Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang
berkopeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruangan gawat darurat.
Asuhan keperawatan diberikan umtuk mengatasi masalah biologi, psikologi dan
sosial klien, baik aktual maupun potensial yang timbul secara bertahap maupun
mendadak. Kegiatan asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan
sistematika proses keperawatan yang merupakan suatu metode ilmiah dan
panduan dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dalam rangka
mengatasi masalah kesehatan pasien. Adapun langkah-langkah yang harus
dilakukan meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan, dan
evaluasi. Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh
karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan
keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan
1.2 Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep kegawatdaruratan pada

1.3 Tujuan dan manfaat

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kejang Pada Anak
2.1.1 Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434). Kejang demam : kejang yang
terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan
ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1) Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai pada usia anak
dibawah lima tahun.
2.1.2 Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti,
demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu
tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi
dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000). Kejang dapat terjadi pada
setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah)
berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau
demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat
reversibel apabila stimulus
2.1.3 Patofisiologi
Hidup sel atau organ otak memerlukan energi yang merupakan hasil
metabolisme. Pada keadaan demam, metabolisme dan kebutuhan oksigen
terjadi peningkatan. Pada anak kebutuhan sirkulasi otak lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu kondisi perbedaan potensial
membran terganggu akan terjadi lebih besar pada anak dibandingkan pada
orang dewasa sebagai dampak terganggunya metabolisme. Dampak dari
terganggunya potensial membran akan menyebabkan terjadinya pelepasan
muatan listrik. Lepasnya muatan listrik dapat meluas ke seluruh sel maupun

2
ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotarnsmiter sehingga
menimbulkan kejang.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik klien dengan kejang demam antara lain :
1. Suhu tubuh > 38⁰c
2. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Sifat bangkitan dapat berbentuk :
a. Tonik: mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri jatuh
ke lantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher ekstensi,
tangisan melengking, apneu, peningkatan saliva
b. Klonik: gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas
berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi, dapat
mengalami inkontinensia urin dan feses
4. Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf
2.1.5 Penatalaksanaan
1. Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut
seperti lendir dan dengarkan bunyi nafas.
2. Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
3. Circulation : nilai denyut nadi
Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainanstatus
mental lainnya
Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:
A: sadar (alert)
V: memberikan reaksi pada suara (voice)
P: memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
U: tidak sadar (unconscious)
4. Tindakan primer dalam kegawat daruratan dengan kejang demam adalah
Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien
saat kejang

3
5. Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.
6. Bebaskan jalan nafas dengan segera :
a. Buka seluruh pakaian klien
b. Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
c. Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan
cara finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan
menahan bila sedang dalam keadaan kejang)
d. Oksigenasi segera secukupnya
7. Observasi ketat tanda-tanda vital
8. Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan
kejang
2.2 Trauma Pada Anak
Penyebab tertinggi kematian pada anak sering terjadi gangguan oksigenasi dan
ventilasi, gangguan perfusi lebih jarag terjadi tapi berpotensi mematikan penyebab
kematian yang utama meliputi gangguan jalan napas dan resusitasi volume yang
tidak adekuat. Trauma tumpul lebih sering dijumpai daripada luka tembus
( Cedera kepala 55% Cedera organ dalam 15%).
Tatalaksana awal dibagi menjadi empat fase: Survei primer, Resusitasi awal,
Survei sekunder, Terapi definitif
1. Survey Primer
Ikuti algoritme pengkajian primer menurut Advanced Trauma Life Support
Airway maintenance with C-spine protection (mempertahankan jalan napas
sambil melindungi tulang servika Breathing and ventilation ( pernapasan dan
ventilasi)
Circulation with hemorrage control (sirkulasi dan pengendalian perdarahan)
a. Jalan Napas : Nilai dan bebaskan jalan napas sambil melakukan imobilisasi tulang
servikal jika diperlukan
1) Gunakan metode jaw thrust tanpa head tilt jika dicurigai terdapat cedera tulang
servikal
2) Siapkan alat pengisap setiap saat

