Anda di halaman 1dari 16

PENGGUNAAN COOLING TOWER PADA PEMBUATAN

POLYPROPYLENE

Manfaat cooling tower di berbagai industri sangat dibutuhkan. Industri


pembuatan polypropylene salah satunya. Cooling tower dimanfaatkan dalam
upaya peningkatan produktifitas serta efisiensi pada proses produksi mesin di
industri polypropylene. Industri sangat membutuhkan tingkat efisiensi yang tinggi
dan kondisi operasi yang sesuai agar dapat bekerja optimal (Stanford, 2003).

1. Cooling Tower
Cooling Tower adalah suatu alat yang dipergunakan untuk memindahkan
sejumlah panas dari suatu fluida ke fluida lain. Cooling tower beroperasi menurut
prinsip difusi, dimana adanya perubahan pada temperatur dapat mengakibatkan
perbedaan besarnya laju perpindahan massa yang terjadi. Cooling tower sangat
dibutuhkan oleh industri sebab cooling tower merupakan bagian dari utilitas yang
banyak digunakan. Cooling tower memproses air yang panas menjadi air yang
dingin yang digunakan kembali yang bisa dirotasikan. Cooling tower adalah salah
satu alat yang juga mengolah air untuk mengatasi masalah polusi lingkungan.
Cooling tower bisa digunakan sebagai penghilang panas dalam proses
thermodynamics konvensional seperti pendinginan atau generasi tenaga steam
atau biasa digunakan dalam berbagai proses dimana air digunakan untuk penukar
panas dan ini baik atau diinginkan untuk membuat penolak panas pada udara
atmosfer. Air bekerja sebagai sebagai fluida penukar panas, menghilangkan panas
ke udara atmosfer kemudian didinginkan dan disirkulasi pada sistem untuk
menghasilkan operasi yang ekonomis. Kemungkinan teoritis dari perpindahan
panas per pound dari sirkulasi udara dalam suatu cooling tower bergantung pada
temperatur dan uap air dari udara. Idealnya, temperatur wet-bulb harus lebih
rendah dari temperatur teoritis yaitu air didinginkan dahulu pada cooling tower.
1.1. Prinsip Operasi Cooling Tower
Cooling tower ini beroperasi menurut prinsip difusi, adanya perubahan
temperatur dapat mengakibatkan perbedaan besarnya laju perpindahan massa dan
panas yang terjadi. Besarnya laju perpindahan massa dan panas dipengaruhi oleh
luas daerah kontak antara fluida panas dengan fluida dingin, waktu kontak,
kecepatan fluida dan temperatur fluida (Ramadhan, Diniardi dan Daroji 2017).
Cooling water adalah suatu air pendingin yang akan digunakan sebagai
pendinginan peralatan. Pendinginan air tersebut terjadi didalam cooling tower.
Cooling tower sebagian air menguap ke udara dan kalor sensibel berpindah dari
air yang bersuhu panas ke udara yang lebih dingin. Kedua proses itulah yang
mengakibatkan turunnya temperatur air dan untuk menjaga keseimbangan air,
hanya perlu menambahkan air (make up water) untuk menggantikan air yang
hilang karena penguapan atau terbawa oleh udara. Pendinginan air dalam jumlah
besar dilakukan dalam kolam-kolam semprot (Spray Pond). Tujuan dari dibuatnya
cooling tower adalah untuk dapat mensirkulasikan air pendingin tersebut dengan
cara mendinginkan air itu dan menggunakannya kembali secara berulang. Air
panas yang biasanya berasal dari kondensor atau unit perpindahan panas lainnya
dimasukkan melalui puncak menara dan di distribusikan ke dalam plat melalui
metode cascade dengan arah kebawah dilengkapi dengan slat grating untuk dapat
memberikan luas permukaan yang besar untuk kontak udara dan air.
Prinsipnya cooling tower adalah jenis bahan isian yang khusus yaitu kayu
sipres yang mempunyai daya tahan dari aksi gabungan air dan angin. Menara pen-
dingin air menguap ke udara dan kalor sensibel berpindah dari air panas ke udara
yang lebih dingin. Kedua proses itulah yang mengakibatkan turunnya air dingin
dan untuk menjaga keseimbangan air dingin hanya perlu menambahkan air untuk
dapat menggantikan air yang hilang karena penguapan (Utami, 2014).

1.2. Persyaratan Proses Cooling Tower


Umumnya batasan pada operasi cooling tower adalah pada suhu 120 oF.
Temperatur air keluar biasanya akan lebih rendah dari nilai 120 oF. Pada saat
temperatur air proses melebihi 120 oF, maka perlu dilakukan tahapan evaporasi
dengan menggunakan cooler sehingga tidak akan terjadi kontak langsung antara
air yang yang bersuhu panas dengan udara.Temperatur air terendah yang mungkin
didinginkan didalam cooling tower tergantung pada wet bulb temperatur udara,
tetapi hal tersebut bukanlah menjadi sebuah batasan mutlak karena adanya tekan-
an uap yang keluar dan wet bulb temperatur pada alat cooling tower.
