Anda di halaman 1dari 22

TYPE, FORM, AND IMPLEMENTATION STRATEGY

Dirangkum oleh:
Agus Daman (55117120104)

FAKULTAS PASCA SARJANA


JURUSAN MAGISTER MANAGEMENT
MATA KULIAH STRATEGIC MANAGEMENT
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2018
1. Tipe-tipe strategi

A. Strategi Generik Porter

Dalam analisanya tentang strategi bersaing (competitive strategy atau disebut juga
Porter’s Five Forces) suatu perusahaan, Michael A. Porter mengintrodusir 3 jenis strategi
generik, yaitu: Keunggulan Biaya (Cost Leadership), Pembedaan Produk
(Differentiation), dan Focus.

Gambar 1. Porter Generic Strategies

a. Strategi Biaya Rendah (cost leadership)

Strategi Biaya Rendah (cost leadership) menekankan pada upaya memproduksi


produk standar (sama dalam segala aspek) dengan biaya per unit yang sangat rendah.
Produk ini (barang maupun jasa) biasanya ditujukan kepada konsumen yang relatif mudah
terpengaruh oleh pergeseran harga (price sensitive) atau menggunakan harga sebagai
faktor penentu keputusan. Dari sisi perilaku pelanggan, strategi jenis ini amat sesuai
dengan kebutuhan pelanggan yang termasuk dalam kategori perilaku low-involvement,
ketika konsumen tidak (terlalu) peduli terhadap perbedaan merek, (relatif) tidak
membutuhkan pembedaan produk, atau jika terdapat sejumlah besar konsumen memiliki
kekuatan tawar-menawar yang signifikan.
Terutama dalam pasar komoditi, strategi ini tidak hanya membuat perusahaan mampu
bertahan terhadap persaingan harga yang terjadi tetapi juga dapat menjadi pemimpin pasar
(market leader) dalam menentukan harga dan memastikan tingkat keuntungan pasar yang
tinggi (di atas rata-rata) dan stabil melalui cara-cara yang agresif dalam efisiensi
dan kefektifan biaya. Sumber dari keefektifan biaya (cost effectiveness) ini bervariasi.
Termasuk di dalamnya adalah pemanfaatan skala ekonomi (economies of scale), investasi
dalam teknologi yang terbaik, sharing biaya dan pengetahuan dalam internal organisasi,
dampak kurva pembelajaran dan pengalaman (learning and experience curve), optimasi
kapasitas utilitas, dan akses yang baik terhadap bahan baku atau saluran distribusi. Pada
prinsipnya, alasan utama pelaksanaan strategi integrasi ke hulu (backward integration),
ke hilir (forward integration), maupun ke samping (horizontal integration) adalah untuk
memperoleh berbagai keuntungan dari strategi biaya rendah ini. Biasanya strategi ini
dijalankan beriringan dengan strategi diferensiasi.

Untuk dapat menjalankan strategi biaya rendah, sebuah perusahaan harus mampu
memenuhi persyaratan di dua bidang, yaitu: sumber daya (resources) dan organisasi.
Strategi ini hanya mungkin dijalankan jika dimiliki beberapa keunggulan di bidang
sumber daya perusahaan, yaitu: kuat akan modal, trampil pada rekayasa proses (process
engineering), pengawasan yang ketat, mudah diproduksi, serta biaya distribusi dan
promosi rendah. Sedangkan dari bidang organisasi, perusahaan harus memiliki:
kemampuan mengendalikan biaya dengan ketat, informasi pengendalian yang baik,
insentif berdasarkan target (alokasi insentif berbasis hasil).

b. Strategi Pembedaan Produk(differentiation)

Strategi Pembedaan Produk (differentiation), mendorong perusahaan untuk


sanggup menemukan keunikan tersendiri dalam pasar yang jadi sasarannya. Keunikan
produk (barang atau jasa) yang dikedepankan ini memungkinkan suatu perusahaan untuk
menarik minat sebesar-besarnya dari konsumen potensialnya. Cara pembedaan produk
bervariasi dari pasar ke pasar, tetapi berkaitan dengan sifat dan atribut fisik suatu produk
atau pengalaman kepuasan (secara nyata maupun psikologis) yang didapat oleh konsumen
dari produk tersebut. Berbagai kemudahan pemeliharaan, features tambahan, fleksibilitas,
kenyamanan dan berbagai hal lainnya yang sulit ditiru lawan merupakan sedikit contoh
dari diferensiasi. Strategi jenis ini biasa ditujukan kepada para konsumen potensial yang
relatif tidak mengutamakan harga dalam pengambilan keputusannya (price insensitive).
Perlu diperhatikan bahwa terdapat berbagai tingkatan diferensiasi. Diferensiasi tidak
memberikan jaminan terhadap keunggulan kompetitif, terutama jika produk-produk
standar yang beredar telah (relatif) memenuhi kebutuhan konsumen atau jika
kompetitor/pesaing dapat melakukan peniruan dengan cepat. Contoh penggunaan
strategi ini secara tepat adalah pada produk barang yang bersifat tahan lama (durable)
dan sulit ditiru oleh pesaing.

Resiko lainnya dari strategi ini adalah jika perbedaan atau keunikan yang ditawarkan
produk tersebut ternyata tidak dihargai (dianggap biasa) oleh konsumen. Jika hal ini
terjadi, maka pesaing yang menawarkan produk standar dengan strategi biaya rendah
akan sangat vmudah merebut pasar. Oleh karenanya, dalam strategi jenis ini,
kekuatan departemen Penelitian dan Pengembangan sangatlah berperan. Pada umumnya
strategi biaya rendah dan pembedaan produk diterapkan perusahaan dalam rangka
mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage) terhadap para pesaingnya pada
semua pasar.

