku yang dapat ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkoba antara lain
penyalahgunaan zat dapat berkembang menjadi ketergantungan psikologi dan toleransi.
Ketergantungan fisik adalah tubuh membutuhkan zat adiktif dan jika tidak dipenuhi maka akan
terjadi gejala putus obat pada fisik,. Ketergantungan psikologi adalah efek subyektif dari
penggunaan zat. Tingkah laku pasien pengguna sedatif hipnotik antara lain timbulnya sifat-
sifat menahan diri, jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang, bicara cadel dan bertele-tele,
sering datang ke dokter untuk meminta resep, acuh dan kurang perhatian, mengantuk,
membanggakan diri, agresif, bingung, gelisah, perilaku menmpakkan ilusi dan halusinasi.
Perilaku klien pengguna ganja dapat diketahui cirinya, antara lain perilaku sangat
gembira, mondar mandir tampak cemas, gerakan tidak terkoordinir, mengantuk, tampak lebih
bodoh karena gangguan proses kognitif, serta perilaku tampak kecemasan. Sedangkan perilaku
klien pengguna alkohol yaitu sikap bermusuhan, kadang-kadang bersikap murung, berdiam diri
(depresi), suara keras, bicara cadel dan kacau, agresif, minum alkohol tanpa kenal waktu,
koordinasi motorik terganggu akibat cenderung mendapat kecelakaan. Kemudian perilaku
pasien pengguna opioida ialah terkantuk-kantuk, bicara cadel, koordinasi motorik terganggu,
acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian, perilaku manipulatif untuk mendapatkan zat
adiktif. Perilaku klien pengguna kokain/amfetamin/ekstasi antara lain hiperaktif, euforia, elasi
sampai agitasi, iritabilitas perilaku curiga, kewaspadaan yang berlebihan, semangat kerja
meningkat, serta perilaku tampak gembira. Perilaku klien pengguna halusinogen adalah
tingkah laku yang tak dapat diramalkan, tingkah laku merusak diri sendiri, halusinasi dan ilusi,
distorsi waktu dan jarak, sikap merasa diri besar, dan depersonalisasi pengalaman yang
ghaib/ajaib.
Mekanisme koping klien yang mengalami kecanduan penyalahgunaan zat adiktif
adalah suatu representasi dari mekanisme pertahanan diri yang tidak sukses dan tingkah laku
adaptif yang tidak adekuat atau tidak berkembang. Mekanisme yang biasa digunakan pada
penyalahgunaan zat adiktif umumnya adalah denial dari masalah, proyeksi untuk melepaskan
diri dari tanggung jawab dan rasionalisasi.
Diagnosa keperawatan pada klien dengan kecanduan NAPZA antara lain masalah
keperawatan sehubungan dengan gangguan penggunaan zat adiktif terutama masalah gangguan
proses pikir, gangguan persepsi sensori (visual, pendengaran, rasa, raba, penciuman), gangguan
konsep diri (HDR). Beberapa diagnosa yang muncul menurut NANDA adalah gangguan
persepsi sensori pada penggunaan halusinogen, gangguan hubungan sosial manipulatif,
gangguan konsep diri (HDR), tidak mampu mengenal kualitas yang positif dari diri sendiri,
gangguan pemusatan perhatian, partisipasi keluarga yang kurang dalam program pengobatan
pasien serta menolak mengikuti aktivitas program.

Anda mungkin juga menyukai