Anda di halaman 1dari 53

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN

PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL (FIS)
JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN

Alamat : Gedung C4 Kampus Sekaran, Gunugpati,


Semarang.

PROPOSAL SKRIPSI

NAMA : MUHAMMAD FATHONI

NIM : 3312414010

PRODI : ILMU POLITIK/ S-1

JURUSAN : POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN

JUDUL :

“PERAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS DALAM


PENGEMBANGAN UMKM BORDIR DI DESA PADURENAN
PADA TAHUN 2014-2018”

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak


kekayaannya di dalamnya. Salah satunya adalah kaya dengan Sumber Daya
Alamnya (SDA) dan Sumber Daya Manusianya (SDM). Indonesia memiliki
penduduk ± 247 juta jiwa dengan mayoritas penduduk yang berbeda-beda dari
setiap daerah, berbeda suku, bahasa, kepercayaan dsbnya. Keunggulan lokal
yang dimiliki suatu daerah dapat lebih dimaksimalkan untuk memberdayakan
penduduknya sehingga mampu meningkatkan penghasilannya atau
meningkatkan PAD (penghasilan asli daerah). Sebab, manfaat dan
penghasilan yang diperoleh menjadikan penduduk daerah tersebut berupaya
untuk melindungi, melestarikan, dan meningkatkan kualitas keunggulan lokal
yang dimiliki daerahnya, sehingga bermanfaat bagi penduduk daerah
setempat, serta mampu mendorong bersaing secara nasional maupun global
(Jamal Ma’mur Asmani. 2012. 30)

Namun dengan semakin banyaknya penduduk di Indonesia tidak


membuat Indonesia menjadi negara yang maju malahan menjadi negara yang
berkembang dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran. Potensi yang
sekian banyaknya penduduk seharusnya menjadikan Indonesia menjadi
penghasil sumber tenaga kerja dalam berbagai sektor. Namun kenyataannya
Indonesia masih menjadi negara yang bergantung dengan negara lain.
Faktanya hanya menjadi kebanggaan pemerintah dan bangsa ini saja. Menurut
Akhmad Sudrajat, konsep pengemasan keunggulan lokal diinspirasi dari
berbagai potensi yaitu potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya
manusia (SDM), Geografis, budaya dan historis. Oleh sebab itu hasil dari
sumber daya manusianya maupun alam belum mampu mengoptimalkan apa
yang dimilikinya, sehingga terjadi ketimpangan sosial, ekonomi ataupun
budaya dari setiap wilayah di Indonesia. Seharusnya dengan modal alam dan
manusianya justru akan mudah untuk memberi kekuatan tersendiri. Namun
kenyataannya sebaliknya kekayaan tersebut hanya bisa dimiliki tanpa bisa
mengubah kondisi yang lebih baik. Potensi daerah yang memiliki kekhasan
tersendiri harus dimanfaatkan secara optimal demi bertujuan untuk
mensejahterakan masyarakat.
Hal itu berkontribusi pada angka kemiskinan yang masih tinggi.
Sebagian masyarakat diantaranya adalah warga buruh pabrik di perusahaan
swasta ataupun negeri di dalam dan luar daerah yang menjadi mata
pencaharian masyarakat Indonesia. Namun pekerjaan tersebut belum mampu
untuk menopang perekonomian keluarga atau daerah, sehingga masih
tingginya angka masyarakat yang menggantungkan hasil dari buruh pekerja
dan kurangnya minat masyarakat sendiri dalam mengembangkan kreativitas
potensi daerah masing-masing dalam penghasil lapangan kerja. Data buruh
yang dijelaskan oleh kementerian ketenagakerjaan baru-baru ini sebesar 49
juta pekerja formal. Angka tersebut termasuk dalam jumlah yang cukup tinggi
dengan alasan penduduk Indonesia yang ± 247 juta jiwa.
(http://nasional.news.viva.co.id/news/read/897985-menaker-sayangkan-
jumlah-buruh-berserikat-menurun).

Pemerintah selama ini belum secara profesional mengelola hasil dari


kedua sumber kekuatan tersebut bagi Indonesia, terbukti dengan masih
terpolarisasi masyarakat yang menjadi buruh pabrik. Maka yang terjadi adalah
masyarakat semakin minim kreativitas dalam menciptakan pembaharuan
secara personal ataupun kolektif karena terikat dengan banyaknya masyarakat
yang diporsikan menjadi pekerja buruh.

Kemudian jumlah pengangguran di Indonesia selalu mengalami


peningkatan setiap tahunnya. Pada jumlah pengangguran di jawa tengah
sendiri berkisar 1,3 juta dan jumlah PHK dilaporkan sebanyak 9.400 orang.
Sehingga, sudah semestinya banyak kesempatan kerja yang harus diciptakan
untuk menyerap pengangguran yang ada (Sumber: Suhersono, Herry.
2008.12). Dalam penopang keseimbangan ekonomi bangsa kita berharap
kepada industri yang dipercaya akan mampu menjadi engine of growth.
Industri yang kokoh akan mampu mendorong peningkatan ekspor, penguatan
devisa dalam negeri, penciptaan lapangan pekerjaan baru dan pengembangan
distribusi pendapatan masyarakat. Dalam kerangka yang lebih pragmatis,
industri seharusnya mampu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran
kita. Seharusnya dengan lapangan pekerjaan yang disediakan sektor industri,
pendapatan masyarakat akan terdistribusi lebih meluas sehingga kemudian
sebaran kemiskinan akan semakin berkurang. Sayangnya sekarang ini kita
tidak bisa berharap banyak pada industri. Karena kinerja yang menurun dan
bahkan kontradiksi terjadi di beberapa subsektor. Hal ini seakan-akan
mengkonfirmasikan fenomena tutupnya berbagai pabrik diberbagai belahan
tanah air. (Airlangga hartanto.2004.12)

Secara teknis kita masih dapat memperdebatkan istilah deindustrilisasi


dan apakah Indonesia sedang mengalami masalah dalam mengembangkan
industri di tanah air tidak dapat dibantah. Mencemaskan bahwa kita gagal
memelihara industri lama kita serta (apalagi) mengembangkan industri baru.
Lebih mencemaskan lagi mengingat seharusnya kita dapat berharap bahwa
industrilisasi dapat menjadi engine of growth dalam menyelesaikan problem
klasik kita selama ini yaitu kemiskinan dan pengangguran. Tidak terpungkiri
bahwa akhir-akhir sekarang ini kita telah mendapati masyarakat telah
mengembangkan berbagai cara untuk mengatasi permasalahan di tanah air.
Salah satunya yaitu menciptakan industri rumahan/personal dalam bentuk
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dalam mengatasi permasalahan
yang semakin mencengangkan.

Bila mengacu kepada UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro


kecil dan menengah (UU UMKM), konsep usaha mikro, kecil dan menengah
memiliki banyak pengertian: pertama, usaha yang didirikan untuk tujuan
kegiatan ekonomi dan bukan kegiatan nirlaba; kedua, usaha yang bersifat
produktif atau menghasilkan keuntungan atau laba dari usaha. Ketiga, usaha
yang mandiri atau berdiri sendiri bukan bagian, cabang ataupun afiliasi dari
usaha lain; dan keempat, usaha yang dimiliki oleh perseorangan ataupun
badan usaha (Adekomaruddin. 2014. 1). Dari pengertian tersebut dapat
dikatakan masyarakat yang menjadi pelaku UMKM adalah masyarakat yang
secara mandiri mengelola sendiri hasil dari usahanya. Hal demikianlah bentuk
perubahan masyarakat yang ingin berubah dalam pola perilaku sikap dan
keadaan. Menurut LaPierre dalam (Allen, Guy & Edgley, 1980)
mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan
antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau
secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimulus sosial yang telah
terkondisikan (Saifudin azwar. 2011. 5).

Kehidupan masyarakat pelaku UMKM yang sebagian sudah berjalan


belum mampu mengontrol hasil industri rumahan tersebut dengan teroganisir
secara baik yang kemudian masih rendahnya penghasilan yang didapatkan
para pelaku usaha UMKM. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pelaku
UMKM mengalami hambatan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal yang dirasakan adalah kurangnya kualitas sumber daya manusianya
(SDM) yang rendah akibat keterbatasan akses pendidikan bagi
perindividu/pelaku usaha. Lalu masalah lain adalah akibat modal yang belum
kuat sehingga belum mampu memberikan kekuatan dalam memutarkan roda
perekonomian dalam menunjang penghasilan yang lebih baik. Dan kemudian
penerapan pengelolaan bisnis masih belum maksimal kaitannya dengan
pengetahuan pengelolaan keuangan yang terbatas, seperti pengelolaan
keuangan yang masih menggunakan pengetahuan individu pengusaha. Faktor
eksternal sendiri yakni sistem pembayaran berangsur dari sebuah produk yang
digunakan untuk membayar para pekerja, sehingga untuk memutarkan modal
lebih bagi pengusaha, mereka akan mengalami banyak masalah. Kemudian
permintaan pasar yang terlalu banyak yang belum mampu untuk memenuhi
penyediaan barang. (Moh. Solehatul musthofa Dkk. 2017.324-325)
Jika kita perhatikan lebih mendalam tentang kehidupan masyarakat
pelaku bisnis UMKM yang sebagian terbesar bertempat tinggal di wilayah
pedesaan. Masalah mengoganisir bisnis UMKM masih menjadi kendala
utama selain masalah modal. Mengingat masyarakat pedesaan yang belum
terlalu mengerti perkembangan zaman. Kondisi perekonomian di Indonesia
juga sangat berpengaruh pada tingkat kemajuan dan kesejahteraan pelaku
bisnis UMKM, karena terkadang dengan semakin mahalnya bahan yang
diperoleh untuk menjadi bahan pembuatan industri UMKM maka akibatnya
akan tersendatnya kelancaran UMKM tersebut. Oleh karena itu, kegiatan
pembangunan perlu diarahkan untuk merubah kehidupan mereka menjadi
lebih baik. Perencanaan dan implementasi pembangunan seharusnya berisi
usaha untuk memberdayakan mereka sehingga mereka mempunyai akses pada
sumber-sumber ekonomi (sekaligus politik) yang kemudian menambah
kekuatan bagi daerah tersebut. (Sunyoto Usman. 2012. 31)

Pembangunan daerah juga bukan hanya merupakan bentuk yang lebih


kecil dari rencana pembangunan nasional. Pembangunan daerah mempunyai
watak atau ciri tersendiri, serta memiliki pola dan spirit yang sesuai dengan
kondisi dan potensi yang dimiliki. Itulah sebabnya pembangunan daerah
seyogyanya dilihat sebagai sub-sistem di dalam sistem pembangunan
nasional. Jadi bukan sekadar serpihan dari sistem pembangunan nasional.
Sebagai suatu sub-sistem pembangunan daerah memiliki kebulatan tersendiri,
yang bersifat fungsional bagi keseluruhan sistem pembangunan nasional.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintahan


membuat suatu kebijakan yang tertuang dalam materi Undang-Undang No. 25
Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang berkenanan
dengan pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia kemudian di revisi pada
tahun 2014 yakni Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah pasal 150 ayat 3 huruf c, tentang rencana pembangunan daerah.