Secara umum, terdapat dua bidang syarat yang harus dipenuhi ketika perusahaan
memutuskan untuk memanfaatkan strategi ini, yaitu: bidang sumber daya (resources) dan
bidang organisasi. Dari sisi sumber daya perusahaan, maka untuk menerapkan strategi ini
dibutuhkan kekuatan-kekuatan yang tinggi dalam hal: pemasaran produk, kreativitas dan
bakat, perekayasaan produk (product engineering), riset pasar, reputasi perusahaan,
distribusi, dan ketrampilan kerja. Sedangkan dari sisi organisasi, perusahaan harus kuat
dan mampu untuk melakukan: koordinasi antar fungsi manajemen yang terkait, merekrut
tenaga yang berkemampuan tinggi, dan mengukur insentif yang subyektif di samping
yang obyektif. (Umar, 1999)

c. Strategi Fokus (Focus)

Strategi fokus digunakan untuk membangun keunggulan bersaing dalam suatu segmen
pasar yang lebih sempit. Strategi jenis ini ditujukan untuk melayani kebutuhan konsumen
yang jumlahnya relatif kecil dan dalam pengambilan keputusannya untuk membeli
relatif tidak dipengaruhi oleh harga. Dalam pelaksanaannya – terutama pada perusahaan
skala menengah dan besar –, strategi fokus diintegrasikan dengan salah satu dari dua
strategi generik lainnya: strategi biaya rendah atau strategi pembedaan karakteristik
produk. Strategi ini biasa digunakan oleh pemasok ―niche market‖ (segmen khusus/khas
dalam suatu pasar tertentu; disebut pula sebagai ceruk pasar) untuk memenuhi kebutuhan
suatu produk — barang dan jasa — khusus.

Syarat bagi penerapan strategi ini adalah adanya besaran pasar yang cukup (market
size), terdapat potensi pertumbuhan yang baik, dan tidak terlalu diperhatikan oleh pesaing
dalam rangka mencapai keberhasilannya (pesaing tidak tertarik untuk bergerak pada ceruk
tersebut). Strategi ini akan menjadi lebih efektif jika konsumen membutuhkan suatu
kekhasan tertentu yang tidak diminati oleh perusahaan pesaing. Biasanya perusahaan yang
bergerak dengan strategi ini lebih berkonsentrasi pada suatu kelompok pasar tertentu
(niche market), wilayah geografis tertentu, atau produk — barang atau jasa — tertentu
dengan kemampuan memenuhi kebutuhan konsumen secara baik, excellent delivery.
(Lihat David,1998; Fournier dan Deighton, 1997; Pass dan Lowes, 1997; Porter, 1980 dan
1985).

B. Strategi Generik Glueck

Glueck meyakini bahwa strategi perusahaan pada dasarnya dapat dikategorikan


ke dalam empat strategi generik, yaitu: strategi stabilitas (stability), ekspansi (expansion),
penciutan (retrenchment), dan kombinasi (combination) dari ketiganya.

a. Strategi Stabilitas (stability)

Pada prinsipnya, strategi ini menekankan pada tidak bertambahnya produk, pasar dan
fungsi-fungsi perusahaan karena berusaha untuk meningkatkan efisiensi di segala bidang
dalam rangka meningkatkan kinerja dan keuntungan. Strategi ini relatif rendah resiko dan
biasanya dilakukan untuk produk yang tengah berada pada posisi matang/dewasa
(maturity).

b. Strategi Ekspansi (expansion)

Strategi ekspansi menekankan pada penambahan atau perluasan produk, pasar dan
fungsi dalam perusahaan sehingga aktivitas perusahaan meningkat. Tetapi selain
keuntungan yang ingin diraih lebih besar, strategi ini juga mengandung resiko kegagalan
yang tidak kecil.

c. Strategi Penciutan (retrenchment)

Strategi penciutan dimaksudkan untuk melakukan pengurangan atas pasar maupun


fungsi-fungsi dalam perusahaan yang memiliki aliran keuangan (cash-flow) negatif.
Biasanya strategi ini diterapkan pada perusahaan yang berada pada tahap menurun
(decline).

d. Strategi Kombinasi (combination)

Oleh karena berbagai perubahan eksternal seringkali hadir secara tidak seragam (dan
bahkan terkadang sulit diduga) terhadap berbagai lini produk (product line) yang
dihasilkan suatu perusahaan seperti daur hidup produk (product life cycle) yang tidak
seragam, maka perusahaan tersebut dapat saja melakukan kombinasi atas ketiga jenis
strategi di atas secara bersama.

C. Strategi Utama

Secara garis besar, terdapat 4 kelompok strategi utama dengan 14 tipe turunannya.
Keempatbelas tipe strategi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Integration Strategies

Tiga jenis strategi, yaitu forward, backward, dan horizontal seringkali disebut sebagai
strategi-strategi vertical integration. Namun, tidak jarang yang memaksudkan
integrasi vertikal sebagai hanya integrasi forward dan backward saja.

1) Forward Integration

Integrasi ke hilir melibatkan upaya untuk memperoleh kepemilikan (saham


perusahaan) lebih besar atau meningkatkan kontrol terhadap para distributor dan peritel.
Salah satu bentuk/cara efektif untuk melakukan strategi ini adalah waralaba
(franchising). Begitu banyak perusahaan berminat di bidang ini sebagai upaya untuk
mendistribusikan produknya (barang maupun jasa). Salah satu alasan terbesar hadirnya
bentuk waralaba ini adalah realita bahwa model ini sebetulnya merupakan upaya untuk
membagi biaya dan peluang kepada banyak pihak. Perhatikan gejala bermunculannya
factory outlet yang merupakan salah satu bentuk strategi ini. Contoh lain adalah
perusahaan farmasi Kimia Farma dengan Apotik Kimia Farma-nya dan perusahaan sepatu
BATA dengan toko BATA-nya. Perhatikan pula Coca Cola dengan perusahaan
pembotolan di berbagai negara serta keputusan untuk membeli perusahaan fastfood.

2) Backward Integration

Integrasi ke hulu merupakan suatu strategi yang mengupayakan kepemilikan atau


meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pemasok. Hal ini dibutuhkan karena baik
produsen maupun peritel selalu membeli bahan baku dari perusahaan pemasok. Strategi ini
menjadi menarik terutama ketika perusahaan pemasok yang saat ini ada ternyata tidak
dapat diandalkan (unreliable), terlalu mahal, atau tidak dapat memenuhi kebutuhan
perusahaan. Langkah ini dapat disebut sebagai upaya ―mengamankan‖ jalur pasokan
perusahaan terhadap kebutuhan dalam rangka proses produksinya.

