Anda di halaman 1dari 16

Makalah

DASAR TEKNOLOGI HASIL TERNAK


“Daging Segar Dan Cara Mempertahankan Kesegarannya”

Oleh:

MISRAWATI
L1A1 15 147

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan taufiq, hidayah,
rahmat dan karunia-Nya serta kelapangan berpikir dan waktu, sehingga saya dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah dengan judul “Daging Segar Dan Cara
Mempertahankan Kesegarannya”. Makalah ini disusun sebagai tugas yang
diberikan oleh dosen mata kuliah "Dasar Teknologi Hasil Ternak".
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh
dari buku, serta informasi dari media elektronik (internet) yang berhubungan
dengan “Daging Segar Dan Cara Mempertahankan Kesegarannya”. Tak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah “Dasar Teknologi Hasil
Ternak” atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih karena telah berkenan membaca
makalah ini. Semoga memberikan manfaat kepada kita semua.

Kendari, 29, september 2018

penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan
fisik dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan
lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan
sebagainya.
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain,
protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan
pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Karakteristik kualitas daging merupakan karakteristik yang dinilai oleh
konsumen dalam memenuhi palatabilitasnya, berkaitan dengan penilaian sensorik
atau organoleptik. Kualitas daging atau bahan pangan pada umumnya, dinilai oleh
konsumen pada awalnya melalui pendekatan organ-organ panca indera. Sehingga
karakteristik kualitas pada daging menyangkut warna, keempukan, citarasa
(flavour), dan kebasahan (juiciness).
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable
food) dan bahan makanan yang memiliki potensi mengandung bahaya (potentially
hazardous foods atau PHF). Bahaya yang mungkin dapat ditemukan dalam daging
terdiri dari bahaya biologis (misalnya bakteri, kapang, kamir, virus dan parasit),
bahaya kimia (misalnya residu antibiotika, residu hormon, cemaran logam berat),
dan bahaya fisik (misalnya serpihan tulang, serpihan pecahan kaca). Oleh sebab
itu, penanganan daging harus dilakukan secara higienis dengan cara mendiginkan
dan membekukan daging.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Pengertian Daging Segar
2. Faktor yang mempegaruhi Kualitas Daging
3. Cara Mempertahankan Kesegaran Daging/Karkas
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Pengertian Daging segar
2. Untuk mengetahui Faktor yang Mempengaruhi kualitas Daging
3. Untuk mengetahui Cara Mempertahankan Kesegaran Daging/Karkas
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Daging Segar
Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan
fisik dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan
lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan
sebagainya. Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi.
Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging
lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga
mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable
food) dan bahan makanan yang memiliki potensi mengandung bahaya (potentially
hazardous foods atau PHF). Bahaya yang mungkin dapat ditemukan dalam daging
terdiri dari bahaya biologis (misalnya bakteri, kapang, kamir, virus dan parasit),
bahaya kimia (misalnya residu antibiotika, residu hormon, cemaran logam berat),
dan bahaya fisik (misalnya serpihan tulang, serpihan pecahan kaca).
1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Daging
Dalam pemotongan ternak ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
daging yaitu:
1. Faktor Sebelum pemotongan terdiri dari
a. Genetic/Keturunan
Nilai heritabilitas keempukan daging sapi sekitar 45%, artinya 45% keemp
ukan daging sapi saat dimasak ditentukan oleh faktor genetik atau tetua ternak yan
g dipotong.Faktor genetik akan menentukan keempukan daging antargrade dan
potongan daging sejenis.
b. Spesies
Dari taksonomi ternak yang paling diperhatikan yaitu spesiesnya, karena
spesies menentukan apakah ternak tersebut banyak dipelihara di Indonesia,
mampu memproduksi daging atau susu, serta mempunyai produksi daya adaptasi
yang tinggi, dan sebagainya.Spesies menentukan tingkat perdagingan suatu
ternak.
c. Bangsa
Bangsa ternak termasuk kedalam factor genetic atau factor keturunan.
