Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

ANALISA TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP


PESERTA BPJS KESEHATAN TERHADAP KUALITAS
PELAYANAN INSTALASI FARMASI DI RUMAH SAKIT
KUSTA DR. SITANALA TANGERANG

Oleh:
1. Ahmad Surya Ramadhan
2. Dian safitri Feriani
3. Firhand Aziz
4. Fatimah
5. Fitri Hidayati
6. Jeni Wahyuni
7. Novi Damayanti
8. Novita Sari Amalia

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG
BANTEN
2018
2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia

karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam

menjalankan aktivitas sehari-hari. Terwujudnya keadaan sehat adalah

kehendak semua pihak, baik itu perorangan, keluarga atau kelompok,

pemerintah juga masyarakat secara keseluruhan (UU RI Nomor 36 Tentang

Kesehatan, 2009).

Pelayanan yang baik dari suatu rumah sakit akan membuktikan bahwa

rumah sakit tersebut bermutu baik. Salah satu indikator keberhasilan

pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kepuasan pasien. Kepuasan

merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan, pasien baru akan merasa

puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi

harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan

muncul apabila kinerja ayanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai

dengan harapannya (Hendri N, 2012)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan lembaga

penyelenggara jaminan sosial sehingga dengan adanya jaminan sosial, risiko

keuangan yang dihadapi seseorang,baik itu karena memasuki usia produktif,

mengalami sakit, mengalami kecelakaan, dan bahkan kematian, akan diambil

alih oleh lembaga yang menyelenggarakan jaminan sosial (Ulinuha, 2014)


3

I.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pemahaman mengenai ”Analisa Tingkat Kepuasan

Pasien Rawat Inap Peserta BPJS Kesehatan Terhadap Kualitas Pelayanan

Instalasi Farmasi Di Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang”

2. Untuk mengetahui gambaran nyata mengenai ”Analisa Tingkat Kepuasan

Pasien Rawat Inap Peserta BPJS Kesehatan Terhadap Kualitas Pelayanan

Instalasi Farmasi Di Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang”


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

(Permenkes, 2016).

Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit

adalah Institusi pelayanan kesehatan yang maenyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat.Rumah sakit oleh WHO (1957)

diberikan batasan yaitu suatu bagian menyeluruh, (Integrasi) dari organisasi

dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada

masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya

menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga

merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial

(Permenkes, 2016c)

Kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit menurut Robert Maxwell

dari WHO Hospital Advisor Group (1994) memiliki 6 dimensi, yaitu:

equity, appropriateness, accesibility, acceptability, efficiency dan

effectiveness, dengan penekanan pada tiga dimensi terakhir. Acceptability

artinya bahwa suatu pelayanan harus berorientasi kepada pasien. Efficiency


5

artinya bahwa rumah sakit melakukan segala sesuatu dengan benar (doing

things right), menggunakan sumber daya dengan seksama dan dengan

standar profesi yang jelas. Effectiveness artinya bahwa rumah sakit dalam

melakukan segala sesuatunya benar (doing right things). Maxwell juga

menambahkan bahwa kualitas merupakan keluaran dari suatu teknis,

kualitas hubungan interpersonal antara staf rumah sakit dengan pelanggan

dan kondisi lingkungan dimana pelayanan itu diberikan (Satibi, 2014).

II.1.1 Klasifikasi rumah sakit


Menurut Siregar dan Amalia (2004), rumah sakit dapat
diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut :
a. Kepemilikan
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas :
1. Rumah sakit pemerintah
2. Rumah sakit
b. Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas :
1. Rumah sakit umum
2. Rumah sakit khusus
c. Lama Tinggal
Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas :
1. Rumah sakit perawatan jangka pendek
2. Rumah sakit perawatan jangka panjang
d. Kapasitas Tempat Tidur
e. Afiliasi Pendidikan
Ada dua jenis rumah sakit yang berdasarkan pada afiliasi
pendidikan yaitu:
1. Rumah sakit pendidikan
2. Rumah sakit nonpendidikan
6

f. Status Akreditasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 340/MENKES/PER/III/2010. Klasifikasi Rumah Sakit
Umum ditetapkan berdasarkan Pelayanan, Sumber Daya Manusia,
Peralatan, Sarana dan Prasarana, dan Administrasi dan
Manajemen. Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik
yang luas. Pelayanan penunjang non klinik harus terdiri dari
pelayanan laundry atau linen, jasa boga atau dapur, teknik dan
pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulan,
komunikasi, pemulasaraan jenazah, pemadam kebakaran,
pengelolaan gas medik dan penampungan air bersih serta
kapasitas tempat tidur minimal 400 (empat ratus) buah.
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11
spesialistik dan sub spesialistik yang terbatas. Pelayanan
penunjang non klinik harus terdiri dari pelayanan laundry atau
linen, jasa boga atau dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas,
pengelolaan limbah, gudang, ambulan, komunikasi,
pemulasaraan jenazah, pemadam kebakaran, pengelolaan gas
medik dan penampungan air bersih serta kapasitas tempat tidur
minimal 200 (dua ratus) buah.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
Adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. Pelayanan
Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry atau
Linen, Jasa Boga atau Dapur, Teknik dan Pemeliharaan
7

Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulan, Komunikasi,


Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik
dan Penampungan Air Bersih serta kapasitas tempat tidur
minimal 100 (seratus) buah.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar. Pelayanan Penunjang Non
Klinik terdiri dari pelayanan Laundry atau Linen, Jasa Boga
atau Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulan, Komunikasi, Kamar Jenazah,
Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan
Penampungan Air Bersih serta kapasitas tempat tidur minimal
50 (lima puluh) buah.

II.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


a. Tugas Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif .
b. Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI No 44 tahun 2009 tentang
rumah sakit disebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi
sebagai:
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan
kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis.
8

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya


manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta
penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

II.2 Instalasi Farmasi

Instalasi Farmasi rumah sakit adalah suatu departemen atau unit

atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan

dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara

profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung

jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri

atas pelayanan menyeluruh, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi,

penyimpanan perbekalan kesehatan atau sediaan farmasi, dispensing obat

berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan,

pengendalian mutu, dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh

perbekalan kesehatan di rumah sakit, serta pelayanan farmasi klinis umum

dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan

klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan

(Permenkes, 2016).
9

II.2.1 Tugas dan Fungsi


Tugas Pokok Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004, meliputi :
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.

II.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan)

merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh

pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi

seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima

Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta

keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. BPJS

Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan (dahulu bernama Jamsostek)

merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. Untuk


10

BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014 (Mendrofa

and Suryawati, 2016).

Setiap Peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang

mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk

pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis

yang diperlukan. Pelayanan kesehatan bagi Peserta yang dijamin oleh BPJS

Kesehatan terdiri atas:

a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;

b. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, yang terdiri atas:

1. pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik); dan

2. pelayanan kesehatan tingkat ketiga (subspesialistik);

c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

(Permenkes RI, 2013)

Peserta berhak mendapat pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan

medis habis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis. Pelayanan

obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat diberikan pada pelayanan kesehatan rawat jalan dan/atau

rawat inap baik di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama maupun Fasilitas

Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.

Pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang

diberikan kepada Peserta berpedoman pada daftar obat, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai yang ditetapkan oleh Menteri.


11

Daftar obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Formularium Nasional dan

Kompendium Alat Kesehatan.

Penambahan dan/atau pengurangan daftar obat, Alat Kesehatan, dan

bahan medis habis pakai dalam Formularium Nasional dan Kompendium

Alat Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

(Permenkes RI, 2013)

II.4 Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi

kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik Dalam Undang-Undang

Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa Rumah Sakit

harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya

manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus

menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau. Selanjutnya

dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit harus

mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan

untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian juga


12

dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktik kefarmasian pada Fasilitas

Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan

Kefarmasian diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri

Kesehatan. (Depkes RI, 2016)

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang

diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome

terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk

tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien

(quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:

1. Pengkajian dan pelayanan Resep;

2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;

3. Rekonsiliasi Obat;

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

5. Konseling;

6. Visite;

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);

8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

10. dispensing sediaan steril; dan

11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk


merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi
produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu
ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat
13

diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar


terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum.
Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi
tuan rumah di negara sendiri.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan
tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga
dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan
simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik. Strategi
optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem Informasi
Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian,
sehingga diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi tenaga dan
waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk
melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktik
kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus
menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian yang diamanahkan untuk
diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tersebut dan perkembangan konsep
Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan
Kefarmasian dengan Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau
kembali Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan,
yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber
daya manusia, sarana, dan peralatan.
14

Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai meliputi:
1. Pemilihan
2. Perencanaan Kebutuhan
3. Pengadaan
4. Penerimaan
5. Penyimpanan
6. Pendistribusian
7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai
8. Pengendalian
9. Administrasi

II.5 Profil Rumah Sakit Dr. Sitanala Tangerang (Rizqita et al, 2018)

II.5.1 Sejarah Rumah Sakit Dr. Sitanala Tangerang

Pada awalnya RSK Dr. Sitanala adalah sebuah leprosarium yang

dikelola oleh pihak misionaris dari negeri Belanda, letaknya di sebuah

kampung bernama Lenteng Agung ± 12 Km di sebelah selatan Jakarta.

