Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

“ASURANSI KESEHATAN NASIONAL”

DISUSUN OLEH:

ANDI NURUL ANNISA NIM.1808020195


SINTYA AGUSTINA NIM.1808020198
ARUMSARI REDHIYANINGSIH NIM.1808020238

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
A. SEJARAH ASURANSI KESEHATAN NASIONAL
Asuransi kesehatan merupakan sistem pembiayaan yang memberikan jaminan
sosial dalam menghadapi risiko bahaya atau insiden kecelakaan dengan cara
membayarkan uang premi secara rutin pada waktu tertentu (Widodo, 2014). Di Indonesia,
konsep asuransi kesehatan mulai dikenal sejak jaman pemerintahan Hindia-Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda mengatur mekanisme pembayaran jaminan kesehatan melalui
gaji pegawai pemerintah Hindia Belanda dengan menerapkan sistem restitusi
(reimbursement). Akan tetapi, penerapan sistem asuransi kesehatan di Indonesia mulai
diterapkan pada tahun 1968 melalui Keppres No. 230 Tahun 1968 tentang Peraturan
Pemeliharaan Pegawai Negeri Sipil dan Militer beserta keluarganya. Program tersebut
dikelola oleh Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (BPDPK DEPKES RI). Namun, peraturan tersebut tidak
bertahan lama sehingga muncul Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1984 tentang
Asuransi Kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1984
tentang Kesehatan Pegawai Negeri Sipil. Peraturan tersebut kemudian dikelola oleh
Perum Husada Bakti.
Seiring berjalannya waktu, untuk dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pelayanan, maka Perum Husada Bakti yang didirikan dengan PP No. 23 Tahun 1984
dialihkan menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) yang ditandai dengan keluarnya PP
No. 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Husada Bakti menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero). Pengalihan ini dilakukan karena Perum Husada Bakti
dinilai layak menjadi sebuah Perusahaan Perseroan (Persero) agar leluasa dalam
pengembangan asuransi kesehatan kepada berbagai pihak. Oleh karena itu, Perum
Husada Bakti diubah menjadi PT Asuransi Kesehatan (ASKES).
PT ASKES yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS/ penerima pensiun/ Perintis
kemerdekaan/ veteran dan anggota keluarganya. Untuk Prajurit Tentara Nasional
Indonesia (TNI) Anggota Kepolisian Republik. Indonesia (POLRI) dan PNS
Departemen Pertahanan/ TNI/ POLRI beserta keluarganya, telah dilaksanakan
program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan perubahan dari
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971. Berbagai program tersebut baru
mencakup sebagian kecil masyarakat. Disamping itu pelaksanaan dari berbagai
program jaminan sosial tersebut belum mampu memberikan perlindungan yang adil
dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak
peserta. Sehubungan dengan hal diatas, dipandang perlu menyusun sistem jaminan
sosial yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial
yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan
yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta
sehingga pada tahu 2014 PT ASKES berubah alih menjadi BPJS Kesehatan (Hartati,
2015).
BPJS Kesehatan muncul dilandaskan dari UU 24 tahun 2011. ejak Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan beroperasi pada 1 Januari 2014 untuk
menjalankan tugas untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN), pola pelayanan kesehatan berubah 180 derajat. Masyarakat mulai diajak untuk
mengikuti sistem baru yang menerapkan sistem rujukan berjenjang dalam pelayanan
kesehatan. Peserta BPJS Kesehatan tidak boleh lagi langsung datang ke rumah sakit
tingkat lanjutan, kecuali dalam kondisi darurat atau emergensi yang harus segera
mendapat pertolongan dan tindakan medis lainnya, utamanya untuk menyelamatkan
nyawa. Peserta BPJS bisa langsung dilayani peserta akan mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai kompetensi dan kapasitas faslitas kesehatan tingkat pertama, antara lain
konsultasi kesehatan, tindakan medis, laboratorium klinik dasar, obat-obatan, transfusi
darah dan lainnya. Apabila pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP),
permasalahan kesehatan peserta tidak bisa ditangani dan membutuhkan penangangan
lebih lanjut, maka dokter di FKTP akan merujuk peserta ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKRTL) yaitu rumah sakit pemerintah, rumah sakit TNI, rumah sakit
Polri, rumah sakit swasta, atau klinik utama (spesialistik) yang sudah bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan (BPJS, 2014).
Di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), peserta BPJS
Kesehatan menunjukkan Kartu BPJS Kesehatan dan surat rujukan dari FKTP kepada
petugas BPJS Kesehatan Center untuk selanjutnya diterbitkan Surat Eligibilitas Peserta
(SEP) sebagai dokumen yang menyatakan bahwa yang bersangkutan peserta sah sebagai
peserta JKN dan berhak mendapatkan pelayanan sesuai haknya. Setelah mendapatkan
SEP, peserta akan mendapatkan pelayanan kesehatan di , baik untuk pelayanan rawat
jalan atau pun rawat inap. Jika penyakit pasien dapat ditangani dan sudah bisa
dikendalikan, maka pasien bisa pulang atau dirujuk balik ke FKTP terdaftar.

BPJS. 2014. INFO BPJS: Media Internal Resmi BPJS Kesehatan Edisi 2 Juni. Jakarta:
BPJS
Hartati, W. 2015. Kajian Yuridis Perubahan PT. ASKES (Persero) Menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kajian Hukum dan Keadilan. III(9):
482-496
Widodo, T. 2014. Penerapan Sistem Asuransi Kesehatan Nasional Pada Seluruh
Penduduk Jepang. http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-06/S55889-
Teguh%20Widodo
B.
C.
D. Perluasan Kepesertaan sesuai Undang-Undang
Menurut UU No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang
dimaksud peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Menurut Pasal 13 UU No 24
Tahun 2004 ayat 1 menyatakan bahwa pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan
dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,
sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti. Pada ayat 2 dijelaskan bahwa
pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Presiden. Menurut Perpres No 12 Tahun 2013, Peserta Jaminan Kesehatan meliputi:
a. PBI Jaminan Kesehatan
Peserta PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf a meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.
b. Bukan PBI Jaminan Kesehatan.
Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 huruf b merupakan Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak
mampu yang terdiri atas:
1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
Pekerja Penerima Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a) Pegawai Negeri Sipil;
b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
f) pegawai swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang
menerima Upah
Anggota keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a
meliputi:
a) Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
b) anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta,
dengan kriteria:
1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri; dan
2. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau
3. belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan
pendidikan formal.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya.
Bukan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a) Investor;
b) Pemberi Kerja;
c) Penerima pensiun;
Penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c terdiri
atas:
1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
2) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak
pensiun;
3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
4) Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
5) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang
mendapat hak pensiun.
d) Veteran;
e) Perintis Kemerdekaan; dan
f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang
mampu membayar iuran.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12


TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN
2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

E. Permasalahan Asuransi Kesehatan Nasional dan Solusinya

Anda mungkin juga menyukai