Bangsa suatu ternak juga menentukan kualitas suatu daging ternak itu sendiri.
Misalnya ternak sapi-sapi introduksi, seperti: 1) sapi limousine, persentase daging
dalam karkas cukup tinggi, 2) sapi angus, mempunyai kemampuan dalam
menurunkan marbling (perlemakan dalam daging) ke anak-anaknya. 3) sapi
Hereford, perdagingannya tebal. Dan sebagainya. Jadi dilihat dari bangsa ternak
itu sendiri sangat penting dalam mennentukan kualitas daging.
d. Tipe ternak
Tipe ternak menentukan keempukan daging itu sendiri, seperti tipe ternak
potong dan tipe ternak perah. Tipe ternak potong lebih empuk daripada tipe
ternak perah. Karena tipe ternak potong itu sendiri dipelihara untuk menghasilkan
daging, dan sebaliknya.
e. Umur
Semakin tua usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga
daging yang dihasilkan semakin liat, jika ditekan dengan jari, daging yang sehat
akan memiliki konsistensi kenyal (padat). Umumnya daging yang berasal dari
sapi tua akan lebih liat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi muda.
Hasil penelitianpun menunjukkan bahwa umur potong sapi berkorelasi positif
dengan keempukan daging yang dihasilkannya, artinya makin tua ternak sudah
dapat dipastikan dagingnya akan lebih liat. Daging yang berasal dari sapi tua
baunya lebih menyengat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi
muda. Ternak sapi tua yang gemuk akan menghasilkan daging yang berlemak
oleh karena itu rasanya akan lebih gurih dan banyak disukai konsumen. Selain itu
daging yang berlemak kandungan airnya lebih sedikit sehingga pada saat dimasak
penyusutannya tidak terlalu besar.
Umur ternak saat dipotong berpengaruh terhadap keempukan daging. Sapi
yang dipotong pada umur 9-30 bulan umumnya memiliki daging yang empuk.
Sapi betina yang digunakan sebagai induk, dagingnya menjadi kurang empuk saat
umurnya tua.Keempukan daging menurun sejalan dengan bertambahnya umur
ternak.
f. Pakan dan Bahan Aditif (Hormone, Antibiotic, dan Mineral)
Ternak yang digemukkan dengan pakan biji-bijian cenderung mencapai
bobot potong lebih cepat dibanding ternak yang mendapat pakan dari padang
penggembalaan. Dengan demikian, daging dari ternak yang diberi pakan biji-
bijian biasanya lebih empuk karena ternak dipotong pada umur lebih muda.
g. Keadaan Stress DFD (dark firm dry)
Daging Dark Firm Dry (DFD) yaitu daging yang berwarna gelap,
bertekstur keras, kering, memiliki nilai pH tinggi dan daya mengikat air tinggi.
Daging ini dihasilkan akibat ternak kelelahan setelah mengalami transportasi yang
jauh, sehingga terjadi perubahan dalam sifat fisik, kimia maupun sensori. pigmen
yang memberikan warna pada daging adalah struktur hem. Hem ini berkombinasi
dengan protein membentuk hemoglobin dan mioglobin.
PSE (Pale Soft Exudatife) Daging PSE (Pale Soft Exudative) disebabkan
Stress dalam waktu yang lama sebelum penyembelihan sehingga pH tetap tinggi
setelah penyembelihan. Produksi asam laktat postmortem dari glikogen yang
sangat cepat dan tidak terkendali, sehingga mengakibatkan pH daging yang sangat
rendah sesaat setelah pemotongan, sementara temperatur otot masih tetap tinggi.
Daya ikat air oleh proteinnya sangat rendah. Penurunan pH yang cepat, seperti
pada saat pemecahan ATP yang cepat, akan mengakibatkan kontraksi aktomiosin
dan menurunkan DIA protein. Demikian pula suhu yang tinggi akan mempercepat
penurunan pH otot pascamerta, dan akan meningkatkan penurunan DIA sebagai
akibat dari meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya perpindahan
air keruang ekstraselular.
2. Faktor Sesudah Pemotongan terdiri dari:
a. Metode Pelayuan
Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan
cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas
titik beku daging (-1,50C). Daging yang kita beli di pasar atau swalayan adalah
daging yang telah mengalami proses pelayuan. Selama pelayuan, terjadi aktivitas
enzim yang mampu menguraikan tenunan ikat daging. Daging menjadi lebih
dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavor yang lebih kuat.
Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi
perubahan-perubahan sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak
mudah digerakkan. Keadaan inilah yang disebut dengan rigor mortis.
Tujuan dari pelayuan daging adalah: (1) agar proses pembentukan asam
laktat dari glikogen otot berlangsung sempurna sehingga pertumbuhan bakteri
akan terhambat, (2) pengeluaran darah menjadi lebih sempurna, (3) lapisan luar
daging menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat
ditahan, (4) untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat keempukan
optimum serta cita rasa khas.
b. Metode Pemasakan
Daging dengan jaringan ikat sedikit seperti has, dianjurkan dimasak
dengan pemanasan kering (goreng, bakar, panggang, barbeque). Daging dengan
jaringan ikat banyak seperti sengkel, dianjurkan dimasak secara lama dan lambat
dengan suhu rendah dan menggunakan sedikit air. Suhu pemasakan memengaruhi
keempukan daging. Jika daging tanpa lemak dipanaskan, protein kontraktil
mengeras dan cairan hilang sehingga menurunkan keempukan daging. Potongan
daging yang empuk bila dimasak pada suhu rendah akan menjadi lebih empuk
dibanding pemasakan pada suhu sedang, dan dengan pemasakan suhu sedang,
daging lebih empuk dibanding pemasakan dengan suhu tinggi. Oleh karena itu,
suhu pemasakan perlu diperhatikan untuk menghasilkan daging yang empuk.
Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau
pemanasan pada daging. Pada umumnya, makin lama waktu pemasakan makin
besar kadar cairan daging hingga mencapai tingkat yang konstan. Susut masak
merupakan indicator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus
daging yaitu banyaknya air yang terikat dalam dan diantara serabut otot. Jus
daging merupakan komponen dari daging yang ikut menetukan keempukan
daging.
c. Tingkat Keasaman (pH) Daging
Nilai pH merupakan salah satu criteria dalam penentuan kualitas daging,
khususnya di Rumah Potong Hewan (RPH). Setelah pemotongan hewan (hewan
telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang sangat kompleks di dalam
jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran darah ke
jaringan tersebut, karena terhentinya pompa jantung. Salah satu proses yang
terjadi dan merupakan proses yang dominan dalam jaringan otot setelah kematian
(36 jam pertama setelah kematian atau postmortem) adalah proses glikolisis
anaerob atau glikolisis postmortem. Dalam glikolisis anaerob ini, selain
dihasilkan energi (ATP) maka dihasilkan juga asam laktat. Asam laktat tersebut
akan terakumulasi di dalam jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH
jaringan otot.
Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut
daging) saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan disembelih
(mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi
asam laktat. Penurunan nilai pH pada otot hewan yang sehat dan ditangani
dengan baik sebelum pemotongan akan berjalan secara bertahap, yaitu dari nilai
pH sekitar 7,0-7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0
sampai 5,6 – 5,7 dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH
akhir sekitar 5,5-5,6. Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah
yang dicapai pada otot setelah pemotongan (kematian). Nilai pH daging tidak
akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3. Hal ini disebabkan karena pada nilai
pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif
berkerja.
d. Bahan Tambahan (Termasuk Enzim Pengempuk Daging)
Enzim dari tanaman, seperti papain (dari pepaya), bromelin (dari nenas),
dan fisin (getah pohon daun ara), baik berbentuk cair maupun bubuk, dapat
digunakan untuk mengempukkan daging. Enzim bromelin dari nenas juga banyak
digunakan untuk mengempukkan daging. Enzim bromelin dapat menguraikan
serat-serat daging sehingga menjadi lebih empuk. Buah nenas yang belum matang
mengandung bromelin lebih sedikit dibandingkan buah nenas matang yang masih
segar. Kandungan bromelin paling banyak terdapat dalam bagian kulit.
Marinasi adalah cara meningkatkan keempukan daging dengan
menambahkan bahan perasa, seperti garam atau kecap, asam (cuka, jeruk lemon),
dan enzim (papain, bromelin, fisin atau jahe).
e. Lemak Intramuscular (Marbling)
Berdasarkan marbling, karkas sapi dibedakan menjadi: 1) prime, bila
marbling-nya berlebih, 2) choice, bila marbling-nya sedang, 3) seledt, bila
marbling-nya sedikit, 4) standart, bila marbling-nya sangat sedikit.
Marbling adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot (intramuscular).
Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging
pada waktu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap citarasa daging. Selama
proses penggemukan, peningkatan lemak karkas akan mempengaruhi komposisi
karkas dan hasil daging.
f. Metode Penyimpanan dan Pengawetan
Ada beberapa yang dilakukan dalam menentukan kualitas daging dengan
metode penyimpanan dan pengawetan, antara lain sebagai berikut:
1). Laju Pendingin
