PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tawuran dikalangan remaja saat ini sedang marak-maraknya. Tawuran dikalangan
pelajar sudah seperti hal yang biasa dikalangan pelajar Indonesia. Bukan hanya dikalangan
mahasiswa, tetapi dikalangan SMP, dan SMA. Tawuran pelajar itu sendiri terkadang
didasarkan pada alasan yang tidak jelas dan tidak masuk akal seperti karena saling “ejek”
antar anak sekolah yang akhirnya berujung pada tawuran. Hal yang paling
mencengangkan adalah ketika ajang tawuran dijadikan ajang unjuk kekuatan diantara para
pelajar, dimana ketika pelajar tersebut menang dari tawuran tersebut, maka dianggap
sebagai jagoan.
Dunia pendidikan terlalu sering dicemarkan dengan hal-hal seperti ini dimana tiap
sekolah hanya memikirkan kualitas otak para anak didiknya, tetapi disatu sisi kualitas
mental anak didiknya tidak diperhatikan. Contoh sederhana dan nyatanya saja
dilingkungan sekolah SMP, SMA, dan Universitas ajang Mos dan Ospek dijadikan ajang
balas dendam kepada junior-juniornya karena mereka merasa ketika dulu mereka masuk
diperlakukan hal yang sama oleh para seniornya. Dimulai dari hal pemalakan,
pengancaman, sampai pemukulan yang berakhir tewasnya pelajar/ junior tersebut.
Senioritas seperti inilah yang harusnya disadari oleh sekolah jangan hanya
memandang sebelah mata saja dengan kejadian seperti ini. Karena sekolah yang selalu
membiarkan hal seperti ini yang berakibat anak-anak didiknya bertindak diluar batas
kewajaran sebagai pelajar. Penggelompokan atau geng yang biasanya ada dilingkungan
sekolah juga salah satu faktor dimana sekelompok anak tersebut mendominasi anak-anak
yang dianggapnya dapat ditindas.
Dilingkungan sekolah yang tidak ketat dan membiarkan ajang Mos/Ospek yang
seperti itu dan terus membudaya akan merusak mental anak didiknya ditiap generasi.
Belum lagi sejarah sekolah yang kerap tawuran, membawa para senior memberikan
pengajaran kepada junior-juniornya bahwa sekolah tertentu adalah musuhnya, dimana
musuh harus dihilangkan dan ketika itu juga para senior memberikan strategi-strategi
kepada para juniornya untuk menyerang sekolah yang dianggapnya musuh.
Lingkungan keluarga yang kurang atau bahkan tidak baik turut menambah faktor
para pelajar melakukan hal tersebut. Pelajar yang stres dengan masalah yang ada
1
dilingkungan keluarga kerap kali melakukan hal-hal yang tidak baik sebagai pelampiasan
dari rasa stresnyadi dalam keluarga atau didalam keluarga tersebut orang tua selalu
bertindak kasar dengan cara memukul, cara yang demikian membuat seorang anak
menjadi kasar dan emosional dalam menanggapi segala sesuatu yang menurutnya salah.
Sebenarnya banyak sekali faktor yang dapat memengaruhi pelajar bersikap seperti itu,
karena pelajar masih dalam emosi yang labil, dapat berubah-ubah dimana pada saat yang
seperti ini peran seluruh lingkungan sangat diperhatikan.
2. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian tawuran?
2) Mengapa tawuran bisa terjadi?
3) Contoh kasus tawuran antar pelajar?
4) Apa hubungan Pancasila dengan tawuran?
5) Kenapa hal tersebut tidak sesuai dengan Pancasila?
6) Dampak apa saja yang ditimbulkan dari tawuran?
7) Bagaimana cara mengatasi tawuran?
8) Bagaimana peran perawat dalam mengatasi tawuran?
