Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS PERBANDINGAN SISTEM HUKUM AMERIKA SERIKAT & SISTEM

HUKUM INDONESIA

Oleh : Purwa Surya Nugraha

1153060055

Hukum Pidana Islam

Pendahuluan:

Memperbandingkan sistem hukum suatu negara dengan negara lainnya


bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah dalam pengertian hanya melihat dan
memperbandingkan bunyi ketentuan sebuah aturan saja. Dalam sebuah aturan hukum
melekat juga konteks soial dan tujuan dilahirkannya ketentuan-ketentuan hukum
tersebut, karena itu realitas adanya sistem hukum yang menempatkan hukum sebagai
alat rekayasa sosial (law is atools of social eingenering) dan adanya sistem hukum
yang berpandangan bahwa hukum itu lahir dari perkembangan masyarakat sehingga
menempatkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht
van gewijsde) atau yurisprodensi sebagai sumber hukum merupakan keniscayaan.
Sistem hukum Indonesia misalnya, baik dalam lapangan hukum pidana, hukum perdata
maupun hukum tata negara masih tetap menggunakan sistem hukum dan metoda
pendekatan sistem hukum “Civil Law”. Sistem hukum “civil law” menempatkan
kodifikasi hukum sebagai sumber hukum satu-satunya didalam praktek penerapan
hukum. Berbeda dengan sistem hukum “Common Law” yang
menempatkan yurisprodensi sebagai sumber hukum dalam praktek penerapan
hukumnya.

Sistem hukum termasuk suatu gejala sosial dan hanya mengungkapkan satu
aspek saja dalam masyarakat. Karena itu sistem hukum tidak dapat dipisahkan dari
aspek-aspek lain pada masyarakat yang sama, Untuk bisa memahami aturan-aturan
hukum di sebuah negara asing, sedapat mungkin harus dipahami lingkungan non
hukumnya (seperti lingkungan ekonomi, politik, etika, agama dan budaya) berikut
tujuan-tujuan sosialnya. Hanya dengan cara inilah bisa dipahami peran sesungguhnya
aturan hukum tersebut di masyarakat dan fungsinya dalam kenyataan. Tanpa
mengabaikan betapa banyak dan beragamnya sistem hukum di dunia, dikotomi sistem
hukum “civil law” dan sistem hukum “common law” menggambarkan tujuan dan
konteks sosial yang berbeda dari kedua sistem hukum tersebut di negara-negara yang
menerapkannya. Di Indonesia dan di banyak negeri bekas jelajahan dan jajahan
bangsa-bangsa Eropah Barat, sistem hukum nasionalnya pada dasarnya adalah sistem
hukum yang bermodelkan hukum nasional bangsa-bangsa Eropah, yaitu sistem hukum
“civil law”dan “common law”. Sistem hukum civil law bertolak dari tradisi yang
semula dikembangkan di Prancis dan dianut negeri-negeri Eropah Kontinental dan
kemudian juga oleh negeri-negeri nasional baru bekas negeri jajahannya. Sementara itu
sistem hukum common law berkembang dari tradisi Inggris dan dianut oleh negeri-
negeri bekas jajahannya.

Perkembangan Indonesia kini menunjukan bahwa, dilapangan hukum perdata


termasuk hukum kontrak bisnis dan penyelesaian sengketa bisnis, telah dipergunakan
sistem hukum “common law”. Hal ini membuktikan dengan telah ditanda tanganinya
Perjanjian Perdagangan Bebas pada tahun 1974, bahkan pada saat ini hampir seluruh
lapangan hukum yang berhubungan dengan sistem keuangan, perbankan, dan pasar
modal telah menggunakan ketentuan-ketentuan undang-undang yang cocok dengan
karateristik peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam sistem hukum
common law. Di dalam praktek sistem hukum civil law, yurisprodensi masih tetap
dipandang sebagai sumber hukum pelengkap dari Undang-undang.

SISTEM HUKUM AMERIKA SERIKAT

Membicarakan sistem hukum Amerika pada dasarnya kita melihat lima puluh
lebih sistem hukum yang berhubungan erat, namun sama sekali tidak identik. Amerika
Serikat menjadi sebuah federasi yang tersusun dari negara-negara bagian yang sistem
hukumnya berdiri sendiri-sendiri dengan segala otoritasnya yang oleh Konstitusi
Federal tidak diserahkan kepada organ-organ Federal. Dalam hal terdapat beberapa
bidang yang memiliki yuridiksi yang sama antara pemerintahan negara bagian dengan
pemerintah federal, maka hukum federal lah yang dianggap lebih penting dari hukum
negara bagian.
Sistem hukum negara-negara bagian sepenuhnya dibangun di atas tradisi
hukum common law yang saling berhubungan dengan sangat erat, kecuali negara
bagian Louisiana yang masih memperlihatkan jejak hukum peninggalan hukum Prancis
seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tahun 1808. Negara-negara bagian
masing-masing mempertahankan dan mengembangkan aturan hukum dibidang-bidang
seperti: hukum kontrak, hukum korporasi, hukum pidana, hukum keluarga, hukum
waris, hukum properti, tort, dan konflik hukum (hukum perdata internasional).
Sedangkan, hukum laut, kepailitan dan hukum patent diatur dengan aturan-aturan
federal.