Karkas sebaiknya cepat didinginkan setelah pemotongan untuk mencegah
penurunan kualitas. Jika karkas didinginkan sebentar, hasilnya adalah pendinginan
singkat dan menyebabkan daging keras/alot. Pendinginan singkat terjadi pada saat
otot didinginkan kurang dari 60°F sebelum rigor mortis selesai. Jika karkas
dibekukan sebelum rigor mortis selesai, hasilnya adalah rigor cair (thaw rigor) dan
daging menjadi keras/alot. Pada kondisi pendinginan normal, karkas yang
terlindungi lemak sekitar rib eye kurang dari 1,2 cm mungkin akan menurunkan
keempukan karena pendinginan singkat. Pelayuan karkas hasil pendinginan
singkat atau rigor cair dapat memengaruhi keempukan. Agar daging lebih empuk,
harus dihindari pendinginan singkat, 6-12 jam pertama setelah ternak dipotong
(mati).
2). Pembekuan
Pembekuan kurang memengaruhi keempukan daging.Bila daging dibekua
n secaracepat akan terbentuk kristal es ecil,dan bila daging dibekukan lambat/lama
akan terbentuk kristal es besar. Terbentuknya kristal es besar dapat mengganggu
serat otot daging sehingga sangat sedikit meningkatkan keempukan. Kristal es
yang besar dapat menurunkan cairan daging selama thawing (pencairan). Daging
yang kurang berair akan kurang empuk jika dimasak.
3). Thawing
Daging beku yang sudah mengalami pencairan secara lambat dalam
refrigerator umumnya lebih empuk dibanding yang dimasak dalam kondisi beku.
Pencairan secara lambat mengurangi kekerasan dan jumlah cairan daging yang
hilang. Pencairan menggunakan microwave hendaknya dilakukan dengan daya
yang rendah.
Akibat proses pengolahan dan komponen bumbu yang digunakan,
beberapa produk olahan tersebut memiliki nilai gizi lebih baik dibandingkan
dengan daging segarnya. Produk olahan daging tersebut dapat juga digunakan
sebagai alternatif sumber protein hewani.
g. Macam Otot Daging
Keempukan daging bervariasi sesuai dengan jenis otot atau letak daging
pada karkas.Contoh, daging sapi jenis has dalam lebih empuk dibanding daging
sengkel karena adanya perbedaan jaringan ikat pada jenis daging tersebut. Has
dalam memiliki jaringan ikat yang lebih sedikit dibandingkan dengan sengkel.
Jumlah jaringan ikat berkaitan dengan fungsi otot pada ternak hidup.
Sengkel terutama digunakan dalam pergerakan sehingga memiliki jaringan ikat
lebih banyak. Sementara itu, has dalam hanya mendukung fungsi ternak sehingga
jaringan ikatnya lebih sedikit.
h. Lokasi Otot
penyebab utama kealotan daging adalah karena terjadinya pemendekan
otot pada saat proses rigormortis sebagai akibat dari ternak yang terlalu banyak
bergerak pada saat pemotongan. Otot yang memendek menjelang rigormortis akan
menghasilkan daging dengan panjang sarkomer yang pendek, dan lebih banyak
mengandung kompleks aktomiosin atau ikatan antarfilamen, sehingga daging
menjadi alot. Kontribusi jaringan ikat pada kekerasan daging juga sangat penting
seperti pada jaringan muskuler. Kandungan, kualitas dan penyebaran jaringan ikat
dalam otot merupakan penanggung jawab utama terhadap perbedaan kekerasan
antar otot.
1.3 Cara Mempertahankan Kesegaran Daging
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable
food) karenanya itu kita inginkan kesegaran daging tetap terjaga meski di simpan
dalam waktu yang cukup lama, untuk mempertahankan kesegaran daging dapat di
lakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Cara Pendinginan Daging
Pendinginan daging dilakukan untuk menurunkan suhu karkas/daging
menjadi di bawah +7 oC dan di atas titik beku daging (-1,5 oC).
Tujuan pendinginan daging adalah untuk mempertahankan kesegaran dagi
ng, memperpanjang masa simpan daging,memberikan bentuk atau tekstur daging
yang lebih baik,dan mengurangi kehilangan bobot daging.Dengan pendinginan,ma
ka pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada daging akan dihambat, serta
aktivitas enzim enzim dalam daging dan reaksi reaksi kimia juga akan dihambat.S
ecara umum, karkas atau daging sebaiknya didinginkan hingga suhu bagian dalam
daging (internal temperature) mencapai suhu < +7 oC. Suhu internal karkas/daging
sapi sebaiknya dicapai < +7 oC dalam waktu <>< +3 oC secepat mungkin.
Metode pendinginan karkas/daging sapi yang saat ini umum dilaksanakan
adalah pendinginan cepat (quick chilling) yang menggunakan suhu ruang
pendingin -1 oC sampai +1 oC, kelembaban 85 - 90%, kecepatan udara 1 - 4
m/detik dan lama pendinginan (untuk mencapai suhu internal daging < +7 oC) 24 -
36 jam.
Tabel 1. Metode Pendinginan Karkas/Daging Sapi