3. Tujuan
1) Mengetahui tawuran itu apa
2) Untuk mengetahui mengapa tawuran itu bisa terjadi
3) Untuk melihat contoh kasus antar pelajar
4) Untuk mengetahui hubungan Pancasila dengan tawuran
5) Untuk mengetahui kenapa tawuran tidak sesuai dengan Pancasila
6) Untuk mengetahui dampak apa saja yang ditimbulkan dari tawuran
7) Untuk mengetahui cara mengatasi tawuran
8) Untuk mengetahui peran perawat dalam mengatasi tawuran
4. Manfaat
1) Memberikan informasi bagaimana bahaya tawuran dikalangan pelajar, dan
menyadarkan arti dari bahaya tawuran.
2) Memberikan semangat, dan motivasi kepada para pelajar untuk tidak melakukan
tawuran.
3) Memberikan pengetahuan yang lebih signifikan tentang tawuran.
2
4) Memberikan rasa lebih hati-hati dan lebih peduli dengan lingkungan sekolah
maupun lingkungan.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Tawuran berasal dari kata “tawur” yang
berarti perkelahian ramai-ramai/perkelahian massal. Sedangkan “pelajar” adalah anak
sekolah/anak didik/murid/siswa. Jadi tawuran antar pelajar adalah perkelahian yang
dilakukan oleh anak sekolah/anak didik/murid/siswa secara ramai-ramai/massal.
Secara psikologis perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai
salah satu kenakalan remaja (junevile deliquency). Kenakalan remaja dalam hal perkelahian
dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu delikuensi situasional dan delikuensi sistematik.
1) Delikuensi situasional adalah perkelahian yang terjadi karena situasi yang
“mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan ini biasanya dilakukan karena
adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan
2) Delikuensi sistematik adalah perkelahian yang trerjadi karena keterlibatan remaja
tersebut dalam suatu kelompok, organisasi atau geng dimana didalamnya terdapat
peraturan, norma dan kebiasaan yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya.
Sehingga akan menumbuhkan kebanggan saat anggota tersebut bisa melakukan apa
yang diharapkan oleh kelompoknya, tidak terkecuali seperti berkelahi.
Jika tawuran memang sudah tidak terelakkan, setidaknya tawuran bisa dicegah atau
dihentikan oleh peran kontrol sosial yang ada diantara pelajar tersebut, seperti keluarga,
sekolah, pihak berwenang dan masyarakat karena tidak mungkin tawuran berlangsung tanpa
adanya proses. Namun kesemua kontrol sosial tersebut tidak bisa bersinergi secara
bersamaan, karena terbatasnya daya pantau area kontrol sosial tersebut. Lalu siapakah kontrol
sosial yang paling berperan saat tawuran terjadi? Jawabannya jelas, terletak pada masyarakat
yang berada disekitar areal tawuran tersebut.
Menurut Charles P. Loomis, masyarakat sebagai suatu sistem sosial harus terdiri atas
sembilan unsur berikut ini, yaitu :
4
2) Perasaan
Unsur ini merupakan keadaan jiwa manusia yang berkenaan dengan situasi alam
sekitarnya, termasuk di dalamnya sesama manusia. Perasaan terbentuk melalui
hubungan yang menghasilkan situasi kejiwaan tertentu yang sampai pada tingkat
tertentu harus dikuasai agar tidak terjadi ketegangan jiwa yang berlebihan.
3) Tujuan
Manusia sebagai makhluk sosial dalam setiap tindakannya mempunyai tujuan-
tujuan yang hendak dicapai. Tujuan adalah hasil akhir atas suatu tindakan dan
perilaku seseorang yang harus dicapai, baik melalui perubahan maupun dengan
cara mempertahankan keadaan yang sudah ada.
4) Kedudukan (Status) dan Peran (Role)
Kedudukan (status) adalah posisi seseorang secara umum dalam masyarakatnya
sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan, prestasi, hak,
serta kewajibannya. Kedudukan menentukan peran atau apa yang harus
diperbuatnya bagi masyarakat sesuai dengan status yang dimilikinya. Jadi peran
(role) merupakan pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sehubungan dengan
status yang melekat padanya. Contohnya seorang guru (status) mempunyai
peranan untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan atau menyampaikan
materi pelajaran kepada siswa- siswanya.
5) Kaidah atau Norma
Norma adalah pedoman tentang perilaku yang diharapkan atau pantas menurut
kelompok atau masyarakat atau biasa disebut dengan peraturan sosial. Norma
sosial merupakan patokan-patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan
dalam situasi- situasi tertentu dan merupakan unsur paling penting untuk
meramalkan tindakan manusia dalam sistem sosial. Norma sosial dipelajari dan
dikembangkan melalui sosialisasi, sehingga menjadi pranata- pranata sosial yang
menyusun sistem itu sendiri.
6) Tingkat atau Pangkat
Pangkat berkaitan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.
Seseorang dengan pangkat tertentu berarti mempunyai proporsi hak-hak dan
kewajiban- kewajiban tertentu pula. Pangkat diperoleh setelah melalui penilaian
terhadap perilaku seseorang yang menyangkut pendidikan, pengalaman, keahlian,
pengabdian, kesungguhan, dan ketulusan perbuatan yang dilakukannya.
5
7) Kekuasaan
Kekuasaan adalah setiap kemampuan untuk memengaruhi pihak- pihak lain.
Apabila seseorang diakui oleh masyarakat sekitarnya, maka itulah yang disebut
dengan kekuasaan.
8) Sanksi
Sanksi adalah suatu bentuk imbalan atau balasan yang diberikan kepada
seseorang atas perilakunya. Sanksi dapat berupa hadiah (reward) dan dapat pula
berupa hukuman (punishmant). Sanksi diberikan atau ditetapkan oleh masyarakat
untuk menjaga tingkah laku anggotanya agar sesuai dengan norma- norma yang
berlaku.
9) Fasilitas (Sarana)
Fasilitas adalah semua bentuk cara, jalan, metode, dan benda- benda yang
digunakan manusia untuk menciptakan tujuan sistem sosial itu sendiri. Dengan
demikian fasilitas di sini sama dengan sumber daya material atau kebendaan
maupun sumber daya imaterial yang berupa ide atau gagasan.
Dari kesembilan unsur tersebut, jelaslah bila sebenarnya peran masyarakat dalam sistem
sosial begitu berpengaruh, begitupun peran masyarakat sebagai kontrol sosial dikehidupan
sehari-hari, khususnya bagi para pelajar sudah lebih dari cukup. Tapi sayangnya masyarakat
cenderung untuk lebih berdiam diri dan membiarkan tawuran antar pelajar terjadi berulang
kali.
6
BAB III
PEMBAHASAN
1. Tawuran
Tawuran merupakan perilaku Agresif yang marak dilakukan dikalangan pelajar.
Tawuran merupakan salah satu bentuk perilaku agresi, karena dalam tawuran terdapat
perilaku baik fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti dan
merugikan orang lain. Masa remaja merupakan masa manusia mencari jati diri. Pencarian
tersebut direfleksikan melalui aktivitas berkelompok menonjolkan keanggotaanya. Yang
dinamakan kelompok tidak hanya lima atau sepuluh orang saja. Satu sekolah pun bisa
dinamakan kelompok. Kalau kelompok sudah terbentuk, akan timbul adanya semacam
ikatan batin antara sesama kelompoknya untuk menjaga harga diri kelompoknya. Maka
tidak heran, apabila kelompoknya diremehkan, emosionallah yang akan mudah berbicara.
Tawuran merupakan kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang
melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap
dirinya sendiri maupun orang lain, yang umumnya dilakukan remaja-remaja dibawah
umur 17 tahun. Aspek kecenderungan kenakalan remaja terdiri dari (1) aspek perilaku
yang melanggar aturan atau status, (2) perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang
lain, (3) perilaku yang mengakibatkan korban materi, dan (4) perilaku yang
mengakibatkan korban fisik (Mariah, 2007 dalam Bogor Agricultural University).
Menurut Ridwan (2006), tawuran pelajar didefinisikan sebagai perkelahian massal
yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa lainnya dari sekolah
yang berbeda. Tawuran terbagi dalam tiga bentuk : (1) tawuran antar pelajar yang telah
memiliki rasa permusuhan secara turun temurun, (2) tawuran satu sekolah, dan (3)
tawuran antar pelajar yang sifatnya insidensial yang dipicu oleh situasi dan kondisi
tertentu (dalam Bogor Agricultural University).
Pada fase ini, remaja termasuk kelompok yang rentan melakukan berbagai perilaku
negatif secara kolektif (group deviation). Mereka patuh pada norma kelompoknya yang
sangat kuat dan biasanya bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku.
Penyimpangan yang dilakukan kelompok, umumnya sebagai akibat pengaruh pergaulan
aau teman. Kesatuan dan persatuan kelompok dapat memaksa seseorang untuk ikut dalam
kejahatan kelompok, supaya jangan disingkirkan dari kelompoknya. Disinilah letak
7
bahayanya bagi perkembangan remaja yakni apabila dikembangkan dalam kelompok
sebaya adalah nilai yang negatif.
8
menyelesaikan masalah dirinya sendiri, tanpa mau menyelesaikannya sendiri dan
cenderung tidak berani bertanggung jawab. Menjadi ketergantungan dan akan
menimbulkan dampakyang negatif bagi perkawanan itu sendiri.
Faktor di luar diri pelajar adalah faktor yang kental yang dapat mempengaruhi ke
dalam diri individu. Beberapa contohnya adalah : Tayangan-tayangan di televisi, baik film
ataupun liputan berita yang menceritakan atau sengaja mengekspose tema- tema
kekerasan, dapat mempengaruhi psikis remaja. Kekerasan yang terjadi di rumah.
9
Kekerasan yang dimaksud bukan hanya individu pelajar saja yang menjadi korban
kekerasan namun kekerasan yang terjadi pada satu anggota keluarganya, dapat
mempengaruhi psikis individu. Hal ini yang akan menyebabkan trauma atau kekerasan
beruntun yang diakibatkan karena menganggap kekerasan adalah hal yang wajar. Suasana
keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan dapat menimbulkan
bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja (Hirschi dalam Mussen dkk,
1994). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan
remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi
anak (hawari, 1997). Kemudian acara awal tahun, orientasi sekolah adalah acara di mana
pelajar baru diwajibkan mengikuti kegiatan ini. Kegiatan yang pada dasarnya adalah untuk
memahami dan mengenali sekolah, kegiatan serta untuk lebih kenal kawan-kawannya
malah cenderung disalah gunakan oleh senior untuk ajang balas dendam dari apa yang
pernah ia terima pada waktu yang sama menjadi junior, pola- pola yang dipakai cenderung
dengan pola militer. Hal inilah yang menyebabkan kekerasan dalam dunia pendidikan.
Pola yang menjadi semacam suntikan yang terus diturunkan oleh setiap generasi. Agar
terhindar dari pola yang berlebihan, diperlukan adanya pengawasan dari pihak sekolah dan
turunnya langsung pengajar dalam kegiatan ini. Kedisiplinan berbeda dengan kekerasan,
hal ini seharusnya menjadi tantangan setiap panitia kegiatan dalam mengemas ide,
gagasan acara pada waktu perkenalan sekolah, agar menjadi sesuatu yang inofatif dan
kreatif.
10
Menurut Ibnu, saat ini yang paling penting bukan menegur dan saling menyalahkan.
“Yan paling penting bagaiman kepala dinas mengkoordianasikan jangan sampai
kejadianserupa terjadi lagi,” katanya.
Ibnu sendiri mengakui bahwa kemendikbud belum memeiliki kajian khusus untuk
mengatasi tauwran antara pelajar SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta ini. Meskipun tawuran
pelajar kedua sekolah yang berdekatan ini terjadi beberapa kali.
11
5. Kenapa Tidak Sesuai dengan Pancasila?
Dalam Konsep Manusia Indonesia Seutuhnya, masalah tawuran pelajaran melakukan
pelanggaran yang mengacu pada pancasila yaitu:
1) Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
a. Tidak mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia
b. Mengembangkan sikap semena-mena terhadap orang lain
c. Tidak menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
2) Sila Ketiga : Persatuan Indonesia
a. Tidak mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar bhineka tunggal
ika
b. Tidak memelihara ketertiban dunia yang berasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial
c. Tidak memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa
3) Sila Keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
a. Tidak menggunakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama
b. Musyawarah tidak dilakukan dengan akal sehat dengan hati nurani yang
luhur
4) Sila Kelima: Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Tidak mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap
dan suasana kekeluargaan dan gotong royong
b. Tidak menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
c. Menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau
merugikan umum
Namun dari semuanya tersebut pelanggaran yang paling utama ada pada sila ketiga.
