Anda di halaman 1dari 1

DIPONEGORO

Chairil mencoba mengungkapkan perasaan suportif-nyamenggunakan konten sejarah berupa perang


Diponegoro, secara spesifik disebut perang Jawa karena melibatkan masa yang begitu besar.

KITA GUYAH LEMAH

Indonesia adalah bangsa yang lemah, Tak ada bangsa yang mau di eksploitasi selama 350 tahun.
Indonesia tidak kokoh atau goyah ketika dihantam atau dipukul keras-keras. Hanya merintih dan
menjerit dalam hati yang dipendam selama 350 tahun lamaanya. Maka ditahun 1943, dimalam
purnama chairil mencoba menggerakkan rakyat Indonesia agar berbaris dan membentak kesemena-
menaan bangsa asing.

SIAP SEDIA

Dalam 3 bait pertama, chairil mengulang 1 baris sajak yang diletakkan dibaris ke empat disetiap
baitnyayang bertulis “tapi kemi sederap mengganti”. Tepat seperti judulnya, puisi ini dinyatakan
untuk prajurit yang hendak berperang. Dengan orientasi kemenangan yang dinyatakan disetiap
bagian akhir bait seperti kata “memahat tugu”, “masyarakat jaya”, “ke kemenangan”, “ke bahgia
nyata”, “riang”, dan “ke duniaterang”. Secara keseluruhan puisi “Siap Sedia” disampaika karna rasa
suportif chairil agar rakyat Indonesia menentang musuh sampai titik darah penghabisan.

PRAJURIT JAGA MALAM

Kali ini tidak dalam kondisi berperang, tidak sebelum atau sesudah berperang. Namun hanya berada
dimarkas bersama orang-orang yang bermimpi kemerdekaan, orang-orang yang berani, keluar dari
persinggahan dan berjalan diatas mimpi kebebasan, walaupun tidak tahapa yang kan terjadi didepan.

KRAWANG BEKASI

Puisi ini dinyatakan oleh H.B. Jassien sebagai puisi saduran atau plagiat dari puisi “The young died
soldier do not speak” karya Macleish. Namun sebagian puisi masih dalam kuasa Chairil yang syarat
mana dan balutan bahasa Indonesia yang tak kan ditemui di bahasa manapun seperti kalimat
“kenang, kenanglah kami” yang dalam bahasa inggris hanya bertulis “remember us”, juga baris “we
leave your our death” yang berbeda dan lebih terhayat dengan kalimat “kami tinggl tulang-tulang
diliputi debu”. Seperti puisi-puisi sebelumnya, “Krawang Bekasi” juga mengisahkan kawanan prajurit
perang. Perbedaannya adalah puisi ini bercerita prajurit yang telah mati dan berharap
pengorbanannya tidak sia-sia. Mereka tahu kematiannya tidak akan bermakna tanpa kemenangan
yang harus diraih oleh prajurit yang masih berperang. Kendari 5 ribu nyawa yang telah mati
sepanjang krawang hingga bekasi, mereka tetap membara dalam diri Soekarna, Hatta, dan Sjahrir
dalam bentuk hasrat.

PERSETUJUAN DENGAn BUNG KARNO

Sekian sekian lama bertahan dan menyerang, akhirnya tibalah pada saat yang dinanti yaitu
kemerdekaan. Puisi ini tidak disampaikan kepada prajurit maupunlawan perang. Tetapi kepada
founding father “Soekarno”. Rakyat tahu perjuangan belum usai dan masih terdapat kemungkinan
bertolak senjata. Maka dari itu Chairil mencoba mengikat Soekarno bahwa dirinya maupun rakyat
masih dalam kondisi siap sedia. Soekarno-lah yang membuat semangat menggebu rakyat, hal itu
digambarkan dengan kata “api”. Juga Soekarno yang telah “menghegemoni” rakyat dengan pidato-
pidatonya hinga sampai ketitik kemerdekaan.

Anda mungkin juga menyukai