1.3. Tujuan Cooling Tower
Tujuan dari cooling tower adalah untuk melestarikan air pendingin dengan
cara mendinginkan air pendingin tersebut dan dengan menggunakannya kembali
secara berulang. Air hangat yang biasanya berasal dari kondensor atau unit
perpindahan kalor akan langsung dimasukkan melalui puncak menara pendingin
dan didistribusikan ke dalam sebuah palung dan melimpah melalui kaskade ke
bawah melalui slat grating yang berfungsi untuk memberikan luas permukaan
yang besar sebagai tempat kontak udara dengan air tersebut (Utami, 2014).
Aliran udara memanjat menara pendingin dijujut oleh angin dan oleh gaya
apung udara di dalam menara. Cooling tower pada prinsipnya adalah sejenis
menara isian khusus. Bahan isian biasanya adalah kayu sipres yang merupakan
isian yang paling ekonomis yang mempunyai daya tahan terhadap aksi gabungan
angin dan air. Menara pendingin itu, sebagian air akan menguap ke udara yang
lebih dingin. Kedua proses itu akan mengakibatkan turunnya suhu air.
Menjaga keseimbangan pada air, hanya perlu menambahkan air untuk
pengganti air yang hilang karena penguapan dan terbawa angin. Gaya dorong
penguapan besarnya sangat mendekati selisih antara tekanan uap air dan tekanan
uapnya apabila air itu diturunkan suhunya sampai suhu cembul basah. Suhu air
tidak dapat diturunkan menjadi lebih rendah daripada suhu cembul basah udara.
Prakteknya, selisih antara suhu air dan suhu cembul basah udara haruslah
sedikitnya 4°F atau 5°F. Selisih suhu ini dinamakan pendekatan suhu (approach).
Penurunan pada suhu air dari suhu masuk sampai suhu keluar disebut jangkauan
(range). Airakan didinginkan dari 95°F sampai 80°F dengan mengontakkan pada
udara dengan suhu cembul basah 70°F, jangkauannya adalah suhu 15°F, sedang-
kan pendekatannya adalah 100F. Air pada cooling tower digunakan untuk tujuan
pendinginan proses. Rancangan peralatan pendinginan itu haruslah didasarkan
atas suhu maksimum dari cooling tower yang diperkirakan. Suhu ini gilirannya
tidak tergantung pada suhu basah maksimum pada lokasi tersebut.
Daftar suhu cembul basah maksimum di Amerika Serikat dan tempat lain
di dunia sudah terdapat dalam publikasi. Kehilangan air karena adanya penguapan
pada waktu pendinginan itu sangat kecil, karena untuk menguapkan 1 lb air
diperlukan 1000 Btu, maka 100 lb air harus didinginkan 10°F untuk memberikan
kalor untuk menguapkan 1 lb air itu. Mengubah suhu air 10°F akan terdapat rugi
penguapan sebanyak 1%. Terdapat pula kehilangan karena semprot mekanis, yang
pada menara pendingin yang dirancang dengan baik, hanyalah sebesar 0,2%.
Kondisi yang disebutkan di atas, rugi total air selama mengalir melewati
pendingin itu hanyalah sekitar 1,7%. Pendinginan zat cair lain dengan cara
evaporasi ini akan rugi pada penguapan, walaupun kecil masih lebih besar dari
rugi dalam air, karena pada kalor penguapannya akan lebih kecil. Pendinginan air
sebaiknya tidak akan menggunakan cara evaporasi agar tidak rugi.

1.4. Manfaat Cooling Tower di Industri Polypropylene


Cooling tower dimanfaatkan dalam upaya peningkatan produktifitas serta
efisiensi pada proses produksi mesin di industri polypropylene. Industri
membutuhkan tingkat efisiensi dan temperatur yang sesuai pada alat agar dapat
bekerja secara optimal. Peralatan yang akan digunakan harus memenuhi kapasitas
yang sesuai dengan beban pendinginan yang dimiliki oleh mesin yang digunakan
untuk menghasilkan suhu yang diinginkan. Fluida yang keluar dari hasil proses
pendinginan pada mesin injeksi plastik, mempunyai suhu panas atau besar.
Sehingga diperlukannya proses pendinginan agar fluida dari proses yang terjadi
pada mesin tersebut dapat digunakan kembali dengan suhu yang stabil.
Fluida disini merupakan air yang pada sistem refrigerasi berkapasitas se-
dang dan besar air sebagai media pendingin kondenser. Air memiliki kemampuan
untuk pemindahan kalor yang lebih baik. Kondenser berpendingin air berdasarkan
cara kerjanya memiliki dua klasifikasi. Fungsi dari cooling tower adalah untuk
menurunkan suhu aliran fluida baik itu air, ataupun oil dengan cara mengekstraksi
panas dari fluida dan segera mengemisikannya ke atmosfer. Setelah melalui pro-
ses dari kondenser, temperatur air akan segera naik menyerap sejumlah kalor dari
refrigerant yang ada pada kondenser tersebut, maka temperatur air akan naik
karena akan dapat menyerap sejumlah kalor dari refrigerant di kondenser. Air
panas ini setelah itu akan masuk melalui hot water inlet port pada cooling tower
untuk seterusnya akan segera naik kebagian atas cooling tower tersebut. Air
kemudian akan keluar melalui lubang yang ada pada suatu sprinkler.
