Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Hubungan Budaya dengan Kesehatan


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Mengacu pada esensi budaya, nilai budaya sehat merupakan bagian yang tak
terpisahkan akan keberadaanya sebagai upaya mewujudkan hidup sehat dan merupakan
bagian budaya yang ditemukan secara universal. Dari budaya pula, hidup sehat dapat
ditelusuri melalui komponen pemahaman tentang sehat, sakit, derita akibat penyakit,
cacat dan kematian, nilai yang dilaksanakan dan dipercaya serta diyakini itu, sesuai
dengan pemahaman masyarakat sesuai dengan kebudayaan dan teknologi yang
masyarakat miliki.
Pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di setiap
masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa lalu, ketika
pengetahuan tentang kesehatan masih belum berkembang, kebudayaan memaksa
masyarakat untuk menempuh cara “trial and error” guna menyembuhkan segala jenis
penyakit, meskipun resiko untuk mati masih terlalu besar bagi pasien. Kemudian
perpaduan antara pengalaman empirical dengan konsep kesehatan ditambah juga dengan
konsep budaya dalam hal kepercayaan merupakan konsep sehat tradisional secara kuratif.

2.1.1. Konsep Sehat, dan Sakit


Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah “a state of
complete physical, mental, and social well being, and not merely the absence of desease
or infirmity”. Yang artinya: “suatu keadaan lengkap dan baik secara fisik, mental, dan
social, dan tidak semata-mata tidak hadirnya penyakit atau kelemahan tubuh saja”.
Definisi ini umumnya digunakan oleh lembaga kesehatan, namun dalam
kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki tolok ukur sendiri melihat kondisi seseorang
apakah dia dianggap sehat atau sakit. Orang akan pergi mencari pelayanan kesehatan
ketika dia merasa dirinya sakit, namun dilain sisi terdapat seseorang yang sudah
menderita penyakit tetapi dia tidak mau mencari pelayanan kesehatan karena merasa
diriya baik-baik saja. Sebagai contoh, seorang karyawan suatu perusahaan yang terkena
flu, dia akan segera mencari layanan kesehatan agar flunya sembuh dan tidak
mengganggu aktivitas dia bekerja di kantornya, namun bagi petani yang tinggal di desa,
ketika ia terkena flu dia tidak segera mencari solusi untuk mengobati flunya tersebut,
karena petani ini menganggap flu adalah suatu hal yang wajar mengenai seseorang jika
sedang terjadi pergantian musim, selagi si petani masih bisa bekerja dan pergi ke sawah
maka dia merasa dirinya dalam keadaan sehat.
Persepsi seseorang mengenai kondisi kesehatannya dipengaruhi oleh lingkungan
social dan budayanya. Keadaan demikian juga dipengaruhi instink, pengalaman, dan apa
yang mereka pelajari dari anggota masyarakat lingkungan sekitar mereka.
Sakit bagi masyarakat Jawa lebih terkait dengan permasalahan fungsional-
disfungsional dalam peran aktivitas social, selanjutnya Arnold Van Gennep
mengemukakan dimana terdapat ritus peralihan dalam kehidupan individu. Sakit diare
pada balita dalam masyarakat Jawa dianggap sebagai suatu pertanda akan adanya
perubahan dalam diri balita tersebut, seperti menambah ketrampilan (akal-akal),
ketrampilan berbicara, ketrampilan berlari (ngenteng-ngentengi), dll. Ada beberapa jenis
penyakit yang tidak dianggap sakit oleh masyarakat Jawa, seperti: masuk angin, pilek/
umbelen (flu), sakit gigi, mumet, gudigen, yang kesemuanya itu merupakan bagian dari
dunia anak-anak yang dianggap wajar.

