Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

PREEKLAMSIA

1. Definisi
Preeklampsia ialah suatu sindrom spesifik pada kehamilan yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu, sering terjadi pada usia kehamilan mendekati aterm, dan dapat
tumpang tindih pada kelainan hipertensi yang lain. Preeklamsia terutama didefinisika sebagai
hipertensi onset baru ditambah dengan onset baru proteinuria. Meskipun dua kriteria tersebut
merupakan kriteria klasik preeklamsia, beberapa wanita memiliki hipertensi dan tanda
multisistemik biasanya indikasi dari keparahan penyakit walau tidak adanya proteinuria.1
Preeklamsia bermanifestasi sebagai preeklamsia onset cepat dan lambat. Preeklamsia
onset cepat bermanifestasi sebelum umur gestasi 34 minggu, sementara preeklamsia onset
lambat bermanifestasi setelah umur gestasi 34 minggu. Morbiditas dan mortalitas maternal
dan fetal sering terjadi pada subgrup preeklamsia onset cepat. Perbedaan dasar antara
preeklamsia onset cepat dan lambat terdapat pada tabel 1.1,3
Hal yang paling penting pada klasifikasi baru preeklamsia adalah proteinuria bukan
lagi menjadi kriteria dasar dan penting untuk mendiagnosa preeklamsia dengan peningkatan
tekanan darah ≥140/90 mmHg. Proteinuria ≥5 g dan IUGR tidak lagi sebagai kriteria
diagnosis preeklamsia berat.1

Perbedaan dasar preekalmsia onset lambat dan cepat3


Hipertensi gestasional adalah peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg, tanpa
proteinuria, pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu pada wanita yang normotensi
sebelum kehamilan.1
Penyakit hipertensi kronis adalah ditemukannya desakan darah > 140/90 mmHg
sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12
minggu pasca persalinan.1
Eklampsia adalah terjadinya kejang tonik klonik pada wanita dengan preeklamsia
selama masa kehamilan, saat persalinan atau setelah melahirkan.1

2. Epidemilogi
Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi dalam kehamilan masih
merupakan salah satu dari lima penyebab utama kematian ibu di dunia, yaitu berkisar 12%.
Prevalensi hipertensi dalam kehamilan bervariasi di berbagai tempat, yakni berkisar 2,6-7,3%
dari seluruh kehamilan.2
Di negara maju seperti Amerika Serikat, angka kejadian preeklampsia pada tahun
1998 sebesar 3,7% dari seluruh persalinan, sedangkan kematian ibu akibat preeklampsia dan
eklampsia sejak tahun 1987 sampai dengan 1990 sekitar 18%. Di Inggris pada tahun 1998
didapatkan kejadian hipertensi dalam kehamilan sekitar 5% dan merupakan penyebab utama
kematian maternal serta menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas perinatal.2
Di negara-negara berkembang insidensi preeklampsia sekitar 3-10% dan eklampsia
0,3-0,7% kehamilan.2 Di Indonesia, preeklampsia menempati urutan kedua sebagai penyebab
kematian ibu setelah perdarahan.

3. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko dapat mengakibatkan terjadinya preeklamsia (tabel 4),
termasuk diantaranya hamil saat usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 40 tahun, riwayat
preeklamsia sebelumnya, riwayat hipertensi, penyakit autoimun, dan obesitas. Wanita
memiliki resiko moderat untuk menderita preeklamsia jika memilki dua atau lebih faktor
resiko tersebut.3
Faktor resiko preeklamsia4