Melalui otonomi daerah ini maka setiap kawasan di Indonesia


mencoba untuk menggali lagi potensi yang dimiliki sehingga dapat
memberikan kemajuan terhadap perekomian daerah. Namun realitasnya masih
banyak daerah yang penduduknya terpuruk, yang rendah akan kesejahteraan
dan tinggi akan angka kemiskinan. Implimentasi kebijakan dan pelayanan
yang tidak professional, pemanfaatan kekayaan sumber daya alam yang tidak
optimal, dan visi serta misi pemberdayaan masyarakat yang mandiri hanya
sebatasprogram kerja tanpa dibarengi tindakan pendampingan yang lebih erat
lagi.

Kita semua sadar dan tahu bahwasanya eksistensi para pelaku industri
UMKM didalam suatu daerah khususnya daerah yang memiliki wilayah yang
khas, merupakan sebuah asset untuk bisa mengetahui seberapa besar kekayaan
sumber daya alam yang ada di daerah dan pemberdaayan dari kekayaan
sumber daya itu dapat meningkatkan besarnya potensi daerah untuk dapat
memberikan kesejahteraan sosial seperti yang diharapkan kebanyakan
masyarakat.

Mengingat masyarakat pedesaan yang memiliki solidaritas dan


toleransi yang tinggi tersebut tentu dapat meningkatkan sosial ekonomi tanpa
ragu, dengan mereka memanfaatkan sumber daya yang ada secara otomatis
hasil dari pemanfaatan tersebut dirasakan oleh pemerintah daerah. Hal ini
tentu saja dari pemerintah daerah harus memberikan respon dengan
pemberdayaan untuk pengembangkan kehidupan para pelaku industri UMKM
sebagaimana tujuan awal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kabupaten Kudus adalah sebuah kota yang secara geologis terletak di
Jawa Tengah tepatnya di sebelah utara pulau Jawa sekitar kurang lebih 51 km
ke arah timur ibu kota Jawa Tengah Semarang. Menurut pendapat Prof. Dr. R.
Ng. Poerbatjaraka, diseluruh tanah Jawa hanya ada satu tempat yang namanya
di ambil dari bahasa Arab yaitu Kudus. Sebuah kabupaten yang mempunyai
penduduk kurang lebih 823.650 jiwa ( Menurut Sensusnas 2000 ) ini
mempunyai status kabupaten, atau disebut dengan istilah sekarang daerah
Swantara tingkat II, termasuk ke dalam karesidenan Pati. Dengan luas wilayah
425,15 Km² dan wilayah administrasinya terdiri atas 9 kecamatan, 9 kelurahan
dan 123 desa termasuk di dalamnya Desa padurenan Kecamatan
Gebog.(https://sudrajat7.wordpress.com/2009/01/14/hello-world/)

Mengingat bahwa dalam Peraturan Daerah No. 3 tahun 2008 tentang


rencana strategik Kabupaten Kudus tahun 2008-2013 dan kemudian berlanjut
tahun 2013-2018 setelah terpilihnya bupati dari incumbent. Pemerintah telah
menyusun visi jangka panjang waktu 10 tahun kedepan yaitu “Terwujudnya
Masyarakat Kabupaten Kudus yang Sejahtera Secara Utuh dan Menyeluruh”
dengan salah satu misinya yaitu Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah UMKM bagi peningkatan kesehateraan rakyat.

Sejalan dengan Visi Dan Misi serta arah rencana pembangunan 10


Tahun kedepan di Kabupaten Kudus tersebut, Bank Jateng khususnya Cabang
telah memulai langkah kedepan sejak tangal 22 oktober 2008, yaitu
mengadakan temu wicara dengan Pengusaha Mikro kecil dan menengah yang
dikemas dalam acara “Customer Gathering” atau silaturahmi Bapak Bupati
dan Bank JATENG Cabang Kudus dengan pengusaha Mikro Kudus. Dalam
acara tersebut diadakan di desa Padurean, Kecamatan Gebog Kabupaten
Kudus yang dihadiri tidak kurang dari 400 orang dengan audiens antara lain,
pemerintah Kabupaten Kudus, Bank Jateng Cabang Kudus, Pengusaha
UMKM desa Padurenan dan desa sekitarnya serta masyarakat.

Proses pemberdayaan pembangunan hendaknya dapat di tuangkan


dalam bentuk program aksi yang jelas disertai oleh langkah-langkah
pemberdayaan oleh pemerintah. Tujuan pemberdayaan pembangunan tersebut
adalah untuk meningkatkan derajat hidup masyarakat, kesejahteraan dan
keseimbangan di dalam banyak segi kehidupan baik lingkungan fisik maupun
sosial (Sulistiyani, 2004:19).

Kemudian jika sudah adanya legalisasi dari pemerintah dengan relasi-


relasi dengan lembaga terkait UMKM dalam menciptakan industri
rumahan/personal yang perlu diperhatikan adalah harus adanya pengawasan
dan pemberdayaan yang berkelanjutan dalam melihat pergerakan yang telah
dilakukan oleh masyarakat pelaku industri UMKM, dan kemudian akan
menjadi percuma bila tanpa perhatian, dan hal ini tidak mampu membentuk
sebuah harapan kesejahteraan masyarakat dan juga kesejahteraan bangsa.

Pemberdayaan ini yaitu berupa pengembangan bagi masyarakat


industri UMKM Bordir yang menjadi basis pengembangan industri tersebut
untuk dapat mengatasi permasalahan yang dialaminya bagi masyarakat pada
umumnya yang menjadi pelaku bisnis. Mengingat masyarakat UMKM bordir
tersebut yang mayoritas penduduk pedesaan yang memiliki keterbatasan-
keterbatasan dibidang kualitas SDM (sumberdaya manusia), akses dan
penguasaan teknologi, pasar, dan modal. Hal ini tentu saja perlu mendapatkan
perhatian dan dukungan dari lembaga atau instansi yang terkait guna
menyadarkan masyarakat pelaku UMKM untuk beraktivitas secara kolektif
dengan memiliki kelembagaan lokal seperti seperangkat tatanan normatife
yang tujuannya untuk mendorong kemandirian sosial demi kehidupan sosial
ekonomi yang lebih baik.
Dengan demikian berdasarkan latar belakang di atas dan fenomena
yang sedang terjadi tersebut, akan menjadi acuan penulis dalam melakukan
penelitian dengan fokus peneliti tentang “Peran Pemerintah Kabupaten
Kudus Dalam Pengembangan UMKM Bordir Di Desa Padurenan Pada
Tahun 2014-2018”

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan dalam penelitian


ini yaitu :
1) Bagaimana Peran Pemerintah Kabupaten Kudus dalam pengembangan
UMKM Bordir di desa padurenan?
2) Apayang menjadi faktor pendukung dan penghambat Pemerintah
Kabupaten Kudus dalam pengembangan UMKM Bordir di desa
Padurenan dari tahun 2014-2018?

3. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui bagaimana Peran Pemerintah Kabupaten Kudus dalam


pengembangan UMKM Bordir di Desa Padurenan.
2) Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat Pemerintah
Kabupaten Kudus dalam pengembangan UMKM Bordir di Desa
Padurenan dari tahun 2014-2018

4. Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
pengembangan ilmu politik khususnya yaitu peran pemerintah dalam
melakukan pemberdayaan serta memberikan informasi kepada peneliti
lanjutan yang memiiki topik penelitian yang sama.
2) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran
bagi pemerintah daerah khususnya terhadap lembaga terkait UMKM
untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dan memberi konstribusi
dalam pengembangan/pemberdayaan kehidupan masyarakat serta
memberikan solusi atau jalan keluar akan permasalahan-permasalahan
yang terdapat di kehidupan masyarakat.

5. Batasan Istilah

Dalam batasan istilah ini, supaya tidak terjadi perluasan makna dalam
pembahasan dari pemahaman judul skripsi di atas, maka penulis perlu untuk
memperjelas pengertian beberapa istilah yang dimaksud dalam judul tersebut.

1) Peran
Pada dasarnya Peran diartikan sebagai perilaku dari individu dalam
memerankan sesuatu hal seperti kewajiban. Peran juga dapat dirumuskan
sebagai suatu rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu
jabatan.

Namun dalam penulisan ini, Peran diartikan sebagai suatu sikap


atau perilaku yang diharapkan oleh banyak orang atau sekelompok orang
terhadap seseorang yang memiliki status atau kedudukan tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut apabila dihubungkan dengan Pemerintah
kabupaten Kudus, maka peran tidak berarti sebagai hak dan kewajiban
individu, melainkan merupakan tugas dan wewenang dari dinas
pemerintah kabupaten kudus.

2) Pemerintah Kabupaten Kudus


Pemerintah Kabupaten Kudus merupakan badan eksekutif yang
berada dalam lingkup pemerintah daerah yang bertugas menjalankan
kebijakan yang ada di kabupaten kudus. Pemerintah daerah bekerja sama
dengan dinas-dinas yang berada dalam lingkup pemerintahan kabupaten
kudus serta dibawah pengawasan DPRD kabupeten Kudus.

3) Pengembangan UMKM
Pengembangan dalam tulisan ini dimaksudkan sebagai
pemberdayaan. Dimana pengembangan dengan metode pemberdayaan ini
diartikan sebagai proses pembangunan untuk memperbaiki situasi dan
kondisi yang terdapat di kehidupan masyarakat.