Meski banyak perbedaan-perbedaan hukum diantara negara-negara bagian,


hukum negara federal berlaku di semua negara bagian dan teritori, persamaan-
persamaan itulah yang memungkinkan adanya “hukum Amerika”. Oleh para
Lawyer/Pengacara yang cerdas perbedaan-perbedaan bisa dimanfaatkan untuk mencari
pengadilan-pengadilan yang dapat menerima kasus-kasus yang ditangani atau memilih
negara-negara bagian yang legislasinya lebih menguntungkan kliennya. Misalnya,
dalam hal hukum korporasi, maka negara bagian Delaware banyak dipilih untuk
mencatatkan perusahaan-perusahaan oleh pengusaha, atau negara bagian Nevada
banyak dipilih oleh pasangan-pasangan yang ingin bercerai dengan cepat. Perbedaan-
perbedaan yang signifikan diantara hukum-hukum di berbagai negara bagian,
menjadikan aturan tentang konflik hukum menjadi sangat penting. Umumnya
pengadilan Amerika menggunakan aturan yang sama untuk memutuskan konfik hukum
internasional dan konflik hukum antar negara bagian, tetapi tentu saja aturan-aturan ini
diterapkan dengan selalu mempertimbangkan pilihan hukum antar negara bagian.

Keseragaman hukum

Ada beberapa modus penyeragaman hukum dalam sistem hukum Amerika, antara lain:

a. Tindak pidana yang terjadi di dan berdasarkan hukum negara bagian merupakan
kejahatan, tetapi jika hasil kejahatan dibawa ke negara bagian lainnya, maka
pelaku dapat dihukum karena melakukan kejahatan federal, yaitu karena
pengangkutan barang curian melintasi perbatasan negara bagian. Untuk itu
pelaku dapat dituntut dan dijatuhi hukuman di pengadilan federal dan dihukum
di penjara federal.
b. Keseragaman dalam hukum Amerika terjadi karaena kontribusi negara-negara
bagian dan pengadilan-pengadilannya. Pengonsepan legislasi negara bagian
biasanya dilakukan dengan mempertimbangkan hukum-hukum di negara bagian
lain. Dan biasanya negara bagian tidak mengadopsi aturan-aturan yang sangat
bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku di kebanyakan negara bagian
lain.
c. Pengesahan sukarela “model codes” oleh lembaga legislatif tiap-tiap negara
bagian merupakan cara lain untuk mencapai keseragaman hukum Amerika.
Sebuah lembaga khusus bernama “National Conference of Commissioners on
Uniform State Law” sejak akhir abad kesembilan belas menghasilkan sekitar
seratus model “codes” seragam yang diadopsi oleh negara-negara bagian dengan
tingkat bervariasi. Aturan atau hukum seragam yang penting dan paling berhasil
adalah “Unform Commercial Code (UCC) of 1951dengan erubahan-
perubahannya, diadopsi oleh 50 negara bagian, yang mencakup bagian luas dari
hukum bisnis, termasuk kontrak-kontrak untuk penjualan barang, surat obligasi
(bond), surat wesel (bill of exchange), cek, macam-macam ak sekuritas dan
konosemen (bill of lading).

Konstitusi Amerika sebagai dokumen yang hidup

“Konstitusi Amerika adalah apa kata apara hakim mengenainya”, begitulah


untuk menggambarkan betapa dinamis dan berkembangnya konstitusi Amerika, baik
konstitusi federal maupun konstitusi negara bagian. Konstitusi Amerika Serikat berasal
dari tahun 1787, terdiri dari tujuh Article yang relatif luas dan 27 Amandemen. Di
dalam praktek, Konstitusi tersebut nampak seperti hukum yang terkodifikasi. Hal ini
terlihat dari ketentuan-ketentuan yang melindungi hak-hak sipil individu dalam sepuluh
Amandemen sejak 1791 yang disebut Bill of Right. Konstitusi, melalui penafsiran-
penafsiran pengadilan, tertama dari Mahkamah Agung Amerika Serikat melahirkan
putusan-putusan yang mengikat semua pengadilan negara bagian dan federal juga
otoritas lainnya. Maka dapat disimpulkan pengadilan itulah yang menetapkan aturan
konstitusional yang sesungguhnya.

Konstitusi Amerika Serikat adalah inti utama sistem hukum Amerika Serikat
tidak hanya secara formal tapi juga dalam kenyataan. Konstitusi Amerika Serikat
bukanlah deklarasi politik yang tak memiliki daya terap (aplikable), tetapi justru terdiri
dari aturan-aturan raktis yang kerapkali diterapkan oleh pengadilan-pengadilan.
Karenanya setiap Undang-Undang negara bagian atau federal atau peraturan kota yang
bertentangan dengan Konstitusi boleh ditentang dan ditolak penerapannya. Biasanya
pelanggaran-pelanggaran terhadap Konstitusi biasanya menyangkut hal-hal:
pelanggaran hak-hak sipil, tidak sesuai dengan pembagian kekuasaan antara otoritas
legislatif, eksekutif dan yudikatif, atau pembagian kekusaan antara organ-organ federal
dengan negara bagian. Perubahan mengenai hak sipil seperti Amandemen Pertama
yang menjamin kebebasan berbicara dan beragama dan Amandemen keempat Belas
mengenai erlindungan yang sama dan proses hukum yang sepantasnya.