Sprinkler akan berputar sambil melepaskan air dan mendistribusikannya
secara merata dibagian atas cooling tower. Air yang keluar dari sprinkler ini
kemudian masuk ke water column dan bersinggungan dengan aliran udara yang
arahnya berlawanan (air panas turun kebagian bawah cooling tower, sementara
udara masuk dari bagian bawah untuk seterusnya keluar dari bagian atas). Saat
persinggungan antara air dan udara, sejumlah kalor akan dilepaskan oleh air yang
bertemperatur lebih tinggi ke udara yang bertemperatur lebih rendah, sehingga
mengakibatkan temperatur air akan turun. Temperatur air yang sudah dingin ini
kemudian ditampung dibagian bawah cooling tower (basin) untuk kemudian
disirkulasikan lagi menuju kondenser agar dapat menyerap kalor lagi.
1.5. Komponen Cooling Tower pada Proses Mesin Injeksi Plastik
Komponen cooling tower pada proses mesin injeksi plastik jenis aliran
angin tarik induced draft counterflow cooling tower secara garis besar adalah
pertama kipas yang merupakan bagian terpenting dari sebuah menara pendingin
karena berfungsi untuk menarik udara dingin dan mensirkulasikan udara tersebut
di dalam menara untuk mendinginkan air. Kipas rusak atau tidak berfungsi maka
kinerja menara pendingin tidak maksimal. Kipas digerakkan oleh motor listrik dan
di kopel langsung oleh poros kipas. Kedua kerangka pendukung menara berfungsi
untuk mendukung menara pendingin agar dapat berdiri kokoh dan tegak.Tower
supporter terbuat dari baja. Ketiga rumah menara pendingin atau casing. Rumah
menara pendingin harus memiliki ketahanan yang baik terhadap segala cuaca dan
life time yang lama. Casing terbuat dari seng. Pipa sprinkler merupakan pipa yang
berfungsi untuk mensirkulasikan air secara merata pada menara pendingin,
sehingga perpindahan kalor air dapat efektif dan efisien. Pipa sprinkler dilengkapi
lubang kecil untuk menyalurkan air. water basin, berfungsi untuk pengumpul air
sementara yang jatuh dari filling material sebelum disirkulasikan kemabali ke
kondenser. Water basin terbuat dari seng. Inlet Louver berfungsi sebagai tempat
masuknya udara melalui lubang yang ada. Melalui inlet louver akan terlihat
kualitas dan kuantitas air yang akan didistribusikan. Inlet louver terbuat dari seng.
Filling material, merupakan bagian dari menara pendingin yang berfungsi untuk
mencampurkan air yang jatuh dengan udara yang bergerak naik keatas.
Filling material inilah air yang mengalir turun menuju water basin akan
bertukar kalor dengan udara segar dari atmosfer yang suhunya. Filling material
harus dapat menimbulkan kontak yang baik antara air dan udara agar terjadi laju
perpindahan kalor yang baik. Filling material harus kuat, ringan dan tahan lapuk.
Filling material ini mempunyai fungsi untuk dapat memecah air menjadi butiran
tetes air dengan maksud untuk memperluas permukaan pendinginan.
1.6. Natural-Draft Cooling Tower
Awalnya menara ini berbentuk silinder hingga pada akhirnya berbentuk
hiperbola seperti sekarang ini. Menara pendingin ini pertama dibuat pada tahun
1972, di gunakan di Inggris dan Amerika. Menara ini tidak menggunakan kipas,
dan aliran udaranya bergantung semata-mata pada tekanan dorong alami dan tidak
ada bagian yang bergerak. Udara mengalir keatas karena adanya perbedaan massa
jenis antara udara atmosfer dengan udara kalor lembab didalam menara pendingin
yang bersuhu lebih tinggi daripada udara atmosfer sekitarnya. Perbedaan massa
jenis ini maka timbul tekanan dorong yang mendorong udara keatas.
Menara pendingin alami ini memiliki tinggi yang cukup tinggi bisa
mencapai puluhan meter. Menara pendingin alami ini dibagi menadi 2 jenis yaitu:
menara pendingin aliran angin alami aliran lawan arah dan menara pendingin
aliran angin alami aliran silang arah. Kedua jenis menara pendingin ini, menara
pendingin aliran angin alami silang arah kurang diminati. Lebih sedikit memberi
tahanan terhadap aliran udara di dalam menara, sehingga kecepatan udaranya
lebih tinggi dan mekanisme perpindahan kalornya kurang efektif dan efisien.