Metode Suhu (oC) Kelembaban Kecepatan Waktu


Relatif (%) Udara (m/detik) (jam)

Cepat (+SL) -1 s/d +1 85 – 90 1–4 24 – 36

Sangat Cepat -5 90 1-4 2


(+SL)

Keterangan:
SL= Stimulasi listrik (penerapan stimulasi listrik pada proses pemotongan)

Hal yang perlu diperhatikan pada pendinginan karkas/daging sapi secara cepat
adalah terjadinya kekakuan otot (rigor mortis) pada saat daging didinginkan, yang
dikenal dengan istilah cold shortening. Cold shortening terjadi akibat daging yang
belum mengalami rigor mortis (atau nilai pH daging > 5,9) telah mencapai suhu <
+12 oC. Daging yang mengalami cold shortening memiliki kualitas yang rendah,
karena keempukan daging tersebut sangat menurun (liat atau alot).

Untuk mencegah terjadinya cold shortening pada metode pendinginan


cepat tersebut diperlukan perhatian agar rigor mortis (ditandai dengan nilai pH
otot sekitar 5,9) terjadi pada suhu internal daging > +15 oC. Suhu internal daging
yang optimal untuk rigor mortis agar kualitas daging tetap baik adalah +20 oC
sampai +25 oC. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mempercepat terjadinya rigor
mortis dengan cara menerapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada
karkas dalam proses pemotongan.