Judicial Review

Judicial rebview terhadap konstitusionalitas legislasi tidak secara eksplisit


disebutkan dalam Konstitusi Amerika Serikat, tetapi secara tegas ditetapkan dalam
kasus Mahkamah agung Amerika Serikat, Marbury vs Madison tahun 1803. Judicial
review tidak hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung saja, tetapi semua
pengadilan negara bagian dan federal juga punya kewenangan untuk melakukannya
melalui gugatan-gugaratn hukum aktual, bukan dalam bentuk abstrak. Dalam kasus-
kasus tertentu, undang-undang dapat langsung diputus tidak konstitusional, tetapi
biasanya keputusannya terbatas pada penolakan untuk menerapkan undang-undang
tersebut dalam suatu kasus.

Salah satu karakteristik litigasi konstitusional di Amerika Serikat ialah


kecenderungan lembaga yudikatif mengembangkan dan mengubah aturann dalam
Konstitusi guna disesuaikan dengan perkembangan dalam masyarakat, karena itu
konstitusi Amerika Serikat ini dicirikan sebagai “dokumen yang hidup”. Kasus “Brown
Vs Board of Education of Topeka” merupakan bukti bahwa penafsiran dan penerapan
Konstitusi diterapkan dengan cara yang jelas-jelas belum pernah diramalkan
sebelumnya, melalui putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1954 ini
diumumlkan bahwa sistem sekolah terpisah antara anak-anak kulit hitam dan anak-
anak kulit putih melanggar Konstitusi.

Lembaga Yudikatif Amerika Serikat

Di amerika Serikat, ada pengadilan federal dan ada pengadilan negara bagian.
Sistem pengadilan negara bagian bervariasi dari satu negara bagian dengan negara
bagian lainnya. Biasanya terdiri dari pengadilan-pengadilan tingkat pertama (trial
court, atau umum disebut municipal court atau county court) yang memutuskan
perkara, pengadilan menengah untuk banding (Appellate Courts), dan sebuah
Mahkamah Agung (Supreme Court) sebagai pengadilan tingkat tertinggi (di New York
disebut “Court of Appeals”).

Kebanyakan perkara-perkara perdata maupun pidana (lebih dari 90%)


ditangani di pengadilan negara bagian. Keputusan Mahkamah Agung negara bagian
bisa dimintakan banding ke Mahkamah Agung Amerika Serikat, tetapi jika ada sangkut
paut dengan persoalan federal. Hal ini bisa terjadi ketika pengadilan yang berwenang ic
Mahkamah Agung AS (appellant) menyatakan Undang-undang negara bagian yang
menjadi dasar keputusan melanggar Konstitusi AS, atau apabila MA negara bagian
menolak menerapkan undang-undang federal yang diketahui akan berbenturan dengan
konstitusi federal.

Pengadilan-pengadilan federal terdiri dari 94 pengadilan distrik (U.S. District


Courts) dan dua pengadilan yuridiksi khusus mengadili perkara dengan hakim tunggal,
13 pengadilan banding (U.S. Courts of Appeals) mengadili perkara dengan tiga orang
hakim dan Mahkamah Agung Amerika Serikat (Supreme Court of the United States).
Kongres menentukan jumlah hakim pada sistem pengadilan federal. Akan tetapi
Kongres tidak dapat meniadakan Mahkamah Agung.

Dari 13 pengadilan banding federal, sebelas diantaranya mencakup kawasan


geografis tertentu yang disebut circuit, misalnya Circuit ke 5 meliputi negara bagian
Mississippi, Louisiana, dan Texas. U.S Court of Appeals untuk Circuit ke 12
memeriksa banding dari Pengadilan Distrik Amerika Serikat untuk Distrik
Columbia. Court of Appeals federal yang ke 13, U.S. Court of Appeals for Federal
Circuit (didirikan 1982) untuk memeriksa banding yang ditujukan terhadap keputusan-
keputusan yang dikeluarkan beberapa pengadilan khusus federal atau badan-badan
semi yudisial, seperti U.S. Claims Court (menangani tuntutan terhadap pemerintah
Amerika Serikat), Patent and Trademark Office (menangani kasus patent dan merek
dagang), serta Court of International Trade (menangani kasus-kasus bea cukai).

Mahkamah Agung AS, terdiri dari seorang Chief Justice dan delapan orang
Associate Justice, yang diangkat seumur hidup oleh Presiden dengan persetujuan
majelis tinggi Kongres Amerika Serikat, Senat (Majelis rendahnya House of
Refresentatives). Inilah gambaran mekanisme –checks and balances—antara legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Mahkamah Agung dalam melaksanakan tugasnya lebih
memusatkan diri pada persoalan hukum (question of fact) bukan pada persoalan fakta
(question of fact), jika ada fakta-fakta tambahan yang harus diperiksa, maka kasusnya
akan dikirim kembali ke pengadilan tingkat pertama (trial court) untuk diproses lebih
lanjut sesuai dengan pernyataan opini Mahkamah Agung tentang hukum tersebut.
Mempunyai yuridiksi eksklusif atas sengketa dua negara bagian, dan yuridiksi
noneksklusif dalam kasus yang diajukan oleh duta besar negara asing. Dalam keadaan
normal, MA Amerika Serikat memeriksa perkara banding yang jumlahnya lebih dari
5.000 kasus pertahun, untuk membatasi beban kerjanya, MA dapat menolak perkara
(writ of certiorari) seperti kasus-kasus yang tidak penting secara prinsip.

Selain hakim-hakim MA yang diangkat untuk masa jabatan seumur hidup oleh
Presiden dengan persetujuan Kongres & Senat, hakim-hakim pengadilan Distrik dan
pengadilan tinggi (Courts of Appeals) juga ditunjuk oleh Presiden untuk masa jabatan
seumur hidup dengan persetujuan dari Senat.

Yuridiksi

Yuridiksi pengadilan federal dan pengadilan negara bagian dalam perkara


perdata mungkin saling tuumpang tindih. Pengadilan federal mempunyai yuridiksi
dalam hal perkara-perkara sipil jika terjadi “diversity jurisdiction”. Dalam kasus-kasus
kepailitan, paten, antitrust, dan kelautan, pengadilan federal mempunyai yuridiksi
esklusif, sedang dalam kasus-kasus tertentu lainnya pengugat bisa memilih antara
forum federal atau forum negara bagian. Dalam hal suatu kasus tunduk pada yuisdiksi
yang sama antara federal dan negara bagian, maka tergugat berhak minta agar kasus
diadili oleh pengadilan federal. Mengenai tuntutan kriminal, pengadilan federal
mempunyai yurisdiksi eksklusif menyangkut kejahatan-kejahatan federal, yaitu
tuntutan atas pelanggaran legislasi federal.

Dalam pengadilan-pengadilan negara bagian tingkat pertama (state trial courts)


maupun pengadilan-pengadilan federal (federal trial courts), penggunaan juri
merupakan hal yang biasa, dimana tugas juri menentukan persoalan-persoalan fakta
(question of fact), namun bukan sesuatu yang bersifat keharusan. Jika kedua belah
pihak tidak meminta pemeriksaan oleh juri, maka hakim tidak hanya akan memutuskan
persoalan hukum (question of law) tetapi juga memutus persoalan faktanya (question
of fact).

Peranan preseden

Peran mengikat preseden dalam sistem hukum Amerika Serikat agak berbeda
dengan di Inggris, karena pengadilan Amerika tidak pernah terikat oleh presedennya
sendiri. Bahkan ada dua opini berbeda mengenai aturan stare decisis itu wajib ataukah
hanya sebagai tradisi saja. Tidak menjadi persoalan pandangan mana yang benar,
tetapi putusan-putusan pengadilan tertinggilah yang diikuti.

Lembaga prosedural yang menjadi penting di Amerika Serikat meskipun


berasal dari Inggris adalah litigasi class action, dimana pengugat mengajukan tuntutan
tidak hanya untuk kepentingan dirinya tapi juga untuk sejumlah orang tanpa
identifikasi yang juga menderita kerugian atau kerusakan yang sama. Meski pengugat
yang tersebut namanya belum mendapat persetujuan langsung atau surat kuasa
mewakili anggota-anggota lain dari class itu, namun putusannya akan mengikat semua
pihak yang tidak terang-terangan menyatakan turut serta dalam tuntutan tersebut, jika
tuntutan itu berhasil dan menerima kompensasi.
Dalam perkara kriminal, lembaga “plea bargaining” yang mengacu pada
kesepakatan antara penuntut dan pihak terdakwa (diwakili pengacaranya) menjadi
pilihan terbanyak, hampir 90% lebih kasus kriminal di Amerika Serikat menggunakan
lembaga ini. Plea bargaining merupakan kesepakatan mengurangi tuntutan menjadi
lebih ringan dan/atau merekomendasikan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan
yang lebih ringan, asalkan terdakwa mengakui bersalah melakukan perbuatan yang
dituduhkan. Hukuman terhadap kejahatan yang diatur perundang-undangan Amerika
Serikat dianggap lebih berat dari hukuman serupa dinegara barat lainnya, maka cukup
logis jika hukum itu sengaja memberi ruang untuk lembaga plea bargaining ini.

