Anda di halaman 1dari 14

1.

Rumah Sakit Grhasia, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pasal 7

(1) Upaya promotif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk:

b. menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi ODGJ sebagai bagian

dari masyarakat;
c.

bab ii

ersepsi masyarakat tersebut antara lain:

1. Penyakit mental disebabkan oleh roh jahat. Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau

mitos yang salah mengenai penyakit mental, ada yang percaya bahwa penyakit mental

disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena

kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan

penderita dan keluarganya karena si sakit tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat.

2. Penyakit mental itu memalukan. Adanya persepsi masyarakat bahwa orang gila ataupun

keluarganya akan menerima aib. Orang gila dan keluarganya sering dicemooh bahkan dikucilkan

oleh masyarakat. Adanya persepsi bahwa kegilaan adalah aib menyebabkan orang gila yang

dianggap sembuh oleh dokter di rumah sakit jiwa tetap tidak dapat dipulangkan karena keluarga

dan masyarakat tidak menginginkannya kembali.

3. Penderita gangguan jiwa adalah sampah masyarakat yang mengganggu keindahan dan
kenyamanan kota. Perlakuan-perlakuan masyarakat terhadap orang gila yaitu dengan memasung
, memperlakukan dengan kasar, perlakuan kasar seringkali dilakukan oleh anak-anak dengan
melempari batu dan mengejek, membuang orang gila tersebut ke daerah lainnya karena orang
gila tersebut adalah sampah masyarakat, dan masyarakat menghardik orang gila tersebut dan
pemerintah menyingkirkannya secara tidak manusiawi, hal ini karena dianggap sudah tidak dapat
disembuhkan lagi dan dikwatirkan dapat menular.
Selama bertahun-tahun, banyak bentuk diskriminasi secara bertahap turun temurun dalam
masyarakat kita. Penyakit mental masih menghasilkan kesalahpahaman, prasangka,
kebingungan, dan ketakutan. Keadaan di Indonesia masih banyak ditemukan orang yang
mengalami gangguan jiwa diperlakukan secara tidak pantas. Kalau kita melihat dari pelayanan
kesehatan kita, bahwa bangsal-bangsal yang ada di rumah sakit umum, banyak yang belum ada
bangsal jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya masyarakat awam saja yang melakukan
diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa, tetapi para profesional kesehatan pun secara
tidak sadar melakukan stigmatisasi terhadap penderita gangguan jiwa.

B. Dampak Stigma Gangguan Jiwa


Stigma yang diciptakan oleh masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa secara tidak
langsung dapat merugikan penderita gngguan jiwa, keluarga penderita gangguan jiwa, dan
masyarakat sekitar.
1. Pada penderita gangguan jiwa
Persepsi masyarakat yang salah dapat menyebabkan penderita gangguan jiwa tersebut akan
menerima siksaan dengan pemasungan yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat.
Kesembuhan pada penderita gangguan jiwa tersebut pun sangat kecil harapannya karena
masyarakat malah menghina mereka alih-alih memberi perhatian dan kasih sayang untuk
kesembuhan gangguan mental mereka. Setelah sembuh pun ada kemungkian penderita gangguan
jiwa tersebut akan kembali menjadi kambuh, hal ini dikarenakan masyarakat tetap tidak
menerima mantan penderita gangguan jiwa. Mereka tetap mempunyai persepsi negatif terhadap
penderita gangguan jiwa, sehingga penderita gangguan jiwa tetap menjadi beban keluarganya
ataupun masyarakat karena ketiadaan lapangan kerja yang mau menerima penderita gangguan
jiwa untuk bekerja.
2. Pada keluarga penderita penderita gangguan jiwa
Keluarga merasa malu atas anggota keluarganya yang gila bahkan adanya tekanan batin yang
dialami keluarga karena cemoohan dan pengucilan yang dilakukan oleh masyarakat.
3. Pada masyarakat
Masyarakat mungkin saja akan mengalami kekerasan yang dilakukan orang gila atas perlakuan
kasar yang mereka lakukan kepada orang gila tersebut. Persepsi masyarakat tersebut dapat pula
menyebabkan perilaku imitasi yang akan dilakukan oleh anak-anak untuk menyakiti orang lain
terutama orang gila dengan melakukan kekerasan secara fisik dan secara verbal.