Menara pendingin aliran angin alami lawan arah lebih sering dipakai karena
mempunyai kelebihan yaitu memiliki konstruksi yang kuat dan kokoh sehingga
lebih tahan terhadap tekanan angin, mampu beroperasi dicuaca dingin ataupun
lembab, dapat digunakan untuk instalasi skala besar (Putra dan Soekardi, 2015).
1.7. Mechanical-draft Cooling Tower
Industri Polypropylene menggunakan tipe mechanical-draft cooling tower.
Pendingin ini terdapat udara yang mengalir karena adanya kipas yang digerakkan
secara mekanik. Fungsi kipas adalah untuk mendorong udara atau menarik udara
melalui menara yang dipasang diatas atau dibawah menara. Berdasarkan fungsi
kipas, menara pendingin aliran angin mekanik terbagi menjadi 2 jenis, yaitu tipe
aliran forced-draft dan tipe aliran induced-draft. Tipe aliran angin dorong, kipas
yang dipasang di bagian bawah, sehingga mendorong udara melalui menara
pendingin. Aliran angin ini secara teoritis banyak disukai karena kipas beroperasi
dengan udara yang lebih dingin, sehingga konsumsi daya menjadi lebih kecil dan
hemat. Tetapi berdasarkan beberapa kasus jenis ini memiliki masalah yang
berkaitan dengan distribusi udara, adanya kebocoran, dan terjadi resirkulasi udara
kalor dan lembab kan kembali ke menara. Tipe aliran induced draft yaitu kipas
dipasang di bagian atas yaitu angin dihisap dan juga ditarik oleh kipas tersebut
dari bawah ke atas, kemudian angin tersebut dikeluarkan dari menara pendingin.

2. Polypropylene
Plastik dapat diaplikasikan untuk berbagai tujuan seperti pada proses
pengemasan, bahan tekstil seperti kain, tali, dan karpet, peralatan rumah tangga
seperti piring, gelas, kursi, dan sebagainya. Bahan bangunan seperti genteng
plastik, komponen otomotif, film, pembungkus kabel, pipa, coating, fiber dan
fillament, kontainer dan yang lainnya termasuk mainan anak dan peralatan
kesehatan. Bahan baku dari proses pembuatan plastik adalah polipropylene.
Polipropylene merupakan sebuah polimer termoplastik yang terbuat dari
nafta. Bahan baku dari plastik tersebut yang setiap tahun kebutuhannya semakin
meningkat, dan kebutuhan akan polipropylene juga semakin meningkat. Indonesia
harus melakukan impor polipropylene karena peningkatan kebutuhan tersebut
tidak akan diimbangi dengan peningkatan kapasitas produksinya. Barang yang
membutuhkan polipropylene sebagai bahan bakunya sangat banyak, maka dapat
dikatakan bahwa polipropylene merupakan salah satu turunan olefin yang sangat
penting dan dibutuhkan. Meningkatnya proses inovasi dapat membuat fungsi pada
polipropylene semakin meluas pada berbagai sektor. Polipropylene pada dasarnya
ditujukan secara umum untuk komoditas plastik yang digunakan dalam berbagai
sektor pengaplikasian yang tidak terlalu rumit, tetapi juga dapat dikatakan tetap
penting. Pengenalan tentang suatu teknologi dalam pemodifikasian sifat dari poli-
propylene akan menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap penggunaan suatu
bahan dalam pengaplikasian terkait keteknikan, terutama sektor otomotif.
2.1. Kegunaan dan Karakteristik Polypropylene
Polipropylene merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari suatu pro-
ses polimerisasi monomer propylene (CH3-CH=CH2). Molekul polipropylene itu
mengandung atom karbon tertier dengan gugus metil rantai utama. Atom hidrogen
6 terikat pada atom karbon tertier yang mudah bereaksi dengan oksigen dan ozon,
sehingga menyebabkan ketahanan oksidasinya lebih kecil daripada polietilena.
Polipropylene lebih kuat dibanding polietilena. Selain itu polipropylene
juga ringan, memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu
tinggi, tidak reaktif, dan cukup mengkilap. Polipropylene mempunyai titik leleh
yang cukup tinggi (190-200°C), sedangkan titik kristalisasinya antara 130–135°C.
Polipropylene mempunyai ketahanan terhadap chemical resistance yang cukup
tinggi, tetapi impact strength nya rendah. Polipropylene dapat digunakan untuk
membuat tali, botol plastik, karung, ember, gelas plastik dan sebagainya.
Polipropylene juga memiliki sifat antimikrobial karena sifatnya itu yang
permeabel terhadap gas yang digunakan untuk menyimpan bahan makanan atau
organik seperti pada gas phosphine untuk mencegah bahan organik mengalami
pembusukan. Sifat fisis yang mendukung polipropylene sebagai bahan dasar unit
7 pengemasan adalah sifatnya yang semi-rigid namun tahan banting, resisten
terhadap panas, gangguan listrik, dan kimia, kepadatan yang lebih rendah serta
suhu penghalusan yang lebih tinggi dapat dilakukan hingga dibawah 160°C.