2.1.2 Sistem Medis Sebagai Strategi Adaptasi Sosial-Budaya


Strategi adaptasi sosial budaya melahirkan sistem-sistem medis, tingkah laku,
bentuk-bentuk kepercayaan yang berdasarkan budaya, yang timbul sebagai respon
terhadap ancaman-ancaman yang disebabkan oleh penyakit. Sifat adaptif dari suatu
system medis Nampak jelas dari definisi Dunn yang baru: “pola-pola dari pranata-pranata
social dan tradisi-tradisi budaya yang menyangkut perilaku yang sengaja untuk
meningkatkan kesehatan, meskipun hasil dari tingkahlaku tersebut belum tentu
menghasilkan kesehatan yang baik”.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa system medis merupakan hasil dari
adanya gagasan yang melekat dalam diri masyarakat untuk merespon suatu penyakit,
mereka menggunakan berbagai cara untuk menghilangkan sebuah penyakit yang diderita
seseorang. Seperti dalam salah satu suku di Kalimantan yang ketika salah satu anggota
suku terkena suatu penyakit misalnya “stroke” dan tidak bisa beraktivitas seperti
biasanya, maka keluarga dan warga sekitar akan melakukan suatu upacara penyembuhan
penyakit. Upacara ini dilakukan karena mereka menganggap si pasien yang tidak bisa
menggerakan anggota tubuhnya (stroke) adalah karena ada sebagian jiwa dalam dirinya
yang hilang, dan untuk memanggil jiwa itu kembali kepada si pasien maka perlu
dilakukan upacara pemanggilan jiwa tersebut. Upacara ini melibatkan banyak orang dan
banyak sesaji, untuk memanggil jiwa yang hilang mereka akan melakukan tarian-tarian
khusus untuk memanggil roh-roh nenek moyang dan meminta restu. Sejatinya meskipun
secara medis modern upacara ini tidak menyembuhkan pasien secara total, tetapi dalam
suatu komunitas tersebut sudah menunjukan adanya solidaritas, serta upacara yang
dilakukan memberikan dampak bagi kondisi psikis si pasien, setidaknya ia merasa lebih
nyaman setelah diadakan upacara penyembuhan penyakitnya.
Secara singkat, system medis adalah mencakup semua kepercayaan tentang usaha
meningkatkan kesehatan, dan tindakan serta pengetahuan ilmiah maupun ketrampilan
anggota-anggota kelompok yang mendukung system tersebut. Kita semua dapat melihat
bagaimana suatu masyarakat menciptakan suatu strategi untuk menghadapi penyakit.
Dalam usahanya untuk menanggulangi penyakit, manusia mengembangkan suatu
kompleks yang luas dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, adat-istiadat, ideology dan
lambing-lambang yang saling berkaitan dan membentuk suatu system yang saling
menguatkan dan saling membantu. Kompleks yang luas tersebut dan hal-hal yang lain
membentuk suatu system medis.
Sesuai pengertian dari Foster dan Anderson, merinci suatu system medis dalam
dua bagian, yaitu :
1. Sistem teori penyakit
Sistem teori penyakit meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-ciri sehat,
sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik penyembuhan lain yang digunakan oleh
para dokter , Sistem- sistem teori penyakit berkenaan dengan kausalitas, penjelasan yang
diberikan penduduk mengenai hilangnya kesehatan, dan penjelasan mengenai
pelanggaran tabu, mengenai kehilangan jiwa orang, mengenai gangguan keseimbangan
unsur panas dingin dalam tubuh atau kegagalan sistem imun terhadap virus. Dengan
demikian, suatu sistem teori penyakit merupakan suatu sistem ide konseptual, suatu
konstruk intelektual, bagian dari orientasi kognitif anggota-anggota kelompok tersebut.
Sistem teori penyakit menjelaskan kepada kita bagaimana suatu kelompok
memaknai sakit, terdapat suatu kelompok masyarakat yang percaya ketika seseorang
sakit itu dikarenakan orang tersebut telah melanggar tabu, misalnya menebang pohon
besar dihutan yang mengakibatkan penghuni pohon marah dan mengganggu orang
tersebut, sehingga orang tersebut jatuh sakit. Kelompok masyarakat yang masih
mempercayai adanya gangguan makhluk halus yang menyebabkan seseorang sakit
memberikan dampak konservatif untuk lingkungan, dimana pada akhirnya suatu anggota
kelompok tidak dengan semena-mena menebang pohon dihutan. Dengan system teori
penyakit maka selanjutkan dilakukan