Karena tawuran antar pelajar mrupakan perilaku yang dapat memecah belah persatuan
dikalangan remaja dan tidak mencerminkan adanya persatuan dan kesatuan bangsa. Yang
mana remaja merupakan generasi penerus dan calon pemimpin bangsa dan Negara.
Selain itu solusi yang dapat dilakukan dari nilai-nilai yang terkandung dari pancasila
yaitu dengan melihat pada sila ke tiga yang merupakan proses untuk menuju nasionalisme
dengan menjalin erat. Yang mana jika ada masalah bukan diselesaikan dengan tawuran
12
dan perkalahian, namun dengan musyawaruh agar tercipta keadilan bagi seluruh anggota
yang terlibat.
6. Dampak Tawuran
Tawuran antar pelajar tentu akan memberikan dampak buruk, baik pada individu,
lingkungan maupun masyarakat, seperti :
1) Kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran kemungkinan akan menjadi korban. Baik itu
cedera ringan, cedera berat, bahkan sampai kematian.
2) Masyarakat sekitar juga dirugikan. Contohnya : rusaknya rumah warga apabila pelajar
3) yang tawuran itu melempari batu dan mengenai rumah warga.
4) Terganggunya proses belajar mengajar.
5) Menurunnya moralitas para pelajar.
6) Hilangnya perasaan peka, toleransi, tenggang rasa, dan saling menghargai
13
c. Meluangkan waktu untuk kebersamaan Orang tua menjadi contoh yang
baik dengan tidak menunjukkan perilaku agresif, seperti : memukul,
menghina dan mencemooh.
d. Memperkuat kehidupan beragama, yang diutamakan bukan hanya ritual
keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam
agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Pandapotan,
2011).
e. Melakukan pembatasan dalam menonton adegan film yang terdapat
tindakan kekerasannya dan melakukan pemilihan permainan video game
yang cocok dengan usianya (Pandapotan, 2011).
f. Orang tua menciptakan suasana demokratis dalam keluarga, sehingga anak
memiliki keterampilan sosial yang baik. Karena kegagalan remaja dalam
menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan ia sulit menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri,
dikucilkan dari pergaulan, cenderung berprilaku normatif (misalnya asosial
ataupun antisosial). Bahkan lebih ekstrem bisa menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan,
dsb (Pandapotan, 2011).
3) Sekolah juga memiliki peran dalam mengatasi pencegahan tawuran, diantaranya :
a. Menyediakan kurikulum pendidikan yang baik adalah yang bisa
mengembangkan secara seimbang tiga potensi, yaitu berpikir, berestetika,
dan berkeyakinan kepada Tuhan (Pandapotan, 2011).
b. Pendirian suatu sekolah baru perlu dipersyaratkan adanya ruang untuk
kegiatan olahraga, karena tempat tersebut perlu untuk penyaluran
agresivitas remaja (Pandapotan, 2011).
c. Sekolah yang siswanya terlibat tawuran perlu menjalin komunikasi dan
koordinasi yang terpadu untuk bersama-sama mengembangkan pola
penanggulangan dan penanganan kasus. Ada baiknya diadakan
pertandingan atau acara kesenian bersama di antara sekolah-sekolah yang
secara “tradisional bermusuhan” itu (Pandapotan, 2011).
4) LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan Aparat Kepolisian
LSM di sini dapat melakukan kegiatan penyuluhan di sekolah-sekolah
mengenai dampak dan upaya yang perlu dilakukan agar dapat menanggulangi
tawuran. Aparat kepolisian juga memiliki andil dalam menanggulangi tawuran
14
dengan cara menempatkan petugas di daerah rawan dan melakukan razia terhadap
siswa yang membawa senjata tajam (Pandapotan, 2011).