Uraian tipe polimer polipropylene yang digunakan untuk unit pengemasan:
1) Homopolymer PP
2) Block copolymer PP
3) Random copolymer PP
4) Thermoforming and blow moulding
5) Injection moulding
Selain dalam bentuk chips, polipropylene ini juga dapat diproduksi dalam
bentuk serat. Pembentukan polipropylene dalam bentuk serat ini berguna untuk
mempermudah terjadinya suatu proses selanjutnya ke produk akhir seperti produk
tekstil contohnya kain, filter, tambang, pelapis, tapes, dan produk lainnya. Poli-
propylene ini lebih mengutamakan produk yang terbuat dari bahan plastik.
2.2. Bahan Baku dan Teknologi Pembuatan Polipropylene
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan polipropylene dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu bahan baku utama dan bahan baku penunjang. Bahan
baku 12 utama yang digunakan adalah propilena sebagai monomer. Bahan baku
penunjang yaitu terdiri dari gas hidrogen, nitrogen, dan etilena. Teknologi yang
digunakan dalam pembuatan polipropylene sangat beragam. Perbedaan yang
mendasar dari semua teknologi adalah pada reaktor yang digunakan. Jenis reaktor
yang digunakan untuk membuat polypropylene adalah homopolymer reactor.
2.3. Proses Produksi Polypropylene
Polipropylene dapat dibuat dengan cara polimerisasi adisi dari propilena
yang mempunyai kemurnian tinggi dengan adanya katalisator. Proses polimerisasi
adisi adalah proses prepolimerization. Proses prepolimerization adalah proses
sebelum dilakukannya proses polimerisasi. Proses polimerisasi pembentukan
polypropylene menggunakan reaksi yang bersifat endotermis. Reaksi yang bersifat
endotermis ini dapat diketahui dari nilai entalpi yang bernilai negative. Nilai
negative pada entalpi tersebut melambangkan adanya panas yang harus di supply
kedalam reaktor agar reaksi pembentukan polimer dapat terjadi. Penambahan
panas tersebut dapat berasal dari furnace yang akan di supply untuk reaksi
didalam reaktor. Katalisator yang digunakan adalah katalisator anionik tipe ziegler
yang merupakan campuran TEAL dan titanium tetra klorida (TiCl4). Bentuk
rantai pada polipropylene yang teratur memiliki sifat seperti kristalin.
Pertama, persiapan bahan baku dari minyak mentah untuk mendapatkan
monomer. Kedua, monomer mengalami polimerisasi pada produksi yang lebih
besar. Ketiga, hasil dari polimerisasi akan terbentuk resin. Keempat, produk resin
yang tebentuk akan diolah lebih lanjut untuk menjadi produk baru. Bahan baku
yang digunakan dalam pembuatan polipropilena dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu bahan baku utama dan bahan baku penunjang. Sementara itu, bahan baku
untuk penunjang terdiri dari gas hidrogen, nitrogen, dan etilena.
Proses pembuatan homopolimer semua bahan masuk ke dalam reaktor
dengan tekanan dan suhu tertentu serta bantuan katalis sehingga terjadi reaksi
polimerisasi, pada reaksi ini menghasilkan polipropilena dalam bentuk resin atau
powder. Proses ini tidak semua gas yang dimasukan tersebut akan menjadi
polipropilena, sehingga gas yang tidak mengalami reaksi polimerisasi didaur
ulang ke dalam reaktor atau cycle gas. Kemudian, resin polipropilena masuk ke
product discharge system. Product discharge system adalah sistem yang
digunakan untuk mengeluarkan resin yang terbentuk di dalam reaktor dan dikirim
ke product receiver. Product receiver ini terjadi proses pemisahan campuran gas
hidrokarbon, hidrogen dan nitrogen dengan resin polipropilena.
Resin polipropilena yang mengandung gas-gas dimasukkan ke degas bin,
maka pada degas ini terjadi deaktifasi katalis atau mematikan katalis untuk
menonaktifkan reaksi polimerisasi di bantu dengan bantuan steam. Purge bin
adalah tempat dimana untuk menetralisir sisa katalis dan kokatalis (TEAL) serta
menghilangkan sisa gas yang masih terdapat didalam resin (Nugroho, 2017).
Pelletizing system adalah sistem dimana terjadi proses pembuatan pellet
polipropilena dari resin polipropilena. Resin polipropilena yang berasal dari purge
bin dicampur dengan zat aditif sesuai dengan jenis produk yang diiginkan dan
dimasukan ke dalam pelletizer. Kemudian dicairkan dengan pemanasan suhu
240°C atau dilewatkan ke dalam extruder dan dipotong menjadi polipropilena
yang berbentuk pellet. Pellet tersebut dimasukan ke dalam pellet cooling water
sebagai pendingin, kemudian ke spin dryer, pellet dimasukan kedalam screener,
pellet yang mempunyai ukuran yang sesuai dengan spesifikasi di tampung oleh
surge bin/silo. Silo dan bagging adalah sistem di mana pellet yang dihasilkan
kemudian dimasukan ke dalam silo untuk proses pengantongan produk.