4
3) Tentukan perlu-tidaknya pemasangan jalannapas definitif (intubasi)
4) Indikasi pemasangan intubasi:
a) Tidak mampu mempertahankan jalan napas
b) Memerlukan ventilasi tekanan positif
c) Luka bakar pada jalan napas atau cedera inhalasi
d) Cedera kepala berat GCS <8
e) Trauma maksilofasial mayor
b. Pernapasan : Cari penyebab gagal napas:
1) Hipoventilasi akibat cedera otak
2) Pneumothoraks atau tension pneumothoraks
3) Hematotoraks
4) Dada gail (fail chest)
5) Kontusio paru
6) Kebanyakan cedera otak dapat di diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan, dan
rontgen toraks
7) Pneumotoraks terbuka
c. Sirkulasi
Cari tanda syok, tentukan penyebab, dan laksanakan terapi:
1) Nilai adanya perdarahan, cari perdarahan aktif luar dan dalam (terjadi pada cedera
organ dalam yang padat)
2) Pasagang akses pembuluh darah dengan dua akses IV berdiameter besar dan
lakukan resusitasi volume
3) Cari adanya ketidakstabilan hemodinamik, yang dapat tetap ada eskipun sudah
dilakukan resusitasi volume; perimbangkan adanya perdarahan yang tidak terlihat
serta syok spinal.
4) Cegah atau segera atasi penyebb potensial cedera otak sekunder, seperti
hipovolemia, hipetensi, dan hipoksia
d. Disabilitas: Lakukan penilaian neurologik secara cepat untuk mengetahui kondisi
yang memerlukan intervensi segera::
1) Terapkan skala respons AVPU:
a) Alert – awas
b) Verbal – responsi terhadap rangsangan verbal
c) Painful – responsiif terhadap rangsangan nyeri
d) Unresponse
e) Pikirkan indikasi
2) Tentukan skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS)
3) Periksalah pupil lihat adakah perbedaan ukuran, diatasi, atau respons yang ambat
terhadap cahaya.

5
4) Pikirkan indikasi pemberian ventilasi bantuan (termasuk GCS < 8)
5) Pemeriksaan daerah yang tertutup pakaian dan pengendalian lingkungan luar
a) Lepas semua baju, cari adanya cedera, ukur suhu inti tubuh, dan pertahankan
lingungan dalam suhuh netral.
b) Cegah dan atasi hipotermia yang signifikan.
2. Survey sekunder
Anamnesa AMPLE (allegies, mdications, past hostory, last meal, events).
Pemeriksaan fisik legkap dari kepala hingga ujung kaki untuk mencri cedera
tertentu. Pemeriksaan rontgen rutin: (1) Tulang servikal lateral (2) Toraks AP (3)
Pelvis AP
a. Terapi definitif
1) Pindahkan pasien dari ruang resusitasi ke ruang radiologi, OK, atau ICU
2) Pertibangkan pilihan pencitraan berikut sesuai indikasi:
a) CT kepala
b) CT toraks
c) CT abdomen dan pelvis
3) Konsultasi pula dengan bagian lain sesuai keperluan
Indikasi CT kepala : Setiap cedera keala berat memerlukan CT kepala dan CT
scan C1 dan C2.
a) GCS < 15 pasca trauma
b) Pemeriksaan neurologik menunjukkan kelainan
c) Trauma kepala tembus
d) Tiap faktur tulang tengkorak
e) Melibatkan mekanisme cedera (misalnya jatuh dari ketinggian)
f) Nyeri kepala yang progresif/memburuk
g) Bradikardi
h) Kehilangan kesadaran yang agak lama atau tidak diketahui waktunya
4) Indikasi CT abdome
a) Kecurigaan adanya cedera intra-abdomen tapi tidak ada indikasi laparotomi yang
jelas.
b) Tanda vital yang tidak stabil.
c) GCS < 10
d) Operasi elektif ekstra abdomen yang diperkirakan memakan waktu lama
(misalnya, neuro, orto)
2.3 Luka Gigitan