Pengembangan UMKM adalah proses pembangunan sumber daya


manusia/masyarakat maupun lembaganya dalam bentuk penggalian
kemampuan masyarakat beserta lembaganya dalam menjalankan perilaku
mandiri. Kehidupan atau pemberdayaan kehidupan adalah proses
pembangunan sumber daya manusia/masyarakat dalam bentuk penggalian
kemampuan pribadi dikehidupan masyarakat, kreatifitas, kompetensi dan
daya pikir serta tindakan yang lebih baik dari waktu sebelumnya.

Pemberdayaan dalam pengembangan UMKM ini bertujuan untuk


membangun kehidupan yang bertujuan untuk membangun kemandirian
sosial, ekonomi, dan politik kehidupan masyarakat (dalam hal ini yaitu
pelaku industri UMKM Bordir) dengan mengelola potensi sumberdaya
yang mereka miliki untuk mencapai kesejahteraan sosial yang bersifat
berkelanjutan.

4) Desa Padurenan
Desa merupakan satuan unit wilayah terkecil yang ada di suatu
daerah. Terkenal dengan wilayah yang mempunyai panorama yang masih
asri dan penduduknya yang terkenal dengan budaya gotong royongnya.
Kebanyakan Penduduk yang hidup dari hasil alam sebagai mata
pencahariannya.

Desa Padurenan merupakan salah satu desa yang berada di


kabupaten kudus, dari 123 desa dan 9 kelurahan, dengan luas desa yang
mencapai ± 163,116 ha dan dengan jumlah penduduk ± 5290 orang per
tahun 2016. (Sumber Bps Kabupaten Kudus). Termasuk dalam wilayah
cakupan kecamatan gebog yang Secara geografis, Kecamatan Gebog
berbatasan langsung dengan Kabupaten Jepara di sebelah utara dan barat.
Di timur berbatasan dengan Kecamatan Dawe dan Kecamatan Bae.
Sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kaliwungu.
Kemudian secara administratif, Gebog terdiri dari 11 desa, 82 rukun
warga (RW), 435 rukun tetangga (RT) dan 38 dusun dan dengan Desa
Gondosari sebagai Ibukota Kecamatannya.

B. Tinjauan Pustaka

1. Deskripsi Teoritis

1) Peran
Peran merupakan perilaku dari individu dalam memerankan
sesuatu hal seperti kewajiban. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, peran
mempunyai arti pemain sandiwara (film), perangkat tingkah yang
diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.

Peran Menurut Soekanto (2002:243) yaitu merupakan aspek


dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu
peranan. Setiap orang mempunyai berrmacam-macam peranan yang
berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal tersebut bahwa, peranan
menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat tak terkecuali peran
dari lembaga atau instansi. Oleh karena itu peranan lebih menekankan
pada fungsi, penyesuaian diri dan suatu proses.

Kemudian menurut rivai (2006:148), peran merupakan perilaku


yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu. Peran
sangat penting karena dapat mengatur perikelakuan seseorang, disamping
itu peran juga menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang
lain pada batas-batas tertentu, sehingga seseorang dapat menyesuaikan
perilakunya sendiri dengan perilaku sekelompokya.

Peran yang melekat pada diri seseorang dalam masyarakat harus


dibedakan dengan peran yang berposisi di kelembagaan. Posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang
menunjukkan tempat organisasi di masyarakat, sedangkan dalam
kelembagaan menunjukkan tugas dan wewenang. Selanjutnya peran
seseorang dalam kelembagaan memiliki peran lebih banyak menunjuk
pada fungsi, artinya seseorang menduduki suatu posisi tertentu dalam
masyarakat di kelembagaan dan menjalankan suatu peran untuk tujuan
yang ingin dicapai.

Peran menunjukan keterlibatan diri atau keikutsertaan individu,


kelompok yang melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu.
Peranan Pemerintah daerah berarti menunjukkan pada keterlibatan aktif
pemerintah daerah berdasarkan tugas dan wewenang dalam pengelolaan
sumber daya dan pengembangan atau pemberdayaan secara penuh sesuai
visi dan misi untuk tercapainya tujuan. Seperti yang di kemukakan
soerjono soekanto (1987: 220), sebagai Peran normatif dalam
hubungannya dengan tugas dan kewajiban pemerintah daerah dalam
penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum secara total
enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh.
Soekanto (2002:269) menjelaskan bahwa Peran merupakan
tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang menempati
suatu posisi di dalam status sosial, syarat-syarat peran mencakup 3 (tiga)
hal, yaitu :

a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau


tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturn-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.

b. Peran merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting


bagi struktur sosial masyarakat.

Hakikat peran juga dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku


tertentu yang ditimbulkan oleh sesuatu jabatan tertentu. Kepribadian
seseorang juga mempengaruhi bagaimana peran itu harus dijalankan.
Peran yang dimainkan hakikatnya tidak ada perbedaan, baik yang
dimainkan diperankan pimpinan tingkat atas, menengah, maupun bawah
akan mempunyai peran yang sama.

Sedangkan peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang


diharapkan dilakukanoleh pemegang peranan tersebut. Seperti yang
dikemukakan Paul B. Horton dan chester (2009:118). Peran merupakan
perilaku yang diharapkan seseorang yang mempunyai status. Misalnya
pemerintah daerah sebagai lembaga atau institusi pemerintahan yang
diharapkan berfungsi dalam upaya pengembangan atau pemberdayaan dan
pengelolaan industri rumahan dalam bentuk UMKM Bordir yang
mempunyai tujuan akhir yaitu membuat masyarakat memiliki kemandirian
sosial untuk meningkatkan ekonomi sosial dan kesejahteraan yang
diharapkan.

2) Pelayanan Publik

A) Sistem Pemerintahan
Menurut Sumantri, sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang
bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud, apabila salah satu
bagian rusak atau tidak dapat menjalankan tugasnya maka maksud yang
hendak dicapai tidak akan terpenuhi atau setidak-tidaknya sistem yang
sudah terwujud akan mendapat gangguan. Jadi sistem adalah kesatuan
yang utuh dari suatu rangkaian yang kait mengait satu sama lain. bagian
atau anak cabang dari suatu sistem, menjadi induk dari rangkaian
selanjutnya. Begitulah seterusnya sampai pada bagian terkecil. Rusaknya
salah satu bagian akan mengganggu kestabilan sistem itu sendiri secara
keseluruhan pemerintah Indonesia adalah suatu contoh sistem, dan anak
cabangnya adalah sistem pemerintahan daerah, kemudian seterusnya
sistem pemerintahan desa dan kelurahan. Kerja sama antar subsistem akan
menimbulkan hubungan yang sinergis (Inu Kencana Syafiie.2003.2)

B) Konteks Pelayanan Publik


Secara sosiologis yang dinamakan pelayanan publik adalah
pelaksanaan sebuah tugas dan tanggung jawab pemerintah dengan
masyarakat dalam menciptakan kebaikan bersama antar warga negara
dalam sebuah negara. Supaya negara dapat memenuhi tuntutan masyarakat
tersebut, maka negara harus mereformasi administrasi publiknya menjadi
lebih demokratis, efisien dan menciptakan pemerintahan yang berorientasi
pada masyarakat. Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang tidak
hanya bekerja sebatas pada rutinitas kerja yang telah dibuat sebelumnya
(Agus Pramusito Dkk. 2009. 310). Namun, pemerintahan yang mampu
melibatkan masyarakat, swasta, dan kelompok-kelompok kepentingan
lainnya untuk berperan aktif dan menjadi aktor yang sejajar dalam
meningkatkan pelayanan publik. Hurter dan shah (1998) telah
mengembangkan indeks kualitas tata pemerintahan yang baik (good
governance index) berdasarkan atas 4 sub-indeks, antara lain:
1.Indeks partisipasi masyarakat: penilaian kolektif yang menggunakan
indeks kebebasan dan stabilitas politik.
2. Indeksorientasi pemerintahan: Penilaian kolektif yang menggunakan
indeks efisiensi lembaga peradilan
3. Indeks pertumbuhan sosial: Penilaian kolektif yang menggunakan
indeks pembangunan manusia dan distribusi pendapatan secara
seimbang.
4. Indeks manajemen ekonomi: Penilaian kolektif yang menggunakan
indeks orientasi keluar, kemandirian bank sentral, dan rasio
penurunan hutang serta peningkatan produk gross domestic (groos
domestic product)

B) Konteks Kehidupan Pelaku UMKM Bordir


Kehidupan para pelaku UMKM dalam melakukan pengembangan
usahanya melalui berbagai macam cara. Pelaku UMKM yang identik
dengan usaha yang terbilang industri kecil dengan jumlah pendapatan
yang terbilang dalam angka normal atau sedang menjadikan usaha
UMKM tidak akan mudah tergoncang oleh perkembangan ekonomi
globalisasi apabila mengalami krisisnya. Sebagian besar masyarakat
UMKM melakukan pemasaran dalam lingkup lokal dan domestik, belum
sampainya tingkat pemasaran mencapai level internasional. Faktor inilah
yang menyebabkan hasil yang dihasilkan dari pemasukan pendapatan
UMKM terbilang normal dan stabil.
Masyarakat UMKM Bordir adalah suatu komunitas yang memiliki
pola-pola interaksi dan pola budaya yang tentunya berbeda dari
masyarakat lain sebagai hasil interaksi mereka dengan lingkungan
ekosistemnya beserta segala sumber daya yang ada didalamnya. Secara
mendasar hubungan tersebut harus dituangkan dalam bentuk
pembangunan yang berkelanjutan. Adapun menurut Hegley, Jr dalam
bukunya Aca Sugandhy dan Rustan Hakim. (2007.21-22) bahwa
pembangunan yang berkelanjutan sebagai berikut:
a. Berorientasi untuk pertumbuhan yang mendukung secara nyata tujuan
ekologi, sosial dan ekonomi.
b. Memperhatikan batas-batas ekologis dalam konsumsi materi dan
memperkuat pembangunan kualitatif pada tingkat masyarakat dan
individu dengan distribusi yang adil.
c. Perlunya campur tangan pemerintah, dukungan, dan kerja sama dunia
usaha dalam upaya konservasi dan pemanfaatan yang berbasis sumber
daya.
d. Perlunya keterpaduan kebijakan dan koordinasi pada semua tingkat dan
antara yuridiksi politik terkait dalam pengembangan energi bagi
pertumbuhan kebutuhan hidup.
e. Bergantung pada pendidikan, perencanaan, dan proses politik yang
terinformasikan, terbuka, dan adil dalam pengembangan teknologi dan
manajemen.
f. Mengintegrasikan biaya sosial dan biaya lingkungan dari dampak
pembangunan ke dalam perhitungan ekonomi.