Contoh yang menarik adalah Harian Jawa Pos yang mendirikan pabrik kertas untuk
menjamin ketersediaan pasokan kebutuhan bahan bakunya. Perhatikan pula Gudang garam
yang memiliki pabrik kertas rokok di Afrika.Namun demikian, perlu pula dicermati
munculnya kecenderungan bahwa berbagai industri besar mulai melakukan aktivitas de-
integrasi (deintegration), yaitu melepas berbagai aktivitas yang ―seharusnya‖ menjadi
bagian dari aktivitas perusahaan pemasok. Tidak tertutup kemungkinan, sampai pada level
tertentu, ternyata perusahaan menemukan bahwa integrasi ke hulu bukan lagi solusi tepat
untuk unggul dalam persaingan, karena menjadi semakin membebani keuangan perusahaan.
Oleh karenanya, kecenderungan perusahaan untuk melakukan outsourcing kemudian
menjadi berkembang pesat. Perhatikan kebijakan Sampoerna ketika melakukan
outsourcing produksi rokok kretek tangan kepada berbagai koperasi di Jawa Tengah.

3) Horizontal Integration

Strategi integrasi ke samping merupakan strategi yang dilakukan dalam bentuk


membeli atau meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pesaing. Salah satu
kecenderungan paling signifikan dalam kompetisi perusahaan saat ini adalah
meningkatnya upaya untuk melakukan integrasi ke samping sebagai suatu strategi
pertumbuhan. Merjer, akusisi, dan pengambilalihan perusahaan yang sedang bersaing
memberikan peluang terjadinya skala ekonomi (economies of scale) serta mendorong
terjadinya transfer sumber daya dan kompetensi perusahaan. Dalam artikelnya,
Kenneth Davidson (Davidson, 1987) mengungkap bahwa merjer di antara perusahaan
yang tidak bergerak di bidang yang sama merupakan suatu kesalahan. Tetapi merjer yang
terjadi pada perusahaan yang sedang bersaing langsung (direct competitors) memberikan
peluang yang besar untuk menyatukan potensi agar menjadi lebih efektif, efisien, dan
kompetitif. Contoh pelaksanaan strategi integrasi horisontal adalah ketika toko obat
Guardian membeli Shop-in atau Indofood membeli SuperMie, dan ketika beberapa
bank membentuk Bank Mandiri.
b. Intensive Strategies

Kelompok strategi ini disebut sebagai intensive strategies, karena mensyaratkan


berbagai upaya yang intensif untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan
dengan produk yang ada. Kelompok strategi ini meliputi tiga strategi, yaitu:

1) Market Penetration

Strategi penetrasi pasar berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar untuk produk atau
layanan yang ada saat ini di dalam pasar yang ada saat ini melalui upaya-upaya pemasaran
yang lebih besar. Strategi ini umum diterapkan baik sendiri maupun sebagai kombinasi
dengan strategi lainnya. Termasuk di dalam penetrasi pasar adalah meningkatan jumlah
tenaga penjualan, peningkatan pembelanjaan iklan, penawaran barang-barang promosi
secara ekstensif (besar-besaran), atau peningkatan upaya-upaya publisitas. Aktivitas
pemasaran dan promosi yang intensif dari A-Mild Sampoerna dan berbagai
perusahaan rokok lainnya merupakan contoh yang menarik. Demikian juga dengan upaya
McDonald untuk memberikan berbagai cinderamata menarik maupun beberapa pabrik
farmasi yang meningkatkan jumlah detailer obat-nya.

2) Market Development

Pengembangan pasar melibatkan upaya-upaya untuk mengenalkan produk atau


layanan yang ada saat ini kepada berbagai wilayah geografis baru. Globalisasi dan iklim
perkembangan pasar internasional semakin kondusif untuk strategi ini. Hal ini dibutuhkan
karena tidak jarang persaingan yang demikian ketat pada suatu pasar tertentu
menyebabkan pengalihan perhatian kepada pasar yang baru merupakan solusi agar
perusahaan tidak tersingkir dari arena bisnisnya.

Namun demikian, perlu dicermati bahwa pada wilayah-wilayah tertentu masuknya


pemain baru yang besar akan menimbulkan pergesaran equilibrium persaingan bisnis
yang ada. Oleh karenanya, tidak jarang para pemain besar akan mengalami tantangan dari
para pemain lokal sehingga terpaksa harus melakukan berbagai konsesi yang dapat
diterima. Berbagai perusahaan ritel yang bergerak pada skala grosir dan hypermarket,
sering mengalami tantangan tersebut. Makro, Alfa, Holland Bakery, Matahari dan
berbagai perusahaan lainnya, membuka gerai baru di berbagai lokasi merupakan contoh
penerapan strategi ini.
3) Product Development

Pengembangan produk yang berusaha meningkatkan penjualan melalui perbaikan


atau modifikasi produk atau layanan yang ada saat ini. Biasanya strategi pengembangan
produk tercermin pada biaya penelitan dan pengembangan (Research and Development)
yang besar. Beberapa industri yang sangat didominasi oleh aktivitas R&D adalah
otomotif, komputer, dan farmasi. Pada industri yang berbasis R&D seperti ini, setiap
keterlambatan untuk meluncurkan sesuatu yang baru akan berarti perusahaan tersebut
berpeluang kehilangan posisi kompetitifnya. Dan oleh karenanya, aktivitas R&D menjadi
tidak pernah berhenti untuk menghasilkan suatu perbaikan yang terus-menerus
(continuous improvement). Rinso dengan berbagai variannya serta Pepsodent dengan
berbagai variannya merupakan contoh dari strategi ini. Juga munculnya berbagai features
baru pada produk Handphone, komputer, dan perusahaan jasa seperti Telkom dengan
Telkom Memo-nya merupakan contoh yang menarik.

c. Diversification Strategies

Dari waktu ke waktu semakin sedikit perusahaan yang melakukan diversifikasi usaha,
justru karena kompleksitas persoalan yang dimunculkan oleh strategi ini. Suatu kelompok
usaha yang bergerak pada sektor yang beragam tentunya sangatlah sulit dikelola. Pada
dekade 1960-an dan 1970-an, strategi diversifikasi menjadi populer karena setiap
perusahaan berusaha semaksimal mungkin agar tidak tergantung hanya pada satu jenis
usaha saja. Tetapi konsep pemikiran tersebut mulai surut sejak dekade 1980-an.
Pada prinsipnya kecenderungan baru tersebut dimotori oleh keinginan untuk menjadi
lebih baik dan tidak bergerak terlalu jauh dari basis kompetensi utama (core
competence) setiap perusahaan.