6
2.3.1 Frekuensi
1. Gigitan anjing merupakan jenis luka gigitan binatang yang paling sering dijumpai
tetapi memiliki angka infeksi yang rendah
2. Anak yang lebih muda lebih rentan menderita morbiditas yang signifikan (dan
sesekali mortalitas)
3. Gigitan kucing lebih jarang dijumpai tetapi angka infeksinya lebih tinggi
a. Kucing cenderung menciptakan luka tusuk yang dalam ; sulit dibersihkan dan
cenderung dijumpai di tangan dan ekstremitas atas
b. Gigitan manusia adalah yang jarang dijumpai, tetapi angka infeksinya tinggi
c. Hati-hati menangani cedera kepalan tertutup yang mengenai daerah sendi
metakarpofalangeal
Tabel Gigitan dan Angka Infeksi menurut Spesies
Spesies Frekuensi Gigitan (%) Frekuensi Infeksi (%)
Anjing 80 – 90 2 – 20
Kucing 5 – 15 30 – 50
Manusia 3,6 – 23 10 – 50
2.3.2 Tata Laksana Luka Gigitan
1. Irigasi dengan cairan mengalir : gunakan NS dengan semprit 20 mL atau lebih
besar serta angiocath 19G
2. Jika diindikasikan, lakukan debrideman dengan hati-hati
3. Antibiotik profilaksis (risiko tinggi)
a. Masih diperdebatkan ; penelitian mengenai hal ini masih terbatas
b. Jika pasien dating ke UGD dalam 24 jam, tanpa ada tanda infeksi, dan masuk
dalam kriteria risiko tingggi, pertimbangan pemberian antibiotik profilaksis
c. Beri dosis pertama di UGD
d. Durasi 3 – 5 hari
e. Antibiotik pilihan : amoxicillin-asam klavulanat
f. Alternatif : penicillin V + (cephalexin atau cloxacillin)
g. Alergi penicillin L clindamycin + TMP-SMX
Indikasi Antibiotik Profilaksis
a. Luka tusuk yang dalam
b. Gigitan pada tendon, sendi, tulang
c. Tangan : saat mengepal (closed-fist injury, CFI)

7
d. Gigitan di wajah angka infeksi lebih rendah, tetapi jika terjadi infeksi, risiko
komplikasi kosmetik dan komplikasi berat lebih tinggi
4. Antibiotik terapeutik jika ada tanda infeksi
5. Penutupan primer : laserasi yangberisiko rendah
6. Imobilisasi pada posisi sesuai fungsi
7. Elevasi
8. Tetanus toksoid jika diindikasikan +/_ imunoglobin tetanus bila perlu
9. Profilaksis rabies jika diindikasikan
10. Catatan : antibiotic saja tidak cukup
2.4 Syok Kardiogenik
2.4.1 Definisi
Syok kardiogenik merupakan kegawat-daruratan di bidang kardiovaskuler
yang memerlukan penanganan cepat dan tepat.1-4 Kondisi ini dapat disebabkan
oleh berbagai macam etiologi yang memerlukan penatalaksanaan segera.5-9
Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis kegawatan dan kesalahan dalam
melakukan terapi dapat berakibat fatal, karena pasien akan jatuh dalam gagal
sirkulasi yang berkepanjangan. Syok kardiogenik adalah gangguan fungsi
sirkulasi mendadak dan kompleks yang mengakibatkan hipoksia jaringan akibat
berkurangnya curah jantung pada keadaan volume intravaskular yang cukup.
2.4.2 Etiologi
Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan kondisi seperti
yang akan dijelaskan di bawah ini, dibagi atas pada bayi baru lahir dan pada bayi
dan anak.4-9
Pada bayi baru lahir, syok kardiogenik dapat disebabkan oleh:
1. Penyakit jantung bawaan (PJB) yang mengakibatkan berberkurangnya
2. curah jantung dan hipotensi sistemik: hypoplastic left heart syndrome,
3. stenosis aorta, interrupted aortic arch, koarktasio aorta berat, anomali
2.4.3 Manifes
Manifestasi klinis syok kardiogenik timbul akibat gangguan fungsi sistolik dan
diastolik. Gangguan fungsi sistolik mengakibatkan curah jantung menurun,
sedangkan akibat gangguan fungsi diastolik mengakibatkan bendungan di paru