8. Peran Perawat
Selain SLM, polisi, TNI dsb, perawat juga dapat ikut andil dalam menanggulangi
tawuran remaja. Sebab, salah satu tatanan tempat di mana perawat komunitas bekerja
adalah di Sekolah. Menurut Logan (1986), Keperawatan sekolah adalah keperawatan yang
difokuskan pada anak ditatanan pendidikan guna memenuhi kebutuhan anak dengan
mengikut sertakan keluarga maupun masyarakat sekolah dalam perencanaan pelayanan
(dalam Andaners, 2009). Perawatan kesehatan sekolah mengaplikasikan praktek
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan unit individu, kelompok dan masyarakat sekolah.
Keperawatan kesehatan sekolah merupakan salah satu jenis pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk mewujudkan dan menumbuhkan kemandirian siswa untuk hidup sehat,
menciptakan lingkungan dan suasana yang sehat. Fokus utama perawat kesehatan sekolah
adalah siswa dan lingkungannya dan sasaran penunjang adalah guru dan kader (Andaners,
2009). Maka, sebagai seorang perawat dapat ikut andil dalam mengatasi masalah tawuran
yang terjadi pada remaja atau para pelajar melalui ruang lingkup sekolah. Prasetyo (2009),
mengungkapkan bahwa perawat sekolah berada pada posisi ideal untuk meningkatkan dan
untuk mengkoordinasi pelayanan kesehatan di sekolah, pendidikan kesehatan adalah
aktivitas penting yang harus dilakukan oleh perawat sekolah (prasetyo, 2010). Hal yang
dapat dilakukan pertama adalah galang kerjasama dengan komite sekolah maupun orang
tua murid untuk mencari jalan keluar bersama terhadap murid-murid yang melakukan
penyimpangan seperti tawuran. Peran orang tua dalam mengatasi masalah ini sangat
diperlukan, karena terkadang tindakan kejahatan yang dilakukan pelajar di luar jam
sekolah. Sedangkan bila pelajar di sekolah menjadi tugas guru untuk mendidik. Ada
baiknya, pihak sekolah memberitahukan orang tua atau wali mengenai perilaku anaknya di
sekolah. Sehingga sama-sama saling memperhatikan pendidikan anak baik di sekolah
maupun di luar sekolah. Sebagian besar orang tua dijamin sekarang sangat sibuk mencari
nafkah. Mereka sudah tidak mempunyai banyak kesempatan untuk dapat mengikuti terus
kemanapun anak-anaknya pergi. Padahal kenakalan remaja banyak bersumber dari
pergaulan. Oleh karena itu, orang tua hendaknya dapat memberikan inti pendidikan
kepada para remaja. Inti pendidikan adalah sebuah pedoman dasar pergaulan yang singkat,
padat dan mudah diingat serta mudah dilaksanakan. Pedoman ini telah diberikan inti
pendidikan ini, kemana saja anak pergi ia dan dapat dipercaya, karena diri sendirinyalah
15
yang akan mengendalikan dirinya sendiri. Selama seseorang masih memerlukan pihak lain
untuk mengendalikan dirinya sendiri, selama itu pula ia akan berpotensi melanggar
peraturan bila si pengendali tidak berada di dekatnya. Jadi, di sini perawat dapat
memberikan pendidikan atau promkes kepada pelajar di sekolah, juga terhadap pihak
sekolah maupun keluarga atau orang tua untuk turut serta dalam membina remaja yang
berperilaku menyimpang, khususnya tawuran. Ini berarti bahwa perawat melakukan
perannya sebagai pendidik. Pendidik (teacher) merupakan kombinasi dari semua peran
yang lain. Perawat harus berupaya memberikan pendidikan, pelatihan, dan bimbingan
pada klien/keluarga terutama dalam mengatasi masalah kesehatan. Jadi di sini perawat
sebagai perawat komunitas menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masalah dengan
promkes dan pembentukan kader.