Kemudian pengelolaan leprosarium tersebut diserahkan kepada

pemerintah. Dalam hal ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

selanjutnya diberi nama “Rumah Sakit Kusta Lenteng Agung”. Pada

tahun 1951, rumah sakit ini dipindahkan oleh Kementerian Kesehatan RI

ke Tangerang dan diberi nama “Leprosarium Sewan”. Nama “Sewan”

diambil dari nama kampung karena lokasinya di Desa Karangsari

Kampung Sewan. Diresmikan oleh Ny. Rahmi Hatta selaku Ibu Wakil

Presiden RI Pertama dan untuk menghargai jasa seorang dokter yang

pertama kali menangani penderita kusta, yaitu dr. J.B. Sitanala dari
15

Maluku, maka Tahun 1962 Pusat Rehabilitasi Kusta Sewan dirubah

namanya menjadi "Pusat Rehabilitasi Sitanala" oleh Menteri Kesehatan

RI saat itu Prof. Dr. Satrio, dan pada perkembangan selanjutnya menjadi

Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang dengan Kemenkes RI No

140 Tahun 1978. RSK Dr. Sitanala Tangerang merupakan Unit

Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Kesehatan RI

berada dibawah tanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Bina

Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. RSK Dr.

Sitanala Tangerang sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai tugas dan

fungsi melaksanakan pelayanan kesehatan dalam upaya meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat melalui pelayanan, pendidikan, penelitian

dan pengembangan di bidang kesehatan khususnya kesehatan Kusta.

RSK dr Sitanala dalam perkembangannya memberikan pelayanan

kesehatan baik penderita kusta maupun pasien umum dan saat ini sudah

ditetapkan sebagai rumah sakit PK-BLU sejak 5 Januari 2010 sesuai

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 4/ KMK.05/2010.

II.5.2 Visi, Misi, Motto dan Falsafah

a. Visi
Terwujudnya RS dr. Sitanala sebagai Pusat Rujukan Kusta
Nasional Tahun 2019
16

b. Misi
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan.
2. Meningkatkan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penelitian serta
pengembangan di bidang kusta dan pelayanan penunjang lainnya.
3. Meningkatkan upaya pelayanan bedah rekonstruksi secara
komprehensif.
4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia menuju
profesionalisme pelayanan.
c. Motto
“Melayani dengan ramah, sabar, dan kasih sayang”
d. Falsafah
”Memberikan pelayanan prima yang berpegang teguh kepada
nilai-nilai kemanusian dan etika profesi”.

II.5.3 Logo RS dr. Sitanala

Gambar 1. Logo RS dr. Sitanala


Maksud dari logo tersebut adalah :
Sirno dening pangastuti : Menghilang dari kesedihan dalam suatu
penderiataan, yang dimaksudkan untuk
memberikan suatu harapan baru kepada
pasien dalam menjalankan kehidupannya.
17

Padi dan kapas : Melambangkan kesejahteraan sandang


dan pangan
Bintang : Melambangkan kesejahteraan agama

Gambar 2. RS dr. Sitanala

Gambar 3. RS dr. Sitanala


II.5.4 Fasilitas penunjang Medik Rumah Sakit dr. Sitanala

a. Instalasi Gawat Darurat (IGD).

b. Instalasi Rawat Jalan (IRJ).

c. Instalasi Rawap Inap.

d. Instalasi Bedah.
18

e. High Care Unit (HCU).

f. Instalasi Laboratorium.

g. Instalasi Radiologi.

h. Instalasi Farmasi.

i. Instalasi Gizi.

j. Ruang Rawat.

k. Instalasi THT-KL.

l. Instalasi Forensik.

m. Hemodialisa.

II.5.5 Instalasi Rawat Jalan

a. Klinik Kusta

b. Klinik Luka.

c. Klinik Penyakit Dalam.

d. Klinik Kebidanan dan Kandungan.

e. Klinik Bedah Umum.

f. Klinik Bedah Plastik.

g. Klinik Bedah Orthopedi.

h. Klinik Anak.

i. Klinik Umum.

j. Klinik Paru.

k. Klinik Gigi dan Mulut.

l. Klinik Gigi.

m. Klinik Mata.
19

n. Klinik Kulit dan Kelamin

o. Klinik Kedokteran Jiwa.

p. Klinik Syaraf.

q. Klinik Rehabilitasi Medik.

r. Klinik Terapi Wicara

s. Klinik Anestesi.

II.5.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakir dr. Sitanala

Instalasi Farmasi RS dr. Sitanala merupakan salah satu unit

fungsional yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dalam

melaksanakan tugasnya bertanggung jawab secara langsung kepada

Direktur Pelayanan.
20

II.5.7 IFRS Rumah Sakit dr. Sitanala

Instalasi Rumah Sakit dr. Sitanala dibagi menjadi beberapa

bagian :

a. Depo poli kusta

Gambar 4. Denah depo poli kusta

b. Depo IGD

Melayani resep obat 24 jam dari pasien gawat darurat, rawat

inap, rawat jalan baik resep elektronik maupun tertulis.