Pengembangan UMKM di Indonesia merupakan salah satu


prioritas dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini selain karena
usaha tersebut merupakan tulang punggung sistem ekonomi kerakyatan
yang tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan antara
golongan pendapatan dan antara pelaku usaha, ataupun pengentasan
kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Lebih dari itu,
pengembangannya mampu memperluas basis ekonomi dan dapat
memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempercepat perubahan
structural, yaitu meningkatknya perekonomian daerah dan ketahanan
ekonomi nasional. Keberhasilan usaha dapat diraih dengan upaya dari
berbagai pihak, baik dari upaya eksternal maupun internal. Salah satu
upaya eksternal yang dilakukan antara lain melalui program dan kegiatan
yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan sektor UMKM,
hasilnya selama ini cukup menggembirakan. Kegagalan yang terjadi pada
umumnya disebabkan oleh modal yang kurang memadai, persaingan yang
cukup ketat dan kurangnya kemampuan mengelola usaha. Dengan
demikian, modal bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan sebuah
bisnis akan sukses atau tidak. (Sanusi. 2015.54)

Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor pendorong keberhasilan


bisnis UMKM selanjutnya dikelompokkan dalam dua kelompok besar
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi:
dukungan dana, dukungan teknologi, perencanaan bisnis yang baik, dan
skill kewirausahaan, Sedangkan faktor eksternal meliputi: dukungan
pemerintah, kemudahan akses,dan dukungan lembaga keuangan

Pelaku UMKM Bordir

Faktor Internal Faktor Eksternal

Dukungan Pemerintah
Dukungan Dana Dukungan Teknologi
Kemudahan Akses
Perencanaan Bisnis Skill Kewirausahaan
yang Baik Dukungan Lembaga
Keuangan
Bagan: SiklusPelaku UMKM Bordir beserta lembaga terkait

Menurut Korten (1984), program pembangunan akan gagal


meningkatkan kesejahteraan masyarakat bila tidak ada hubungan
erat/sinergis antara kebutuhan pihak penerima program dengan hasil-
hasilprogram, persyaratan programdengan kemampuan organisasi
pelaksana,dan kemampuan pengungkapan kebutuhan oleh pihak
penerima bantuan dengan proses pengambilan keputusan oleh organisasi
pelaksana (Muhammad Tahwin. 2012.25)

Dalam kehidupan masyarakat pelaku UMKM bordir pasti


memiliki beberapa kendala salah satunya adalah daya saing. Hal ini
menimbulkan permasalahan bagi pelaku UMKM Bordir. Lima kekuatan
dalam daya saing menurut Michael porter dalam bukunya the competitive
advantage dijelaskan oleh (Ade komarudin.2014.130-131) yaitu:

1) Ancaman Pesaing baru


Kekuatan pesaing baru dapat mengubah persaingan dan ukuran
daya saing dalam pasar suatu produk. Pesaing baru yang memiliki
kemampuan dalam berbagai hal seperti pembiayaan dan untuk saat ini
dalam teknologi dan inovasi dapat menyebabkan pesaing yang telah
lebih dulu masuk ke pasaran menjadi harus berusaha lebih keras untuk
bertahan dalam suatu industri.

2) Ancaman barang pengganti


Suatu produk baru yang muncul dengan kemampuan untuk
menggantikan produk sebelumnya dapat mengubah daya saing yang
sudah ada di pasaran. Misalnya dengan hadirnya laptop atau computer
jinjing untuk menggantikan fungsi kumputer dengan PC. Ada pilihan
lain bagi konsumen dapat memaksa produsen suatu produk mengubah
strategi pemasaran dan meningkatkan inovasi atau produk yang
dimilikinya agar tetap mendapatkan minat konsumen.

.3) Kekuatan Pembeli


Kekuatan pembeli dapat terjadi apabila konsumen dari suatu
produk atau jasa terbatas sedangkan penjual atau penyedia jasa terus
bertambah. Pembeli yang mempunyai banyak pilihan cenderung
mempunyai kekuatan untuk memilih dan memaksakan harga atau
kehendaknya sehingga sulit terjadi kesepakatan bisnis dan penjual.
Semakin sulit untuk memperoleh keuntungan tanpa melakukan inovasi
dan pengembangan produk. Hal ini terjadi pada bisnis penyedia
layanan seluler di mana jelas terlihat perang aktif, penawaran berbagai
paket dan perlombaan inovasi terjadi.

4) Kekuatan Penyedia Produk


Kekuatan penyedia produk atau jasa menjadi penentu harga
apabila permintaan sangat tinggi terhadap produk atau jasa tersebut
sedangkan sumber daya atau penyedia jasa atau barangnya terbatas.
Hal ini terjadi beberapa tahun yang lalu pada konsumsi CPO.
Penemuan bahwa CPO dapat menjadi dasar bahan bakar dan isu
tingginya harga bahan bakar berbahan bakar minyak bumi
melambungkan harga CPO hingga melebihi harga dari bahan bakar
yang menggunakan CPO itu sendiri.

5) Persaingan antar pesaing yang telah ada


Kompetisi atau daya saing dapat menjadi berubah paqda sat
para pemain pasar suatu produk atau jasa mengubah strategi. Misalnya
dengan kolaborasi, konsorsium atau dengan membeli perusahaan atau
bisnis pesaing. Perubahan seperti ini merupakan bagian dari strategi
bisnis yang pada saat ini menjadi umum terjadi.
3) Pemberdayaan Masyarakat

A) Pengertian Pemberdayaan Masyarakat


Secara estimologi pemberdayaan berasal pada kata dasar “daya”
yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut,
maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suau proses menuju berdaya,
atau proses untuk memperoleh daya/kekuatan/kemampuan, danatau proses
pemberiandaya/kekuatan/kemampuandari pihak yang memiliki daya
kepada pihak yang kurang atau belum berdaya (Sulistiyani, 2004,77). Dari
pengertian diatas, terdapat tiga kata kunci dalam pemberdayaan yaitu,
proses, memperoleh, dan pemberian.

Lanjut Sulistiyani (2004,77) menjelaskan bahwa pengertian


“proses” menunjuk pada serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang
dilakukan secara kronologis sistematis yang mencerminkan pertahapan
upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju
keberdayaan. Proses akan merujuk pada suatu tindakaan nyata yang
dilakukan secara bertahap untuk mengubah kondisi masyarakat yang
lemah, baik knowledge, attitude, maupun practice (KAP) menuju pada
penguasaan pengetahuan,sikap-perilakusadardan kecakapan-keterampilan
yang baik.

Makna “memperoleh” daya/kekuatan/kemampuan merujuk pada


sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau meningkatkan daya,
kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki keberdayaan. Kata
“memperoleh” mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber inisiatif
untuk berdaya berasal dari masyarakat itu sendiri. Dengan demikian
masyarakat yang mencari, mengusahakan, melakukan, menciptakan situasi
atau meminta kepada pihak lain untuk memberikan
daya/kekuatan/kemampuan.
Kemudian makna kata “pemberian” menunjukkan bahwa sumber
inisiatif bukan dari masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan
daya/kemampuan/kekuatan adalah pihak-pihak lain yang memiliki
kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen
pembangunan lain. Senada dengan pengertian ini, Prijono dan Pranarka
yang dikutip Sulistiyani (2004:78) menyatakan bahwa: pemberdayaan
mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power or
authority, pengertian kedua to give ability to or enable. Pemaknaan
pengertian pertama meliputi memberikan kekuasaan, mengalihkan
kekuaatan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang/belum
berdaya. Disisi lain pemaknaan pengertian kedua adalah memberikan
kemampuan atau keberdayaan serta memberikan peluang kepada pihak
lain untuk melakukan sesuatu.

Winarni dalam Sulistiyani (2004:79) mengungkapkan bahwa inti


daripemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan
(enabling), memperkuat potensi atau daya (empow-ering), terciptanya
kemandirian. Bertolak dari pendapat ini, berarti pemberdayaan tidak saja
terjadi pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, akan tetapi pada
masyarakat yang memiliki daya yang masih terbatas, dapat dikembangkan
hingga mencapai kemandirian.

Selain pengertian diatas, pemberdayaan masyarakat menurut


Kartasasmita dalam Setiana (2005:6) adalah upaya untuk meningkatkan
harkat dan martabat lapisan masyarakat dalam kondisi sekarang yang
masih belum mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan
dan keterbelakangan. Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat adalah
memampukan dan memandirikan masyarakat, sehingga muncul perubahan
yang lebih efektif dan efisien. Pada dasarnya, memberdayakan adalah
memampukan dan memandirikan masyarakat.

Dalam perspektif Setiana (2005:5) pemberdayaan masyarakat


sebenarnya mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya
untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh
masyarakat. Konsepempowerment pada dasarnya adalah upaya
menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradap menjadi semakin
efktif secara struktral, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat,
regional, internasional maupun dalam bidang politik, ekonomi dan lain-
lain.

Namun perspektif ini bertolak belakang dengan perspektif yang di


ungkapkan oleh Sulistiyani (2004:78), untuk konteks barat apa yang
disebutdengan empowerment lebih merupakan pemberian kekuasaan
daripada pemberian daya. Pengertian tersebut wajar terbentuk mengingat
lahirnya konsep pemberdayaandi barat merupakan suatu reaksi atas
pergulatan kekuasaan. Sedangkan dalam konteks Indonesia apa yang
disebut dengan pemberdayaan merupakan suatu usaha untuk memberikan
daya, atau meningkatkan daya.

Perspektif tersebut juga diperkuat dengan apa yang di sampaikan


SumodiningratdalamSulistiyani (2005:78) menyampaikan: pemberdayaan
sebenarnya merupakan istilah yang khas Indonesia daripada barat. Di
barat istilah tersebut diterjemahkan sebagai empowerment, dan istilah itu
benar tetapi tidak tepat. Pemberdayaan yang kita maksud adalah memberi
“daya” bukanlah “kekuasaan”. Empowerment dalam khasanah barat lebih
bernuansa “pemberian kekuasaan” daripada “pemberdayaan” itu sendiri.
B) Konteks Pemberdayaan Mayarakat UMKM Bordir
Penguatan ekonomi masyarakat, tidak cukup hanya dengan
peningkatan produktivitas, memberikan kesempatan berusaha yang sama,
dan hanya memberikan suntikan modal sebagai stimulan, tetapi harus
dijamin adanya kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah
maju dengan yang masih lemah dan belum berkembang. Selain itu
perlu mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan
ide, pengetahuan skill dan talenta, daripada sumber daya tenaga. Oleh
karena itu, Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama
dalam kegiatan ekonominya, sehingga diperlukan pengetahuan tentang
potensi diri dan lingkungan budaya setempat, dari warga masyarakat
masing-masing sebagai sumber hidup dan tempat tinggalnya.