Pendidikan Hukum dan Profesi Hukum

Amerika Serikat merupakan negara dengan kepadatan pengacara sebagai


profesi hukum tertinggi di dunia, diperkirakan ada lebih dari 750.000 orang pengacara
yang merupakan setengah dari jumlah pengacara di seluruh duna. Begitu pentingnya
peran pengacara dalam masyarakat Amerika Serikat, 27 orang dari 56 orang
penandatangan Deklarasi Kemerdekaan Amerika pada 1776 adala pengacara, dan
mayoritas presiden Amerika memiliki latar belakang pendidikan hukum. Pengacara di
Amerika Serikat harus berpendidikan sekolah hukum akademis, bahkan sekolah hukum
pertama di Amerika Serikat didirikan pertama kali di Connecticut pada awal 1774. Kini
ada lebih dari 200 sekolah hukum di Amerika Serikat dan semuanya menjadi bagian
dari sebuah universitas negara bagian atau universitas swasta.

Pendidikan di sekolah hukum berupa program sarjana tiga tahun dengan syarat
sudah memiliki gelar universitas (misalnya, Bachelor of Arts, BA). Gelar hukum kini
disebut Jurist Doctor (JD), beberapa sekolah hukum memeberikan gelar-gelar keilmuan
yang mensyaratkan penulisan disertasi, dan gelarnya adalah Doctor of the Science of
Law (J.S.D. atau S.J.D.). Kualitas dan status sekolah hukum ini amat beragam,
karenanya hampir semua sekolah hukum diakreditasi leh American Bar Association
(ABA) yang mewajibkan sekolah memenuhi beberapa syarat minimum. Sekolah-
sekolah hukum paling top juga diakreditasi oleh Association of American Law Schools
(AALS) yang standarnya lebih tinggi dari ABA.
Beberapa sekolah hukum mempunyai siswa yang keseluruhannya berasal dari
negara bagian atau komunitas lokal, dan memfokuskan pendidikannya untuk pekerjaan
hukum di negara bagiannya saja. Namun sekolah-sekolah hukum yang lebih bermutu
dan lebih bergengsi (seperti Yale, Harvard, Columbia, Standford) mempunyai profil
berbeda, karena sekolah ini mempersiapkan murid-muridnya untuk berkarier hukum di
negara bagian mana saja atau bahkan yurisdiksi common law diimana pun.

Dibandingkan dengan sekolah hukum di negara lain, sekolah hukum di


Amerika, lebih berorientasi praktis, dengan latihan-latihan mock court dan analisys
detail terhadap putusan-putusan pengadilan (Anotasi atau eksaminasi) dalam bentuk
dialog-dialog antara profesor dan mahasiswa (metode Sokrates) yang mengharuskan
mahasiswa sudah menyiapkan diri sebelumnya untuk menjelaskan dan
mengevaluasinya. Pendidikan hukum di Amerika lebih banyak memberikan kebebasan
mahasiswa untuk memilih mata kuliah pilihan serta pengalaman praktek, sementara
mata kuliah wajib diberikan hanya ada tahun pertama. Banyak profesor hukum yang
berlatar belakang praktisi hukum, namun sekolah hukum terbaik selalu juga merekrut
penulis dan sarjana hukum ternama.

Hakim-hakim ditunjuk dari kalangan pengacara berpengalaman (di negara


bagian tertentu ada yang dipilih). Tidak ada perbedaan antara barrister (litigator)
dengan solicitor (kosultan hukum), diatas surat-surat resmi pengacara disebut
“attorney-at-law” atau lawyer. Menjadi anggota asosiasi pengacara negara bagian
merupakan kewajiban (integrated bar), keanggotaan hanya berlaku untuk satu negara
bagian terkait, tetapi setelah berpraktek hukum beberapa tahun di negara bagian sendiri
memungkinkan untuk mendapatkan izin praktek di negara bagian lainnya. Tidak ada
persyaratan sebagai anggota asosiasi pengacara di Amerika harus merupakan warga
negara Amerika Serikat.

Kebanyakan pengacara Amerika Serikat berpraktek tunggal, atau berkelompok-


kelompok kecil, tapi di kota-kota besar ada banyak yang berbentuk firma hukum besar
yang bahkan keangotaannya bisa ratusan orang. Anggota firma sebagai pemilik disebut
Partner, sedangkan pengacara bawahan yang lebih muda disebut “assiciates”.
Mengenai fee pengacara Amerika Serikat umumnya bekerja berdasarkan contingent
fee, artinya jumlah yang akan diterima pengacara untuk jasanya dihitung sebagai
resentase dari putusan (settlement payment) di Indonesia disebut “succes fee”.
Besarnya presentase biasanya berkisar antara 25 persesn sampai 50 persen, rata-rata
sekitar 35 persen. Sistem contingent fee mempunyai andil menjadikan Amerika Serikat
sebagai masyarakat yang paling litigious di dunia. Ada sebutan menarik terhadap
pengacara Amerika Serikat yang aktif dalam mendapatkan klien,sebagai “ambulance
chasing” sebagai cara memperoleh pekerjaan dengan memanfaatkan kecelakaan atau
kemalangan orang lain.

