Anda di halaman 1dari 13

TUTORIAL KLINIK

POSTHERPETIC NEURALGIA

Disusun oleh:

IRA SAFIRA

20184010056

Pembimbing: Dr. dr.Tri Wahyuliati, Sp.S., M.Kes.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN SARAF


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
TUTORIAL KLINIK

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. N

Jenis Kelamin : laki-laki

Umur : 62 tahun

Alamat : Moyudan

Tanggal Periksa : 14 Juli 2018

IDENTITAS MAHASISWA

Nama : Ira Safira

NIPP : 20184010056

Bagian : Saraf

Perceptor : Dr. dr.Tri Wahyuliati, Sp.S., M.Kes.


Case Analysis

Problem Hipotesis Mekanisme Data Tambahan Tujuan Belajar


Diagnosis Klinis Postherpetic Neuralgia (PHN) - 1. Definisi Postherpetic
a. Keluhan utama: Nyeri Nyeri ringan seperti didefinisikan sebagai nyeri Neuralgia
b. RPS: terbakar dan muncul neuropatik yang dirasakan
Pasien datang ke poli saraf dengan spontan di daerah satu bulan atau lebih pada 2. Bagaimana
keluhan nyeri di bagian pantat, pantat yang terdapat lokasi ruam akibat infeksi patofisiologi
dimana terdapat bekas lesi ruam bekas ruam pasca herpes zoster yang telah postherpetic neuralgia?
Herpes Zoster. Nyeri dirasakan Herpes Zoster mengalami penyembuhan,
semenjak munculnya ruam di baik dengan atau tanpa 3. Bagaimana penegakan
daerah pantat sebelah kiri enam Diagnosis Topis interval bebas nyeri. Beberapa diagnosis postherpetic
minggu yang lalu. Enam minggu Motor end plate jurnal menyebutkan neuralgia?
yang lalu, nyeri berat (VAS 8) nervus sensoris postherpetic neuralgia adalah
dirasakan pada sebagian tubuh setinggi MS S2-3 nyeri persisten yang masih 4. Bagaimana tatalaksana
bagian kiri dan disertai rasa panas. dirasakan ≥ 90 hari (3 bulan) postherpetic neuralgia?
Setelah melakukan pengobatan Diagnosis Etiologi setelah onset munculnya ruam.
Herpes Zoster, nyeri masih belum Postherpetic Rasa nyeri dapat terasa terus- 5. Bagaimana
menghilang tetapi sudah membaik. Neuralgia menerus, paroksismal, atapun kewenangan berdasarkan
Nyeri yang dirasakan saat spontan dan seperti panas, tingkat pelayanan
pemeriksaan terlokalisir di daerah Diagnosis Banding menikam, kesetrum, kesehatan ?
pantat dan tidak menjalar. Nyeri Neuralgia paska menyentak, gatal disertai
bertambah saat kelelahan dan Herpes Simplex Tipe alodinia dan hiperalgesia.
kurang tidur serta berkurang jika 2 PHN terjadi pada dermatom
meminum obat kapsul nyeri yang yang sama dengan ruam Herpes
diberikan dokter. Zoster, dan berasal dari
c. RPD: kerusakan pada neuron perifer
riw. Varicella (+), riw. Hipertensi (- dan sentral yang mungkin
), Riw. Trauma kepala (-), Riw. DM merupakan produk sampingan
(-) dari respon imun/inflamasi
d. RPK: yang disertai reaktivasi dan
HT (-) Riw. DM (-) migrasi Virus Varicella Zoster.
e. Riw. Lingkungan Ketika serabut saraf yang rusak,
Lingkungan pasien tergolong saraf perifer dan pusat akan
nyaman dan bersih. menyebabkan ambang batas
f. Riw. Personal Sosial: (treshold) yang lebih rendah
Pasien merupakan pensiunan. untuk potensial aksi dan
menghasilakan respon yang
O/ tidak proporsional terhadap
Keadaan Umum: rangsangan, mengakibatkan
Tampak sakit ringan sensitisasi perifer dan nyeri
Kesadaran: CM tanpa rangsangan yang
Vital Signs: seharusnya menyakitkan
BP = 110/60 mmHg (allodynia). Selain itu, ambang
HR = 76 x /m batas potensial aksi yang lebih
RR = 18 x /m rendah juga dapat menyebabkan
VAS = 3 nyeri yang disebabkan oleh
Pemeriksaan Fisik suatu stimulus menjadi lebih
Kepala&Leher: nyeri/disproporsional
massa (-) (hiperalgesia).
Thorax: DBN
Abdomen: DBN
Ekstremitas: terdapat lesi
mengering setinggi MS S2-3
sinistra