Bantuan tekanan udara maka pellet ditransfer ke silo yang terbagi menjadi
dua, yaitu aim silo dan off spec silo. Polipropilena yang sesuai dengan spesifikasi
dimasukan ke dalam aim silo sedangkan yang tidak sesuai akan dimasukkan ke
dalam off spec silo. Kemudian produk yang terbentuk akan di transfer ke bagging
silo dan setelah itu barulah dilakukan bagging atau pengarungan produk.
Secara umum katalis yang digunakan di perusahaan penghasil
polipropilena terdiri atas dua komponen, yaitu super high activity catalyst dan
LYNK 1010. SHAC merupakan zat padat berbentuk kristal yang mengandung
logam titanium 2,8 – 3,2% sebagai logam aktif yang sering dipakai yaitu TiCl4.
SHAC yang dipakai adalah SHAC jenis 201. Katalis SHAC 201 terdiri atas TiCl4
dan MgCl2 (30%) dan white mineral oil (60–75%). White mineral oil berfungsi
untuk melindungi kompleks TiCl4/MgCl2 dari kereaktifan dengan air.
Wujudnya berupa slurry yang memungkinkan katalis dapat dialirkan ke
dalam reaktor. Padatan akan mengendap dan memadat sehingga sulit
disuspensikan kembali. Katalis SHAC 201 mempunyai selektifitas yang tinggi.
Produtivitas SHAC 201 dipengaruhi oleh waktu tinggal reaksi, jenis katalis, laju
deaktivasi katalis, dan kadar ko-katalis. Produktivitas katalis akan naik jika waktu
tunggal dalam reaktor semakin lama dan laju deaktivasi katalis menurun.
Katalis LYNK1010 sebenarnya disusun oleh senyawa-senyawa yang tidak
jauh berbeda dengan SHAC 201. LYNK 1010 disusun oleh 20-40 % kompleks
katalis, 60-80 % white mineral oil, dan heksana. Kompleks katalis dibangun oleh
TiCl4 dengan support yang berbeda dengan SHAC 201. LYNK 1010 mempunyai
kreaktifan yang lebih besar dari SHAC 201. Meskipun demikian, LYNK 1010
bukanlah katalis utama dalam produksi polipropilena karena sulitnya
pengendalian kondisi reaktor. Produksi polipropilena yang memakai LYNK 1010
sebagai katalis sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Jika temperatur
reaktor berubah sedikit saja, kemungkinan terbentuknya chunk dalam reaktor
lebih besar, sehingga reaktor harus dimatikan dan produksi terhenti.
2.4. Proses Pembuatan Polipropylene Berdasarkan Fasanya
Proses pembuatan dari polipropylene ini juga dapat dibedakan berdasarkan
fasanya. Berdasarkan fasanya tersebut, proses pembentukan polipropilena dibagi
lagi menjadi 3 jenis yaitu proses polimerisasi solvent (fasa slurry), proses
polimerisasi bulk (fasa liquid), dan juga proses polimerisasi vapor (fasa gas). Jenis
tersebut dibedakan dengan adanya prinsip perbedaan fasa dari propylene.
2.4.1. Proses Polimerisasi Solvent
Partikel PP tersebar dalam bentuk slurry dalam pelarut dengan proses
polimerisasi solvent, sehingga proses ini dapat disebut juga proses polimerisasi
slurry. Polimerisasi solvent menggunakan autoclave dan juga agitator untuk
reaktor, dan kondisi operasi suhu 50-80 °C, serta tekanan sekitar 1 MPa. Alasan
dilakukannya hal ini adalah dengan adanya heksana, heptana atau pelarut
hidrokarbon inert lainnya dimana inhibitor polimerisasi telah dieliminasi. Partikel
PP diperoleh setelah melalui pemisahan dan pemulihan propilena yang tidak
bereaksi, deashing (dekomposisi dan eliminasi katalis menggunakan alkohol).
Pencucian dengan air, pemisahan sentrifugal dan pengeringan untuk
proses penanganan lebih lanjut. Proses untuk memisahkan AP (polimer bentuk
non-kristalin dimana kelompok metil dari unit propilena yang tersusun pada rantai
tidak normal), yang terproduksi sebagai produk sekunder pada 10% dari jumlah
polimerisasi diperlukan pada suatu waktu, dan oleh karena itu, AP dipisahkan
menggunakan kelarutannya dalam pelarut polimerisasi. Proses ini tidak hanya
rumit, tetapi beban biaya juga besar karena pemisahan dan pemurnian alkohol dan
air dalam jumlah besar digunakan dalam deashing dari pelarut yang dipulihkan.