C. Penanganan Stigma di Masyarakat


Menghilangkan stigma gangguan jiwa di masyarakat memang tidak mudah. Namun kita
perlu untuk berusaha menurunkan stigma tersebut dengan harapan di masa yang akan datang
akan hilang dengan sendirinya. Penanganan stigma tersebut memerlukan pendidikan dan
kemauan yang keras dari individu-individu dimasyarakat dan memerlukan keberanian yang besar
untuk ikut serta dalam penanganan tersebut.
Sebenarnya apa sih bedanya orang yang sakit jiwa dengan orang yang sakit fisik? Sama-
sama menderita sebenarnya! Bahkan derita jiwa jauh lebih berat dan menyiksa dibanding derita
fisik yang paling berat sekalipun. Lalu adakah alasan yang logis dan rasional untuk merasa malu
karena seseorang atau anggota keluarganya menderita kelainan jiwa? Sama sekali tidak ada!
Tidak ada alasan untuk merasa malu karena menderita gangguan jiwa, ini hanya masalah
persepsi.
Tempat terbaik bagi penderita gangguan jiwa bukan di panti rehabilitasi mental atau di
rumah sakit jiwa, apalagi ditelantarkan di jalanan, tapi berada di tengah-tengah keluarganya,
diantara orang-orang yang dicintai dan mencintainya.
Yang mereka butuhkan selain pengobatan medis adalah perhatian, pengertian, dukungan,
cinta dan kasih sayang. Perhatian dan kasih sayang tulus keluarga dan orang-orang terdekatnya
akan sangat membantu proses pemulihan kondisi jiwanya
Beberapa kegiatan atau program yang dapat dilakukan untuk mengurangi stigma gangguan
jiwa antara lain:
1. Masyarakat ikut berperan aktif dalam kampanye tentang kesehatan jiwa. Kampanye tersebut
dapat dimasukkan dalam kegiatan masyarakat melalui program desa siaga, FKD(Forum
Kesehatan Desa) pertemuan ditingkat RT maupun RW, perlu keaktifan masyarakat untuk
mendapatkan akses/kesempatan seluas-luasnya secara akurat dan terbaru tentang kesehatan jiwa.
2. Perlunya adanya pengetahuan tentang kesehatan jiwa sejak dini melalui sekolah-sekolah.
Pendidikan tersebut dapat dilakukan atau dimasukkan dalam kurikulum di sekolah-sekolah atau
melalui kegiatan kurikuler.
3. Keluarga ataupun masyarakat ikut terlibat dalam pelaksanaan tindakan terhadap pasien
gangguan jiwa sehingga kesadaran keluarga dan masyarakat tentang cara pandang pada pasien
gangguan jiwa dapat berubah dan dapat membantu menanganinya.
4. Kepada individu tenaga kesehatan harus menunjukkan atau memberi contoh kepada
masyarakat bahwa kita tidak melakukan stigma tersebut, harus menentang kesalahpahaman
tentang gangguan jiwa dan menunjukkan fakta-fakta bahwa penyakit mental sangatlah umum
dan dapat disembuhkan dengan management tindakan yang tepat
5. Pemerintah ataupun lembaga swasta perlu memberikan kesempatan pekerjaan yang layak dan
sesuai dengan kemampuannya kepada orang-orang yang mengalami gangguan jiwa ataupun
orang-orang yang telah sembuh dari gangguan jiwa.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross

sectional yaitu ………………………………………….. Peneliti mencoba untuk menggali ada

tidaknya hubungan antara keyakinan diri dengan stigma gangguan jiwa di masyarakat pada

satu waktu tertentu ( menurut………………….. ).

B.

C. Populasi dan sampel penelitian

1. Populasi

Populasi adalah ……………………………………………………… Populasi dalam

penelitian ini adalah masyarakat kecamatan Bululawang.