2. Sistem perawatan kesehatan.


Sistem perawatan kesehatan memperhatikan cara-cara yang dilakukan oleh
berbagai masyarakat untuk merawat orang sakit dan untuk memanfaatkan pengetahuan
tentang penyakit untuk menolong pasien. Suatu sistem perawatan kesehatan
merefleksikan sistem penyebab penyakit, dengan ini dapat menentukan keputusan yang
diambil dan tindakan yang diambil dalam menangani pasien. Dengan adanya teori
penyakit dapat membantu masyarakat untuk menentukan perawatan kesehatan mereka,
ketika seseorang terkena penyakit dari gangguan makhluk halus maka mereka dapat
memutuskan system perawatan kesehatan dengan cara melakukan upacara penyembuhan
serta pemberian sesaji kepada makhluk halus. Namun, untuk masyarakat modern ketika
pemikiran mereka tentang penyakit dikatakan lebuh realistis, mereka juga akan mencari
layanan kesehatan sesuai dengan pemahaman mereka.
Sistem medis tradisional secara khusus terbagi menjadi dua tipe berdasarkan
system etiologi penyakit, yang pertama yaitu system medis personalistik dimana dalam
system medis ini masyarakat percaya bahwa penyakit datang dari agen-agen personal
yang aktif, seperti makhluk supranatural (makhluk gaib), makhluk bukan manusia (hantu,
ruh leluhur, roh jahat), maupun makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung) dimana
orang sakit adalah korban dari adanya agen-agen aktif tersebut. Kemudian, system medis
naturalistic dimana penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah sistemik pribadi,
mengakui adanya system keseimbangan dalam tubuh, seperti panas, dingin, cairan tubuh,
yin dan yang, berada dalam keadaan yang seimbang menurut usia dan lingkungannya.
Apabila keseimbangan terganggu maka akan menyebabkan suatu penyakit.
Sebagai contoh pengaruh kebudayaan terhadap masalah kesehatan adalah
penggunaan kunyit dan “tude bombang” sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit
kuning (hepatitis) di kalangan masyarakat Indonesia. Masyarakat menganggap bahwa
warna penyakit pasti akan sesuai dengan warna obat yang telah disediakan oleh alam.
Contoh yang lainnya adalah pengklaiman “poppo” sebagai penyebab kematian pasien
yang menderita diare akut. Kemudian contoh lainnya adalah ditemukannya system
drainase pada tahun 3000 SM di kebudayaan bangsa Cretans, dan bangsa Minoans. Ini
menunjukkan bahwa kebudayaan dan pengetahuan serta teknologi sangat berpengaruh
terhadap kesehatan
2.2. Hubungan Budaya, Agama dan Kesehatan
2.2.1. Pengertian Agama
Agama adalah keyakinan yang dianut oleh individu dalam pedoman hidup
mereka yang dianggap benar. Agama sangat menghargai seorang petugas kesehatan
karena petugas ini adalah petugas Kemanusiaan yang sangat mulia. Dalam Ensiklopedi
Indonesia dijelaskan pula tentang agama sebagai berikut. Agama (umum), manusia
mengakui dalam agama adanya Yang Suci; Manusia itu insyaf bahwa ada suatu
kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi segala yang ada. Kekuasaan inilah yang
dianggap sebagai asal atau Khalik segala yang ada. Maka Tuhan dianggap oleh manusia
sebagai tenaga gaib di seluruh dunia dan dalam unsur-unsurnya atau sebagai khalik
rohani. Pengertian agama dalam konsep Sosiologi adalah: kepercayaan terhadap hal-hal
yang spiritual; perangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap
sebagai tujuan tersendiri; dan ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.
Dalam konsepsi ini, agama memiliki peranan yang paling penting dalam kehidupan
manusia. Dalam kehidupan sosial, keberadaan lembaga agamasangat mempengaruhi
perilaku manusia. Dengan agama manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk.
2.2.2. Peran Keperawatan dalam Agama
a. Peran Keperawatan dalam Islam
Islam adalah salah satu agama yang diakui keberadaaannya di Indonesia. Jumlah
penganut agama Islam di Indonesia sangat banyak dibandingan penganut agama non
Islam. Islam adalah agama yang benar disisi Allah dan hamba-hambanya, sehingga
Allah menurunkan Al-Qur’an untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia(muslim)
khusus untuk umat Nabi Muhammad Saw. Didalam Al-Qur’an ada ayat yang
menerangkan bahwa salah satu tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah sebagai obat
dan rohmat bagi orang – orang mukmin. Misalnya dengan ilmu8 kesehatan, ilmu ini
zaman nabi pun ada tapi belum semaju sekarang karena adanya pengaruh globalisasi.
Tokoh Islam yang terkenal di dunia kesehatan salah satunya yaitu Ibnu Sina.Islam
sangat menyarankan untuk selalu menjaga kesehatan karena dengan jiwa yang sehat
akan mempermudah sekali kita untuk beribadah kepada Allah karena tujuan kita
diciptakan adalah untuk beribadah kapada-Nya.Islam menaruh perhatian yang besar
sekali terhadap dunia kesehatan dan keperawatan guna menolong orang yang sakit
dan meningkatkan kesehatan. Kesehatan merupakan modal utama untuk bekerja,
beribadah dan melaksanakan aktivitas lainnya. Ajaran Islam yang selalu menekankan
agar setiap orang memakan makanan yang baik dan halal menunjukkan apresiasi
Islam terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat
tidaknya seseorang.
"Wahai sekalian manusia, makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi. Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa yang baik-
baik yang Kami rezekikan kepadamu" (QS al-Baqarah: l68, l72).
Makanan yang baik dalam Islam, bukan saja saja makanan yang halal, tetapi juga
makanan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan, baik zatnya, kualitasnya maupun
ukuran atau takarannya. Makanan yang halal bahkan sangat enak sekalipun belum
tentu baik bagi kesehatan.Sebagian besar penyakit berasal dari isi lambung, yaitu
perut, sehingga apa saja isi perut kita sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Karena
itu salah satu resep sehat Nabi Muhammad SAW adalah memelihara makanan dan
ketika makan, porsinya harus proporsional, yakni masing-masing sepertiga untuk
makanan, air dan udara (HR. Turmudzi dan al-Hakim)..Anjuran Islam untuk hidup
bersih juga menunjukkan obsesi Islam untuk mewujudkan kesehatan masyarakat,
sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan kebersihan dipandang sebagai bagian dari
iman. Itu sebabnya ajaran Islam sangat melarang pola hidup yang mengabaikan
kebersihan, seperti buang kotoran dan sampah sembarangan, membuang sampah dan
limbah di sungai/sumur yang airnya tidak mengalir dan sejenisnya. Islam sangat
menekankan kesucian (al-thaharah), yaitu kebersihan atau kesucian lahir dan batin.
Dengan hidup bersih, maka kesehatan akan semakin terjaga, sebab selain bersumber
dari perut sendiri, penyakit seringkali berasal dari lingkungan yang kotor.

