Segala puji hanya milik ALLAH SWT. yang telah memberikan petunjuk kepada seluruh
manusia untuk mengenal kebenaran dan mengikutinya agar terhindar dari cela dan siksa didunia
dan diakhirat.
Shalawat serta salam tetap tercurah dan terlimpah kepada junjungan kita manusia pilihan
yaitu Nabi Muhammad SAW.beserta kepada para kerabat,sahabat,dan orang-orang yang
mengikuti Sunnah beliau dari dulu hingga akhir zaman nanti.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nya-lah, makalah “Filsafat Ilmu” dengan judul “Aliran
Empirisme”.
Dan dalam kesempatan ini penulis makalah mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya,terutama kepada dosen pengasuh mata kuliah Filsafat Ilmu di hukum keluarga yang
telah memberikan pengetahuan kepada penulis terutama tentang mata kuliah ini,sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam makalah ini masih ada kekurangan,dan perlu penyempurnaan
oleh karena itu,penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif,guna penyempurnaan
makalah ini.
Penulis
1
Daftar isi
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
Simpulan ...................................................................................................................10
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Empirisme merupakan aliran filsafat yang muncul pada zaman modern sebagai reaksi
terhadap aliran sebelumnya yaitu rasionalisme. Empiris merupakan suatu doktrin filsafat yang
mengutamakan peranan pengalaman manusia untuk memperoleh pengetahuan dan
menomorduakan peranan akal. empirisme adalah aliran filsafat yang menekankan pengalaman
sebagai modal utama untuk mendapatkan pengetahuan dalam kehidupan dan menganggap akal
sebagai metode kedua setelah pengalaman telah dicapai.
Pengetahuan berasal dari pengalaman adalah kepercayaan yang dipegang teguh oleh
penganut aliran empirisme. Apabila terdapat sesuatu yang ingin dijelaskan kepada para penganut
aliran ini, maka perkataan yang muncul adalah ―tunjukkan hal itu kepada saya‖ dan fakta yang
diperlihatkan harus dibuktikan dengan pengalaman yang dialami sendiri. Apabila seseorang
mengatakan ada harimau di kamar mandi, maka penganut empiris akan mempercayainya jika
3
melihat dengan mata kepala mereka sendiri, jika tidak sampai kapanpun mereka tidak akan
mempercayainya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka daapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa Filsafat Empirisme Itu?
2. Siapa Tokoh-Tokoh Aliran Empirisme?
3. Bagaimana Sejarah Munculnya Aliran Empirisme Itu?
4. Bagaimana Asumsi Dasar Keilmuan Empirisme Itu?
5. Bagaimana Metode Ilmu Pengetahuan Empirisme itu?
6. Bagaimana Implikasi nya Terhadap Keilmuan Islam?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu filsafat Empirisme
2. Untuk mengetahui para tokoh-tokohnya
3. Untuk mengetahui sejarah munculnya aliran Empirisme
4. Untuk mengetahui asumsi dasar keilmuan Empirisme itu
5. Untuk mengetahui metode ilmu pengetahuan Empirisme
6. Dan untuk mengetahui implikasi nya terhadap keilmuan Islam
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Empirisme
Empirisme adalah orang orang yang mengandalkan eksperimen dan pengalaman
inderawi. Menurut mereka, tanpa adanya rangsangan ataupun informasi dari indera, maka
manusia itu tidak akan memperoleh pengetahuan apapun. Indera lah yang menjadi sumber utama
manusia dalam mencapai pengetahuan dalam pandangan kaum empiris.1
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peran akal
Istilah Empirisme di ambil dari istilah Yunani empeiria yang ber arti coba-coba atau
pengalaman. Sebagai suatu doktrin, Empirisme adalah lawan Rasionalisme.
Untuk memahami inti filsafat Empirisme perlu memahami dahulu dua ciri pokok
Empirisme yaitu mengenai makna dan teori tentang pengetahuan.
Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran positivism logis
(logical positivisme) dan filsafat Ludwig Wittegenstein. Akan tetapi teori makna dan empirisme
selalu harus di pahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris jiwa
dapat di pahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola (pattern) jumlah
yang dapat di indera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama.
Teori yang kedua, yaitu teori ilmu pengetahuan, dapat di ringkaskan sebagai berikut.
Menurut orang rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadin tentu mempunyai
sebab, dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsif dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu
benar dengan sendirinya yang di kenal dengan istilah kebenaran apriori yang di peroleh lewat
intuisi rasional. Empirisme menolak pendapat itu. Tidak ada kemampuan intuisi rasional, semua
kebenaran yang di sebut tadi adalah kebenaran yang di peroleh lewat observasi jdi ia kebenaran a
posterori.2
1
Ansharullah, pengantar filsafat,(Kal-sel : LPKU,2017) hal. 183-184
2
Drs. H Ahmad Syadali, FILSAFAT UMUM (Bandung: Pustaka Setia, 1997) hal. 116-117
5
B. Para Tokoh Filsafat Empirisme
Thomas hobbes telah menyusun suatu sistem yang lengkap berdasarkan kepada
empirisme secara konsekuen. Meskipun ia bertolak pada dasar-dasar empiric, namun ia juga
menerima metode yang di pakai dalam ilmu alam yang bersifat matematis. Dia telah
mempersatukan pandangan aliran empirisme dalam aliran rasionalisme matematik. Ia ia
menyatukannya dalam dalam bentuk suatu filsafat yangb materialistic yang konsekuen pada
zaman modern. Empirisme yang di ajarkannya agak logis dan terkesan lunak terhadap paham
rasionalisme yang mengandalkan kekuatan akal.3
John Locke seorang filosof asal Inggris yang lahir di Wrington, Somersetshire, tahun
1632. Aliran filsafat yang dibawanya merupakan antimetafisika, menerima keraguan sementara
atau hipotesis menurut Descartes tetapi juga menolak intusisinya. Itulah sebabnya John Locke
dikatakan sebagai bapak empirisme yang sebelumnya menggabungkan teori empiris dan
rasionalisme, namun pada akhirnya berpegang teguh pada empirisme dan menentang
rasionalisme. Locke mengatakan akal bersifat pasif pada saat seseorang menemukan
pengetahuan, karena akal bukan produk cerdas yang mampu melahirkan pengetahuan itu tanpa
bantuan panca indera. Akal bagaikan secarik kertas yang kosong, akan terisi apabila panca indera
manusia menuangkan tinta hitam di atasnya. Locke menolak logika Descartes yang
menempatkan akal sebagai sumber pengetahuan.
Menurut para penulis sejarah filsafat, empirisme berpuncak pada David Hume ini, sebab
ini menggunakan prinsif-prinsif empiristis dengan cara yang paling radikal. Terutama pengertian
substansi dan kausalitas (hubungan sebab-akibat) menjadi objer kritiknya. Ia tidak menerima
substansi, sebab yang di alami ialah kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu terdapat
bersama-sama ( misalnya : putih, licin, erat, dan sebagainya ). Tetapi, atas dasar pengalaman
tidak dapat di simpulkan bahwa di belakang ciri-ciri itu masih ada suatu substansi tetap
(misalnya, sehelai kertas yang mempunyai ciri-ciri tadi). Sebagai seorang empiris, Hume
Nampak lebih konsekuen daripada Barkeley.4
3
Ansharullah, pengantar filsafat,(Kal-sel : LPKU,2017) hal. 185
4
Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika (Jakarta : Prenada Media, 2003) hal. 112
6
C. Sejarah Munculnya Aliran Empirisme
Sejak zaman Yunani Kuno, selain para pemikir yang mengagungkan nalarnya dalam
menemukan kebenaran (dikenal sebagai penganut paham rasionalisme), sudah ada juga pemikir
yang lebih mempercayai inderanya, yang mencoba menemukan pengetahuan yang benar atas
dasar pengalaman. Mereka inilah yang kemudian dikenal sebagai penganut paham empirisisme.
Salah seorang tokoh empirisisme pada masa itu adalah Demokritos (460 SM-370 SM), yang
berperan penting di dalam perkembangan teori atom di alam semesta ini (Nasoetion,1988).
Istilah empirisisme sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu en (di dalam dan peira (suatu
percobaan). Dari makna awal itu kemudian empirisisme diartikan sebagai suatu cara menemukan
pengetahuan berdasarkan pengamatan dan percobaan (Nasoetion, 1988). Suatu pernyataan
dianggap benar apabila isi yang dikandungnya memiliki manifestasi empiris, yaitu perwujudan
nyata di dalam pengalaman. Atau dengan kata lain, pengalaman inderawi dianggap menjadi
sumber utama pengetahuan atau kebenaran.
Beberapa kritikan yang ditujukan atas rasionalisme adalah (Honer dan Hunt, 1985):
1. pengetahuan rasional dibentuk oleh ide yang abstrak – tidak dapat dilihat atau diraba,
sehingga belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan keyakinan yang sama.
Bahkan di kalangan tokoh rasionalis sendiri terdapat perbedaan yang nyata mengenai
kebenaran dasar yang menjadi landasan dalam menalar.
2. banyak kalangan yang menemukan kesukaran dalam menerapkan konsep rasional ke
dalam masalah kehidupan yang praktis, karena paham ini cenderung meragukan bahkan
menyangkal sahnya pengalaman inderawi untuk memperoleh pengetahuan.
3. rasionalisme dianggap gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan
pengetahuan manusiaselama ini. Banyak ide yang tampaknya sudah mapan pada satu
waktu bisa berubah drastis pada waktu yang lain, misalnya ide tentang sistem tatasurya.
Kritik-kritik yang muncul semacam di atas itulah yang kemudian mendorong beberapa
pemikir pada masa itu untuk ‘berpaling’ dan menyuburkan kembali paham empirisisme yang
sempat surut pada masa sebelumnya. Para tokoh empirisisme tersebut (dikenal juga sebagai
kaum empiris), menolak kebenaran berdasarkan pengetahuan yang mengabaikan pengalaman
sekarang atau pengalaman yang akan datang. Mereka juga menyangkal pengetahuan yang
berdasarkan intuisi atau pengetahuan bawaan. Menurut kaum empiris ini, pengetahuan yang
paling jelas dan sempurna adalah pencerapan inderawi yang berarti tidak hanya melihat, meraba,
7
mendengar atau mencium, tetapi juga semacam indera batin (daya ingat, kesadaran). Mereka
berpendapat bahwa akal budi hanyalah memadukan pengalaman-pengalaman inderawi.5
a. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
b. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau
rasio.
c. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
d. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari
data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika
e. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan
pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas
untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
f. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan.6
5
Sativa, EMPIRISME,SEBUAH PENDEKATAN PENELITIAN ARSITEKTURAL, Jurusan Pendidikan Teknik Sipil
dan Perencanaan FT UNY , Diakses Tgl 2 oktober 2018 pkl. 19:21
6
Beni Ahmad Saibani, Filsafat Ilmu,Bandung;CV Pustaka Setia,2009, hal.96.
8
F. Implikasi Empirisme Terhadap Islam
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tidaklah kamu mengetahui sesuatu apapun
dan Ia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati”. (An-Nahl 78).
Firman Allah di atas menjadi petunjuk bahwa kita harus melakukan usaha pendidikan, sebab
dengan potensi pendengaran, penglihatan, dan hati, manusia bisa dididik.
Dalam Surat Al-‘Alaq : 3 – 4 dinyatakan oleh Allah sebagai berikut:
Artinya: “Bacalah, dan Tuhan-Mu yang Maha Mulia yang mengajar kamu dengan kalam
(pena); dia mengajar manusia dengan sesuatu yang tidak ia ketahui”.
Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa manusia tanpa melalui belajar, niscaya tidak akan
mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan akhirat.
Pengetahuan manusia akan berkembang jika diperoleh melalui proses belajar mengajar yang
diawali dengan kemampuan menulis dengan pena dan membaca dalam arti luas, yaitu tidak
hanya dengan membaca tulisan melainkan juga membaca segala yang tersirat di dalam ciptaan
Allah. Fitrah sebagai faktor pembawa sejak lahir manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan
luar dirinya, bahkan ia tak akan dapat berkembang sama sekali bila tanpa adanya pengaruh dari
lingkungan itu. Sedang lingkungan itu sendiri juga dapat diubah bila tidak favorable (tidak
menyenangkan karena tidak sesuai dengan cita-cita manusia). Dari interpretasi tentang fitrah di
atas dapat disimpulkan bahwa meskipun fitrah itu dapat dipengruhi oleh lingkungan, namun
kondisi fitrah tersebut tidaklah netral terhadap pengaruh dari luar. Potensi yang terkandung di
dalamnya secara dinamis mengadakan reaksi atau responsi (jawaban) terhadap pengaruh
tersebut.
Jika kita mempercayai paham John Lock sebagai dalil bahwa jiwa anak sejak lahir berada dalam
keadaan suci bersih bagaikan meja lilin (tabula rasa) yang secara pasif menerima pengaruh dari
lingkungan eksternal, berarti kita tidak menghargai banih-benih potensial manusia yang dapat
dikembang-tumbuhkan melalui pengaruh pendidikan. Sikap demikian akan membawa pikiran
kita ke arah paham Empirisme dalam pendidikan yaitu paham yang memandang bahwa pengaruh
lingkungan eksternal termasuk pendidikan merupakan satu-satunya pembentuk dan penentu
perkembangan hidup manusia.7
7
http://adewarisko.blogspot.com/2011/07/perspektif-islam-terhadap-aliran.html?m=1 Diakses tgl 2 oktober 2018
pkl. 19:45
9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Paham empirisme ini memiliki kekurangan, sehingga selain harus dipadukan antara
keduanya juga harus ditinjau dari kemungkinan sumber lain,agar menghasilkan pengetahuan
yang benar dan tidak meragukan. Seperti contoh yang ditambahkan oleh paham positivisme
menambahkan selain logis, empiris, juga harus terukur. Selain itu juga diperlukan alat-alat lain
agar tidak menimbulkan pertanyaan cara melakukan penelitian. Alat-alat yang dimaksud adalah
Metode Ilmiah. Metode ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar
dilakukan langkah berikut: logico – hypothetico – verifikatif. Maksudnya, buktikan bahwa itu
logis, kemudian ajukan hipotesis berdasarkan logika itu, kemudian lakukan pembuktian hipotesis
itu secara empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika (Jakarta : Prenada Media, 2003)
10