16
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kurangnya kepekaan masyarakat dalam menyikapi atau merespon fenomena-
fenomena sosial yang terjadi disekitar mereka cenderung akan menambah parah situasi
sehingga menumbuhkan fenomena-fenomena sosial baru yang serupa bahkan bisa jadi
lebih parah dari fenomena sosial yang terjadi sebelumnya. Sikap apatis masyarakat
menyebabkan fenomena-fenomena sosial yang terjadi serasa diabaikan sehingga secara
tidak langsung fenomena sosial tersebut mendapat dukungan kebenaran atas apa yang
mereka lakukan, apa yang harusnya bertentangan dengan norma atau kaidah malah
menjadi sejalan dengan norma atau kaidah tersebut.
Seperti halnya studi kasus mengenai tawuran antar pelajar yang akhir-akhir ini mulai
marak terjadi, masyarakat serasa mendukung atas apa yang pelajar lakukan. Masyarakat
sebagai kontrol sosial harusnya bisa membaca dan memberikan solusi bijak terhadap apa
yang terjadi dihadapan mereka, karena tanpa adanya peran dan partisipasi dari mereka,
tawuran antar pelajar tidak akan pernah berakhir. Karena kita tahu, kontrol sosial yang
dilakukan keluarga dan sekolah hanya bisa mengontrol mereka pada saat mereka berada
dalam area pengawasan keluarga ataupun sekolah mereka, selebihnya masyarakatlah yang
berperan. Oleh karena itu peran aktif masyarakat tentunya sangat dibutuhkan untuk
mendidik dan mengarahkan sikap pelajar diluar kendali sekolah dan keluarga tersebut
kearah yang lebih positif, bukan hanya berpangku tangan dan menyaksikan kejadian demi
kejadian yang terjadi diantara para pelajar. Namun, perlu diingat juga bahwa peran
keluarga dan pihak sekolah tidak bisa begitu saja diabaikan, mengingat pondasi dasar
perilaku mereka dibangun oleh kedua pihak tersebut. Jika dari pihak keluarga harusnya
bisa menanamkan pondasi agama sebagai tameng untuk membentuk iman dan akhlak agar
mereka tidak salah dalam bergaul, pihak sekolah harusnya juga bisa menanamkan pondasi
moral terhadap pelajar agar bisa menjunjung tinggi keberagaman dan toleransi dalam
bergaul dengan sesama.
Sederhananya, biarpun masyarakat berperan besar dalam kontrol sosial bagi pelajar
saat berada diluar lingkungan keluarga dan sekolah, semua pihak yang terlibat dalam
pengontrol perilaku sosial pelajar juga harus tetap bersinergi agar sistem yang berada
17
didalamnya tidak terjadi ketimpangan yang bisa membuat pelajar kita melakukan sesuatu
hal yang mengganggu ketertiban dan kenyamanan hidup bersama.
2. Saran
Jika menengok ulang terhadap analisa yang ada mengenai penyebab terjadinya
tawuran antar pelajar, beberapa saran berikut bisa menjadi solusi agar angka tawuran antar
pelajar bisa ditekan, bahkan bila memungkinkan bisa dihilangkan :
1) Keluarga sebagai awal tempat pendidikan para pelajar harus mampu membentuk
sikap, pola pikir, perilaku, termasuk juga akhlak yang baik untuk para pelajar.
2) Masyarakat mestinya menyadari akan perannya dalam menciptakan situasi yang
kondusif, semisal dengan mengadakan kontrol terhadap fenomena-fenomena
sosial yang terjadi disekitarnya.
3) Sekolah harusnya memberikan pelayanan baik untuk membantu pelajar mengasah
kemampuan dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya. Baik
dalam kemampuan yang bersifat akademis maupun non-akademis, sehingga tidak
ada lagi waktu bagi pelajar untuk melakukan hal yang tidak berguna, terlebih
melakukan tawuran.
4) Hindari ikut berkumpul atau bergabung dengan gang yang memiliki
kecenderungan untuk melakukan hal yang mengarah pada hal-hal negatif.
5) Tanamkan nilai moral dan religius didalam hati agar senantiasa memiliki
kesadaran diri untuk tidak berbuat negatif saat kontrol sosial yang berada
disekitar melemah atau terjadi ketimpangan.
18