b. Perkembangan Keperawatan Masa Penyebaran Kristen


Agama Kristen juga memiliki peranan yang sangat penting dalam keperawatan
dimana agama merupakan bagian utama yang tidak bias dipisahkan dari kehidupan
seseorang. Dalam hal ini baik yang merawat maupun yang dirawat. Agama Kristen
memandang bahwa seseorang yang sakit itu sebagai bentuk dari pertobatan. Maka
dari itu dalam merawat seseorang harus memiliki iman yang kuat dalam
niatnya.Tindakan medis dalam dunia keperawatan tidak menyertakan tuhan maka
tindakan-tindakan yang dilakukan menjadi tidak terarah dan tidak akan tercapai
sesuai dengan harapan yang kita inginkan.

c. Perkembangan keperawatan dalam Agama Budha


Agama budha mengajarkan kepada semua umatnya untuk menghargai makhluk hidup
tanpa terkecuali dari sudut pandang itulah pemberian askep harus sesuai ajaran agama
budha. Karena apabila tidak terpenuhi maka klien merasa tidak puas atas pelayanan
perawat.

d. Perkembangan Keperawatan dalam Agama hindu


Dalam ajaran agama hindhu terdapat upacara manusia yajna. Upacara tersebut untuk
membersihkn diri lahir batin serta memelihara secara rohaniah hidup manusia. Jika
umat hindhu ada yang sakit dilakukan tradisi melukat sebagai sarana pembersihan diri
dan pikiran untuk membuang sial biasanya juga diikuti mandi kelaut.

2.2.3. Aspek Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Perilaku Proses Kesehatan


Prospek pengembangan pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada
perkembangan social budaya khusunya keperawat sangat cerah pada masa mendatang
ditinjau dari kekayaan budaya di indonesia. Namun dapat menimbulkan masalah dalam
penerapan pelayanan kesehatan ketika budaya tidak sesuai dengan penerapan asuahan
keperawatan. Antara faktor penyokongnya tersedianya sumber kekayaan alam Indonesia
dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia, sejarah pengobatan tradisional
yang telah dikenal lama oleh nenek moyang dan diamalkan secara turun temurun
sehingga menjadi warisan budaya bangsa, isu global “back to nature” sehingga
meningkatkan pasar produk herbal termasuk Indonesia, krisis moneter menyebabkan
pengobatan tradisional menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat dan
kebijakan pemerintah.
Social budaya erat kaitannya dengan pendekatan ilmu antropoligi yaitu Kata
Antropologi berasal dari bahasa Yunani, anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia
dan logos berarti pikiran atau ilmu. Secara sederhana, Antropologi dapat dikatakan
sebagai ilmu yang mempelajari manusia. Tentunya kita akan semakin bertanya-tanya,
begitu banyak ilmu yang mempelajari manusia.
Menurut William A. Haviland, seorang antropologi Amerika, Antropologi adalah
ilrnu pengetahuan yang mempelajari keanekaragaman manusia dan kebudayaannya.
Dengan mempelajari kedua hal tersebut, Antropologi adalah studi yang berusaha
menjelaskan tentang berbagai macam bentuk perbedaan dan persamaan dalam aneka
ragam kebudayaan manusia.
Berusaha mencapai sebuah pemahaman tentang manusia secara fisik, manusia
dalam masyarakatnya, dan manusia dengan kebudayaannya. Secara praktis, Antropologi
berusaha membangun suatu pandangan bahwa perbedaan manusia dan kebudayaannya
merupakan suatu hal yang harus dapat diterima, bukan sebagai sumber konflik tetapi
sebagai sumber pemahaman baru, agar secara terus-menerus manusia dapat
merefleksikan dirinya. Secara praktis, kajian ilmu Antropologi dapat digunakan untuk
membangun masyarakat dan kebudayaannya tanpa harus membuat masyarakat dan
kebudayaan itu, kehilangan identitas atau tersingkir dari peradaban.
Dengan demikian jelas bahwa prospek social budaya dalam pelayanan kesehatan
khususnya keperawatan adalah untuk menerapkan pendekatan antropologi yang
berorintasi pada keaneka ragaman budaya baik antar budaya maupaun lintas budaya
terhadap asuhan keperawatan yang tidak membedakan perbedaan budaya dan
melaksanakan sesuai dengan hati nurari dan sesuai dengan standar penerapan tanpa
membedakan suku, ras, budaya, dan lain-lian
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21,
termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar.
Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara (imigrasi)
dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat,
yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha
theory, grand theory, midle range theory dan practice theory.Salah satu teori yang
diungkapkan pada midle range theory adalah Transcultural Nursing Theory.
Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks
keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep. keperawatan yang didasari oleh pemahaman
tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger
beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-
nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh
perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan danbeberapa
mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien
sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negaradiperbolehkan seseorang
untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena
perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila
berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien
tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-
pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah
mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan
berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai