Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Regio maksilofasial rentan mengalami trauma dan memberi kontribusi yang

signifikan terhadap jumlah kunjungan ke unit gawat darurat. Trauma maksilofasial

terjadi sekitar 6% dari seluruh trauma dengan jumlah insiden di Amerika Serikatt

sekitar 3 juta orang setiap tahunnya. Trauma maksilofasial ini menyebabkan fraktur

pada regio maksilofasial dimana pada tahun 2001 sebanyak 24.298 penderita di Royal

Brisbane Hospital (Queensland) tercatat membutuhkan penatalaksanaan dengan

pembedahan maksilofasial. Trauma maksilofasial merupakan trauma akibat

rudapaksa terhadap wajah, terutama disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (60%),

diikuti penyerangan atau perkelahian (24%), jatuh (9%), kecelakaan industri (4%),

trauma olah raga (2%), serta tembakan senjata (1%). 1,2

Regio maksilofasial dibentuk oleh tulang nasal, orbitozygomatikus, maksila,

dan mandibula. Fraktur yang terjadi pada tulang-tulang tersebut dapat mengakibatkan

suatu kelainan pada bentuk wajah yang menyebabkan wajah terlihat tidak estetis,

serta juga mengakibatkan gangguan pada fungsinya seperti proses pengunyahan dan

gangguan fonetik.3 Sebanyak 70% kasus fraktur maksilofasialis merupakan fraktur

mandibula dengan 15% kasusnya selalu diikuti fraktur yang lain. Insiden untuk

fraktur maksila sekitar 10-20% dari keseluruhan fraktur fasial.4,5

Trauma maksilofasial menimbulkan masalah baik dibidang medis maupun

kehidupan sosial akibat deformitas dan hilangnya fungsi wajah. Peningkatan insiden

dihubungkan dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya yang

1
dapat menyebabkan meningkatnya kejadian kecelaakan lalu lintas. 6,7 Fraktur

maksilofasial banyak terjadi pada golongan pria muda rentang usia 20 – 30 tahun

dengan rerata umur yaitu 24.3 tahun sehingga golongan ini dikategorikan sebagai

high risk. Tindakan preventif sangat dibutuhkan karena tingginya insiden kecelakaan

lalu lintas, terutama pada golongan beresiko tinggi.1

Fraktur maksilofasialis didiagnosa secara klinis dan dikonfirmasi dengan

pemeriksaan radiologi yaitu pemeriksaan radiologi konvensional dengan pemeriksaan

computes tomoghgraphy scanning (CT-scan) sebagai gold standard. Penatalaksanaan

pada fraktur maksilofasial meliputi observasi, reduksi tertutup, dan reduksi terbuka.

Pada umumnya, semua fraktur yang mengalami pergeseran akan ditatalaksana dengan

reduksi terbuka.1

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas anatomi wajah, definisi, epidemiologi, etiologi,

manifestasi klinis, klasifikasi dan pencitraannya (radioimaging), diagnosis dan

diagnosis banding, dan tatalaksana fraktur maksilofasial.

1.3 Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca pada umumnya

dan penulis khususnya mengenai pencitraan pada fraktur maksilofasial.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang


merujuk dari berbagai literatur.

Anda mungkin juga menyukai