8
atau sistemik. Akibat berkurangnya curah jantung tubuh akan melakukan
kompensasi dengan cara takikardia, vasokonstriksi, retensi cairan dan garam, dan
melepaskan hormon-hormon tertentu. Kompensasi ini jika berlangsung terus
menerus justru akan memperburuk keadaan jantung yang sebelumnya sudah
terganggu. Secara klinis anak tampak pucat, lemas, badan dingin, takikardia,
hipotensi, berkurangnya perfusi perifer, akral dingin, asidosis dan oliguria serta
penurunan kesadaran. Manifestasi klinis di atas sebetulnya hampir sama dengan
manifestasi klinis syok pada umumnya.Pada pemeriksaan auskultasi jantung bisa
ditemukan murmur jika kelainan dasarnya adalah penyakit jantung bawaan. Pada
pemeriksaan analisis gas darah dan elektrolit mungkin ditemukan ada kelainan.
Pada foto Rontgen dada, dapat ditemukan kardiomegali,
demikian juga pada EKG mungkin ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
ekokardiografi dapat dipastikan jenis kelainan jantungnya dan fungsi
ventrikel.
2.4.4 Tata laksana
Penatalaksanaan syok kardiogenik ditujukan untuk meningkatkan curah jantung
dengan cara memperbaiki kinerja jantung yaitu mengurangi preload, mengurangi
afterload, meningkatkan kontraktilitas miokardium, dan menurunkan laju jantung.
Dalam melakukan manipulasi pada kinerja jantung di atas, idealnya dipasang
kateter Swan-Ganz sehingga curah jantung, tekana pengisian ventrikel, tekanan
atrium kanan dan tekanan baji pulmonal dapat diukur secara obyektif. Namun
pada bayi dan anak pemasangannya kateter ini relatif sulit sehingga jarang
dikerjakan.12-13
2.4.5 Penatalaksanaan secara umum
Tata laksana syok kardiogenik secara umum meliputi:
1. Pemasangan infus untuk memberikan bolus cairan 10 mL/kg untuk mengisi
pembuluh darah yang kolaps.
2. Koreksi keseimbangan asam-basa dan elektrolit
3. Pemasangan kateter vena sentral untuk mengukur tekanan vena sentral
2.4.6 Penatalaksanaan secara spesifik
1. Pemberian obat-obatan

9
Sesuai dengan kinerja jantung yang terganggu, obat-obatan untuk meningkatkan
curah jantung dapat berupa obat-obatan inotropik, diuretik, dan obat-obatan
vasodilator.14 Masing-masing obat dalam kelompok di atas akan dibahas lebih
lanjut dibawah ini.
2.5 Gagal Ginjal Akut
2.5.1 Definisi dan Kriteria
GnGA didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal yang mendadak dan bersifat
progresif dengan akibat terjadinya peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen
seperti ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan
asam basa yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Secara obyektif GnGA
ditandai oleh salah satu dari kriteria di bawah ini:
1. Peningkatan kreatinin serum ≥0.3 mg/dL dalam 48 jam; atau
2. Peningkatan kreatinin serum ≥ 1.5 kali dari data dasar, yang diketahui atau diduga
peningkatan tersebut timbul dalam 7 hari; atau
3. Volume urin < 0.5 mL/kg/jam selama 6 jam
Dalam literatur terdapat sekitar 30 definisi GnGA yang berbeda. Untuk mengatasi
perbedaan tersebut kriteria GnGA yang dipakai sekarang berasal dari 2 kriteria
yang dikembangkan dalam dekade terakhir dengan tujuan membuat standar
definisi GnGA, yaitu kriteria RIFLE (risk, injury, failure, loss dan end-stage)5 dan
AKIN (acute kidney injury network).7Kriteria RIFLE dikembangkan pada tahun
2004 oleh para ahli dalam forum Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) sebagai
sistem pengklasifikasian GnGA. Dalam kriteria ini, GnGA dikategorikan dalam 3
stadium disfungsi renal dengan dasar kadar serum kreatinin yang merefleksikan
penurunan LFG disertai durasi dan eratnya penurunan keluaran urin, yaitu risk,
injury dan failure, ditambah variabel luaran yaitu loss dan end-stage. Dengan
kriteria RIFLE, klinisi dapat menentukan stadium saat kerusakan ginjal masih
dapat dicegah, keadaan telah terjadi kerusakan ginjal ataupun telah terjadi gagal
ginjal. Pada tahun 2007, Acute Kidney Injury Network (AKIN) membuat suatu
kriteria untuk menyempurnakan kriteria RIFLE dengan pertimbangan bahwa
sedikit peningkatan serum kreatinin (>0,3 mg/dL) ternyata sangat bermakna
2.5.2 Etiologi