2. Sampel

Sampel adalah ……………………………………. Sampel dari penelitian ini adalah

masyarakat……………. Besarnya sampel diperoleh dengan menggunakan rumus menurut

Notoatmodjo ( 2005 ) sebagai berikut :


𝑁
n = 𝑁(𝑑2)+1

Keterangan : n = banyaknya sampel

N = ukuran populasi

d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan yaitu 5% ( 0,05 )

Dari rumus di atas, didapat jumlah sampel minimal yang akan diambil dalam penelitian ini

yaitu sejumlah ……………………..orang. Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah purposive sampling yaitu ........................... Besar sampel dalam
penelitian ini sebanyak 30 orang yang diambil secara acak. Sample yang diambil tersebut

diharapkan dapat mewakili populasi masyarakat dengan memenuhi kriteria inklusi dan

kriteria eksklusi.

 Kriteria Inklusi

a) Ibu bisa membaca dan menulis.

b) Bersedia berperan serta dalam penelitian dengan menandatangani persetujuan

menjadi responden dan mampu berkomunikasi dengan baik.

 Kriteria Eksklusi

Dalam penelitian ini kriteria eksklusinya adalah ibu yang tidak bersedia menjadi

responden.

D. Variabel Penelitian

Variabel bebas (independent) adalah kepercayaan diri. Sedangkan variabel terikat (dependent)

adalah stigma gangguan jiwa dimasyarakat.

E. Definisi Operasional

Berdasarkan kerangka teori maka dapat disusun, definisi operasional dalam penelitian ini ada

dua yaitu keyakinan diri dan stigma gangguan jiwa di masyarakat kecamatan bululawang.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Keyakinan Diri tentang Gangguan Jiwa di Masyarakat

No Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1 2 3 4 5 6
1. Keyakinan Keyakinan Kuesioner Dengan keyakinan Ordinal
diri tentang diri menggunaka baik jika 76 ………
gangguan adalah…… n – 100% ………
jiwa …………. kuesioner. jawaban ………
Kuesioner ……
tersebut benar
diberi b. keyakinan
skor atau
nilai cukup baik
jawaban jika
masing – 56 - 75%
masing jawaban
dengan benar
8ystem c. keyakinan
penilaian
sebagai kurang baik
berikut: jika 40 –
jawaban ya 55% jawaban
diberi nilai benar
…………… d. keyakinan
…………. diri tidak
baik jika

< 40%
jawaban
benar.
Sumber……………………. Tahun

Tabel 3.2 Definisi Operasional tentang Stigma Gangguan Jiwa di Masyarakat

No Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1 2 3 4 5 6
1. Stigma Stigma Kuesioner Dengan Positif jika Ordinal
gangguan gangguan menggunaka 76 – 100% ………
jiwa di jiwa adalah n jawaban ………
masyarakat …………… kuesioner. ………
…. Kuesioner Negative ……
tersebut
diberi
skor atau
nilai
jawaban
masing –
masing
dengan
8ystem
penilaian
sebagai
berikut:
jawaban ya
diberi nilai
……………
………….

Sumber……………………. Tahun

F. Instrumen Penelitian

Sebelum dilakukan pengambilan data dengan kuesioner, maka terlebih dahulu dilakukan

analisis validitas dan analisis reliabilitas dengan responden masyarakat kecamatan

Bululawang sebanyak ……………………….. responden. Analisis validitas dan reliabilitas

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Analisis Validitas

Analisis validitas adalah………………………………. Digunakan beberapa pertanyaan yang

dapat secara tepat mengungkapkan variable yang diukur. Analisis validitas dilakukan dengan

menghitung korelasi antara masing-masing skor item pertanyaan dari setiap variabel dengan

total variable tersebut. Analisis validitas ini menggunakan korelasi dari …………..

Rumus………

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah ……………………………. Dalam penelitian ini rumus yang digunakan

untuk mencari reliabilitas instrumen adalah rumus ………………………a. Rumus Alpha

menurut ……………………….. adalah sebagai berikut:


ri = k 1- b2

( k - 1) 2t

Keterangan: ri = reliabilitas instrumen yang dicari

k = banyaknya butir pertanyaan

jumlah varian butir soal

2 t = varians total

Dari perhitungan juga harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Angket atau

kuesioner dikatakan reliabel apabila nilai r total > r tabel atau dengan nilai reliabilitas > 0,6 (

Juliandi, 2009 ).