Namun demikian, hal tersebut bukan berarti strategi diversifikasi sudah benar-benar
hilang. Masih cukup banyak pula perusahaan yang berhasil dengan strategi ini,
terutama bagi perusahaan yang bergerak di wilayah bisnis yang mengalami
kecenderungan menurun (decline), seperti ketika Philip Morris, sebuah produsen rokok
membeli Kraft General Food, sebuah perusahaan makanan dalam kelompok Nestle. Hal
ini dilakukan karena konsumsi rokok semakin menurun akibat peningkatan kesadaaran
konsumen atas kesehatan dan bahaya rokok.
1) Concentric Diversification

Diversifikasi terkonsentrasi merupakan suatu strategi yang menghasilkan produk atau


layanan baru tetapi berhubungan/terkait dengan yang telah ada. Contoh dari strategi ini
adalah Harian Kompas yang memunculkan berbagai suratkabar, tabloid, dan majalah
baru.

2) Horizontal Diversification

Jika suatu perusahaan menerapkan strategi yang menambah produk atau layanan baru
yang tidak berhubungan/terkait dengan yang telah ada, tetapi ditujukan kepada pasar/
konsumen yang telah ada disebut sebagai diversifikasi horizontal. Perhatikan Garuda
Indonesia Airways yang memiliki beberapa jaringan hotel di Indonesia.

3) Conglomerate Diversification

Ketika suatu perusahaan menambah suatu produk atau layanan baru yang tidak terkait/
berhubungan dengan yang sekarang ada, maka strategi tersebut disebut sebagai
diversifikasi konglomerat. Pada beberapa kasus terjadi bahwa strategi ini dilakukan
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan melalui aktivitas memecah perusahaan
yang telah dibeli atau menjual kembali salah satu atau lebih devisinya. Ketika Lippobank
memutuskan untuk bergerak di sektor properti atau ketika Bimantara memasuki sektor
televisi merupakan dua contoh strategi konglomerasi. Demikian pula Maspion dengan
Maspion Bank-nya.

d. Defensive Strategies

Pada prinsipnya, strategi defensif ditujukan untuk mempertahankan eksistensi


perusahaan dari semakin ketatnya persaingan bisnis dan berbagai ketidakpastian eksternal
yang sulit (terkadang tidak mungkin) dikontrol dan diprediksi. Strategi defensif seringpula
dikenal sebagai survival strategy, yang cenderung terjadi dalam suasana krisis ekonomi.

1) Joint Venture

Joint Venture, biasa disingkat JV, merupakan strategi yang sangat populer. Strategi
ini muncul ketika dua atau lebih perusahaan membentuk suatu kerjasama atau konsorsium
dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada secara bersama-sama. Strategi ini masuk
dalam kategori strategi defensif karena perusahaan yang melakukan JV tidak
berminat untuk bekerja/ mengambil resiko sendiri. Tidak jarang, pihak-pihak yang
bermaksud melakukan kerjasama tersebut membentuk suatu perusahaan baru dengan
tujuan menjalankan kerjasama yang dimaksud. JV bisa terjadi dalam berbagai bentuk
seperti R&D, jaringan dan sistem distribusi, kesepakatan linsensi, kesepakatan
produksi, juga upaya untuk mengajukan penawaran bersama agar dapat memenangkan
suatu tender.

JV dan kesepakatan kerjasama banyak digunakan secara luas karena kemampuannya


untuk meningkatkan komunikasi dan jaringan kerja, untuk melakukan operasi secara
global, serta untuk menurunkan resiko. Bahkan kesepakatan kerjasama antar perusahaan
yang sedang bersaing secara langsung juga terjadi. Biasanya kesepakatan kerjasama ini
merupakan jembatan untuk mensinergikan keunggulan kempetitif di bidang masing-
masing, baik itu teknologi, distribusi, riset dasar, maupun kapasitas produksi.

Strategi ini begitu populer di kelompok industri yang bersifat padat modal (intensive
capital) dan penuh resiko, seperti industri farmasi dan komputer. Berbagai kisah di balik
strategi Microsoft memasuki pasar Cina merupakan contoh penerapan strategi JV. Di
bidang media adalah hadirnya Harian Surya di Surabaya sebagai hasil JV antara Kompas
dan Pos Kota.

2) Retrenchment

Strategi penciutan dilakukan ketika organisasi mengelompok kembali melalui reduksi


biaya dan aset dalam upaya membalikkan proses penurunan penjualan dan laba
perusahaan. Strategi ini terkadang dikenal sebagai strategi turnaround atau
reorganizational. Tujuan dari strategi ini adalah untuk memperkokoh keunggulan yang
membedakan (distinctive competences) yang dimiliki perusahaan. Pada masa strategi ini
dijalankan, operasi perusahaan berjalan dengan sumber daya (terutama dana) yang
terbatas dan akan berada pada kondisi penuh tekanan dari berbagai pihak seperti pemilik
saham, pegawai, dan media. Strategi penciutan dapat berbentuk penjualan aset untuk
memperoleh dana tunai, pemangkasan lini produk (product line), menutup bisnis yang
kurang menguntungkan atau yang tidak termasuk core competence perusahaan, otomasi
proses, pengurangan jumlah pegawai, dan penerapan sistem kontrol pengeluaran biaya.
Pengurangan kapasitas produksi berbagai perusahaan selama krisis moneter di
Indonesia dapat diangkat sebagai contoh. Demikian pula dengan kebijakan PHK maupun
pemulangan tenaga kerja asing demi menjaga keberlangsungan bisnis selama krisis.
Yang perlu diperhatikan adalah keputusan untuk membangkrutkan diri bisa juga hadir
sebagai salah satu bentuk penerapan strategi penciutan ini. Oleh karenanya perlu
dicermati hubungan antar perusahaan dalam satu kelompok usaha dan kesehatan
keuangan keseluruhan kelompok usaha tersebut dalam kaitan dengan strategi
pembangkrutan diri ini.

3) Divestiture

Menjual sebuah divisi usaha atau bagian dari organisasi perusahaan disebut sebagai
strategi divestasi. Seringkali strategi divestasi dilakukan dalam rangka memperoleh dana
segar bagi kepentingan investasi atau akuisisi strategik lebih lanjut atau di bidang lain
yang lebih prospektif. Divestasi bisa pula merupakan bagian dari keseluruhan strategi
penciutan untuk membersihkan/menyingkirkan berbagai bisnis yang tidak
menguntungkan, yang membutuhkan terlalu banyak modal, atau bagian yang tidak
sepenuhnya sesuai dengan aktivitas perusahaan.

Strategi divestasi menjadi populer ketika perusahaan berupaya untuk kembali


dalam core competence-nya serta mengurangi komleksitas diversifikasinya agar lebih
terkelola dengan baik. Keputusan PT HM Sampoerna untuk melepas berbagai
bisnisnya seperti perbankan, properti, dan transportasi (dalam rangka kembali ke inti
usahanya, rokok) sebelum krisis melanda Indonesia merupakan suatu contoh strategi ini.

4) Liquidation

Strategi likuidasi dapat diidentifikasi ketika perusahaan melakukan penjualan seluruh


asetnya secara bagian per bagian untuk menghasilkan dana tunai. Likuidasi biasanya
dipahami sebagai pengakuan atas kekalahan dan cenderung — secara emosional — sulit
dijalani. Namun demikian, bisa dimengerti bahwa lebih baik menghentikan operasi
daripada mengalami kerugian yang lebih besar. Likuidasi berbagai bank di Indonesia
merupakan contoh.

5) Combination

Strategi kombinasi adalah perpaduan antara dua atau lebih strategi yang dijalankan
secara simultan. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa strategi kombinasi harus
dioperasikan secara sangat hati-hati karena jika terlalu dalam dalam membawa resiko
yang lebih besar. Tidak ada perusahaan yang dapat menerapkan semua strategi secara
bersamaan meskipun semuanya ditujukan utnuk memberikan keuntungan pada
perusahaan. Oleh karenanya, di tengah sulitnya penentuan yang diambil, skala
prioritas yang baik dan tepat perlu dibangun. Hal ini dibutuhkan karena sumber daya
yang dimiliki perusahaan tentunya memiliki keterbatasan tertentu. Prioritas sangat
dibutuhkan, karena dalam penerapan strategi kombinasi akan berarti pula terjadinya
penyebaran sumber daya dan kemampuan yang mungkin akan terbaca oleh kompetitor
sehingga mereka dapat mengambil langkah-langkah yang justru membahayakan posisi
perusahaan.

Dalam suatu perusahaan yang sangat terdiversifikasi, strategi kombinasi seringkali


diterapkan ketika divisi-divisi yang ada menerapkan strategi berbeda. Demikian juga
perusahaan yang sedang berusaha untuk mempertahankan operasinya (struggle for
survival) biasanya menerapkan strategi kombinasi dari beberapa strategi defensif secara
simultan.

6) Merger dan Leveraged Buyouts (LBO)

Akuisisi dan merjer merupakan dua cara yang secara umum digunakan untuk
menjalankan strategi. Suatu akuisisi terjadi ketika sebuah perusahaan besar membeli suatu
perusahaan yang (biasanya) lebih kecil. Suatu merjer adalah tindakan ketika dua buah
atau lebih perusahaan yang relatif berukuran sama menyatukan diri dan membentuk
perusahaan baru. Ketika akuisisi atau merjer tidak diharapkan kedua belah pihak,
maka tindakan tersebut disebut sebagai pengambilalihan (takeover) atau pengambilalihan
paksa (hostile takeover).

Berbagai tindakan merjer, akuisisi, dan pengambilalihan sering pula dijalankan


sebagai strategi untuk menjadi yang paling besar dan tangguh. Langkah ini banyak
dilakukan di berbagai industri seperti perbankan, asuransi, pertahanan, kesehatan,
farmasi, makanan, penerbangan, penerbitan, komputer, ritel, keuangan, bioteknologi,
dan sebagainya. Beberapa alasan tentang perlunya merjer adalah: untuk memperbaiki
kapasitas utilisasi; untuk memaksimalkan pemanfaatan kekuatan penjualan; mengurangi
staf manajerial; memperoleh skala ekonomi (economies of scale); untuk memperkecil
pengaruh trend musiman dalam penjualan; untuk memperoleh akses baru kepada
pemasok, distributor, kastemer, produk, dan kreditor; untuk memperoleh teknologi baru;
dan untuk strategi pembayaran pajak.

Sementara itu, LBO adalah suatu keadaan di mana para seluruh saham perusahaan
dibeli oleh pihak manajemen perusahaan atau oleh investor lain dengan
memanfaatkan dana pinjaman. Selain untuk menghindari pengambilalihan paksa,
tindakan ini dilakukan karena berbagai keputusan manajemen unit usaha tertentu
tidak sesuai dengan keseluruhan strategi korporasi atau unit tersebut hendak dijual
untuk memperoleh dana tunai, atau unit bisnis tersebut sedang memperoleh tawaran
harga yang atraktif. Sebuah LBO mengubah perusahaan menjadi pribadi (private, tidak
publik). Pada saat ini aktivitas LBO menjadi bisnis yang menarik karena perusahaan
yang telah dibeli tersebut (biasanya setelah disehatkan) dapat dijual kembali bagian per
bagian untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, bahkan terkadang dengan harga
premium. Bank yang bergerak di sektor ini biasa disebut sebagai merchant banking.

Namun demikian, perlu dicermati bahwa perusahaan yang dibeli investor secara LBO
harus lebih hati-hati. Kehati-hatian tersebut erat kaitannya dengan peluang menjual
kembali perusahaan tersebut dengan harga premium atau menjadikan perusahaan tersebut
sebagai sapi perahan untuk membayar kembali utang yang digunakan untuk LBO
atau untuk membiayai kebutuhan dana segar di bidang lainnya.

2. Formulasi dan Implementasi Strategi Manajemen

A. Pengertian Implementasi strategi

Implementasi strategi adalah proses dimana manajemen mewujudkan strateginya


dalam bentuk program, prosedur dan anggaran. Implementasi strategi juga dapat diartikan
sebagai pengembangan strategi dalam bentuk tindakan. Dengan keterampilan intuitif
dan analitis yang baik, motivasi, dan kepemimpinan khusus serta mampu melakukan
banyak koordinasi.

Implementasi terkadang lebih sulit karena implementasi membawa sebuah perubahan.


banyak faktor-faktor tak terduga yang bisa menjadi hambatan. Hitt, Ireland, dan
Hoskisson (2000) menekankan bahwa serangkaian tindakan strategis yang disebut
formulasi strategi dan implementasi strategi harus disatukan dengan hati-hati jika
perusahaan ingin mencapai daya saing strategis dan menghasilkan pendapatan di atas
rata-rata. Kesuksesan persaingan terjadi ketika perusahaan menggunakan perangkat dan
tindakan implementasi secara konsisten dengan strategi-strategi level-bisnis, level-
perusahaan, akuisisi, internasional, dan kerjasama yang sebelumnya dipilih.