10
GnGA pada anak yang disebabkan keadaan hipoksia-iskemia, sindrom hemolitik
uremik (SHU), serta glomerulonefritis akut lebih cenderung tipe oligouria ataupun
anuria (keluaran urin kurang dari 500mL/24 jam pada anak yang lebih besar atau
kurang dari 1 mL/kg pada bayi dan anak kecil). Pada anak dengan GnGA yang
disebabkan nefritis interstisial akut termasuk akibat nefrotoksisitas
aminoglikosida, dapat mengalami GnGA dengan keluaran urin
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
penunjang yang penting untuk diagnosis GnGA adalah peningkatan ureum (atau
nitrogen urea darah/BUN) dan kreatinin. Setelah ditegakkan diagnosis GnGA
maka diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui komplikasi, yaitu
pemeriksaan elektrolit dan bikarbonat darah. Gangguan keseimbangan elektrolit
yang dapat timbul pada GnGA adalah hiperkalemia, hipokalsemia, dan
hiperfosfatemia. Hipo-maupun hipernatremia dapat pula dijumpai sebagai akibat
dehidrasi atau kelebihan cairan di rongga Urinalisis merupakan pemeriksaan
penunjang yang penting untuk mengarahkan etiologi. Berat jenis urin dapat
memberikan petunjuk kecukupan volume intravaskular, sedangkan hematuria dan
proteinuria yang bermakna mengarahkan pada etiologi
glomerulonefritis.14Jumlah sel epitelial tubulus renal dan silinder sel epitelial
tubulus renal dan atau silinder granularpada pemeriksaan sedimen urin dapat
digunakan untuk diagnosis nekrosis tubular Pemeriksaan fraksi ekskresi natrium
(FENa) bermanfaat untuk membedakan GnGA prarenal dan intrinsik.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:FENa= (PNa/UNa)/(PCr/UCr). PNa dan
PCr adalah natrium dan kreatinin plasma, UNadan UCr adalah natrium dan
kreatinin urin. FENa<1% merupakan GnGA prarenal dan >2% merupakan GnGA
renal. Penting untuk diperhatikan bahwa interpretasi ini tidak dapat dinilai pada
pasien yang menggunakan obat yang mempengaruhi absorpsi natrium seperti
diuretik.
2.5.4 Tata laksana
Tujuan tata laksana pada GnGA adalah untuk mempertahankan homeostasis
sampai fungsi ginjal mengalami perbaikan, baik secara spontan maupun karena
keberhasilan tata laksana untuk mengatasi penyakit dasarnya. Tatalaksana ini

11
terdiri dari investigasi penyebab GnGA, mengatasi komplikasi, terapi nutrisi,
terapi pengganti ginjal atau dialisis bila diperlukan, dan koreksi kelainan primer.
2.6 Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100 - 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk
cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi
yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999).
Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari
( WHO,1980.
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang
disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam, virus dan parasit yang patogen
(Whaley & Wong’s,1995).
Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan
diare yang disebabkan oleh infeksi, alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan
Mayers,1995 ).
B. Tingkat dehidrasi gastroenteritis :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran
klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh
pada keadaan syok.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran
klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran
klinik seperti tanda- tanda dehidrasi sedang ditambah dengan
kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai
sianosis.
C. Etiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus
enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella,
Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia,
Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi
pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel,
atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
D. Tanda dan gejala
- Diare
- Muntah.
- Demam.
- Nyeri abdomen
- Membran mukosa mulut dan bibir kering
- Fontanel cekung
- Kehilangan berat badan
- Tidak nafsu makan
- Badan terasa lemah

12
E. Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus
enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella,
Escherihia
Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding
usus
pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang
lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga
usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus, isi
rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan
sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat
kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik
dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit
(dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan
hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan
gangguan sirkulasi darah.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan tinja
- Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau
astrup, bila memungkinkan.
- Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
2. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum
Untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama
dilakukan pada klien diare kronik
G. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya
dan
keadaan umum, yaitu :
- Cairan peroral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut
diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60
Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula) atau air tajin