21

Gambar 5. Denah depo IDG


22

c. Depo Rawat Jalan

Instalasi Farmasi yang melayani resep obat pasien rawat jalan

baik jaminan atau umum

Gambar 6. Denah depo rawat jalan


23

d. Gudang Farmasi

Gudang Farmasi adalah pusat penyimpanan obat yang

dipesan sesuai permintaan dan di distribusikan kembali ke setiap

depo sesuai kebutuhan melalui permintaan berupa amprahan atau

telepon.

Gambar 7. Denah gudang farmasi


24

II.5.8 Waktu Pelayanan IFRS Rumah Sakit dr. Sitanala

a. IFRS Depo Poli Kusta

Pagi : 07.30-14.00

b. IFRS Depo IGD + Rajal Umum

Pagi : 07.30 -14.30

Middle Siang : 10.00 – 17.00

Sore : 14.30 – 21.30

Malam : 21.30 – 07.30

c. Gudang IFRS

Pagi : 07.30 -14.30

II.5.9 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS dr. Sitanala

Instalasi Farmasi RS dr. Sitanala merupakan salah satu unit

fungsional yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dalam

melaksanakan tugasnya bertanggung jawab secara langsung kepada

Direktur Pelayanan.

a. Instalasi Farmasi RS dr. Sitanala


Instalasi Farmasi RS dr. Sitanala merupakan salah satu unit

fungsional yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dalam

melaksanakan tugasnya bertanggung jawab secara langsung

kepada Direktur Pelayanan.

b. Koordinator Farmasi RS dr. Sitanala

1. Koordinator perencanaan dan perbekalan farmasi


25

Koordinator perencanaan dan perbekalan farmasi

dipimpin oleh seorang apoteker dan bertugas untuk

membantu dan menunjang fungsi IFRS dalam hal

perencanaan, pengadaan, dan penyimpanan perbekalan

farmasi sesuai kebutuhan rumah sakit.

2. Koordinator Pelayanan

Koordinator Pelayanan di RS dr. Sitanala dipimpin

oleh seorang apoteker. Distribusi obat dan alat kesehatan

(perbekalan farmasi) merupakan fungsi utama pelayanan

farmasi rumah sakit. Hal terpenting yang harus diperhatikan

adalah menjamin pemberian obat yang benar dan tepat

kepada pasien sesuai dengan dosis dan jumlah yang tertulis

pada resep atau kartu obat.

Sistem distribusi perbekalan farmasi untuk pasien

rawat jalan dan pasien rawat inap dilakukan berdasarkan

resep perorangan (individual prescription). Untuk pasien

rawat inap umum dilakukan berdasarkan pada resep,

sedangkan untuk pasien IGD , korban bencana alam

dilakukan berdasarkan One Day Dose Dispensing (ODD).

One Day Dose Dispensing (ODD) merupakan sistem

distribusi sesuai dengan jumlah yang ditetapkan untuk satu

hari permintaan. Sistem ini melibatkan apoteker dalam

memonitor penyampaian seluruh perbekalan farmasi


26

kepada pasien sehingga penggunaan obat yang rasional dan

efektif dapat tercapai.

Pelaksanaan pendistribusian perbekalan farmasi

dilakukan melalui :

1. Pelayanan farmasi pasien rawat jalan


2. Pelayanan farmasi pasien rawat inap
3. Poliklinik Kusta.

II.6 Tingkat kepuasan Pasien

Kepuasan pasien didefinisikan sebagai respon pelanggan terhadap

ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual

yang dirasakannya setelah pemakaian. Kepuasan pasien/pelanggan adalah

inti dari pemasaran yang berorientasi kepada pasien/pelanggan. Pelayanan

yang memuaskan dan berkualitas akan membentuk loyalitas

pasien/pelanggan, dan kepuasan sangat erat hubungannya dengan ”word of

mouth”, maka pelayanan yang memuaskan tersebut juga akan mendatangkan

pelanggan baru. Efek selanjutnya akan berlanjut pada proses terbentuknya

citra puskesmas yang meningkat. Hal ini dikarenakan kondisi persaingan

yang sangat ketat. Maka setiap puskesmas akan berusaha untuk

menempatkan dirinya sebaik mungkin dimata pasien/pelanggannya agar

dapat dipercaya untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang kesehatan

(Kuntoro and Istiono, 2017).

Pencapaian tingkat kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan

kepada pasien, baik itu mutu layanan kesehatan dan sistem layanan
27

kesehatan, maka pasien akan lebih memilih mutu layanan kesehatan yang

berkualitas, terjamin, dan dapat terjangkau. Pasien atau dengan kata lain

adalah konsumen merupakan salah satu faktor terpenting dalam pencapaian

tingkat kepuasan dalam suatu pelayanan kesehatan. Ada beberapa dimensi

yang menjadi tolak ukur bagi pasien dalam melakukan penilaian terhadap

pelayanan yang diberikan, antara lain: dimensi berwujud (tangibles),

dimensi keandalan (reliability), dimensi ketanggapan (responsiveness),

dimensi jaminan (assurance), dan dimensi empati (emphaty) (Isnindar,

Ilham Saputra, 2012).

Keberhasilan yang diperoleh suatu layanan kesehatan dalam

meningkatkan mutu pelayanannya sangat berhubungan erat dengan

kepuasan pasien. Oleh sebab itu, manajemen suatu pelayanan kesehatan

perlu menganalisis sejauh mana mutu pelayanan yang diberikan. Seiring

dengan banyaknya pelayanan kesehatan yang telah berdiri dan memberikan

berbagai macam alternatif kepada konsumennya, untuk memilih sesuai

dengan harapan yang menyebabkan persaingan yang ketat. (Sudian, 2012)


28

BAB III
STUDI KASUS

III.1. ANALISA TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PESERTA BPJS


KESEHATAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INSTALASI
FARMASI DI RUMAH SAKIT KUSTA DR.SITANALA TANGERANG

Berdasarkan hasil analisis data tahunan Instalasi Farmasi rawat inap rumah
sakit kusta Dr.Sitanala pada tahun 2015 terjadi penurunan jumlah pasien di
Instalasi Rawat Inap sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
analisis tingkat kepuasan pasien rawat inap peserta BPJS terhadap pelayanan
Instalasi Farmasi RSK Dr. Sitanala Tangerang, pemilihan responden pada pada
pasien Rawat Inap RSK Dr. Sitanala Tangerang karena pelayanan rawat inap
merupakan salah satu pelayanan yang menjadi perhatian utama Rumah Sakit di
seluruh dunia, pasien Rawat Inap semakin hari semakin bertambah, dengan
peralatan yang juga bertambah sehingga pasien Rawat Inap merupakan sumber
pangsa yang besar yang dapat meningktakan finansial Ruma Sakit (Sri Fitriani,
2015) dimana pada sebelumnya belum ada penelitian tentang kepuasan pelayanan
pasien Rawat Inap terhadap Instalasi Farmasi.
Hasil deskriptif distribusi tingkat kepuasan pasien Rawat Inap peserta
BPJS kesehatan terhadap Instalasi Farmasi RSK Dr.Sitanala Tangerang yang
meliputi 5 dimensi yaitu bukti fisik (tangible), kehandalan (reliability),
ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), dan perhatian (empaty).
29

III.1.1 Dimensi bukti fisik (Tangible)


Tabel 1. Tingkat Kepuasan Pasien BPJS Kesehatan Terhadap Pelayanan
Instalasi Farmasi Pada Dimensi Bukti Fisik RSK Dr.Sitanala Tangerang
Dimensi Pertanyaan Frekuensi
SP P CP TP STP
A.1 10 39 47 2 0
A.2 6 37 52 2 1
Tangible A.3 14 46 33 5 0
A.4 2 14 27 50 5
A.5 8 47 37 6 0
Jumlah (N) 40 183 196 65 6
P = F X 100 % 8% 38% 40% 13% 1%

Berdasarkan diatas dapat diketahui bahwa dari semua pernyataan


bukti fisik (tangible) terhadap pelayanan Instalasi Farmasi RSK Dr.
Sitanala Tangerang responden terbanyak yang menyatakan cukup puas
sebesar 40%, kemudian 38% responden menjawab puas, 13% menjawab
tidak puas, 8% sangat puas dan responden paling sedikit menjawab tidak
puas yaitu hanya 1%. Nilai tertinggi dapat dilihat pada Tabel 1. diatas
yaitu dipertanyaan A.2 sebesar 52 point, responden dinyatakan cukup puas
terhadap pelyanan Instalasi Farmasi mudaH dijangkau dan jalur antrian
teratur kemudian disusul dengan pernyataan A.1 yaitu sebesar 47 point
responden menjawab cukup puas terhadap penampilan pegawai Instalasi
Farmasi bersih dan rapih. Pada kategori jawaban responden puas nilai
tertinggi pada pernyataan A.5 yaitu 47 poin responden menjawab puas
terhadap pernyataan desain ruangan atau bangunan Instalasi Farmasi
kelihatan bersih dan menarik kemudian pada pernyataan A.3 yaitu sebesar
46 point dengan pernyataan Instalasi Farmasi memiliki ruang tunggu yang
nyaman, luas, bersih, dan berAC. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas
pelayanan pada pernyataan A.5 dan A.3 memenuhi kriteria responden,
sedangkan tingkat kepuasan responden terenda atau responden tidak puas
pada pernyataan bukti fisik (tangible) yaitu sebesar 1% dan 13% nilai
point tertinggi pada pernyataan A.4 yaitu lokasi Instalasi Farmasi RSK Dr.
Sitanala strategis sebesar 50 point responden menjawab tidak puas. Hal ini
30

menunjukkan responden tidak puas atau sangat tidak puas denegan lokasi
Instalasi Farmasi RSK Dr.Sitanala disebabkan lokasi Instalasi Farmasi
berjauhan dengan ruang Rawat Inap.
III.1.2 Dimensi Kehandalan (Realibility)
Tabel 2. Tingkat Kepuasan Paien Peserta BPJS Kesehatan Terhadap
Pelayanan Instalasi Farmasi Pada Dimensi Kehandalan Di RSK Dr.
Sitanala Tangerang
Dimensi Pertanyaan Frekuensi
SP P CP TP STP
B.1 5 33 50 10 0
B.2 23 53 20 2 0
Reability B.3 8 43 40 7 0
B.4 11 56 29 1 1
B.5 13 47 37 1 0
Jumlah (N) 60 232 176 21 1
P = F X 100 % N 12% 48% 36% 4% 0%