a. Status Psikiatri
 Kesadaran : Compos Mentis
 Kuantitatif : GCS 15 (eye,
verbal, motorik) = 4,5,6
 Kualitatif : Tingkah laku
tenang
 Orientasi : (tempat) baik,
(waktu) baik, (orang) baik
 Jalan Pikiran: Koheren
 Kemampuan Bicara: lancar
 Sikap Tubuh: tremor (-),
rigiditas (-), flaccid (-),
bradikinesia (-)

Px Neurologis
GCS: E4V5M6
Nervi Cranialis
N. I (Olfactorius): penghidu N/N
N. II (Opticus):
Px visus tdk dilakukan, px fundus
okuli tdk dilakukan, pengenalan
warna (+)
N. III (Occulomotorius), N. IV
(Trochlearis), & N. VI (Abducen):
gerakan mata ke medial- atas-
bawah, ke medial bawah, gerakan
mata kelateral (N)
N. V (Trigeminus): menggigit +/+,
membuka mulut +/+, sensibilitas
muka (atas, tengah, bawah) ka=ki;,
refleks bersin&kornea tidak
dilakukan.
N. VII (Facialis): meringis (+),
mengerutkan dahi (+), mengerutkan
alis (+)
N.VIII(Vestibulocochlearis):
mendengar suara gesekan jari +/+,
Tes Rinne, Weber, & Schwabach
tidak dilakukan
N. IX (Glossopharyngeus): Daya
kecap lidah 1/3 belakang tidak
dilakukan
N. X (Vagus): Nadi 76 bpm,
reguler, isi&tegangan cukup;
bersuara (+), menelan (+)
N.XI(Accessorius):memalingkan
kepala N/N, mengangkat bahu N/N
N. XII (Hipoglossus):
Deviasi mulut&lidah (-), lidah N,
artikulasi baik/baik,
tremor&fasikulasi lidah (-)
Ekstremitas
Kekuatan :

Refleks fisiologis:

Refleks patologis:

Clonus:

a. Tes Fungsi Koordinasi


Rhomberg Test: (-)

Fungsi Vegetatif
Miksi: Normal
Defekasi: Normal
Ereksi: Normal

PEMECAHAN MASALAH
1. Definisi Postherpetic Neuralgia
Postherpetic Neuralgia (PHN) didefinisikan sebagai nyeri neuropatik yang dirasakan satu bulan atau lebih pada
lokasi ruam akibat infeksi herpes zoster yang telah mengalami penyembuhan, baik dengan atau tanpa interval bebas
nyeri. Beberapa jurnal menyebutkan postherpetic neuralgia adalah nyeri persisten yang masih dirasakan ≥ 90 hari (3 bulan)
setelah onset munculnya ruam. Rasa nyeri dapat terasa terus-menerus, paroksismal, atapun spontan dan seperti panas,
menikam, kesetrum, menyentak, gatal disertai alodinia dan hiperalgesia.
Infeksi herpes zoster merupakan hasil reaktivasi virus varicella zoster yang dorman pada ganglion sensori saraf
spinal, yang biasanya bermanifestasi sebagai ruam pada kulit sesuai dermatom saraf spinal, disertai nyeri akut dan
biasanya membaik dalam beberapa minggu. Virus varicella zoster merupakan virus neurotropik yang biasanya menginfeksi
pada anak-anak yang bermanifestasi sebagai cacar (chicken pox).
Faktor risiko terjadinya postherpetic neuralgia adalah usia yang semakin tua. Berdasarkan studi Olmsted County, 73%
kasus infeksi herpez zoster akut yang diikuti PHN diderita oleh pasien dengan usia ≥ 60 tahun. Selain usia, faktor risiko untuk
mengembangkan PHN setelah HZ termasuk adanya prodrome (didefinisikan sebagai rasa sakit dan / atau sensasi abnormal
sebelum onset ruam), ruam yang parah (didefinisikan sebagai > 50 lesi: papula, vesikel, atau vesikel berkrusta), dan rasa sakit
yang parah selama fase akut.

2. Patofisiologi
Virus Varicella Zoster (VZV) adalah virus DNA yang sangat menular yang tetap laten dalam ganglia sensori setelah
cacar air sembuh, yang biasanya terjadi selama masa kanak-kanak. Selama Herpes Zoster, VZV diaktifkan kembali, berjalan
kembali sepanjang neuron yang terkena jauh dari ganglia sensoris, dan menyebar di epidermis. Ciri khas dari Herpes Zoster
adalah unilateral (yaitu, tidak melintasi garis tengah), dan dalam banyak kasus hanya satu dermatom terpengaruh dengan ruam
maculopapular eritematosa dan disertai nyeri serta disestesia. Kemudian, selama 48-72 jam, pustula terbentuk, bisul, dan
akhirnya keropeng. Keropeng hilang dalam 2-3 minggu dan jaringan parut terbentuk.
PHN terjadi pada dermatom yang sama dengan ruam Herpes Zoster, dan berasal dari kerusakan pada neuron perifer dan
sentral yang mungkin merupakan produk sampingan dari respon imun/inflamasi yang disertai reaktivasi dan migrasi VZV.
Ketika serabut saraf yang rusak, saraf perifer dan pusat akan menyebabkan ambang batas (treshold) yang lebih rendah untuk
potensial aksi dan menghasilakan respon yang tidak proporsional terhadap rangsangan, mengakibatkan sensitisasi perifer dan
nyeri tanpa rangsangan yang seharusnya menyakitkan (allodynia). Selain itu, ambang batas potensial aksi yang lebih rendah
juga dapat menyebabkan nyeri yang disebabkan oleh suatu stimulus menjadi lebih nyeri/disproporsional (hiperalgesia).

3. Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Riwayat ruam herpes zoster pada tempat yang dirasakan nyeri penting untuk mengarahkan PHN. Nyeri biasanya unilateral
dan dapat bersifat terus menerus (continous), hilang timbul (paroxysmal) ataupun spontan. Rasa nyeri dapat dideskripsikan
sebagai panas, menikam, tersetrum, menyentak, gatal atau disertai alodinia dan hiperalgesia. Alodinia dapat muncul antara
lain dengan adanya gesekan baju, rabaan atau tiupan angin.

Pemeriksaan Fisik
- Terdapat bekas ruam atau jaringan parut pada kulit sesuai dermatom di daerah nyeri
- Di daerah dermatom atau area persarafan bekas ruam dapat ditemukan hipestesi atau anestesi (anestesia
dolorosa), alodinia atau hiperalgesia. Nyeri biasanya dipicu oleh pergerakan (alodinia mekanik) atau perubahan suhu
(alodinia panas dan dingin).

Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis PHN tidak tergantung dari hasil evaluasi laboratorium.
4. Penatalaksanaan Postherpetic Neuralgia
a. Pencegahan
- Vaksin virus varicella zoster, terutama pada usia ≥ 50 tahun
- Terapi profilaksis antiviral diberikan dalam 72 jam onset ruam Herpes Zoster
 Asiklovir 5 x 800 mg, selama 7-10 hari
 Valasiklovir 3 x 1000 mg, selama 7 hari
 Famsiklovir, 3 x 500 mg, selama 7 hari

b. Terapi Lini Pertama


- Antidepresan Trisiklik
Bekerja dengan cara meningkatkan serotonin dan norepinefrin serta memblok voltage-dependent sodium channel dan
reseptor adrenergik, yang memodulasi jalur nyeri descenden. Pemberian amitriptilin dimulai dengan dosis satu malam
10 mg untuk orang tua (25mg untuk pasien di bawah 50) dan titrasi ke atas dengan kenaikan mingguan masing-masing
10mg atau 25mg. Manfaat maksimal tampaknya membutuhkan setidaknya 3 minggu perawatan. 30-75mg setiap hari
mungkin efektif tergantung pada pasien. Dosis harian maksimum adalah 100mg. Jika rasa sakit tidak terkendali pada
tingkat ini, terapi lain diperlukan. Perhatikan efek samping seperti mulut kering, kelelahan, sembelit,
ketidakseimbangan, dan retensi urin. Efek samping yang signifikan termasuk disritmia jantung dan hipotensi.

- Gabapentin dan Pregabalin


Antikonvulsan gabapentin dan pregabalin berikatan dengan protein a2-d, dimana mereka bertindak sebagai penghambat
voltage-gated calcium channel dan menghambat jalur nyeri sentral. Pemberian gabapentin dimulai dengan dosis malam
tunggal 300mg (100mg untuk pasien lanjut usia yang lemah) dan naikkan jika ditoleransi hingga maksimum 3600mg
(TID 1200mg, atau 800mg QID). Hindari penarikan mendadak. Efek samping yang serius jarang terjadi tetapi sedasi,
ataksia, dan penambahan berat badan mungkin merupakan pembatasan pengobatan. Sedangkan untuk pemberian
pregabalin dimulai dengan dosis awal 75mg 12 per jam untuk rata-rata orang dewasa dan dapat ditingkatkan hingga
300mg BD jika ditoleransi dan diperlukan.
- Lidokain 5% Patch
c. Terapi Lini Kedua
- Analgesik opioid
- Kapsaisin
- Tramadol
d. Terapi Lini Ketiga
- Topikal lidokain 5% dikombinasi dengan obat oral, seperti pregabalin
- Kombinasi agen sistemik
e. Terapi Alternatif
Terapi lain yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada PHN adalah injeksi lidokain. Dosis maksimum
yang disarankan untuk infiltrasi lidokain subkutan tanpa epinefrin adalah 4,5 miligram per kilogram (mg/kg) dan untuk
lidokain dengan epinefrin adalah 7 mg/kg. Lidokain bekerja dengan mengikat voltage-gated sodium channel sehingga
menghambat propagasi potensial aksi. Organ target utama adalah sistem saraf pusat (SSP) dan sistem kardiovaskular (CVS).
Karena SSP lebih sensitif terhadap perubahan elektrofisiologi daripada CVS, gejala neurologis seperti pusing, tinnitus dan mati
rasa di daerah peri-oral biasanya mendahului manifestasi kardiovaskular. Efek pada sistem kardiovaskular dapat dilihat pada
kasus yang parah. Hipotensi, bradikardia, aritmia dan henti jantung dapat terjadi sebagai akibat dari konsentrasi sistemik yang
tinggi, dengan hasil yang berpotensi fatal.
5. Kewenangan berdasar Tingkat Pelayanan Kesehatan
a. Fasilitas Layanan Kesehatan Primer
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012, neuralgia paska herpes termasuk dalam nyeri
neuropatik dengan kompetensi 3A:
- Dokter pada layanan primer mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan.
- Mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya sesuai dengan algoritma
- Mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan
b. PPK 2 (RS Tipe B dan C)
- Rujukan kasus neuralgia paska herpes dari layanan kesehatan primer
- Terapi dan evaluasi terapi neuralgia paska herpes secara farmakologis maupun non-farmakologis

c. PPK 3 (Tipe A)
- Rujukan kasus neuralgia paska herpes intraktabel
Daftar Pustaka
1. Hasan, B., Asif, T., & Hasan, M. (2017). Lidocaine-Induced Systemic Toxicity: A Case Report and Review of
Literature. Cureus, 9(5), e1275. http://doi.org/10.7759/cureus.1275
2. Nalamachu, S, Forster, PM. (2012). Diagnosing and Managing Postherpetic Neuralgia, Journal: Drugs Aging 2012; 29:863–
869.
3. Panickar, A, Serpell, M. Guidelines for General Practitioners on Treatment of Pain in Post-Herpetic Neuralgia. Shingles
Support Society.
4. Searle, TM, Snodgrass, B, Brant, JM. (2016). Postherpetic neuralgia: epidemiology, pathophysiology, and pain management
pharmacology. Journal of Multidisciplinary Healthcare: 447-454.
5. PANDUAN PRAKTIK KLINIS NEUROLOGI. PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA 2016

Anda mungkin juga menyukai