Stimulasi listrik adalah pemberian aliran listrik pada karkas setelah


pengeluaran darah. Tujuan stimulasi listrik ini adalah membantu pengeluaran
darah dan mempercepat terjadinya rigor mortis.

2. Cara Pembekuan Daging


Pembekuan daging diperoleh dengan menurunkan suhu daging di bawah
titik beku daging (< -1,5 oC). Pembekuan bertujuan untuk memperpanjang masa
simpan daging tanpa mengubah susunan kimiawi daging.
Pembekuan yang baik diperoleh dengan menurunkan suhu bagian dalam
daging minimum sampai -12 oC. Saat ini pembekuan daging sapi diperoleh
dengan membekukan daging pada suhu udara -25 oC sampai -45 oC dengan
kecepatan udara antara 2 sampai 9 meter per detik. Sebelumnya daging tersebut
harus didinginkan hingga suhu bagian dalam daging mencapai +10 oC. Sedangkan
pada pembekuan cepat (deep frozen) menggunakan blast freezer diterapkan suhu
ruang < -18 oC dengan kecepatan udara > 1 cm per jam.
Kecepatan proses pembekuan didasarkan atas kecepatan udara di dalam
ruang pembeku yang dinyatakan dalam cm per jam. Berdasarkan kecepatan
pembekuan tersebut, maka proses pembekuan dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Pembekuan lambat: kecepatan udara 0,1 – 0,2 cm/jam
2. Pembekuan cepat: kecepatan udara 0,5 – 3,0 cm/jam
3. Pembekuan ultra cepat: kecepatan udara 5,0 cm/jam.
Di Jerman pembekuan untuk karkas seperempat sapi dilakukan dengan
terlebih dahulu mendinginkan karkas tersebut hingga mencapai suhu +7 oC
kemudian membekukan karkas tersebut dengan suhu ruang -25 sampai -30 oC
dengan kecepatan udara 2 – 3 m/detik selama 24 jam. Setelah itu, karkas disimpan
pada cold storage bersuhu -18 oC.
Pembekuan daging harus dilakukan setelah proses rigor mortis
berlangsung. Jika daging belum mengalami rigor mortis dan sudah dibekukan,
maka rigor mortis akan terjadi pada saat daging tersebut dicairkan (thawed).
Proses tersebut dikenal dengan thaw rigor. Daging yang mengalami thaw rigor
akan kehilangan cairan daging (jus daging) yang relatif banyak dan relatif keras
(liat atau alot). Agar daging/karkas dapat relatif segera dibekukan setelah proses
pemotongan, maka perlu diterapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada
proses pemotongan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan
fisik dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan
lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan
sebagainya.
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain,
protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan
pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable
food) karenanya itu kita inginkan kesegaran daging tetap terjaga meski di simpan
dalam waktu yang cukup lama, untuk mempertahankan kesegaran daging dapat di
lakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara pendinginan dan pembekuan dengan
suhu yang telah di tentukan.
B. Saran
Saran dan kritik sangat diharapkan kepada dosen pembimbing demi menca
ri kebenaran,karna penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Andriessen, E.H. 1987. Meat Inspection and Veterinary Public Health in


Australia. Rigby Publisher, Chatswood.
Arka, 1994. Ilmu Pengetahuan Daging dan Teknologinya. Universitas Udayana.
Denpasar.
Hafid, H.H., dan R. Priyanto. 2006. Faktor yang Mempengaruhi
Kesegaran Daging. Jurusan Produksi Ternak Faperta Universitas Haluoleo.
Sirajuddin, Saifuddin dan Zakaria. 2011. Pedoman Praktikum Analisis Bahan
Pakan. Universitas Hasanuddin: Makassar.
Winarmo, F.G.2004. Cara Mempertahankan Kesegaran Daging. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarat.

Anda mungkin juga menyukai