4. Patofisiologi
Pada awal kehamilan, sel sitotrofoblas menginvasi arterispiralis uterus, mengganti
lapisan endothelial dari arteri tersebut dengan merusak jaringan elastis medial, muskular, dan
neural secara berurutan. Sebelum trimester kedua kehamilan berakhir, arteri spiralis uteri
dilapisi oleh sitotrofoblas, dan sel endothelial tidak lagi ada pada bagian endometrium atau
bagian superfisial dari miometrium. Proses remodeling arteri spiralis uteri menghasilkan
pembentukan sistem arteriolar yang rendah tahanan serta mengalami peningkatan suplai
volume darah yang signifikan untuk kebutuhan pertumbuhan janin. Pada preeklampsia, invasi
arteri spiralis uteri hanya terbatas pada bagian desidua proksimal, dengan 30% sampai
dengan 50% arteri spiralis dari placental bed luput dari proses remodeling trofoblas
endovaskuler. Segmen miometrium dari arteri tersebut secara anatomis masih intak dan tidak
terdilatasi. Rerata diameter eksternal dari arteri spiralis uteri pada ibu dengan preeklampsia
adalah 1,5 kali lebih kecil dari diameter arteri yang sama pada kehamilan tanpa komplikasi.
Kegagalan dalam proses remodeling vaskuler ini menghambat respon adekuat terhadap
kebutuhan suplai darah janin yang meningkat yang terjadi selama kehamilan. Ekspresi
integrin yang tidak sesuai oleh sitotrofoblas ekstravilli mungkin dapat menjelaskan tidak
sempurnanya remodeling arteri yang terjadi pada preeklampsia.3,4
Kegagalan invasi trofobas pada preeklampsia menyebabkan penurunan perfusi
uteroplasenta, sehingga menghasilkan plasenta yang mengalami iskemi progresif selama
kehamilan. Selain itu, plasenta pada ibu dengan preeklampsia menunjukkan peningkatan
frekuensi infark plasenta dan perubahan morfologi yang dibuktikan dengan proliferasi
sitotrofoblas yang tidak normal. Bukti empiris lain yang mendukung gagasan bahwa plasenta
merupakan etiologi dari preeklampsia adalah periode penyembuhan pasien yang cepat setelah
melahirkan.3,4
Jaringan endotel vaskuler memiliki beberapa fungsi penting, termasuk di antaranya
adalah fungsi pengontrolan tonus otot polos melalui pelepasan substansi vasokonstriktor dan
vasodilator, serta regulasi fungsi anti koagulan, anti platelet, fibrinolisis melalui pelepasan
faktor yang berbeda. Hal ini menyebabkan munculnya gagasan bahwa pelepasan faktor dari
plasenta yang merupakan respon dari iskemi menyebabkan disfungsi endotel pada sirkulasi
maternal. Data dari hasil penelitian mengenai disfungsi endotel sebagai patogenesis awal
preeklampsia menunjukkan bahwa hal tersebut kemungkinan merupakan penyebab dari
preeklampsia, dan bukan efek dari gangguan kehamilan tersebut. Selanjutnya, pada ibu
dengan preeklampsia, faktor gangguan kesehatan pada ibu yang sudah ada sebelumnya
seperti hipertensi kronis, diabetes, dan hiperlipidemia dapat menjadi faktor predisposisi atas
kerusakan endotel maternal yang lebih lanjut.3,4

5. Diagnosis

Kriteria diagnosis preeklamsia3


Kriteria diagnosis preeklamsia berat3

6. Tatalaksana
6.1. Tatalaksana antepartum
6.1.1. Evaluasi awal1
Pada saat diagnosis, semua wanita harus dilakukan pemeriksaan darah
lengkap dengan nilai trombosit dan penilaian kreatinin serum dan level enzim
liver, evaluasi protein urin, dan tanyakan tentang gejala dari preeklamsia berat.
Evaluasi janin harus termasuk evaluasi ultrasonografi (USG) untuk
mengestimasi berat janin dan indeks carian amnion, tes nonstres, dan profil
biofisikal jika tes nonstres tidak reaktif. Jika terdapat satu atau beberapa hal
berikut, indikasi rawat inap dan mengakhiri kehamilan :
1. Usia gestasi 37 minggu atau lebih
2. Suspek abrupsi plasenta
3. Usia gestasi 34 minggu atau lebih disertai dengan hal-hal berikut
a. Adanya kemajuan persalinan atau pecah ketuban
b. Estimasi berat janin dari pemeriksaan USG kurang dari lima
persentil
c. Oligohidramnion
Untuk wanita yang belum diakhiri kehamilannya, tatalaksana dapat
dilaksanakan di rumah sakit atau rumah dengan pengurangan aktivitas dan
evaluasi maternal dan fetal serial.