Analisis Perbandingan Lembaga Yudikatif Amerika Serikat & Indonesia

Meskipun ada perbedaan sistem hukum antara Amerika Serikat yang menganut
sistem Common Law dengan sistem hukum yang dianut Indonesia yaitu Civil Law,
namun pada perkembangannya di lapangan hukum perdata termasuk hukum kontrak
bisnis dan penyelesaian sengketa bisnis Indonesia telah menggunakan sistem hukum
Common Law. Tidak hanya di lapangan hukum perdata, pada lapanmgan hukum
lainnya juga semakin menunjukan kesamaan-kesamaan diantara keduanya, khususnya
di lembaga yudikatif yang akan dijelaskan dibawah ini.

MA & MK sebagai Kekuasaan Kehakiman Tertinggi

Meski ada dua Mahkamah Agung (MA) sebagai pelaksana kekuasaan


kehakiman di Amerika Serikat (AS) yaitu MA Amerika Serikat (Supreme Court of the
United States) dan MA Negara Bagian (Supreme Court) sebagai kekuasaan kehakiman
tertinggi, namun secara tegas ada pembagian tugas yang jelas, yaitu MA Negara
Bagian hanya menagani kasus-kasus yang diajukan peradilan dibawahnya yaitu perkara
banding melalui pengadilan tinggi negara bagian (Appellate Courts) dan pengadailan
negara bagian (trial court). Sedangkan MA Amerika Serikat mememeriksa perkara-
perkara yang diajukan peradilan dibawahnya yaitu pengadilan tinggi federal (US Court
of Appeals) dan US District Court. Supreme Court of US dapat membatalkan putusan
Supreme Court Negara Bagian jika menerapkan aturan perundangan yang menjadi
dasar putusan yang bertentangan dengan Konstitusi. Peran pengadilan di AS tidak
hanya mengadili sengketa, tetapi juga menjadi penjaga konstitusi, artinya setiap
tingkatan pengadilan selain memutus sengketa juga menyatakan suatu peraturan
perundang-undangan tidak mempunyai kekuatan hukum karena bertentangan dengan
Konstitusi (Judicial Review)..

Di Indonesia sebenarnya juga tidak terlalu berbeda, pengadilan-pengadilan


selain berwenang mengadili sengketa, juga dapat menilai keabsahan suatu perundang-
undangan yang menjadi dasar dari suatu hubungan hukum yang diperselisihkan oleh
para pihak, sepanjang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya.
Hanya saja dalam sistem peradilan Indonesia kewenangan menilai terbagi menjadi dua.
Bagi peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang yang bertentangan
dengan Undang-Undang, kewenangannya diberikan kepada Mahkamah Agung baik
langsung diajukan kepada Mahkamah Agung maupun melalui gugatan perkara di
Pengadilan Negeri, sedangkan bagi Undang-Undang yang bertentangan dengan
Konstitusi (UUD45) kewenangan memerikas dan menilainya diberikan kepada
Mahkamah Konstitusi.

Fungsi-fungsi lain dari Mahkamah Konstitusi juga dimiliki oleh Mahkamah


Agung Amerika Serikat (Supreme Court of US), seperti selain menguji perundang-
undangan atas Konstitusi, juga mengadili perselisihan pemilihan umum utamanya
pemilihan presiden, Kasus Marbury Vs Madison menjadi contoh nyata kekuasaan MA
Amerika yang sama dengan Mahkamah Konstitusi. Reformasi 1998 telah menentukan
pilihan memisahkan fungsi ini oleh MA & MK didasarkan pengalaman-pengalaman
praktis pelaksanaan penegakan hukum di Indomnesia yang cenderung menguntungkan
pihak yang berkuasa.

Rekruitmen Hakim MA dan Hakim-hakim lainnya

Hakim-hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat diangkat oleh Presiden


dengan persetujuan Kongres dan Senat, untuk masa jabatan seumur hidup, dan banyak
bearasal dari para pengacara senior yang berpengalaman. Memang ada perbedaan
dengan sistem rekrutmen Hakim Agung dan Hakim di Indonesia, namun secara
substansial sesungguhnya banyak mengandung persamaan, karena pola keduanya
menggambarkan adanya check and balances antara kekuasaan-kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Hakim Agung di Indonesia diusulkan oleh lembaga negara
independen yaitu Komisi Yudisial (KY) dengan jumlah dua kali kebutuhan Mahkamah
Agung untuk mengisi hakim yang pensiun dan meninggal dunia, kemudian Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) memilih separuh dari yang ajukan oleh KY, dimana hasilnya
akan ditetapkan sebagai hakim Agung yang baru oleh Presiden sebagai Kepala
Negara. Dengan Undang-undang yang baru ic Undang-undang No. 18 tahun 2011,
KY juga bersama-sama berwenang ikut dalam merekrut hakim-hakim untuk mengisi
pengadilan negeri, hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Agama
bersama-sama dengan Mahkamah Agung.

Mengenai “bahan baku” atau asal usul hakim agung pada dasarnya tidak
dibatasi, syarat yang terpenting sarjana hukum dengan strata pendidikan tiga (S3) atau
Doktor Ilmu Hukum dan berpengalaman 25 tahun di bidang hukum. Pada prakteknya
dua jenis profesi yang mengisi kebutuhan ini selain hakim karier dari pengadilan
tinggi, yaitu pengacara atau advokat dan akademisi. Di Indonesia tidak ada jabatan
seumur hidup, semua jabatan publik dibatasi oleh usia pensiun, sepengetahuan penulis
kecuali jabatan personil “Akademi Ilmu Pengetahuan”. Semulia apapun jabatan hakim
tetap dibatasi oleh masa pensiun, kemungkinan rationya adalah bahwa kemampuan
seseorang itu dibatasi oleh usia, apalagi sistem menghendaki pemeriksaan di
Mahkamah Agung oleh Hakim Agung walaupun ketentuan undang-undang hanya
memberikan kewenangan “judex yuri” yaitu hanya memeriksa penerapan hukum saja
(question of law) sebagaimana di Amerika Serikat, namun dengan adanya lembaga
“peninjauan kembali” telah memberikan kewenangan kepada Hakim Agung tidak
hanya kewenangan “judex yuri” memeriksa penerapan hukum, tapi juga kewenangan
“judex factie”, yaitu memeriksa fakta dan kejadian (question of fact) Itulah sebabnya
lembaga “peninjauan kembali” ini kemudian disebut sebagai peradilan tingkat empat..

Tentang Pengadilan Khusus, CLS dan Class Action.

Di Amerika Serikat, selain pengadilan Distrik (US District Court) dan


pengadilan negara bagian (Trial Court) dikenal juga beberapa pengadilan khusus
federal atau badan-badan semiyudisial yaitu US Claim Court yang menangani
tuntutan-tuntutan terhadap pemerintah Amerika Serikat, Court of International Trade
yang menangani kasus-kasus bea, serta Patent and Trademark Office yang menangani
kasus-kasus patent dan merek dagang. Meski tidak sama bidang-bidang
kewenangannya di Indonesia pun pasca reformasi telah dilahirkan beberapa pengadilan
khusus, baik di bidang keperdataan seperti : Pengadilan Niaga menangani kasus-kasus
Kepailitan dan Gugatan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) yang meliputi Hak
Cipta, Merek, Patent, Rahasia Dagang, Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) menangani kasus-kasus ketenaga
kerjaan dan hubungan industrial laiinya, Pengadilan Pajak, menangani kasus-kasus
perpajakan, dan Pengadilan khusus berbentuk Mahkamah Syariah di Aceh yang
mengadili kasus-kasus keluarga dan keperdataan bagi pemeluk agama Islam. Selain itu
ada juga ada badan-badan khusus semiyudisial seperti Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) yang mengadili kasus-kasus persaingan usaha dan anti monopoli, serta
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang menangani kasus-kasus
gugatan oleh konsumen kepada produsen. Di bidang pidana beberapa pengadilan
khusus itu antara lain; Pengadilan Hak Azasi Manusia, menangani dan mengadili
kejahatan-kejahatan HAM, Pengadilan Anak, mengadili kejahatan-kejahatan yang
dilakukan oleh anak-anak dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menangani
kasus-kasus korupsi. Semua pengadilan khusus sebagaimana disebutkan diatas
merupakan kamar pad peradilan umum atau pengadilan negeri, kecuali pengadilan
pajak (PTUN), mahkamah syariah (Pengadilan Agama) dan badan-badan khusus
semiyudisial yang bersifat independen.

Kekhusussan dalam pengertian yang lain, seperti tuntutan-tuntutan terhadap


pemerintah di Amerika Serikat, Indonesia mewujudkannya dalam bentuk Pengadilan
Tata Usaha Negara yang mengadili kebijakan negara ic penetapan yang bersifat
individual. Bahkan gugatan warga negara terhadap tanggung jawab Penyelengara
Negara atas kewajibannya dalam memenuhi hak-hak warga negara telah dikembangkan
dengan mengadopsi moda yang dikembangkan oleh Amerika Serikat melalui gugatan
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di pengadilan negeri, yaitu Citizen Law Suit
(CLS). Gugatan CLS ini diadopsi dalam dunia hukum di Indonesia, antara lain
beberapa yang sudah diputuskan pengadilan: a. Putusan Gugatan Perbuatan Melawan
Hukum atas Penanganan Buruh Migran Indonesia (TKI) yang dideportasi dari
Malaysia di Nunukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara nomor:
228/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST yang diputus tanggal 08 Desember 2003, telah mengakui
eksistensi Gugatan Citizen Law Suit; b. Putusan Gugatan Perbuatan Melawan
Hukum Atas Penyelenggaraan Ujian Nasional di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
dengan perkara nomor: 228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST yang diputus tanggal 03 Mei
2007, telah mengakui eksistensi Gugatan Citizen Law Suit; c. Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) 13 Juli 2011 yang memenangkan gugatan warga
negara (Citizen Lawsuit/CLS) melawan pemerintah dalam kasus Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). menghukum para tergugat untuk segera membuat UU Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hakim menilai para tergugat,yaitu Presiden RI,
Ketua DPR, Wapres RI, Menko Kesra, Menko Perekonomian, Menkeu, Menkum
HAM, Menkes, Mensos, Menakertrans dan Menhan telah melakukan perbuatan
melawan hukum karena lalai tidak membuat UU BPJS. Mengabulkan permohonan
pemohon dan memerintahkan kepada para tergugat untuk segera membuat UU BPSJ;
d. Putusan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum atas ketiadaan hukum yang
memadai yang melindungi Pekerja Rumah Tangga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
dengan perkara nomor 146/PDT.G/2011/PN.JKT.PST yang dibacakan dimuka
persidangan pada Selasa, 7 Februari 2012; e. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
atas privatisasi pengelolaan air yang oleh Pemerintah diserahkan kepada perusahaan-
perusahaan asing yang didaftarakan pada tanggal 21 Nopember 2012 di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dengan perkara Nomor 527/PDT/2012/PN.JKT.PST diajukan oleh
masyarakat yang sampai saat ini masih dalam pemeriksaan.