13
yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan
dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
- Cairan parenteral
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai
dengan umur dan berat badannya.
a. Dehidrasi ringan
1 jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral
b. Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari.
c. Dehidrasi berat
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
- 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set
1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
- 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set
1 ml = 20 tetes ).
16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau
minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes
/ kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
- 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set
1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
- 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau
minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit
atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
- 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set
1 ml = 20 tetes ).
- 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
2. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan, adapun hal yang perlu diperhatikan :
- Memberikan asi
- Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral
dan makanan yang bersih.
3. Obat – obatan
- Obat anti sekresi
- Obat anti spasmolitik.
- Obat antibiotik.
H. Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Renjatan hipovolemik
3. Kejang
4. Bakterimia
5. Mal nutrisi
6. Hipoglikemia
7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Primer
a. Airway
Klien dengan gastroenteritis biasanya didapatkan kondisi dengan karakteristik
adanya mual dan muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi, alergi atau
keracunan zat makanan
Diagnosa keperawatan:
Masalah keperawatan/ diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA dengan
kode diagnosa (00031) : Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d sekresi
yang tertahan.

Emergency treatment :
 Pastikan kepatenan jalan napas
- Kaji adanya penyumbatan jalan napas seperti air ludah, muntahan, dan secret.
- Pasien dimiringkan ke kanan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.
- Lidah dijaga agar tidak menghalangi jalan nafas atau tergigit.
 Siapkan alat bantu untuk menolong jalan napas jika perlu

 Jika terjadi perburukan jalan napas segera hubungi ahli anestesi dan bawa ke ICU

15
a. Breathing
Pada klien GED dapat ditemkan abnormalitas metabolik atau ketidak seimbangan
asam basa yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan.
Diagnosa keperawatan:
Masalah keperawatan / diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA dengan
kode diagnosa (00032) : Ketidakefektifan pola napas b/d abnormalitas
metabolik atau ketidak seimbangan asam basa.
Emergency treatment:
 Kaji respiratory rate
 Kaji saturasi oksigen

 Berikan oksigen jika ada hypoksia untuk mempertahankan saturasi > 92%

 Auskultasi dada

 Lakukan pemeriksaan rontgent

b. Circulation
Pada klien GED ditemukan penurunan kadar kalium darah di bawah 3,0 mEq /
liter (SI : 3 mmol / L) sehingga menyebabkan disritmia jantung (talukardio atrium
dan ventrikel, febrilasi ventrikel dan kontraksi ventrikel prematur).
Diagnosa keperawatan :
Masalah keperawatan / diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA dengan
kode diagnosa (00029) : Penurunan curah jantung b/d adanya distritmia
jantung yang disebapkan oleh penurunan kadar kalium darah.
Emergency treatment:
 Kaji denyut jantung
 Monitor tekanan darah

 Kaji lama pengisian kapiller

 Pasang infuse, berikan ciaran jika pasien dehidrasi

 Periksakan dara lengkap, urin dan elektrolit

 Catat temperature

 Lakukan kultur jika pyreksia

 Lakukan monitoring ketat

 Berikan cairan per oral

16
 Jika ada mual dan muntah, berikan antiemetik IV.

c. Disability
Pada klien GED terjadi penurunan tingkat kesadaran karena dehidrasi dengan
gejala seperti gelisah, kulit yang lembab, lengket dan dingin dan berkeringat tidak
muncul sampai total volume darah yang hilang sebesar 10-20% sehingga dapat
menyebapkan terjadinya syok hipovolemik.
Diagnosa keperawatan:
Masalah keperawatan / diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA dengan
kode diagnosa (00029) : Penurunan curah jantung b/d adanya distritmia
jantung yang disebapkan oleh penurunan kadar kalium darah.
Emergency treatment :
 Pantau tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, curah jantung, refleks korneal, batuk
dan muntah, tonus otot dan pergerakan motorik.
 Perhatikan perubahan pasien sebagai respon terhadap stimulus.
 Tinggikan bagian kepala sampai 45 derajat, bergantung pada kondisi pasien.

d. Exposure
Klien GED biasanya mengalami dehidrasi akibatnya dapat terjadi peningkatan
suhu tubuh karena proses infeksi sekunder.
Diagnosa keperawatan:
Masalah keperawatan / diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA dengan
kode diagnosa (00007) : Hipertermi b/d terjadinya dehidrasi dan
ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat.
Emergency treatment:
 Kaji riwayat sedetil mungkin
 Kaji makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya

 Kaji tentang waktu sampai adanya gejala

 Kaji apakah ada anggota keluarga atau teman yang terkena

 Apakah sebelumnya baru mengadakan perjalanan?