Tabel diatas menyatakan bawha dari pernyataan 98 responden


tentang kehandalan (reability) yang menjawab puas sebanyak 48%, 36%
responden menjawab ckuppuas, 12% responden menjawab sangat puas,
4% responden menjawab tidak puas terhadap pelayanan Instalasi Farmasi
RSK Dr, Sitanala Tangerang. Jawaban tertinggi dapat dilihat pada tabel
frekuensi diatas yaitu pada pernyataan B.4 sebesar 56 point responden
menjawab puas dipernyataan pelayanan Instalasi Farmasi mudah dan
cepat. Sedangkan responden yang tidak puas pada dimensi kehandalan
(reability) sebesar 4% jawaban responden tertinggi pada pernyataan B.1
dan B.3 yaitu sebesar 10 point dan 7 point responden menjawab tidak
puas. Pernyataan B.1 yaitu pegawai Instalasi Farmasi memberikan
konseling dan peleyanan informasi obat dan B.3 yaitu pegawai Instalasi
Farmasi memberikan informasi jika ada obat yang tidak sesuai dengan
resep, karena sebagian responden tida diberikan penjelasan tentang
kegunaan obat hanya cara memakai obat obat dan sebagian responden
tidak mengetahui ada tidaknya obat yang diganti sehingga berapa
responden tidak puas terhadap informasi obat yang diberikan hal ini
31

disebabkan kurangnya jumlah tenaga farmasi di Rumah Sakit Kusta Dr.


Sitanala Tangerang yaitu sebanyak 16 (enam belas) orang 4 (empat orang
diantaranya adalah pasien Apoteker, sedankan menurut PERMENKES RI
NO 56 tahun 2014 terhitung jumlah tenaga farmasi untuk Rumah Sakit
kelas A adalah sebanyak 39 (tiga puluh sembilan) orang, 15 (lima belas)
orang diantaranya adala profesi Apoteker (Permenkes RI, 2014).
III.1.3 Dimensi Ketanggapan (Responsiveness)
Tabel 3. Tingkat Kepuasan Pasien Peserta BPJS Kesehatan Terhadap
Pelayanan Instalasi Farmasi Pada Dimensi Ketanggapan Di RSK Dr.
Sitanala Tangerang
Dimensi Pertanyaan Frekuensi
SP P CP TP STP
C.1 15 41 39 3 0
C.2 19 36 42 1 0
Responsiveness C.3 8 32 55 3 0
C.4 12 42 39 5 0
C.5 9 29 51 8 1
Jumlah (N) 63 180 226 20 1
P = F x 100 % N 13% 39% 44% 4% 0%
Data primer yang suda diolah 2016
Berdasarkan frekuensi mengenai ketanggapan (responsiveness)
pada Tabel diatas dapat diketaui bawa dari 98 orang responden
menyatakan sebanyak 44% responden menjawab cukup puas, 39%
responden menjawab puas, 13% menjawab sangat puas, dan 4% responden
menjawab tidak puas. Jawaban tertinggi dapat dilihat pada tabel distribusi
frekuensi (Tabel 3) pernyataan tertinggi pada C.3 sebesar 55 point dan
yang menjawab puas pertanyaan C.4 sebesar 42 point responden
menyatakan puas, dengan pernyataan pada kuesioner bahwa pasien dan
atau keluarga pasien puas dengan kinerja pegawai instalasi yang segera
menyiapkan obat dengan cepat dan segera menyampaikan jika ada obat
yang diresepkan kosong. Responden yang menjawab tidak puas terhadap
dimensi ketanggapan yaitu 4%, pernyataan yang tertinggi pada C.5 sebesar
8 point responden menjawab tidak puas dikarenakan beberapa responden
32

lebih dari 30 menit menunggu obat jadi sehingga beberapa pasien tida puas
terhadap lamanya waktu tunggu obat jadi.
III.1.4 Dimensi Jaminan (Assurance)
Tabel 4. Tingkat Kepuasan Pasien Peserta BPJS Kesehatan Terhadap
Pelayanan Instalasi Farmasi Pada Jaminan Di RSK Dr. Sitanala Tangerang
Dimensi Pertanyaan Frekuensi
SP P CP TP STP
D.1 11 54 31 2 0
D.2 10 46 32 4 1
Assurance D.3 14 50 28 6 0
D.4 15 47 33 3 0
D.5 11 48 37 2 0
Jumlah (N) 61 245 166 17 1
P = F x 100 % N 12% 50% 34% 4% 0%