Perumusan strategi dan implementasi strategi harus sesuai dengan tujuan strategis dan
misi strategis. Tujuan strategis dan misi strategis disusun berdasarkan informasi yang
diperoleh dari analisis lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Perusahaan
mempelajari lingkungan eksternal dan internal agar dapat mengidentifikasi peluang-
peluang dan ancaman pasarnya dan menentukan bagaimana menggunakan kompetensi-
kompetensi intinya dalam usaha mendapatkan hasil strategisnya yang diinginkan. Dengan
pengetahuan ini, perusahaan membentuk tujuan-tujuan strategis, misi strategis
mensefisikasi, secara tertulis, produk-produk yang ingin diproduksi oleh perusahaan
tersebut dan pasar yang ingin dilayani ketika mendayagunakan sumber daya, kapabilitas,
dan kompetensi-kompetensinya.

B. Cakupan Implementasi Strategi

Penerapan atau implementasi strategi mencakup (1) penguasaan perusahaan


(corporate governance), (2) struktur dan kontrol organisasi (organizational structure and
control), (3) kepemimpinan strategis (strategic leadership), dan kewirausahaan dan
inovasi perusahaan (entrepreneurship & innovation).

Penguasaan perusahaan adalah suatu hubungan antara para pihak yang digunakan
untuk menentukan dan mengendalikan arah strategik dan kinerja atas organisasi.
Penguasaan perusahaan (corporate governance) berurusan dengan mengindentifikasi
cara- cara untuk meyakinkan bahwa keputusan-keputusan strategik dibuat secara efektif.
Penguasaan perusahaan digunakan dalam perusahaan untuk memantapkan perintah antara
para pemilik perusahaan dan para manajer puncak perusahaan tersebut.

Dalam teori keagenan (Agency Theory) dijelaskan adanya hubungan antara para
pemegang saham (prinsipal) sebagai para pemilik perusahaan dengan para manajer
sebagai agen pembuat keputusan. Para prinsipal menyewa para manajer untuk dijadikan
agen pembuat keputusan. Hubungan keagenan tersebut menuntut kekhususan risiko
dengan para pembuat keputusan.

Masalah keagenan terjadi ketika hasrat-hasrat atau tujuan-tujuan atas prinsipal


dan agen konflik dan kesukran atau mahalnya atas prinsipal untuk memverifikasi bahan
agen telah diperoleh secara tepat.

Ada lima kunci mekanisme penguasaan (governance mechanisms), yaitu (1)


konsentrasi kepemilikan (ownership concentration), (2) dewan direktur (boards of
Directors), (3) kompensasi eksikutif (executive compensation), (4) struktur
keorganisasian multidivisi (multidivisional organizational structure), dan (5) pasar bagi
pengendalian perusahaan (market for corporate control ).

1) Konsentrasi Kepemilikan

Ownersship concentration terjadi sebagai berikut. Sejumlah besar para pemegang


saham mempunyai suatu insentif yang kuat untuk memantau manajemen secara tertutup.
Mereka dalam jumlah besar membantu membuat berarti pemantauan tersebut sementara
menghabiskan waktu, usaha dan mahal pemantauan secara tertutup. Mereka juga bisa
mencari kedudukan dewan yaitu meningkatkan kemampuan mereka untuk memantau
secara efektif (meskipun lembaga-lembaga finansial secara legal terlupakan secara
pengarahan dari kepemilikan kursi-kursi dewan).

2) Dewan Direktur

Mekanisme penguasaan board of Directors bisa terjadi di dalam prganisasi, dalam


hubungan di luar organisasi, dan di luar organisasi lainnya. Di dalam organisasi yaitu pada
CEO perusahaan dan para manajer level-puncak lainnya. Di luar organisasi yang
berhubungan, yaitu terjadi pada individu-individu yang tdak dilibatkan dengan
operasi sehari-hari, tetapi yang mempunyai suatu hubungan dengan perusahaan. Di luar
organisasi lainnya, yaitu terjadi pada individu-individu yang bebas atas operasi
perusahaan sehari-hari dan hubungan-hubungan lainnya. Karena itu dalam mekanisme
dewan direktur agar penguasaan dewan lebih efektif disarankan sebagai berikut :

> Meningkatkan diversitas atau keragaman atas latar belakang keanggotaan dewan

> Memperkuat mnajemen internal dan sistem pengendalian akuntansi.

> Memantapkan proses-proses formal bagi evaluasi atas kinerja dewan.

3) Kompensasi Eksikutif

Mekanime penguasaan perusahaan dari segi kompensasi eksikutif dapat meliputi, gaji,
bonus-bonus, kompensasi insentif jangka panjang. Keputusan-keputusan eksikutif adalah
bersifat kompleks dan tidak-rutin. Banyak faktor mencampuri pembuatan keputusan
tersebut mempersulit untuk memantapkan bagaimana keputusan-keputusan manajerial
agar dapat tanggap secara terarah bagi outcomes.
Sebagai tambahan, kepemilikan saham (kompensasi insentif jangka panjang)
membuat para manajer lebih dapat lebih mudah membujuk untuk mengubah-ubah pasar
yang menjadikan pengendalian parsial mereka. Sistem-sistem insentif tidak menjamin
bahwa para manajer membuat keputusan-keputusan yang ―benar‖, tetapi mereka
meningkatkan kemunkinan (likelihood) bahwa para manajer akan melakukan sesuatu bagi
balasjasa yang diberikan kepada mereka.

4) Struktur Keorganisasian Divisional

Mekanisme penguasaan melalui struktur keorganisasian mutidivisional bergantung


pada desain untuk kendali yang mengajarkan peluang-peluang manajerial. Kantor
perusahaan dan dewan memantau keputusan-keputusan strategik para manajer.
Kepentingan manajerial ditingkatkan dalam memaksimumkan kesejahteraan.

Struktur organisasi bentuk-M tidak perlu terbatas pada tindakan-tindakan swa-layan


para manajer tingkat perusahaan. Hal ini bisa membimbing untuk agak
memperbesar penguasaan daripada tanpa diversifikasi. Diversifikasi lini produk secara
luas membuat mekanisme penguasaan sulit bagi para manajer level-puncak untuk
mengevaluasi keputusan-keputusan strategik ata para manajer divisional. Struktur
organisasi adalah salah satu sarana yang digunakan manajemen untuk mencapai
sasarannya. Karena sasaran diturunkan dari strategi organisasi, maka logis jika strategi
dan strutur terkait erat. Lebih tepatnya struktur harus mengikuti strategi.

5) Pasar bagi Pengendalian Perusahaan

Governance mechaniusm market for corporate control meliputi operasi-operasi, dan


tindakan-tindakan. Melalui operasi-operasi ketika penampakan risiko perusahaan atas
pengambil-alihan ketika mereka beroperasi tidak efisien. Tahun tahun 1980-an
menunjukkan pasar aktif bagi pengendalian perusahaan, secara meluas sebagai suatu hasil
atas memungkinkan pengelompokkan atas modal (junk bonds). Beberapa perusahaan
mulau untuk mengoperasikan secara lebih efisien sebagai hasil atas ―kendala‖ pengambil-
alihan, meskipun terjadi secara tiba-tiba atas pengambil-alihan yang secara relatif
tidak berperasaan. Kemudian dibuat perubahan-perubahan dalam regaulasi yang telah
membuat kesulitan pengambil-alihan yang tidak berperasaan.
Mekanisme penguasaan pasar bagi pengendalian perusahaan melalui tindakan-
tindakan sebagai suatu sumber penting atas disiplin sepanjang manajerial yang tidak-
kompeten dan boros.

3. Implementasi Strategi Pada Perusahaan Coca Cola

Strategi perusahaan atau organisasi merupakan suatu wilayah kajian yang selalu menarik
untuk dicermati. Begitu banyak pendekatan yang dilakukan, mulai dari sangat kuantitatif
sampai pada belajar dari pengalaman sukses seseorang atau suatu perusahaan (best practices).
Strategi Utama

3.1. Integration Strategies (Strategi Integrasi)


Tiga jenis strategi, yaitu forward, backward, dan horizontal seringkali disebut sebagai strategi-
strategi vertical integration. Namun, tidak jarang yang memaksudkan integrasi vertikal sebagai
hanya integrasiforward dan backward saja.

3.1.1 Forward Integration (Integrasi ke Depan)


Integrasi ke hilir melibatkan upaya untuk memperoleh kepemilikan (saham perusahaan) lebih
besar atau meningkatkan kontrol terhadap para distributor dan peritel. Salah satu bentuk/cara
efektif untuk melakukan strategi ini adalah waralaba (franchising). Begitu banyak perusahaan
berminat di bidang ini sebagai upaya untuk mendistribusikan produknya (barang maupun jasa).
Salah satu alasan terbesar hadirnya bentuk waralaba ini adalah realita bahwa model ini
sebetulnya merupakan upaya untuk membagi biaya dan peluang kepada banyak pihak.
Perhatikan gejala bermunculannya factory outlet yang merupakan salah satu bentuk strategi
ini. Dimana Coca Cola dengan perusahaan pembotolan di berbagai negara serta keputusannya
untuk membeli perusahaanfastfood. Selain itu coca cola juga menjalin kerjasama dengan hotel,
restoran dan cafe di dalam memasarkan produknya.

3.1.2. Backward Integration (Integrasi Mundur)


Integrasi ke hulu merupakan suatu strategi yang mengupayakan kepemilikan atau
meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pemasok. Hal ini dibutuhkan karena baik produsen
maupun peritel selalu membeli bahan baku dari perusahaan pemasok. Strategi ini menjadi
menarik terutama ketika perusahaan pemasok yang saat ini ada ternyata tidak dapat diandalkan
(unreliable), terlalu mahal, atau tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Langkah ini
dapat disebut sebagai upaya “mengamankan” jalur pasokan perusahaan terhadap kebutuhan
dalam rangka proses produksinya. Seperti halya yang dilakukan coca cola company melakukan
akuisisi terhadap perusahaan aujanbottler company di arab saudi.

3.1.3. Horizontal Integration (Integrasi Horizontal)


Strategi integrasi ke samping merupakan strategi yang dilakukan dalam bentuk membeli atau
meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pesaing. Salah satu kecenderungan paling
signifikan dalam kompetisi perusahaan saat ini adalah meningkatnya upaya untuk melakukan
integrasi ke samping sebagai suatu strategi pertumbuhan. Merjer, akusisi, dan pengambilalihan
perusahaan yang sedang bersaing memberikan peluang terjadinya skala ekonomi (economies
of scale) serta mendorong terjadinya transfer sumber daya dan kompetensi perusahaan.
Merger di antara perusahaan yang tidak bergerak di bidang yang sama merupakan suatu
kesalahan. Tetapi merger yang terjadi pada perusahaan yang sedang bersaing langsung (direct
competitors) memberikan peluang yang besar untuk menyatukan potensi agar menjadi lebih
efektif, efisien, dan kompetitif. Salah satu contoh pelaksanaan strategi integrasi horisontal
yang dilakukan adalah ketika coca cola membeli perusahaan air minum dalam kemasan
“Ades”.

3.2. Intensive Strategies (Strategi Intensif)


Kelompok strategi ini disebut sebagai intensive strategies, karena mensyaratkan berbagai
upaya yang intensif untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan dengan produk yang
ada. Kelompok strategi ini meliputi tiga strategi, yaitu:

3.2.1. Market Penetration (Penetrasi Pasar)


Strategi penetrasi pasar berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar untuk produk atau layanan
yang ada saat ini di dalam pasar yang ada saat ini melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih
besar. Strategi ini umum diterapkan baik sendiri maupun sebagai kombinasi dengan strategi
lainnya. Termasuk di dalam penetrasi pasar adalah meningkatan jumlah tenaga penjualan,
peningkatan pembelanjaan iklan, penawaran barang-barang promosi secara ekstensif (besar-
besaran), atau peningkatan upaya-upaya publisitas. Aktivitas pemasaran dan promosi yang
intensif dari coca cola company ditunjukkan dari iklannya dalam event-event yang berskala
global seperti iklan dalam event piala dunia.
3.2.2. Product Development (Pengembangan Produk)
Pengembangan produk yang berusaha meningkatkan penjualan melalui perbaikan atau
modifikasi produk atau layanan yang ada saat ini. Biasanya strategi pengembangan produk
tercermin pada biaya penelitan dan pengembangan (Research and Development) yang besar.
Pada industri yang berbasis R&D seperti ini, setiap keterlambatan untuk meluncurkan sesuatu
yang baru akan berarti perusahaan tersebut berpeluang kehilangan posisi kompetitifnya.
Terlihat coca cola dengan berbagai variannya dan ragam produknya.

3.3. Diversification Strategies (Strategi Diversifikasi)


Dari waktu ke waktu semakin sedikit perusahaan yang melakukan diversifikasi usaha, justru
karena kompleksitas persoalan yang dimunculkan oleh strategi ini. Suatu kelompok usaha yang
bergerak pada sektor yang beragam tentunya sangatlah sulit dikelola. Pada dekade 1960-an dan
1970-an, strategi diversifikasi menjadi populer karena setiap perusahaan berusaha semaksimal
mungkin agar tidak tergantung hanya pada satu jenis usaha saja. Tetapi konsep pemikiran
tersebut mulai surut sejak dekade 1980-an. Pada prinsipnya kecenderungan baru tersebut
dimotori oleh keinginan untuk menjadi lebih baik dan tidak bergerak terlalu jauh dari basis
kompetensi utama (core competence) setiap perusahaan.
Namun demikian, hal tersebut bukan berarti strategi diversifikasi sudah benar-benar hilang.
Masih cukup banyak pula perusahaan yang berhasil dengan strategi ini.
3.3.1. Concentric Diversification (Diversifikasi Konsentris)
Diversifikasi terkonsentrasi merupakan suatu strategi yang menghasilkan produk atau layanan
baru tetapi berhubungan/terkait dengan yang telah ada. Contoh dari strategi ini adalah coca
cola mengeluarkan minuman coca cola teman seru.
3.3.2. Horizontal Diversification ((Diversifikasi Horizontal)
Jika suatu perusahaan menerapkan strategi yang menambah produk atau layanan baru yang
tidak berhubungan/terkait dengan yang telah ada, tetapi ditujukan kepada pasar/ konsumen
yang telah ada disebut sebagai diversifikasi horizontal.
3.3.3. Conglomerate Diversification (Diversifikasi Konglomerat)
Ketika suatu perusahaan menambah suatu produk atau layanan baru yang tidak terkait/
berhubungan dengan yang sekarang ada, maka strategi tersebut disebut sebagai diversifikasi
konglomerat. Pada beberapa kasus terjadi bahwa strategi ini dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan melalui aktivitas memecah perusahaan yang telah dibeli atau menjual
kembali salah satu atau lebih devisinya. Coca cola penah melakukan akuisisi perusahaan
columbia picture pada thun 1982 yang kemudian dijual pada tahun 1987.
3.4. Defensive Strategies
Pada prinsipnya, strategi defensif ditujukan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan dari
semakin ketatnya persaingan bisnis dan berbagai ketidakpastian eksternal yang sulit (terkadang
tidak mungkin) dikontrol dan diprediksi. Strategi defensif sering pula dikenal sebagaisurvival
strategy, yang cenderung terjadi dalam suasana krisis ekonomi.
3.4.1. Retrenchment (Penghematan/penciutan)
Strategi penciutan dilakukan ketika organisasi mengelompok kembali melalui reduksi biaya
dan aset dalam upaya membalikkan proses penurunan penjualan dan laba perusahaan. Strategi
ini terkadang dikenal sebagai strategi turnaround atau reorganizational. Tujuan dari strategi
ini adalah untuk memperkokoh keunggulan yang membedakan (distinctive competences) yang
dimiliki perusahaan. Pada masa strategi ini dijalankan, operasi perusahaan berjalan dengan
sumber daya (terutama dana) yang terbatas dan akan berada pada kondisi penuh tekanan dari
berbagai pihak seperti pemilik saham, pegawai, dan media.
Strategi penciutan dapat berbentuk penjualan aset untuk memperoleh dana tunai, pemangkasan
lini produk (product line), menutup bisnis yang kurang menguntungkan atau yang tidak
termasukcore competence perusahaan, otomasi proses, pengurangan jumlah pegawai, dan
penerapan sistem kontrol pengeluaran biaya.
Yang perlu diperhatikan adalah keputusan untuk membangkrutkan diri bisa juga hadir sebagai
salah satu bentuk penerapan strategi penciutan ini. Oleh karenanya perlu dicermati hubungan
antar perusahaan dalam satu kelompok usaha dan kesehatan keuangan keseluruhan kelompok
usaha tersebut dalam kaitan dengan strategi pembangkrutan diri ini.
Coca-Cola Company merupakan perusahaan yang memiliki sekitar 400 buah Merk dagang
dengan jumlah produk sekitar 3.000 jenis produk. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang
sangat besar bagi sebuah perusahaan minuman. Dengan jumlah yang sangat besar tersebut,
maka terjadi beberapa permasalahan berkaitan dengan respon pasar terhadap produk, keadaan
penjualan, serta efektifitas produksi. Terdapat beberapa produk Coca-Cola yang memiliki
respon pasar yang relatif buruk serta permintaan pasar yang rendah. Oleh karena itu diambil
langkah-langkah pengamanan terhadap produk-produk terkait agar tidak mengalami hal
serupa, yaitu dengan membuang atau menghentikan produk yang memiliki nilai jual yang
rendah karena akan mengakibatkan kerugian apabila diteruskan. Selain faktor-faktor tersebut,
terdapat pula faktor kelangkaan bahan-bahan pembuat produk tersebut maka kegiatan produksi
menjadi sulit. Kegiatan produksi dan promosi dapat dilakukan untuk produk-produk yang
memiliki respon besar serta penjualan tinggi. Salah satu contohnya adalah produk Barq’s yang
merupakan produk minuman soda dengan rasa root beer. Barq’s telah menghentikan beberapa
produksinya yang kurang efektif seperti Barq's Orange Soda , Barq's Lemon-Lime Soda serta
Barq's Grape Soda

Daftar Pustaka :

1. John A. Pearce dan Richard B. Robinson,Jr (2016). Manajemen Strategis: Formulasi,


Implementasi, dan Pengendalian (Edisi 12-Buku1). Jakarta Selatan. Salemba Empat
2. Hapzi Ali, 2018. Modul Manajeen Strategic, UMB Jakarta.
3. Netha,2015. http://ekanetaputri.blogspot.com/2015/10/mstrategi-coca-cola-
company.html

Anda mungkin juga menyukai