 Lakukan pemeriksaan abdomen

 Lakukan pemeriksaan roentgen abdominal

 Ambil samper feses untuk pemeriksan mikroskopi, kultur dan sensitivitas

 Berikan anti diare seperi codein atau loperamide sampai hasil kultur diketahui

17
 Jangan dulu berikan antibiotic sampai dengan hasil kultur diketahui

 Laporkan jika mengalami keracunanan makanan

2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu
menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur
2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena
infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari
pola makan dan perawatannya .
b. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
c. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
e. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
2) Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.

18
3) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
4) Mata : cekung, kering, sangat cekung
5) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau
tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa
minum
6) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
7) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang .
8) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang
> 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
9) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
10) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3
menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
j. Terapi
Rehidrasi
 Jenis cairan
Cara rehidrasi oral :
 Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap
kali diare.
 Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)

Cara parenteral

 Cairan I : RL dan NS
 Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1 + KCL

19
D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
 HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan.
 Jalan pemberian
 Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
 Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)
 Jumlah Cairan ; tergantung pada :
 Defisit ( derajat dehidrasi)
 Kehilangan sesaat (concurrent less)
 Rumatan (maintenance).
 Jadwal / kecepatan cairan
 Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang
lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
BB (kg) x 50 cc
BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
Terapi standar pada anak dengan diare sedang : + 50 cc/kg/3 jam atau 5
tetes/kg/mnt

Diagnosa Keperawatan
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh b/d output
cairan yang berlebihan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt
)
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi Rasional
Pantau tanda dan gejala kekurangan Penurunan sirkulasi volume cairan
cairan dan elektrolit menyebapkan kekeringan mukosa
dan pemekat urine. Deteksi dini
memungkinkan terapi pergantian
cairan segera untuk memperbaiki
defisit.

Pantau intake dan output Dehidrasi dapat meningkatkan laju


filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak aadekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.

Timbang berat badan setiap hari Mendeteksi kehilangan cairan ,

20
penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt

Anjurkan keluarga untuk memberi Mengganti cairan dan elektrolit


minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr yang hilang secara oral

Kolaborasi :
Pemeriksaan laboratorium serum Koreksi keseimbang cairan dan
elektrolit (Na, K,Ca, BUN) elektrolit, BUN untuk mengetahui
faal ginjal (kompensasi).
Cairan parenteral ( IV line ) sesuai
dengan umur Mengganti cairan dan elektrolit
secara adekuat dan cepat.
Obat-obatan : (antisekresin,
antispasmolitik, antibiotik) Anti sekresi untuk menurunkan
sekresi cairan dan elektrolit agar
simbang, antispasmolitik untuk
proses absorbsi normal, antibiotik
sebagai anti bakteri berspektrum
luas untuk menghambat endotoksin.

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria :
- Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi Rasional
Diskusikan dan jelaskan tentang Serat tinggi, lemak,air terlalu panas
pembatasan diet (makanan berserat / dingin dapat merangsang
tinggi, berlemak dan air terlalu panas mengiritasi lambung dan sluran
atau dingin) usus.

Ciptakan lingkungan yang bersih, Situasi yang nyaman, rileks akan


jauh dari bau yang tak sedap atau merangsang nafsu makan.
sampah, sajikan makanan dalam
keadaan hangat

Berikan jam istirahat (tidur) serta Mengurangi pemakaian energi


kurangi kegiatan yang berlebihan yang berlebihan

Monitor intake dan out put dalam 24 Mengetahui jumlah output dapat
jam merencenakan jumlah makanan.

21
Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain
: Mengandung zat yang diperlukan ,
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, untuk proses pertumbuhan
susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)

Resiko gangguan integritas kulit b/d iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas
kulit tidak terganggu
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan
benar
Intervensi Rasional
Diskusikan dan jelaskan pentingnya Kebersihan mencegah perkembang
menjaga tempat tidur biakan kuman

Demontrasikan serta libatkan keluarga Mencegah terjadinya iritassi kulit yang


dalam merawat perianal (bila basah dan tak diharapkan oleh karena kelebaban
mengganti pakaian bawah serta dan keasaman feces
alasnya)

Atur posisi tidur atau duduk dengan Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi


selang waktu 2-3 jam penekanan yang lama sehingga tak
terjadi iskemi dan irirtasi .

22

Anda mungkin juga menyukai