SKIZOFRENIA PARANOID
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian akhir
Kepaniteraan Klinik Madya di SMF Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura
Oleh:
Fantimilas K. Wonatorei (0110840231)
Pembimbing:
dr. Manoe Bernd Paul, Sp.KJ., M.Kes
SMF PSIKIATRI
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
PAPUA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima oleh Penguji Laporan Kasus dengan judul diagnosis :
“Skizofrenia Paranoid” sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Madya
pada SMF Psikiatri RSJD Abepura
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Jayapura
Hari/Tanggal :
Tempat :
Mengesahkan
Penguji Laporan Kasus Bagian Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih
I. Riwayat Psikiatrik
A. Keluhan Utama
Autoanamnesa : “ada masalah dengan pacar”
Heteroanamnesa (ibu Pasien) : Menurut ibunya, pasien dibawa ke
Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Abepura untuk berobat karena pasien
mengalami perubahan pada perilakunya.
3
bersama tantenya dikarenakan pasien merasa marah jika melihat
ibunya.
4
untuk mengatasi penyakitnya namun tidak jadi dilakukan sebab pasien
dinyatakan telah sembuh. Pada tanggal 1 Februari 2017, pasien
sempat sakit malaria tropika (++) namun sudah sembuh dan tidak ada
komplikasi apapun yang terjadi pada pasien.
Keagamaan
Pasien dan seluruh keluarganya beragama Kristen Protestan.
5
Riwayat Hukum
Pasien sama sekali tidak pernah terlibat dengan masalah hukum.
E. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak bungsu dari 8 bersaudara dan pasien berstatus
masih lajang.
Pohon keluarga
Keterangan :
1. , Keluarga pasien laki-laki yang hidup
3. , Pasien
6
3. Penampilan
Tampak seorang wanita, menggunakan kaos berwarna hitam dan
memakai celana panjang berbahan jeans. Pasien tampak rapi dan
perawakan sesuai umur.
4. Roman Muka
Pasien menunjukkan roman muka murung.
5. Perilaku Terhadap Pemeriksa: Kontak: ada, namun pasien sering
menundukkan wajahnya ke bawah.Rapport: kurang adekuat, Sikap:
bekerjasama.
6. Atensi
Pasien menunjukkan inatensi selektif : Hambatan pemusatan atensi
hanya pada hal-hal yang menimbulkan kecemasan.
7. Tingkah Laku
Perilaku pasien menunjukkan kalau pasien normoaktif.
C. Karakteristik Bicara
Normal.
7
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi
Halusinasi Visual berupa pasien melihat bayangan anak kecil.
Hal ini terjadi bila pasien susah tidur.
2. Ilusi tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Bentuk Pikiran
Flied of Ideas.
2. Jalan Pikiran
Pasien menunjukkan jalan pikiran yang inkoheren.
3. Isi Pikiran
Waham Curiga : Pasien merasa bahwa ada orang yang tidak suka
kepada pasien (orang Makasar).
F. Tilikan
Tilikan III, menyalahkan faktor lain sebagai penyebab dari penyakitnya
(ibunya).
8
Aksis I : Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Gangguan Kepribadian Paranoid
Aksis III : --
Aksis IV : Masalah dengan “primary support group” (keluarga)
Aksis V : 61-70
V. RENCANA TERAPI
1. Perawatan Rumah Sakit
Pada pasien ini dilakukan rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa.
Farmakoterapi
Obat-obatan yang diberikan pada pasien ini adalah :
Farmakoterapi
A. Haloperidol (Lodomer) : Sediaan tablet 5 mg. Dosis yang
dianjurkan 5-20 mg/hari. Namun, jika gejala negatifnya seperti
depresif lebih menonjol, maka diberikan obat golongan atipikal
seperti Risperidone (Persidal) : Sediaan tablet 1-2-3 mg.
Dosis yang dianjurkan 2-8 mg/h.
Indikasi :
Gejala sasaran pada pasien yang memiliki sindrom psikosis,
dengan gejala :
1. Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas,
bermanifestasi dalam gejala : kesadaran, daya nilai norma
sosial, dan daya tilikan diri yang terganggu.
2. Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
bermanifestasi dalam gejala : tidak mampu bekerja,
menjalin hubungan sosial, dan melakukan kegiatan rutin.
9
3. Hendaya berat dalm fungsi-fungsi mental, bermanifestasi
dalam gejala Positif : gangguan asosiasi pikiran, isi pikiran
yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi),
gangguan perasaan, perilaku yang aneh, dan Gejala Negatif
: gangguan perasaan, gangguan hubungan sosial, gangguan
proses pikir, isi pikiran yang stereotipe dan tidak ada
inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung
menyendiri.
Mekanisme Kerja
Sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas
neurotransmitter dopamin yang meningkat (hiperaktivitas
sistem dopaminergik sentral). Mekanisme kerja obat
antipsikosis tipikal adalah memblokade dopamin pada reseptor
paca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan
sistem ekstrapiramidal (dopamin D2 receptor antagonists),
sehingga efektif untuk gejala positif. Sedangkan obat
antipsikosis atipikal disamping berafinitas terhadap dopamin
D2 reseptor, juga terhadap serotonin 5 HT2 reseptor (serotonin-
dopamin antagonists) sehingga efektif juga untuk gejala
negatif.