2.4.2. Proses Polimerisasi Bulk
Proses polimerisasi bulk juga disebut juga proses polimerisasi massa, dan
pelarut seperti heksana dan heptana tidak dapat digunakan. Proses ini merupakan
polimerisasi dari propilena cair. Proses ini bertujuan untuk menyederhanakan
proses dengan juga menggunakan monomer propilena sebagai pelarut, oleh karena
tidak ada pelarut lain selain propilena cair yang dapat digunakan. Biaya energi
untuk uap, listrik, dll, yang diperlukan untuk memulihkan pelarut dapat sangat
berkurang. Kondisi operasi yang digunakan dalam proses polimerisasi bulk adalah
suhu antara 50-80°C dan tekanan yang kira-kira mendekati tekanan uap propilena.
Tekanan ini dapat berubah-ubah tergantung suhu, tetapi ada di kisaran 2-4
MPa. Propilena cair digunakan untuk pelarut, reaksi polimerisasi berlangsung
cepat, dan waktu retensi dipersingkat. Efisiensi volumetrik sangat meningkat,
ukuran reaktor untuk mendapatkan kapasitas produksi yang sama bisa lebih kecil
daripada secara konvensional. Nilai Produktifitas tersebut maka luas permukaan
penghilangan panas tidak cukup untuk menghilangkan panas polimerisasi. 25
Proses polimerisasi bulk adalah proses dengan banyak kelebihan, tetapi tidak
cocok untuk memproduksi polimer yang dikenal sebagai impact copolymer.
Impact copolymer adalah campuran dari komponen homopolymer propilena
dengan komponen karet yang memiliki berat molekul yang rendah, yaitu
ethylenepropylene copolymer dengan berat molekul yang relatif cukup besar.
2.4.3. Proses Polimerisasi Vapor
Proses polimerisasi pada suatu fase uap sebenarnya mirip golongan proses
polimerisasi dari bulk karena dilakukannya hanya dengan monomer. Polimerisasi
dilakukan dalam wujud gas propilena dan bukan wujud propilena cair sehingga
merupakan proses yang berbeda dari polimerisasi bulk konvensional. Polimerisasi
pada fasa uap yang lebih rendah dalam segi kualitas karena tidak ada proses untuk
dapat memisahkan produk sekunder AP yang berjumlah banyak, dan produknya
tersebut akan bernilai terbatas pada suatu aplikasi yang lebih khusus.
Tidak adanya dan penghilangan AP karena peningkatan yang pesat dalam
suatu kinerja katalis, proses mencapai penyederhanaan lebih lanjut. Manufaktur
impact copolyme membutuhkan setidaknya dua reaktor, dan jalur suplai untuk
ethylena, sebagai ko-monomer, digunakan pada stage kedua dari suatu reaktor
sehingga komponen dari karet dapat dipolimerisasi. Manufaktur pada dasarnya
bisa memungkinan dengan hanya memiliki satu jenis reaktor saja untuk sebuah
polimer, selain impact copolymer. Kondisi operasi yang akan digunakan yaitu
pada rentang suhu dari 50-80 °C dan tekanan dalam kisaran 1-2 MPa.
2.5. Reaksi yang Terlibat
Proses pembuatan polipropylene melibatkan beberapa reaksi. Reaksi ini
terjadi didalam sebuah reaktor pada suatu sistem. Reaksi yang terjadi pada proses
pembuatan polipropylene ini terdiri dari 3 tahapan, yaitu: inisiasi, propagasi, dan
terminasi. Sebelum terjadi ketiga tahapan reaksi tersebut, katalis TiCl4 akan
diaktifkan terlebih dahulu oleh ko–katalis Al(C2H5)3 sehingga akan terbentuk
suatu pusat aktivasi katalis seperti pada reaksi yang akan dijelaskan berikut:
2.5.1. Inisiasi
Reaksi inisiasi adalah tahapan proses pembentukan awalnya radikal bebas.
Menyebabkan jumlah radikal bebas meningkat pesat. Reaksi ini terjadi pemutusan
secara homolitik. Reaksi berlangsung secara spontan. Setelah katalis yang diguna-
kan diaktifkan oleh ko-katalis dan membentuk radikal bebas Ti, maka monomer
propilen akan langsung menyerang bagian aktif ini dan dapat berkoordinasi
dengan logam transisi. Selanjutnya akan langsung menyisip diantara metal dan
pada grup alkil, sehingga mulailah terbentuk rantai polipropylene.
2.5.2. Propagasi
Propagasi adalah reaksi yang melibatkan radikal bebas yang jumlah
radikal bebasnya akan tetap sama. Radikal propilen yang terbentuk akan langsung
menyerang monomer propilen lainnya secara menerus dan akan membentuk suatu
radikal polimer yang begitu panjang. Tahapan ini tidak akan terjadi proses peng-
akhirannya, polimerisasi terus berlangsung sampai tidak ada lagi gugus fungsi
yang tersedia untuk bereaksi. Penghentian reaksi biasanya dikenal adalah dengan
penghentian ujung atau dengan menggunakan salah satu dari monomer secara
berlebihan. Tahap propagasi yang pertama adalah radikal bebas klor yang merebut
sebuah atom hidrogen dari molekul metana dan menghasilkan radikal bebas metil.
2.5.3. Terminasi
Reaksi terminasi adalah reaksi yang berujung pada turunannya jumlah
radikal bebas. Reaksi terminasi yaitu diinjeksikannya sejumlah hidrogen yang
berfungsi sebagai terminator. Hidrogen sebagai terminator akan bergabung
dengan sisi aktif katalis 28 sehingga akan terjadi pemotongan suatu radikal
polimer yang akan segera dapat menghentikan polimerisasi propilen.
2.6. Pengembangan Proses
Tidak efektifnya proses yang berjalan pada skema proses sebelumnya,
maka diadakan pengembangan proses pada produksi polipropilen agar proses
yang dibuat lebih sederhana namun terampil. Pada akhir era 1970-an, produksi
polipropilen memanfaatkan katalis generasi ketiga dan keempat yang memiliki
performa jauh lebih baik daripada katalis dua generasi sebelumnya. Proses ini
disebut bulk process. Perubahan yang paling terlihat dari proses ini adalah
penggantian propilen cair pada sistem pelarut yang mengakibatkan 31 ringkasnya
proses ini akibat tidak adanya proses pembuangan ataktik dan kerusakan katalis.
Pendekatan lain yang digunakan pada pengembangan proses polipropilen
adalah teknologi pada proses fasa gas. Pendekatan ini dinilai revolusioner karena
tidak adanya kebutuhan pelarut atau medium cair lainnya untuk mendispersikan
reaktan dan produk yang keluar dari reaktor. Proses ini akan menghilangkan
proses pemisahan dan jauh menghemat penggunaan pelarut atau propilen cair
dalam jumlah yang besar yang digunakan pada bulk process technology. Produk
akhirnya merupakan polipropilen yang kering dan proses selanjutnya hanya
membutuhkan deaktivasi residu katalis sebelum adanya penambahan aditif dan
pembentukan polipropilen pada bentuk pelet. Proses ini sudah digunakan oleh
banyak perusahaan kimia ternama seperti Amoco, Unipol, dan BASF.
Meskipun pengembangan proses fasa gas intensif pada era yang sama
dengan pengembangan bulk process, proses fasa gas sudah diinisiasi oleh BASF
secara komersial pada akhir era 1960-an. Proses ini dinamai proses Novolen.
Proses 32 Novolen menggunakan stirred-bed polymerizers yang berada pada
kondisi operasi diatas 20 bar dan berada pada rentang temperatur 70-90°C.
Kondisi yang seragam dijaga pada polymer bed dengan mekanisme mechanical
mixing menggunakan agitator helik dan terfokus di bagian bawah.
Monomer yang tidak bereaksi dikondensasi dan masuk ke sistem recycle
untuk menghilangkan kalor yang dihasilkan dari polimerisasi. Pengadukan
mekanis membutuhkan resirkulasi gas yang lebih minim daripada menggunakan
mekanisme fluidisasi untuk pencampuran. Pabrik ini awalnya hanya mengandung
satu polymerizer untuk produksi homopolimer, namun untuk produksi kopolimer,
ditambahkan dua reaktor seri yang mulai dikembangkan pada akhir era 1970-an.
Proses ini tidak melibatkan proses separasi untuk polimer ataktik atau
penghilangan katalis, dengan kata lain, pabrik ini juga menerapkan konsep
tersebut. Apabila pada proses ini digunakan katalis generasi pertama, produk
polimer mengandung lebih banyak fraksi polimer ataktik daripada produk
utamanya yang efek lebih lanjutnya adalah produk memiliki kekokohan yang
lebih rendah. Proses tersebut membutuhkan unit netralisasi residu katalis dan
penghilang klorida, reaksi menggunakan propilen oksida pada unit extruder.
2.7. Manfaat Polypropylene
Polipropylene kebal, kebanyakan living hinge seperti yang ada di botol
dengan tutup flip top, dibuat dari bahan ini. Lembar propilena yang sangat tipis
tersebut dapat dipakai sebagai dielektrik dalam pulsa berdaya tinggi tertentu serta
kondensator frekuensi radio yang kehilangan frekuensinya rendah. Kebanyakan
barang dari plastik untuk keperluan medis atau labolatorium bisa dibuat dari
polipropylene karena mampu menahan panas di dalam suatu autoklaf.
DAFTAR PUSTAKA

Hadinata, dkk. 2018. Energy Saving Berbasis Inverter pada Motor Induksi Air
Handling Unit (AHU) 3 Phasa. Jurnal Teknik Elektro Universitas Pakuan.
Vol 1(1):1-13
Marpaung, Jannus. 2013. Kendali Beban Terpusat Untuk Sistem Air Handling
Unit (AHU) di PT MPIM Sebagai Upaya Penghematan energi Listrik.
Jurnal ELKHA Laboratorium Teknik Kendali Jurusan Teknik Elektro. Vol.
5(1): 40-49
Mplon, Risha. 2018. Air Handling Unit. (Online).http://www.Scribd.com/doc/
73890630/Air-Handling-Unit.(Diakses pada tanggal 29 September 2018)
Wang, Shan K. 2000. Handbook of Air Conditioning and Refrigeration. New
York:McGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai