Anda di halaman 1dari 4

I.

TT dan ATS
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Clostridium tetani. Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga
pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini dapat bertahan
beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau
bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita
tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Masa inkubasi 5-14
hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu.
Tetanus Prone Wound merupakan luka yang cenderung menyebabkan penyakit tetanus
antara lain :
 patah tulang seutuhnya (compound fracture)
 luka tembus
 luka dengan benda asing (terutama serpihan kayu)
 luka rumit dengan infeksi piogenik
 luka dengan kerusakan jaringan yang luas (misalnya. memar atau luka bakar)
 jenis luka yang terkontaminasi dengan tanah, debu atau kotoran kuda (terutama jika
desinfeksi topikal tertunda lebih dari 4 jam).
 Re-implantasi gigi avulsi juga termasuk luka yang berisiko menyebabkan tetanus

ATS dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-
6000 IU, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena
karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini
dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk
menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 IU,
dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 IU dari antitoksin dimasukkan kedalam 200
cc cairan NaCl fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah
diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 IU)
diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar.
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.
Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi
dasar terhadap tetanus selesai.

Tabel. Jadwal imunisasi aktif terhadap tetanus


Bayi dan anak Imunisasi DPT pada usia 2,4,6, dan 15-18 bulan.
normal. Dosis ke-5 diberikan pada usia 4-6 tahun.
Sepuluh tahun setelahnya (usia 14-16 tahun) diberikan injeksi
TT dan diulang setiap 10 tahun sekali.
Bayi dan anak DPT diberikan pada kunjungan pertama, kemudian 2 dan 4
normal sampai usia 7 bulan setelah injeksi pertama.
tahun yang tidak Dosis ke-4 diberikan 6-12 bulan setelah injeksi pertama.
diimunisasi pada Dosis ke-5 diberikan pada usia 4-6 tahun.
masa bayi awal. Sepuluh tahun setelahnya (usia 14-16 tahun) diberikan injeksi
TT dan diulang setiap 10 tahun sekali.
Usia ≥ 7 tahun yang Imunisasi dasar terdiri dari 3 injeksi TT yang diberikan pada
belum pernah kunjungan pertama, 4-8 minggu setelah injeksi pertama, dan
diimunisasi. 6-12 bulan setelah injeksi kedua.
Injeksi TT diulang setiap 10 tahun sekali.
Ibu hamil yang Wanita hamil yang belum pernah diimunisasi harus menerima
belum pernah 2 dosis injeksi TT dengan jarak 2 bulan (lebih baik pada 2
diimunisasi. trimester terakhir).
Setelah bersalin, diberikan dosis ke-3 yaitu 6 bulan setelah
injeksi ke-2 untuk melengkapi imunisasi.
Injeksi TT diulang setiap 10 tahun sekali.
Apabila ditemukan neonatus lahir dari ibu yang tidak pernah
diimunisasi tanpa perawatan obstetrik yang adekuat,
neonatus tersebut diberikan 250 IU human tetanus
immunoglobulin. Imunitas aktif dan pasif untuk ibu juga
harus diberikan.
Sumber: Edlich, 2003

Tabel. Petunjuk pencegahan Terhadap Tetanus pada Keadaan Luka

Luka bersih, Luka lainnya


kecil
Riwayat ATS TT ATS TT
Imunisasi
Tidak diketahui Tidak Ya Ya Ya
0-1 Tidak Ya Ya Ya
2 Tidak Ya Tidak * Ya
3 atau lebih Tidak Tidak ** Tidak Tidak **

Keterangan :
* = kecuali luka > 24 jam
** = kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun
II. Test Fungsi Tiroid dan Interpretasi
Pada pemeriksaan T3 atau T4 saja sebagai skrining awal, kondisi disfungsi
tiroid subklinis akan luput sehingga tidak dianjurkan. Jika kadar TSH abnormal, kadar
T4 bebas harus diperiksa atau ketika TSH rendah, kadar T3 bebas harus diperiksa, dan
pada kasus yang sulit dengan kecurigaan disfungsi tiroid, kombinasi dari ketiga tes
(TSH, T3 bebas, T4 bebas) akan menghindarkan salah diagnosis. Akhirnya, penilaian
hormon tiroid total masih dipakai pada beberapa laboratorium. Karena perubahan
pada protein pengikat tiroid, uji ini dapat menyebabkan kebingungan diagnosa dan
harus disertai dengan penanda protein pengikat seperti penilaian ambilan T3.

Daftar Pustaka
American Association of Clinical Endocrinologists and Association Medici Endocrinologi,
Medical Guidelines For Clinical Practice for the diagnosis and management of thyroid
nodule : ENDOCRINE PRACTICE Vol 12 No. 1. January/February2006. Diunduh
dari http://www.aace.com/pub/pdf/guidelines/thyroidnodule.pdf

Djokomoeljanto, R. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme dan hipertiroidisme : Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam, Edisi Keempat, Penerbit FKUI, Jakarta, 2006: 779-792.

Lal Geeta, Clark OH. Thyroid, parathyroid and adrenal gland : Schwartz Principles of
Surgery, 10th edition, Mcgraw-Hilll Education, 2015 : 1521-1556.

Sjamsuhidajat R., de Jong (2012). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Scaletta, T A. Schaider, JJ. Infection prophylaxjs, Emergent Management of Trauma, 1 th ed,


McGrawhill, Toronto, 1996, 437-438.

Anda mungkin juga menyukai