LP Halusinasi
LP Halusinasi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan utama di
Negara-negara maju, masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai
gangguan yang menyebabkan kematian, namun gangguan tersebut dapat
menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berperilaku (Hawari, 2009
dalam Tomi, 2011).
Menurut WHO, 2012 dalam Mukharomah, 2013 kesehatan jiwa
bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai
karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Menurut data WHO pada tahun 2012. 450 juta orang diseluruh dunia
menderita gangguan mental, dan sepertiganya tinggal di negara
berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak
mendapatkan perawatan.
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan
pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia.
Klien skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain
yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak
depresif dan delirium. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 1998 dalam Muhith,
Abdul, 2015 : 212).
Menurut Stuart (2007) karakteristik halusinasi pendengaran yaitu
mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang. Suara dapat berkisar
dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai pasien,
untuk menyelesaikan percakapan antara dua orang atau lebih tentang
pasien yang berhalusinasi. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar
yaitu pasien mendengar suara orang sedang membicarakan apa yang
dipikirkan oleh pasien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu,
kadang-kadang hal yang berbahaya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui gambaran tentang halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian halusinasi
b. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis halusinasi
c. Mahasiswa dapat mengetahui fase-fase halusinasi
d. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab halusinasi
e. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala halusinasi
f. Mahasiswa dapat mengetahui batasan karakteristik
g. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme koping
h. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan
i. Mahasiswa dapat mengetahui pohon masalah
j. Mahasiswa dapat mengetahui rentang respon
k. Mahasiswa dapat mengetahui diagnosa keperawatan
l. Mahasiswa dapat mengetahui evaluasi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, parabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetul-betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Direja, 2011).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada
panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun,
dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Trimelia,
2011).
C. Fase-Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien, bisa berbeda intensitasnya dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4
fase berdasarkan tingkat ansietasnya yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin
berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
1. Fase 1 : Comforting : Ansietas Sedang : halusinasi menyenangkan.
Karakteristik : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasah bersalah, takut, dan mencoba untuk berfokus pada
pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali
bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali
kesadaran jika ansietas dapat ditangani.
Perilaku klien :
a. Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa suara.
c. Pergerakan mata yang cepat.
d. Respon verbal yang lambat jika sedang asyik.
e. Diam dan asyik sendiri.
2. Fase II : Condemning : Ansietas Berat : Halusinasi menjadi
menjijikkan.
Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak
dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami
dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang
lain.
Perilaku Klien :
a. Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas
otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung,
pernafasan, dan tekanan darah.
b. Rentang perhatian menyempit.
c. Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita.
3. Fase III : Controlling : Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi
berkuasa
Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi
menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika
sensori halusinasi berhenti.
Perilaku Klien :
a. Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
b. Kesukaran berhubungan dengan orang lain.
c. Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
d. Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah.
4. Fase IV : Conquering : Panik : Umumnya menjadi melebur dalam
halusinasi.
Karakteristik : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam
atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku Klien :
a. Perilaku teror akibat panik.
b. Potensi kuat suicide (bunuh diri) atau homicide (membunuh orang
lain)
c. Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia.
d. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks.
e. Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
D. Penyebab Halusinasi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP).
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya
neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi ketidakseimbangan
acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan
jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari
halusinai dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego
seseorang yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
itu sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi
sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan
untuk beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan memburuk.
F. Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik klien dengan gangguan halusinasi menurut
Heardman (2015) adalah :
1. Perubahan dalam pola perilaku
2. Perubahan dalam kemampuan menyelasaikan masalah
3. Perubahan dalam ketajaman sensori
4. Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stimulus
5. Disorientasi
6. Halusinasi
7. Hambatan komunikasi
8. Iritabilitas
9. Konsentrasi buruk
10. Gelisah
11. Distorsi sensori
G. Mekanisme Koping
Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien menurut Videbeck
(2008) meliputi :
1. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2. Proyeksi : mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau
sesuatu benda.
3. Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus
internal
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1. Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
1) Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg,
im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya
klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
2) Golongan Fenotiazine : Chlorpramizine/ Largactile/
Promactile. Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya
diberikan 3x 100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat
dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja (Yosep, 2011).
b. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya
ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita
untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis,
2008).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan
Halusinasi yaitu ( Keliat, 2010):
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan
ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini, diharapkan respon
klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adatif.
Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan :
baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini
merupakan stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman
masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang
maladaptive atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus
hubungan, pandangan negative pada orang lain dan halusinasi.
Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien.
Kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang
disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi
wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau
mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan
perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang
digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni menyanyi, menari.
Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai
stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai
stimulus.
I. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
K. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan
dengan halusinasi
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan menarik
diri
3. Isolasi diri : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
PASIEN KELUARGA
NO
SP1P SPIK
Mengidentifikasi jenis halusinasi Mendiskusikan masalah yang
1
klien. dirasakan keluarga dalam merawat
SP2P SP2K
SP3P SP3K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan Membantu keluarga membuat jadwal
harian klien. aktivitas di rumah termasuk minum
obat ( discharge planing ).
2 Melatih klien mengontrol
halusinasi dengan cara melakukan Menjelaskan follow- uf klien setelah
kegiatan. pulang.
SP4P
L. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi
proses atau pormatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan,
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara
respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Direja,
2011).
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta
: Salemba Medika.
Kusumawati Farida & Hartono Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta
: Selemba Medika