Berdasarkan diatas bahwa dari pernyataan mengenai dimensi


jaminan (assurance) pada 98 responden menyatakan sebanyak 50%
reaponden menjawab puas, 34% responden menjawab cukup puas, 13%
responden menjawab sangat puas dan 3% responden menjawab tidak puas.
Jawaban tertinggi dapat dilihat pada frekuensi jawaban responden (Tabel
4) dipernyataan D.1 sebesar 54 point jawaban puas, sesuai dengan
pernyataan kuesioner bahwa penampilan dan pengetahuan pegawai
Instalasi Farmasi meyakinkan pada saat melayani.sedangkan responden
yang tidak puas pada dimensi jaminan (assurance) sebesar 4%, nilai
tertinggi reaponden menjawab tidak puas pada (Tabel 4) dipernyataan D.3
sebesar 6 point dikarenakan beberapa pegawai Instalasi Farmasi terburu-
buru dalam menjelaskan penggunaan obat.
III.1.5 Dimensi Perhatian (Emphaty)
Tabel 5. Tingkat Kepuasan Pasien Peserta BPJS Kesehatan Terhadap
Pelayanan Instalasi Farmasi Pada Dimensi Perhatian Di RSK Dr.Sitanala
Tangerang
33

Frekuensi
Dimensi Pertanyaan
SP P CP TP STP
E.1 9 49 39 1 0
E.2 12 49 34 3 0
Emphaty E.3 8 52 34 4 0
E.4 7 51 35 4 1
Jumlah (N) 36 201 142 12 1
52
P=Fx100% N 9% 36% 3% 0%
%

Berdasarkan Tabel 5. Dapat dilihat pada dimensi perhatian


(emphaty) bahwa responden terbanyak menjawab puas sebesar 52%,
cukup puas 36% sangat puas 9% dan tidak puas 4%. Jawaban terbanyak
dapat dilihat pada distribusi frekuensi (Tabel 5.) dipernytaan E.3 dengan
niai 52 point jawaban puas, sesuai pernyataan pada kuesioner bahwa
pasien dinyatakan puas karena pegawai Instaasi Farmasi bersikap sopan
dan ramah pada saat pelayanan. Untuk responden yang menjawab tidak
puas terhadap dimensi perhatian yaitu 3%, pernyataan yang tertinggi pada
pernyataan E.3 dan E.4 sebesar 4 point jawaban tidak puas dikarenakan
pada saat antrian banyak terkadang pegawai instalasi farmasi tidak
mempertanyakan kembali hal yang tidak dimengerti responden sehingga
beberapa pasien tidak puas terhadap pegawai Instalasi Farmasi

III.1.6 Perhitungan Skala Likert


Jawaban butir-butir pernyataan yang mewakili 5 (lima) dimensi kepuasan
telah dihitung validitas dan realibilitasnya serta dihitung masing-masing
distribusi frekuensinya, kemudian diaplikasikan dengan menggunakan
perhitungan skala likert (Ridwan Kuncoro, 2007) dengan hasil sebagai
berikut :
34

Tabel 6. Hasil perhitungan skala likert


No. Dimensi Skor Skor Maks
1 Bukti fisik 1656 2450
2 Kehandalan 1799 2450
3 Ketanggapan 1764 2450
4 Jaminan 1818 2450
5 Perhatian 1435 1960

Nilai dari masing-masing dimensi tersebut dapat dikelompokkan dalam


kelas interval, dengan jumlah 5 dimensi dan 5 pernyataan bukti fisik
(tangible), kehandalan (reliability), ketanggapan (responsivenesse),
jaminan (assurance) dan 4 pernyataan padadimensi perhatian (emphaty)
dihitung dengan rumus. Indek maksimal (rumus 1), indek minimal
(rumus.2). Nilai interval dimensi kepuasan sebagai berikut :
Tabel 7. Nilai kepuasan responden berdasarkan perhitungan skala likert

No. Dimensi Kepuasan Skor Interval (Range)


1 Dimensi bukti 1566 Terletak diantara
fisik (tangible) niai interval
kategori cukup
puas karena skor
hasil (n) lebih
dari 1274 dan
kurang dari 1666
2 Dimensi 1799 Terletak diantara
kehandalan niai interval
(reliability) kategori puas
karena skor hasil
(n) lebih dari 1666
dan kurang
3 Dimensi 1764 Terletak diantara
ketanggapan niai interval
(responsivenesse) kategori puas
karena skor hasil
(n) lebih dari 1666
dan kurang dari
2058
4 Jamiann 1818 Terletak diantara
(assurance) niai interval
35

kategori puas
karena skor hasil
(n) lebih dari 1666
dan kurang dari
2058
5 Perhatian 1435 Terletak diantara
(emphaty) niai interval
kategori puas
karena skor hasil
(n) lebih dari
1332,8 dan kurang
dari 1546,4