Berdasarkan hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian untuk variabel pengetahuan ibu tentang

imunisasi dasar didapatkan nilai Alpha Cronbach = 0,7801 > nilai r tabel (dimana α = 5 %, N =

30, jadi r tabel = 0,6). Jadi butir pertanyaan tentang pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar

adalah reliabel, karena memiliki alpha lebih besar dari pada r tabel.

Perhitungan reliabilitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS (

Statistical Package for Social Science ) versi 11.00.

G. prosedur Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari subyek penelitian yang telah

memenuhi kriteria. Prosedur pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1. Peneliti mengajukan judul penelitian.


2. Setelah judul penelitian disetujui oleh dosen pembimbing peneliti mengadakan survey

pendahuluan dan mulai menyusun ………………..

3. Pengambilan surat ijin penelitian dari Kepala Program Studi Keperawatan

poltekkes………….

4. Peneliti menyerahkan surat permohonan ijin penelitian ke Kepala Desa Kecamatan

Bululawang.

5. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, peneliti menentukan calon responden

sesuai dengan kriteria yang diinginkan sebanyak……… responden.

6. Peneliti memeriksa kelengkapan kuesioner.

7. Setelah mendapatkan calon responden sesuai kriteria yang telah ditentukan, peneliti

melakukan informed consent terhadap calon responden. Jika calon responden bersedia

menjadi responden, maka responden dapat membaca lembar persetujuan dan

menandatanganinya.

8. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden selanjutnya diberikan

penjelasan mengenai cara pengisian kuesioner dan responden dianjurkan bertanya apabila

ada pertanyaan ataupun pernyataan yang kurang jelas.

9. Waktu pengisian kuesioner kurang lebih 15 menit untuk masing-masing responden.

10. Peneliti mendampingi responden selama pengisian kuesioner dan responden diharapkan

dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner, setelah selesai lembar

kuesioner dikembalikan kepada

11. Kuesioner yang telah diisi selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti.
I. Analisis Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari penelitian ini menggunakan kuesioner dengan cara responden

menjawab pertanyaan yang dipandu oleh peneliti.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan ……………………. Data yang telah dikumpulkan

selanjutnya dilakukan pengolahan data. Proses pengolahan data penelitian menurut

…………………. ( 2002 ) adalah sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah …………………..

b. Coding:

c. Tabulating:

d. cleaning data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu :

1. Analisis data untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner keyakinan diri dengan

gangguan jiwa di masyarakat.

2. Analisis data yang digunakan untuk menguji apakah ada hubungan antara keyakinan

diri dengan gangguan jiwa di masyarakat kecamatan Bululawang. ……………..Data

yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan bantuan program komputer

SPSS ( Statistical Package for Social Science ) versi 11.00, meliputi:

1. Analisis univariat

Adalah ………………………………………………………….. ( Notoatmodjo, 2005

). Analisis ini digunakan untuk mendapatkan distribusi frekuensi dari varibel


dependen (keyakinan diri) dan variabel independen (stigma gangguan jiwa di

masyarakat) yang disajikan dalam bentuk tabel dan dilengkapi tekstular. Peneliti

menggunakan analisis univariat berupa distribusi frekuensi dari variabel – variabel

yang diteliti untuk mendapatkan persentase subjek menurut keyakinan diri dan stigma

gangguan jiwa.

2. Analisis bivariat

Adalah ……………………………………….. ( Notoatmojdo, 2005 ). Dengan

tujuan………………….

Untuk membuktikan adanya hubungan antara dua variable tersebut digunakan uji chi

square. Hasilnya ………

J. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian merupakan……………………………... dalam melakukan penelitian ini,

peneliti menekankan masalah etika penelitian yaitu :

1. Lembar persetujuan (informed consent)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi

kriteria sampel. Peneliti menjelaskan mengenai manfaat dan tujuan penelitian.

2. Tanpa nama (anonymity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak mencantumkan nama

responden pada lembar pengumpulan data yang diisi responden, tetapi lembar tersebut

hanya diberi kode tertentu.

3. Kerahasiaan (confidentially)
Segala bentuk jawaban dan data pribadi dari responden akan dijaga kerahasiaannya.

Jawaban dan informasi yang diberikan responden hanya dipergunakan sebagai penelitian

semata.

Anda mungkin juga menyukai