Penguatan ekonomi diharapkan masyarakat berdikari secara


ekonomi, mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan, mendorong pemerataan pendapatan rakyat, dan
meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional. Kebijakannya
dalam pemberdayaan ekonomi rakyat adalah: (1) pemberian peluang
atau akses yang lebih besar kepada aset produksi (khususnya modal); (2)
memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat, agar
pelaku ekonomi rakyat bukan sekadar price taker; (3) pelayanan
pendidikan dan kesehatan; (4) penguatan industri kecil; (5) mendorong
munculnya wirausaha baru; dan (6) pemerataan spasial. (Sanusi. 2015.
44)
Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu strategi
mengembangkan masyarakat dengan memulainya lewat penyadaran,
pencerahan, dan pemberdayaan pada para pelaksana pemberdaya, atau
lewat kelompok elite pemimpin rakyat, atau dimulai dengan
memberdayakan institusi yang ada di sebelah atas. Berdasarkan beberapa
pendapat tersebut, jelas bahwa makna pemberdayaan bukan lagi melihat
masyarakat sebagai obyek atau sasaran yang harus diutamakan untuk
diberdayakan, tetapi justru para agen atau “pelaksana” pemberdayaan itu
sendiri. Pencerahan dan penyadaran harus dimulai dan dilakukan dalam
hal ini adalah para pihak yang terlibat dalam pemberdayaan.

Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat pelaku UMKM


Bordir, A.B Susanto Dkk (2010:41) mengungkapkan pemberdayaan
masyarakat pelaku usaha harus memiliki sifat-sifat wirausaha. Menurut
Marrioti, DeSalvo, dan Towle, sifat-sifat seorang wirausahawan adalah :
a. Adaptabilitas. Kemampuan untuk berhadapan dengan situasi yang baru
serta menemukan solusi yang kreatif terhadap permasalahan yang terjadi.
b. Kompetitif. Kesediaan untuk bersaing dengan orang lain.
c. Percaya diri. Keyakinan untuk dapat melakukan apa yang telah ditetapkan.
d. Disiplin. Kemampuan untuk tetap focus dan berpegang teguh terhadap
jadwal dan tenggat waktu yang telah ditetapkan.
e. Termotivasi. Keinginan untuk bekerja keras dalam rangka mencapai
tujuan.
f. Kejujuran. Komitmen untuk mengatakan hal-hal yang sebenarnya serta
belaku adil terhadap orang lain.
g. Organisasi. Kemampuan untuk menstruktur kehidupan serta menjaga agar
tugas-tugas dan informasi tetap dalam kendali.
h. Kegigihan. Tidak mau menyerah, keinginan untuk tetap menjaga tujuan
yang telah ditetapkan serta berusaha keras untuk mencapainya walaupun
terdapat berbagai rintangan.
i. Persuasif. Kemampuan meyakinkan orang lain untuk melihat sudut
pandang kita sendiri dan menjadikan mereka tertarik terhadap ide-ide yang
kita miliki.
j. Risk Taker. Keberanian untuk menghadapi potensit kerugian.
k. Pemahaman. Kemampuan untuk mendengar dan berempati terhadap orang
lain.
l. Visi. Kemampuan untuk melihat hasil akhir dari tujuan dan pada saat yang
sama bekerja keras untuk mencapainya.

Lanjut (Sumidi, 2002:338) mengidentifikasi beberapa kendala


utama pengembangan industri kecil secara internal, sebagai berikut:
kesulitan pemasaran, keterbatasan financial, keterbatasan SDM, masalah
bahan baku dan keterbatasan teknologi.:

Untuk mencari indikator dar setiap pengembangan industri kecil


tersebut berikut diuraikan berbagai hal tentang faktor-faktor
pengembangan industri kecil diatas.
1. Kondisi Pemasaran
Pengembangan industri kecil dalam bentuk pemasaran
dimaksudkan untuk mendorong kegiatan pengembangan produk industri
ekspor, pasar regional, dan pasar lokal dengan demikian dapat membantu
para pengusaha industri dalam kelangsungan usahanya. Rencana Induk
Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil Jawa Tengah Tahun 2001
(RIPPIK) dan Lemlit Undip menyusun indicator pemasaran yang meliputi:
pengetahuan tentang pasar, intensitas promosi, pencantuman merk dagang,
packing (kemasan).
2. Keterbatasan Finansial
Pada industri pengrajin brodir faktor modal mempunyai peranan
penting dalam kegiatan produksi. Dengan kondisi modal yang sangat
terbatas yang dimiliki oleh pengrajin brodir mereka mengalami hambatan
dalam pengembangan usaha. Rencana Induk Pembinaan dan
Pengembangan Industri Kecil Jawa Tengah Tahun 2001 (RIPPIK) dan
Lemlit Undip menyusun indicator keuangan yang meliputi: jumlah modal
usaha, struktur modal (kekayaan sendiri, pinjaman) serta pemanfaatan
kredit dan pembayaran pajak.
3. Keterbatasan SDM
Kemampuan SDM sangat diperlukan untuk memperluas dan
mempertahankan kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan
produktivitas dalam produksi, perluasan pangsa pasar, dan menembus
pasar baru. Rencana Induk Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil
Jawa Tengah Tahun 2001 (RIPPIK) dan Lemlit Undip menyusun
indicator SDM yang meliputi: perencanaan tenaga kerja, pembagian
kerja, pemberian reward, pelatihan dan pengembangan SDM, jumlah
dan ketercukupan tenaga kerja, kualitas tenaga kerja
4. Keterbatasan bahan baku
Keterbatasan bahan baku seringkali menjadi kendala serius dalam
industri kecil. Kendala ini menjadi terasa jauh lebih berat selama masa
krisis. Indikator bahan baku meliputi:
a. Kemudahan memperoleh bahan baku (darimana diperoleh bahan baku).
b. Keterjangkauan harga bahan baku
c. Kualitas bahan baku
d. Sistem pengadaan bahan baku (rutin, sesuai pesanan, kalau ada
produksi)
5. Keterbatasan teknologi
Pada umumnya UKM di Indonesia masih menggunakan teknologi
tradisional atau mesin-mesin produksi manual. Keterbelakangan
teknologi ini tidak saja berakibat total faktor productiviti dan efisiensi
dalam produksi, tetapi juga menjadikan rendahnya kualitas produk.
Penyebab keterbatasan teknologi antara lain:
a. Keterbatasan dana investasi mesin produksi
b. Keterbatasan informasi tentang perkembangan teknologi mesin
produksi baru.
c. Keterbatasan SDM yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru dan
berinovasi dalam produk maupun proses produksi.

Dengan demikian, segala bentuk permasalahan yang dihadapi para


pelaku industri UMKM menjadi bahan evaluasi bagi para usaha berkaitan
dengan pemerintah sebagai pelindung berjalannya industri tersebut dalam
menciptakan kerjasama untuk mewujudkan hubungan yang
berkesinambungan dalam mengembangkan UMKM yang maju dan
berkembang.

C) Kelembagaan Dalam Pemberdayaan


Dalam upaya untuk mencapai tujuan pemberdayaan/pembangunan
secara umum diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan
masyarakat dan warganya. Sering kali, kemajuan yang dimaksud terutama
adalah kemajuan material, maka pembangunan seringkali diartikan
sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di bidang
ekonomi. Namun pembangunan tidak saja diartikan sebagai perttumbuhan
ekonomi, akan tetapi juga pembangunan sosial, politik dan kebudayaan.
Kalau dalam konteks ke Indonesia-an maka pembangunan itu bertujuan
pada pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan yang
komprehensif yang memperhatikan hak-hak sipil atau lebih dalam lagi
bahawa pembangunan harus memperhatikan hak-hak asasi manusia.
(Budairi, Muhammad.2002,59-60)

Kelembagaan dalam pengertian sosial tidak semata-mata lembaga


atau instansi atau organisasi yang memiliki struktur saja, namun juga
meliputi seperangkat tatanan normative dalam kehidupan bermasyarakat
guna mencapai tujuan tertentu (Soekanto, dalam Amanah & Farmayanti,
2014:40).
A.B. Susanto, Dkk (2010:87) menjelaskan bahwa pendekatan
sebagai basis dalam kegiatan pemberdayaan/pembangunan memiliki
beberapa kriteria dalam memberikan dasar arahan bagi pencapaian tujuan
dari kebijakan publik pemerintahan maupun semua pemangku
kepentingan, meliputi:

a. Modal manusia (human capital) berupa kemampuan dan kualitas sumber


daya manusia dalam jumlah yang cukup.

b. Modal sumber daya alam (natural capital) meliputi semua potensi sumber
daya alam baik hayati maupun non hayati.

c. Modal produksi (Manufactured capital) berupa financial dan teknologi


produksi manufaktur.

d. Modal sosial (social capital) berupa sikap percaya, toleransi,


kelompok/perserikatan, dan jejaring yang dimiliki setiap individu dalam
masyarakat.

Kemudian dalam rangka pemberdayaan masyarakat, perlu dirancang


kontribusi masing-masing aktor didalam kemitraan, yaitu pemerintah, swasta
dan masyarakat (Sulistiyani, 2004:97). Lanjut sulistiyani menjelaskan di
dalam tabel, sebagai berikut :
Aktor Peran dalam Bentuk Output Peran Fasilitasi
Pemberdayaan
Pemerintah Formulasi dan Kebijakan : Politik, Umum, Dana, jaminan,
Penetapan Khusus/Departemental/Sektoral alat, teknologi,
Policy Penganggaran, Juknis dan network,
Implementasi Jukluk, penetapan indikator system
Monitoring, dan keberhasilan manajemen
Evaluasi Peraturan Hukum, penyelesaian informasi,
Mediasi sengketa edukasi
Swasta Kontribusi pada Konsultasi & Rekomendasi Dana, alat,
formulasi, kebijakan, tindakan dan teknologi,
implemntasi, langkah/policy action tenaga ahli dan
monitoring dan implementasi, donator, private sangat
evaluasi investmen pemeliharaan terampil
Masyarakat Partisipasi Saran, input, kritik, Tenaga
dalam formulasi, rekomendasi, kebratan, terdidik,
implemntasi, dukungan dalam formulasi tenaga terlatih,
monitoring dan kebijakan. setengah
evalasi Policy action, dana swadaya terdidik dan
Menjadi obyek, artisipan, setengah
pelaku utama/subyek terlatih.
Menghidupkan fungsi social
control

Peran Tiga Aktor dalam Pemberdayaan Masyarakat (Sulistiani, 2004:97)

4) Kebijakan Publik
Kebijakan Publik menurut Keban (2004) dalam Tahir (2014: 20)
memberikan pengertian bahwa: “Public Policy dapat dilihat dari konsep
filosofis, sebagai suatu produk, sebagai suatu proses, dan sebagai suatu
kerangka kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan merupakan
serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai suatu produk,
kebijakan dipandang sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi,
dan sebagai suatu proses, kebijakan dipandang sebagai suatu cara dimana
melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang
diharapkan darinya, yaitu program dan mekanisme dalam mencapai
produknya, dan sebagai suatu proses tawar menawar dan negosiasi untuk
merumus isu-isu dan metode implementasinya”.

Menurut Anderson (1979) dalam Indiahono (2009: 17)


merumuskan “kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja
dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan
adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi”.

Kemudian Carl Friedrich (1963) dalam Indiahono (2009: 18),


Kebijakan Publik adalah sebagai suatu tindakan yang mengarah pada
tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan tertentu.

Sedangkan menurut Thomas R. Dye (1975) dalam Winarno


(2007:17) mengungkapkan bahwa “Kebijakan Publik adalah apapun juga
yang dipilih oleh pemerintahan, apakah mengerjakan sesuatu itu atau tidak
mengerjakan ‘mendiamkan’ sesuatu itu”. Menurutnya bahwa apabila
pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan
kebijakan Negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah,
bukan semata-mata pernyataan keinginan pemerintah atau pejabatnya.
Disamping itu sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun
termasuk kebijakan Negara. Hal ini disebabkan “sesuatu yang tidak
dilakukan” oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh yang sama
besarnya dengan “sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah”.

Berasarkan penjelasan diatas, upaya untuk memahami kebijakan


publik menurut Dye antara lain: (a) Apapun yang dilakukan dan atau tidak
dilakukan oleh pemerintah, (b) Apa faktor penyebab atau yang
mempengaruhinya, dan (c) Apa dampak dari kebijakan tersebut apabila
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.

5) Kesejahteraan

Menurut Arthur Dunham yang dikutip oleh Sumarnonugroho


(1984:28) menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu
bidang usaha kemanusiaan yang luas dan mencakup jenis-jenis badan
organisasi serta bermacam-macam pelayanan. Lanjut, ia mengemukakan
perumusan sebagai berikut :

Kesejahteraan sosial dapat difefinisikan sebagaikegiatan-kegiatan


yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk
memnuhi kebutuhan-kebuuhan di dalam beberapa bidang seperti
kehidupan keluarga, anak, kesehatan, penyesusaian sosial, waktu
senggang,standar standar kehidupan, dan hubungan-hubungan
sosial.
Pelayanan kesejahteraan sosial memberikan perhatian utama
terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-
komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas;
pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan
penyembuhan dan pencegahan.

Pendapat lain, menurut Walter A. Friedlander dalam


Sumarnonugroho (1984:31), mengemukakan tentang konsep
kesejahteraan seperti demikian :

Kesejahteraan sosial adalah suatu system yang terorganisasi


daripada pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga,
yang bermaksud untuk membantu individu-individu dan
kelompok-kelompok agar mencapai standar-standar kehidupan
dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan-hubungan
perorangan dan sosial yang memungkinkan mereka
memperkembangkan segenap kemampuan dan meningkatkan
kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan
keluarga maupun masyarakat.

Dalam pembahasan selanjutnya Friedlander mengedepankan


tujuan kesejahteraan sosial, yaitu untuk menjamin kebutuhan ekonomi
manusia,standar kesehatandan kondisi kehidupan yang layak,
mendapatkan kesempatan-kesempatan yang sama dengan warga negara
lainnya, peningkatan derajat harga diri setinggi mungkin, kebebasan
berfikir dan melakukan kegiatan tanpa gangguan sesuai dengan hak-hak
asasi seperti yang dimiliki sesamannya (Sumarnonugroho, 1984:31)

Kemudian, di Indonesia, pengertian kesejahteran sosial (Undang-


Undang Dasar Republik Indonesia)telah dituangkan ke dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial pasal 1 (1)
sebagai revisi Undang-Undang nomor 6 Tahun 1974 pasal 2 (1) yang
berbunyi : “Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak
danmampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya”.

2. Penelitian Yang Relevan

Untuk memperkuat tema yang akan dilakukan dalam penelitian ini,


penulis mengambil rujukan dari beberapa penelitian yang dilakukan
sebelumnya.

1) Penelitian yang dilakukan oleh Septaria Dina Wijaya (Mahasiswa Program


Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri
Semarang 2011) mengenahi Strategi Pengembangan Industri Kecil Kerajinan
Bordir di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal. Hasil penelitian yang
dilakukan Septaria Dina Wijayamenunjukan bahwa Pengembangan
masyarakat Industri Kecil Kerajinan Bordir di Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Kendal belum mampu memiliki kekuatan dalam menopang hasil
ekonomi masyarakat. Masyarakat mengalami permasalahan dalam
perkembangan unit produksi, permodalan, tingkat penjualan dan tenaga kerja.
Kemudian belum berkembangnya dari beberapa faktor (1) Peran pemerintah
daerah yang belum dapat bersinergi dengan pelaku usaha bordir dalam
mengembangkan kerajinan bordir tersebut (2) Para pelaku usaha bordir dalam
menghasilkan produk dari bordir tersebut belum memiliki banyak inovasi
sehingga hasil yang didapatkan belum dapat memenuhi kebutuhan pasar.
Kesamaan penelitian Nirwana dengan penelitian ini adalah penelitian yang
diteliti sama yaitu kerajinan bordir yang menjadi pokok utamanya. Perbedaan
penelitian Nirwana dengan penelitian ini adalah metode yang digunakan
dalam penelitiannya menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif
yang berbentuk angka-angka sedangkan dalam penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif kualitatif dengan dinyatakan dengan bentuk symbol atau
kata-kata sebagai pedomannya.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Dian Andhiny Paramasari (Mahasiswa
program Studi Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009) mengenahi “Strategi Dinas
Koperasi dan UKM Kota Surakarta Dalam Pengembangan Sektor Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)”. Hasil penelitian yang dilakukan
DianAndhiny Paramasari, menjelaskan bahwa bahwa Dinas Koperasi dan
UKM Kota Surakarta hanya menjalankan strategi yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat yang dituangkan dalam Rencana Strategis Kementrian
Koperasi dan UKM. Dinas Koperasi dan UKM Kota Surakarta Melakukan
kegiatan-kegiatan yaitu Sosialisasi Dukungan Informasi Penyediaan
Permodalan Bagi UMKM, Penyelenggaraan Promosi Produk UMKM,
Penyelenggaraan Pelatihan Kewirausahaan, Penyusunan Kebijakan Tentang
UMKM, dan Fasilitasi Pengembangan UMKM. Faktor yang mendukung
adalah tersedianya dana atau anggaran yang memadai, jalinan kerjasama
dengan para stakeholders, serta adanya sarana dan prasarana yang memadai.
Faktor yang menghambat adalah rendahnya jiwa kewirausahaan yang dimiliki
oleh SDM UMKM yang berdampak pada terhambatnya pelaksanaan strategi
pengembangan tersebut. Kesamaan penelitian yang dilakuan Dian Andhiny
dengan penelitian ini adalah pemakaian Metode penelitian Kualitatif
deskriptif. Perbedaan penelitian yang dilakukan Dian Andhiny dengan
penelitian ini adalah fokus penelitiannya.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Nanang Kurniawan (Mahasiswa Program
Studi Sosisologi, UIN Sunan Kalijaga, 2015). Mengenahi “Peran Pemerintah
Kabupaten Dan UKM Dalam Pemberdayaan Pengrajin Batik Di Desa Tancep
Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunungkidul”. Inti hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nanang Kurniawan menjelaskan bahwa peran Pemerintah
maupun UKM belum dapat dinikmati oleh para pengrajin batik di Desa
Tancep. Kelompok batik yang berdiri saat ini sudah dikuasai oleh para
pengurus masing-masing kelompok. Anggota hanya akan menjadi pekerja dan
pengurus akan menjadi pemilik. Hal ini menjadikan program pemberdayaan
pengrajin batik tidak dapat tepat sasaran. Perbedaan Penelitian tersebut
dengan penelitian ini adalah tempat penelitian yang berbeda.
4) Penelitian yang dilakukan oleh Yulia Hendri Yeni Dkk (Mahasiswa
Universitas Andalas Padang, Juli 2014) mengenahi “Pemberdayaan Industri
Kreatif Sektor Kerajinan di Sumatera Barat melalui Entrepreneurial
Marketing; Studi pada UMKM Bordir dan Sulaman” menjelaskan bahwa
Bordir dan Sulaman merupakan ikon Sumatera Barat dan mampu
berkontribusi pada perekonomian. Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan terlihat bahwa kemampuan wirausahawan usaha ini masih
terbatas.Hal tersebut sejalan dengan pendapat pemerintah yang
menjadikannya sebagai isu strategis nasional terutama terkait dengan
dibutuhkannya kompetensi manajerial dari para pelaku usaha terutama
dibidang Entrepreneurship dan Marketing. Kedua aspek manajerial tersebut
dikenal dengan nama Entrepreneurial Marketing.Penelitian ini ditujuankan
untuk memberdayakan UMKM kerajinan bordir dan sulaman melalui
Entrepreneurial Marketing.Secara khususpenelitian ini ditujukan
untukmemberikan gambaran tentang keterkaitan antara Entrepreneurial
Orientation, Market Orientationdan Kinerja Organisasi Kesamaan penelitian
Sri N. Q. dengan penelitian ini adalah pemakaian metode penelitian kualitatif
deskriptif dan pembahasan pemberdayaan masyarakat pesisir. Perbedaan
penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah fokus penelitian.
5) Penelitian yang dilakukanoleh Rahayu Puji Suci (Fakultas Ekonomi
Universitas Widyagama, 2009) mengenahi “Peningkatan Kinerja Melalui
Orientasi Kewirausahaan, Kemampuan Manajemen, dan Strategi Bisnis (Studi
pada Industri Kecil Menengah Bordir di Jawa Timur)”. Hasil penelitianya
menjelaskan bahwa penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
orientasi kewirausahaan dengan penekanan. Pada keterampilan manajemen
pengusaha, dan strategi bisnis terhadap kinerja. Penelitiannya adalah
diterapkan pada usaha kecil dan menengah (sme) industri bordir di jawa timur
yang harus menghadapi lingkungan yang dinamis dan tidak pasti serta
persaingan intensitas tinggi dan membutuhkanmanajemen yang baik.
Keterampilandanstrategi bisnisyangtepatagar bisa menang dalam persaingan.
6) Penelitian yang dilakukan Muhammad Tahwin (Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi (2012) Pengembangan Industri Kecil (Studi Kasus Industri Bordir
Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang). Berdasarkan hasil penelitian, dalam
mengembangkan industri kecil yang ada di rembangpara pelaku industri
mengembangkan strategi yaitu menggandeng beberapa lembaga terkait dalam
mengembangkan industri kecil yang ada di rembang, termasuk menggandeng
pemerintah kabupaten rembang untuk menciptakan kebijakan yang relevan
dengan masyarakat pelaku industri. Persamaan penelitian Muhammad Tahwin
dan penelitian ini adalah penggunaan metode penelitian kualitatif-deskriptif.
Perbedaanya terletak pada focus penelitian, dimana penelitian Aliza fokus
pada kebijakan pemerintah dalam pemerataan pembangunan Industri kecil
Bordir, sedangkan pada penelitian ini fokus pada peran pemerintah pada
pengembangan Umkm Bordir.

3. Kerangka Berfikir

Kerangka berpikir memberikan gambaran umum mengenai pemikiran


penelitian. Tujuannya untuk mempermudah pembaca memahami isi dari
penelitian. Hal ini menjadi perlu karena dapat mengarahkan ke alur dari
penelitian, sehingga kerangka berpikir ditarik berdasarkan suatu landasan
konseptual, lebih lanjut akan menjadi bingkai yang mendasar dari pemecahan
suatu masalah

Didalam Kehidupan masyarakat UMKM Bordir, terdapat banyak


permasalahan seperti : politik, sosial dan ekonomi yang kompleks, mulai dari,
tekanan-tekanan ekonomi, keterbatasan modal, kualitas sumber daya manusia
(SDM) yang rendah sebagai akibat keterbatasan akses pengembangan
kemampuan para pelakunya.

Dari beberapa permasalahan tersebut, dalam kehidupan masyarakat


UMKM Bordir di Desa Padurenan Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus,
terdapat permasalahan-permasalahan seperti kesenjangan sosial, keterbatasan
modal, kurangnya manajerial usaha dan kualitas SDM rendah, dll.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka fenomena seperti ini tentu saja


membutuhkan intervensi pengembangan dengan tujuan tercapainnya
kemandirian sosial. Dimana pengembangan tersebut menjadi sebuah
tanggungjawab bagi pemerintah daerah kabupaten Kudus, dan dengan
lembaga/instansi yang terkait didalam pengembangan/pemberdayaan
kehidupan masyarakat UMKM Bordir.
Pemakaian teori yang akan dipakai dalam penelitian ini tentang
pengembangan UMKM bordir tersebut yaitu beberapa konsep pemberdayaan
dari (Rachma Fitriati.2015.4). Menurut Rachma dalam memberdayakan
UMKM dalam hal ini UMKM Bordir diperlukan prasyarat yang terencana,
sistematis dan menyeluruh. Prasyarat ini meliputi.

1. Penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha


seluas luasnya dan menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi
ekonomi.

2. Pengembangan sistem pendukung UMKM untuk meningkatkan akses


sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang
terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang
tersedia.

3. Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan


menengah dan,

4. Pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan


masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sekttor
informal yang berskla mikro, terutama yang masih berstatus keluarga
miskin.

Kemudian dibutuhkanya kebijakan publik dalam pelaksanaa


pengembangan tersebut, sebab tanpa adanya kebijakan tentang
pemberdayaan/pengembangan, maka pengembangan tidak akan bisa
terlaksana, mengingat kebijakan publik merupakan ketegasan pemerintah
yang berupa terobosan/tindakan kebijakan untuk menggatasi dan mencari
solusi dari permasalahan yang ada di masyarakat. Dalam kebijakan publik
ini, peneliti akan memakai konsep dari Thomas R. Dye, dimana terdapat 3
poin dalam kebijakan publik antara lain: (a) Apapun yang dilakukan dan
atau tidak dilakukan oleh pemerintah, (b) Apa faktor penyebab atau yang
mempengaruhinya, dan (c) Apa dampak dari kebijakan tersebut apabila
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan

Dengan demikian, harapannya dengan adanya pemberdayaan,


terciptanya kemandirian sosial didalam kehidupan masyarakat pelaku
UMKM Bordir dan terwujudnya kesejahteraan sosial. Lebih jelasnya lihat
kerangka berfikir dibawah ini :

Pelaku UMKM
Bordir

Permasalahan Kehidupan UMKM


Bordir:
Kesenjangan Sosial
Keterbatasan Modal
Kualitas SDM rendah,dll

Peran Pemerintah Kabupaten


Kudus

Pemberdayaan Kebijakan Publik


Pemberdayaan

Tercapainya Kemandirian Sosial dan


Terwujudnya Kesejahteraan Sosial
C. Metode Penelitian

Sebuah penelitian dalam prosesnya melalui beberapa tahapan. Untuk

menghasilkan penelitian yang baik, maka dalam sebuah penelitian memakai

sebuah metode/metodologi. Metodologi sangat berperan dalam menentukan

berhasil tidaknya suatu penelitian dengan kata lain setiap penelitian harus

menggunakan metodologi sebagai tuntunan berfikir yang sistematis agar dapat

mempertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode dalam ilmu pengetahuan

berfungsi sebagai cara kerja yang membuktikan kebenaran ilmiah atau menjawab

pertanyaan secara ilmiah.

Metode yang digunakan peneliti adalah metodelogi kualitatif dengan

pendekatan deskriptif. Metodelogi kualitatif yang dimaksud adalah prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati (Bogdan dan Taylor dalam

Moleong, 2007: 4).

Sedangkan pendekatan deskriptif adalah penyelidikan yang diadakan untuk

memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-

keterangan secara faktual baik tentang institusi sosial ekonomi, atau politik, dari

suatu kelompok atau suatu daerah (Masyuri, 2008: 34).


1. Latar Penelitian

Latar penelitian menunjukan tempat atau lokasi dimana penelitian

dilakukan.Tujuan ditetapkannya lokasi penelitian ini adalah agar diketahui dengan

jelas objek penelitian.Adapun lokasi penelitian yaitu di Pemerintah Kabupaten

Kudus selaku lembaga pemerintah yang melaksanakan perda pengelolaan dan

pengembangan UMKM Bordir. Selain di Pemerintah Kabupaten Kudus, peneliti

juga akan melakukan penelitian di Desa Padurenan Kecamatan Gebog.

2. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini diharapkan memudahkan peneliti dalam menggali

informasi atau data dilapangan, agar hasil data yang diperoleh lebih terpusat dan

terarah sesuai dengan rumusan permasalahan. Adapun fokus dalam penelitian ini

adalah:

1) Peran Pemerintah Kabupaten Kudus dalam Pengembangan UMKM Bordir

di Desa Padurenan Kecamatan Gebog.

2) Faktor pendukung dan penghambat Pemerintah Kabupaten Kudus dalam

pengembangan UMKM Bordir di Desa Padurenan dari tahun 2014-2018.

3. Sumber Data

Sumber data adalah tempat, orang atau benda dimana peneliti dapat

mengamati, bertanya atau membaca tentang hal-hal yang berkenaan dengan

variable yang diteliti (Arikunto, 2007: 99).

Sumber data dalam penelitian ini dibedakan kedalam sumber data primer

dan data sekunder. Data primer di peroleh langsung dilapangan seperti


wawancara pada para ahli dan meninjauan langsung lokasi penelitian. Untuk

sumber data sekunder diperoleh dari data-data histori Kabupaten Kudus dan

teori-teori penunjang penelitian yang diperoleh dari beberapa buku.

Mengingat peneliti menggunakan pedekatan kualitatif maka dipilihlah

informan penelitian sebagai sumber data primer penelitian. Pihak yang menjadi

informan dalam penelitian adalah:

1) Pemerintah Kabupaten Kudus, yang meliputi:

a. Bupati Kudus

b. Disnaker Perinkop dan UKM Kabupaten Kudus

2) Masyarakat Desa Padurenan Kecamata Gebog, yang meliputi

a. Kepala Desa ataupun Perangkat Desa

b. Penduduk desa yang berkerja sebagai pelaku UMKM Bordir.

4. Alat dan Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data baik

itu data primer maupun data sekunder diantaranya:

1) Pengamatan

Pengamatan merupakan cara pengumpulan data yang paling utama

dalam penelitian ini. Menurut Lexy J. Moleong (2007: 175) alasan secara

metodologis bagi penggunaan pengamatan ialah:

“Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi


motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebisaan dan
sebagainya; pengamatan memungkinkan pengamat untuk
melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian,
hidup pada saat itu, menangkap arti fenomena dari segi
pengertian subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi
pandangan dan anutan para subjek pada keadaan waktu itu;
pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang
dirasakan dan dihayati oleh subjek sehingga memungkinkan
pula peneliti menjadi sumber data; pengamatan memungkinkan
pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari
pihaknya maupun dari pihak subjek”.

Pelaksanaan kegiatan pengamatan diawali dengan pembuatan dan

pengiriman surat izin penelitian ke Pemerintah Kabupaten Kudus dan

Balai Desa Padurenan. Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan

pengamatan lapangan dan pelaksanaan penelitian. Beberapa alat yang

digunakan untuk mempermudah pengamatan, seperti alat dokumentasi

dan catatan kecil.

Teknik pengamatan tidak lepas dari beberapa pokok permasalahan

yang dibahas yaitu dalam peran Pemerintah Kabupaten Kudus dalam

pengembangan UMKM Bordir dan upaya mengatasi permasalahan-

permasalahan dalam kehidupan masyarakat pelaku UMKM Bordir di

empat tahun terakhir yaitu tahun 2014-2018. Penelitian ini dilakukan

dengan cara: (a) Melihat dan mengamati sendiri kemudian mencatat

bagaimana data diperoleh dan peran Pemerintah Kabupaten Kudus dalam

pengembangan/pemberdayaan dan upaya mengatasi permasalahan-

permasalahan didalam kehidupan Pelaku UMKM Bordir, (b) Mencatat

pelaksanaan yang berkaitan dengan pengetahuan yang langsung diperoleh

dari data yang dilihat. Setelah mendapat beberapa data yang dianggap
sesuai, kemudian peneliti mulai melakukan penulisan hasil pengamatan

kedalam bentuk skripsi secara lengkap.

2) Wawancara (interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Untuk

mendapatkan data yang diinginkan peneliti terlebih dahulu membuat

instrument wawancara terlebih dahulu.

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terbuka artinya

wawancara dilakukan ketika pewawancara dan interviewe sama-sama

mengetahui permasalahan yang akan dibahas dalam wawancara tersebut.

sasaran wawancara yang akan dilaksanakan kepada para pelaku usaha

UMKM bordir, pemerintah daerah beserta stakholderannya.

3) Dokumentasi

Tahap pengumpulan data yang digunakan lainnya yaitu

dokumentasi. Tahap dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal

terkait berupa dokumentasi digital. Pengambilan dokumentasi dilakukan

selama pelaksanaan penelitian berlangsung dilapangan, dengan cara

merekam atau memotret saat pelaksanaan penelitian. Pengambilan data

dengan penggunaan dokumentasi akan menimbang data-data sebagai

tambahan untuk penguat data primer dan sekunder.


4. Uji ValiditasData

Uji validitas data sangat penting dalam proses pemaparan penelitian,

pembahasan, dan penarikan simpulan. Dengan adanya uji keabsahan data,

maka analisis dan penarikan simpulan telah dilandasi oleh kebenaran, karena

berasal dari data yang telah teruji kebenarannya.

Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

triangulasi data. Trianggulasi data (Moleong, 2007: 332) merupakan cara

terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang

ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai

kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan.

Menurut Sugiyono (2008: 330), apabila peneliti melakukan

pengumpulan data dengan trianggulasi, maka peneliti menguji kredibilitas

data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data. Hal ini dapat

digambarkan seperti gambar dibawah ini:

Observasi

Wawancara Wawancara
Mendalam partisipatif

Dokumentasi

Gambar: Trianggulasi “Sumber” pengumpulan data (Sugiyono, 2008: 331)


Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa didalam metode
validitas akan diperoleh suatu data dari sumber yang berbeda dengan teknik
yang sama. Data didapatkan kemudian teknik yang digunakan yaitu
trianggulasi data, Peneliti mengecek kembali data yang diperoleh dari sumber
atau informan dari sumber atau informan penelitian tersebut. Peneliti
mengajukan berbagai macam pertanyaan berkaitan dengan peran pemerintah
kabupaten kudus dalam pengembangan/pemberdayaan upaya mengatasi
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan masyarakat pelaku UMKM
Bordir di empat tahun terakhir yaitu tahun 2014-2018. kemudian dari hasil
tersebut dipadukan sehingga mendapat hasil yang sesuai dengan rumusan
permasalah penelitian ini.
5. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan model analisis versi


John. W. Criswell. Langkah-langkah analisis datadapat dilihat sebagai berikut:
Gambar Komponen Dalam Analisis Data

Validasi Akurasi Menginterpretasikan


temuan tema-tema/deskripsi-
deskripsi

Menghubungkan tema- Menghubungkan


Memvalidasi tema deskripsi tema-tema/deskripsi
Keakuratan (studikasus) (studi kasus)
temuan
Tema- tema Deskripsi Kronologi
penyebab nilai
dan kondisi Deskripsi
sekarang

Men-coding data (tangan Memberi Tanda dengan di


atau computer) blok untuk transkrip dan
ditandai bolpoin untuk
koran

Membaca keseluruhan Membaca


data Keseluruhan data

Mengolah dan Memilah data dalam


Mempersiapkan data kategori kronologi,
untuk dianalisis penyebab, nilai dan
kondisi pasca sampai
sekarang

Data Mentah (Transkripsi, Trasnkrip wawancara


Sumber: J. W.
data tangan, gambar dan dengan pelaku, video
sebagainya kerusuhan dan laporan
media massa

Sumber : Creswell (2009:279)


1) Menyiapkan dan mengatur data
Mengolah data dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Langkah ini
termasuk, transkripsi wawancara, men-scaning materi, mengetik data
lapangan, memilih dan menyusun data berdasarkan sumber informasi
2) Membaca keseluruhan data dengan merefleksikan makna secara
keseluruhan dan memberikan catatan pinggir tentang gagasan umum
yang diperoleh.
3) Menganalisis lebih detail dengan men-coding data.
4) Menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang,
kategori-kategori dan tema-tema yang akan ditulis.
5) Menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan ditulis dalam
narasi atau laporan kualitatif.
6) Menginterpretasikan data.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Komarudin, Ade. 2014. Politik Hukum Integratif UMKM, Kebijakan Negara


Membuat UMKM Maju dan Berdaya Saing. Jakarta: PT Wahana Semesta
Intermedia

Hartanto, Airlangga.2004. Strategi Clustering dalam Industrialisasi Indonesia.


Yogyakarta: ANDI

Usman, Sunyoto. 2012. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:


Pustaka Penerbit

Azwar, Saifuddin. 2011. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:


Pustaka Penerbit
Pramusinto, Agus Dkk. 2009. Governance Reform di Indonesia: Mencari Arah
Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang Profesional.
Yogyakarta: Gava Media

Syafiie, Inu Kencana. 2003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia


(SANRI). Jakarta: PT Bumi Aksara

Susanto, A.B Dkk. 2010. Reinvensi Pembangunan Ekonomi Daerah, Bagaimana


Membangun Kesejahteraan Daerah. Jakarta: Erlangga Group

Sugandhy, Aca dan Rustan Hakim. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan
Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Budairi, Muhammad.2002. Masyarakat Sipil dan Demokrasi. Dialektika Negara dan


LSM ditinjuau dari Perspektif Politik Hukum. Yogyakarta: E-law Indonesia

Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik: Berbasis Dynamic Policy


Analisys. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Miles, B. Matthew dan Huberman, A. Michael.2007. Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: UI-Press

Moleong, J. Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

Norris, P & Inglehart, R. 2009. Sekularisasi Ditinjau Kembali: Agama & Politik di

Dunia Dewasa Ini. Terjemhan Zaim Rofiqi. Jakarta: Pustaka Alvabet.

Rivai, Veithzal. 2006. Kepemimpinandan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.
Setiana, L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor: Ghalia

Indonesia

Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat. Jakarta: Rajawali.

Soekanto, Soerjono. 2002. Teori Peranan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sumarnonugoho, T. 1984. Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: PT.

Hanindita

Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian


Strategis Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Revika
Aditama.

Setiana, L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor: Ghalia

Indonesia

Sulistiyani, AT. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta:


Gaya Media.

Tahir, Arifin. 2014. Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan


Pemerintah Daerah. Bandung: Alfabeta

Winarno,Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori & Proses. Jakarta: MedPress.

Amanah, Siti & Farmayanti, Narni. 2014. Pemberdayaan Sosial Petani-Nelayan,


Keunikandan Daya Saing. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Fitriati, Rachma.2015. Menguak Daya Saing UMKM Industri Kreatif, Sebuah Riset
Tindakan Berbasis Soft Systems Methodlogy. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia

Sumber Skripsi, Tesis dan Jurnal

Musthofa, Moh Solehatul dkk. 2017. Innovation and Social Capital in the
Development of Embroidery Industry in Nalum Sari Sub District of Jepara
Regency, Central Java(A Study in Nalum Sari and Daren Villages). Volume
15, No. 16 Faculty of Social Sciences, Semarang State University.

Wijaya, Septaria Dina. 2011. ‘Strategi Pengembangan Industri Kecil Kerajinan


Bordir di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal.’. Skripsi. Semarang:
Fakultas Ekonomi UNNES

Paramasari, Dian Andhiny. 2009. ‘Strategi Dinas Koperasi Dan Ukm Kota Surakarta
Dalam Pengembangan Sektor Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah’. Skripsi.
Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas sebelas Maret

Suci, Rahayu Puji. 2009.Peningkatan Kinerja Melalui Orientasi Kewirausahaan,


Kemampuan Manajemen, dan Strategi Bisnis(Studi pada Industri Kecil
Menengah Bordir di Jawa Timur) Jurnal Universitas Widyagama JURNAL
Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.11, No. 1

Sumidi, 2002, Pemberdayaan Industri Kecil Bordir Di Kabupaten Kudus,


Dialogue, Jurnal Ilmu administrasi dan Kebijakan Publik, Vol,1, N0. 2
Mei, UNDIP, Semarang
Kurniyawan, Nanang.2015. Peran Pemerintah Kabupaten dan UMKM Dalam
Pemberdayaan Pengrajin Batik Di Desa Tancep Kecamatan Ngawen
Kabupaten Gunungkidul’ Skripsi, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga
Sanusi. 2015.Faktor Penentu Keberhasilan Umkm Pada Klaster Bordir Dan
Konveksi Kudus, Iqtishadia, Vol 8, No. 1, Maret
Tahwin, Muhammad. 2012. Pengembangan Industri Kecil (Studi Kasus Industri
Bordir Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang), POTENSIO Volume 17 No.
1 Juli

Suhersono, Herry.2008. Cetak biru, Desa Produktif Bordir Dan Konveksi Padurenan
Melalui Pendekatan Diamond Cluster. Lukisan Bordir Terbelalak.

Sumber Website

(http://nasional.news.viva.co.id/news/read/897985-menaker-sayangkan-jumlah-
buruh-berserikat-menurun (di unduh pada 19 juni 2017)

https://sudrajat7.wordpress.com/2009/01/14/hello-world (di unduh 20 juni 2017)

Anda mungkin juga menyukai