Berdasarkan Tabel 7, maka didapatkan dari ke 5 (lima) variabel


dimensi kepuasan diatas dapat dilihat, persentase nilai kepuasan yang
tertinggi yaitu pada dimensi jaminan (assurance) 74% yang meniai tentang
penampilan pegawai Instalasi Farmasi, sikap pegawai instalasi yang ramah
dan santun pada saat pelayanan, obat yang diberikan bersih dan rapih dan
adanya ruang konsultasi obat. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pada
dimensi assurance kualitas pelayanan Instalasi Farmasi di RSK Dr.
Sitanala dinilai peneliti sudah baik, karena pada saat penelitian
berlangsung peneliti sendiri merasakan perlakuan yang ramah dan santun
dari pegawai Instalasi, pegawai instalasi juga memiliki pengetahuan yang
luas tentang obat sehingga memudahkan para pasien bila ingin
menanyakan seputar informasi obat yang digunakan. Dapat dikatakan
bahwa pelayanan pada dimensi jaminan (assurance) dinilai bagus sehingga
dapat digunakan sebagai kekuatan (strenghth) untuk RSK Dr. Sitanala
Tangerang.
Dimensi yang bernilai paling rendah dari ke lima kategori tersebut
adalah dimensi bukti fisik (tangible) sebesar 68% yang meliputi penilaian
tentang lokasi Instalasi Farmasi, penampilan pegawai yang rapih, antrian
teratur, ruang tunggu yang nyaman serta desain ruangan yang bersih dan
menarik. Oleh karena perlu adanya peningkatan tentang pelayanan dimensi
fisik (tangible) terutama tentang lokasi Instaasi Farmasi RSK Dr. Sitanala
Tangerang karena fakta dilapangan lokasi Instalasi Farmasi berjauhan
36

dengan ruang rawat inap pasien, sehinggaa banya responden menyatakan


tidak puas terhadap lokasi Instalasi Farmasi. Pernyataan atas hasil analisis
tersebut juga merupakan dukungan atas saran yang disampaikan dari
responden melalui kuesioner yaitu “lokasi Instalasi Farmasi rawat inap
tidak strategis berjauhan dengan ruang rawat inap”hal tersebut merupakan
faktor utama permasalahan pada dimensi tangible yang harus dijadikan
prioritas utama oleh Instalasi Farmasi RSK Dr. Sitanala Tangerang untuk
dilakukan perbaikan, dikhawatirkan hal tersebut menjadi kelemahan
(weaknesses) RSK Dr. Sitanala Tangerang dalam pelayanan terhadap
pasien dan menjadi kendala dalam kemajuan RSK Dr. Sitanala Tangerang.
37

DAFTAR PUSTAKA

Hendri N, S. S. (2012) ‘Hubungan Mutu Pelayanan Pendaftaran Dengan


Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah
Karanganyar’, V(1), pp. 90–106.
Isnindar, Ilham Saputra, R. (2012) ‘PENYAKIT DALAM TERHADAP
PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PERIODE
DESEMBER 2011-FEBRUARI 2012’, pp. 231–248.
Kuntoro, W. and Istiono, W. (2017) ‘Kepuasan Pasien Terhadap Kualitas
Pelayanan di Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan Puskesmas Kretek Bantul
Yogyakarta’, 2(1).
Mendrofa, D. E. and Suryawati, C. (2016) ‘Analisis Pengelolaan Obat Pasien
BPJS Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang’, Jurnal
Manajemen Kesehatan Indonesia, 4(3), pp. 214–221. doi:
10.14710/JMKI.V4I3.13757.
Permenkes (2016a) ‘No Title’.
Permenkes (2016b) ‘PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2014’, p. 2.
Permenkes (2016c) ‘PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 72’.
Permenkes RI (2013) ‘PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN
KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL’.
Rizqita, F. A. (2018) ‘LAPORAN MAGANG S1 FARMASI BIDANG RUMAH
SAKIT DI RUMAH SAKIT dr. SITANALA TANGERANG’.
Satibi (2014) ‘Manajemen obat di rumah sakit advent medan’, (May 2015).
Sudian, T. (2012) ‘Hubungan Kepuasan Pasien Terhadap Mutu Pelayanan
Kesehatan di Rumah Sakit Cut Mutia Kabupaten Aceh Utara’, Kesehatan
Masyarakat, pp. 1–10.
Ulinuha, F. E. (2014) ‘KEPUASAN PASIEN BPJS (BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL) TERHADAP PELAYANAN DI
UNIT RAWAT JALAN (URJ) RUMAH SAKIT PERMATA MEDIKA
SEMARANG TAHUN 2014 Fuzna Elsa Ulinuha’.
‘UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TENTANG
KESEHATAN’ (2009).
38

Anda mungkin juga menyukai