6.1.2. Evaluasi lanjutan1


Evaluasi lanjutan pada wanita yang memiliki preeklamsia tak berat
yang belum melahirkan terdiri dari :
1. Evaluasi janin yang terdiri dari hitungan tendangan janin perhari, USG
untuk menilai pertumbuhan janin tiap 3 minggu, dan penilaian volume
cairan amnion sekurangnya sekali seminggu.
2. Setiap kunjungan antenatal, tekanan darah harus diukur. Pasien dengan
hipertensi gestasional harus evaluasi proteinuria setiap kunjungan
antenatal, tetapi pasien dengan preeklamsia tidak perlu pemeriksaan
proteinuria tambahan.
3. Evaluasi laboratorium termasuk pemeriksaan darah lengkap dan enzim
liver dan kreatinin serum dilakukan setidaknya seminggu sekali. Frekuensi
pemeriksaan dapat diubah berdasarkan temuan klinis.
4. Pasien disarankan untuk diet seperti biasa tanpa pengurangan garam.
5. Tanyakan gejala preeklamsia berat (sakit kepala hebat, perubahan visual,
nyeri ulu hati, dan sesak nafas). Sarankan mereka untuk segera ke rumah
sakit bila gejala menetap, nyeri perut, kontraksi, keluar bercak atau cairan
dari vagina, pecah ketuban atau kurangnya gerak janin.
Tatalaksana preeklamsia tak berat

6.1.3. Terapi antihipertensi1


Terapi antihipertensi digunakan untuk mencegah terjadinya hipertensi
gestasional berat dan stroke hemoragik maternal. Berdasarkan review dari 46
penelitian, disimpulkan bahwa masih belum jelas apakah antihipertensi
bermanfaat. Pada penelitian yang membandingkan terapi dengan plasebo,
resiko perkembangan hipertensi berat dapat berkurang setengahnya, tetapi
tidak berefek pada perkembangan dan progresi preeklamsia, eklamsia, edema
pulmo, kematian janin atau neonatus, kelahiran preterm, atau IUGR.

6.2. Tatalaksana intrapartum1


6.2.1. Waktu untuk terminasi kehamilan
Wanita hamil yang memiliki hipertensi gestasional ringan atau
preeklamsia tak berat dengan umur gestasi antara 34 hingga 37 minggu, belum
ada penelitian yang dapat membuktikan terminasi kehamilan dapat
meningkatkan outcome perinatal atau meningkatkan resiko maternal dan fetal.
Resiko yang berhubungan dengan terminasi kehamilan termasuk diantaranya
perkembangan hipertensi berat, HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, and
low platelet count) syndrome, abrupsio plasenta, IUGR, dan kematian janin.
Namun, terminasi kehamilan segera dapat meningkatkan perawatan di
neonatal intensive care unit (NICU), komplikasi neonatal respiratory, dan
kematian neonatus dibandingkan bila dilahirkan di umur gestasi 37 minggu
atau lebih. Apabila tidak ada kelainan pada janin atau kondisi berat seperti
ketuban pecah dini, persalinan preterm atau perdarahan pervaginam, sebaiknya
pengawasan ketat dan terminasi kehamilan dilakukan hingga usia gestasi
mencapai 37 minggu.
6.2.2. Profilaksis MgSO4
Terdapat dua penelitian yang membandingkan pemberian MgSO4 dan
plasebo pada wanita dengan preeklamsia tak berat. Tidak ada perbedaan
bermakna pada kejadian eklamsia pada kedua kelompok1,2.
Walaupun penggunaan luas MgSO4 pada preeklamsia tak berat tidak
direkomendasikan, tanda dan gejala tertentu (sakit kepala, perubahan status
mental, pandangan kabur, klonus, nyeri perut kanan atas) yang dianggap
sebagai pertanda terjadinya kejang, harus dipertimbangkan untuk diberi
MgSO4 sebagai terapi awal. Klinis wanita dengan preeklamsia tak berat dapat
berubah dengan cepat selama masa persalinan, sehingga wanita dengan
preeklamsia tak berat dalam masa persalinan harus diawasi dengan ketat.
Termasuk pemeriksaan tekanan darah dan gejala maternal selama masa
persalinan dan masa postpartum1,2.
6.2.3. Preeklamsia berat1
6.2.4. Indikasi terminasi kehamilan1
Indikasi maternal :
1. Hipertensi berat berulang
2. Gejala preeklamsia berat berulang
3. Insufisiensi renal progresif (kreatinin > 1,1 mg/dL atau dua kali
lipat tanpa adanya kelainan pada ginjal)
4. Trombositopenia persisten atau sindrom HELLP
5. Oedema pulmo
6. Eklamsia
7. Suspek solusio plasenta

Indikasi janin :
1. Umur gestasi 34 minggu
2. Retriksi pertumbuhan janin berat
3. Oligohidramnion persisten
4. Kematian janin
5. Aliran balik dari akhir diastolik pada arteri umbilical dengan
pemeriksaan doppler

6.2.5. Eklamsia
Eklamsia adalah terjadinya kejang grand mal pada wanita dengan
preeklamsia. Eklamsia didahului oleh tanda dan gejala yang luas, mulai dari
hipertensi ringan atau berat, ada atau tanpa proteinuria, dan ada atau tanpa
adanya oedema. Beberapa gejala klinis yang berguna untuk memprediksi
terjadinya eklamsia antara lain, nyeri kepala di daerah occipital atau frontal
yang persisten, pandangan kabur, fotofobia, nyeri perut kanan atas atau di ulu
hati atau keduanya, dan perubahan status mental1.
Review sistemik terapi MgSO4 pada eklamsia memberikan efek yang
lebih menguntungkan dibandingkan dengan phenytoin dan diazepam. Pada
wanita dengan eklamsia, MgSO4 harus terus diberikan hingga 24 jam setelah
kejang terakhir. Dosis MgSO4 yang diberikan yaitu loading dose 4-6 g
dilanjutkan dosis maintenance 1-2 g/jam selama minimal 24 jam1,2.
6.2.6. Sindroma HEELP
Sindroma HEELP merupakan komplikasi dari preeklamia dan
eklamsia. Perkembangan sindroma HEELP dapat terjadi pada antepartum atau
postpartum. Gejala klinis wanita dengan sindroma HEELP seringkali ditandai
dengan perburukan kondisi ibu dan janin sehingga menjadi indikasi untuk
terminasi kehamilan segera1.

Pemberian dexamethason terhadap keuntungan maternal masih


diperdebatkan. Pada beberapa penelitian yang membandingkan pemberian
steroid (dexamethason, bethamethasone atau prednisolone) dengan plasebo,
menunjukkan hasil yang tidak berbeda terhadap critical outcome seperti
eklamsia, kematian ibu, hematoma, ruptur atau gagal liver, oedema pulmo,
gagal ginjal, kebutuhan utuk dialisis, kematian janin dan apgar skor 5 menit
pertama kurang dari 71.
Beberapa penelitian menyebutkan adanya peningkatan signifikan pada
jumlah trombosit pada pemberian kortiosteroid tetapi tidak ada bukti pada
penurunan mortalitas dan morbiditas maternal1.

7. Komplikasi preeklamsia1,2,4,5
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi dibawah ini
yang biasa terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.
1) Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi
pada preeklampsia
2) Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklampsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan
kadar fibrinogen secara berkala
3) Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis
yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrois periportal hati yang sering
ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4) Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita.
5) Kelainan mata
Kehilangan pengliharan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat
terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat
akan terjadi apoplekia serebri.
6) Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronkopneumonia
sebagai akibat aspirasi.kadang-kadang ditemukan abses paru-paru.
7) Nekrosis hati
Nekrois periportal hati pada preeklampsia merupakan akibat vasospasme arteriole umum.
Keruakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.
8) Sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelet)
Sindrom HELLP adalah respon inflamasi disertai aktivasi koagulasi dan komplemen
yang disebabkan oleh partikel sinsisiotrofoblas dan substansi dari plasenta yang
berinteraksi dengan imun sistem ibu dan sel endotel vaskuler29 . Klasifikasi sindrom
HELLP menurut klasifikasi Mississippi adalah platelet 1.16ᵤkat/l, dan total laktat
dehidrogenase >10ᵤkat/l. Sindrom HELLP yang tidak lengkap didefinisikan sebagai
absennya hemolisis, peningkatan enzim hati, atau rendahnya hitung trombosit 30. Sindrom
HELLP lazim ditemukan pada ibu dengan preeklampsia berat.
Sindrom HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau duadari ketiga parameter
sindrom HELLP. Lebih jauh lagi sindrom HELLP Parsial dapat dibagi beberapa sub grup
lagi yaitu Hemolysis (H), Low Trombosit counts (LP), Hemolysis + low trombosit
counts (H+LP), hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL).
9) Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakakn sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelinan lain dapat timbul
ialah anuria sampai gagal ginjal.

Anda mungkin juga menyukai