Farmakodinamik
Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin. Pada orang
normal efek haloperidol mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol
memperlihatkan antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase
mania, penyakit manik depresif dan skizofrenia. Efek
fenotiazin piperazin dan butirofenon berbeda secara kuantitatif
karena butirofenon selain menghambat efek dopamin, juga
meningkatkan turn over rate.
Farmakokinetik
Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Pada puncaknya
dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak minum obat,
menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan dalam
10
plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam
hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan diekskresi
melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal,
kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah
pemberian dosis tunggal.
Efek Samping
1. Sedasi dan inhibisi psikomotor
2. Gangguan otonomik
3. Gangguan ekstrapiramidal
4. Gangguan endokrin, metabolik, dan hematologik.
11
Sehingga terjadi peningkatan jumlah “aminergic
neurotransmitter” pada celah sinaps neuron tersebut yang
dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.
Efek samping obat antidepresi dapat berupa :
o Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dll)
o Efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan
kabur, konstipasi, sinus takikardia, dll)
o Efek anti-adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi)
o Efek nuurotoksik (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)
Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari
penderita), biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap
diberikan dengan dosis yang sama.
Pengaturan Dosis :
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
o Onset efek primer : sekitar 2-4 minggu
o Onset efek sekunder : sekitar 12-24 jam
o Waktu paruh : 12-48 jam (pemberian 1-2x/hari).
12
o Otot tegang/kaku/pegal linu
o Tidak bisa diam
o Mudah menjadi lelah
2. Hiperaktivitas Otonomik :
o Nafas pendek/terasa berat
o Jantung berdebar-debar
o Telapak tangan basah-dingin
o Mulut kering
o Kepala pusing/rasa melayang
o Mual, mencret, perut tak enak
o Muka panas/badan menggigil
o Buang air kecil lebih sering
o Sukar menelan/rasa tersumbat
3. Kewaspadaan berlebihan dan penangkapan
berkurang :
o Perasaan jadi peka/mudah ngilu
o Mudah terkejut/kaget
o Sulit konsentrasi pikiran
o Sukar tidur
o Mudah tersinggung
Mekanisme kerja :
Hipotesis : sindrom anxietas disebabkan hiperaktifitas dari sistem
limbik SSP yang terdiri dari “Dopaminergic, Noradrenergic,
Serotoninergic neurons yang dikendalikan oleh GABA-ergic neurons
(Gama Amino Butiric Acid), suatu inhibitorik neurotransmitter”).
Obat anti-anxietas bendzodiazepine yang bereaksi dengan reseptor-
nya (benzodiazepine receptors) akan meng-reinforce “ the inhibiory
action of GABA-ergic neurons “ (GABA re-uptake inhibitor)
sehingga hiperaktivitas tersebut diatas mereda.
Efek samping :
Efek samping obat anti-anxietas dapat berupa :
13
o Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor, kemampuan kognitif melemah).
o Relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah, dll).
Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari narkotika,
oleh karena “at therapeutic dose they have low re-inforcing
properties”.
Potensi menimbulkan ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat
yang masih dapat dipertahankan setelah dosis terakhir, berlangsung
sangat singkat.
VI Prognosis
Ad vitam : Dubia at bonam
Ad fungsionam : Dubia at bonam
Ad sanationam : Dubia at malam
VII Diskusi/Pembahasan
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis, serta pemeriksaan status
psikiatrikus dan rekam medik, tidak ada riwayat trauma kepala. Tetapi
menurut pasien, pada tanggal 1 Februari 2017 pasien sempat sakit malaria
tropika (++) namun sudah sembuh dan tidak ada komplikasi apapun yang
terjadi pada pasien, hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan
diagnosis gangguan mental organik.
Pasien tidak memiliki riwayat merokok, alkohol ataupun penggunaan zat
adiktif lainnya. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan
diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis (pasien dan ibunya) dan
pemeriksaan status psikiatrikus pada pasien, terdapat halusinasi baik visual
maupun auditorik yang menonjol dan juga gangguan afektif meskipun
tidak terlalu menonjol. Sehingga diperoleh penegakkan diagnosis bahwa
pasien mengalami Skizofrenia Paranoid.
Skizofrenia yaitu suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
14
“deteriorating” yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) or tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness)
dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Harus ada gejala-gejala berikut :
a. Thought (Echo, Insertion or Withdrawal, broadcasting)
b. Halusinasi auditorik
c. Waham-waham menetap jenis lainnya
Adanya gejala-gejala khas pada skizofrenia harus telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal). Dan harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
15
“passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam adalah yang paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
16
DAFTAR PUSTAKA
Maslim R, 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ III &
DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran FK-Unika Atmajaya
Sadock BJ & Sadock VA, 2014. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Edisi 2. Jakarta: EGC
17