Lembaga prosedural yang berasal dari Inggris, yang kemudian menjadi sangat
penting di Amerika Serikat adalah litigasi “class action”. Dalam litigasi ini, pengugat
mengajukan tuntutan perkara atas namanya sendiri sekaligus untuk sejumlah orang
tanpa identifikasi yang juga menderita kerugian atau kerusakan yang sama. Indonesia
sendiri, sepengetahuan penulis telah mengatur masalah “class action” ini dalam dua
Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Tata cara mengajukan gugatan kelompok (class action) ini
diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 tahun 2002 tentang
Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

Sistem Juri, Preseden dan Plea Bargaining

Dalam pengadilan-pengadilan negara bagian tingkat pertama (state trial courts),


juga pengadilan-pengadilan federal tingkat pertama (federal trial courts) di Amerika
Serikat, penggunaan juri sudah sangat umum. Tugas utama Juri ialah memutuskan
persoalan-persoalan fakta (question of fact). Tradisi Juri ini sudah bertahan lama di
Amerika Serikat melebihi di Inggris sebagai sumbernya. Untuk perkara-perkara pidana
(kriminal) dan juga perkara-perkara perdata (sipil) di pengadilan federal hak untuk
mendapatkan pemeriksaan pengadilan oleh juri dijamin Konstitusi Amerika
(Amandemen keenam & ketujuh). Jaminan yang sama juga dapat ditemukan dalam
konstitusi-konstitusi negara bagian. Walaupun demikian, pemeriksaan pengadilan oleh
Juri tidak wajib sifatnya, sehingga bila kedua pihak tidak ada yang meminta
pemeriksaan oleh Juri, maka hakim tidak hanya akan memutus kan persoalan-persoalan
hukum (question of law) tetapi juga persoalan-persoalan fakta (question of fact).

Sebenarnya sistem yudikatif Indonesiapun mengenal sistem juri, tapi dalam


perspektif sosiologis. Pada pengadilan tindak pidana korupsi priode pertama (ketika
pengadilan tipikor diatur bersama-sama komisi pemberantasan korupsi dalam UU
KPK) kehadiran hakim Ad hoc yang lebih banyak dari hakim karier (tiga dari lima
orang anggota majelis hakim) dimaksudkan sebagai perwakilan dari masyarakat yang
mengawasi hakim karier yang distigma sebagai hakim-hakim yang korup dalam
memeriksa dan memutus perkara, meskipun pada perkembangannya Hakim-hakim Ad
Hoc yang bertebaran hampir di 33 (tiga puluh tiga) pengadilan Tipikor justru lebih
banyak tertangkap menerima suap dan melakukan korupsi. Hakim-hakim Ad hoc pada
Pengadilan Hubungan Industrial, Pengadilan HAM, Pengadilan Perikanan pada
dasarnya merupakan representasi dari komunitas dalam masyarakat seperti mewakili
pekerja dan komunitas pengusaha, mewakili pemerhati HAM ataupun Masyarakat
Perikanan, yang pada dasarnya juga mewakili masyarakat Indonesia.

Tentang preseden di Inggris sebagai negara dimana sistem hukum common law
berasal sangat mengikat dalam putusan-putusan pengadilan. Agak berbeda peran
preseden di Amerika Serikat meski sama-sama menganut sistem hukum common law.
Pengadilan Amerika tidak pernah terikat oleh presedennya sendiri. Dibandingkan
dengan Indonesia sesungguhnya hampir serupa, karena peradilan Indonesia pun tidak
terikat untuk menjadikan preseden atau yurisprodensi sebagai sumber hukum utama.
Peradilan Indonesia menempatkan undang-undang sebagai acuan dan pertimbangan
utama dalam memutuskan sebuah perkara, meskipun demikian, beberapa pengertian
yang karena kekurang jelasan bunyi undang-undang, yurisprodensi juga tidak jarang
menjadi acuan para hakim dalam memutus perkara.

Plea bargaining sebagai lembaga yang dalam sistem hukum Amerika khususnya
pengadilan kriminal digunakan sebagai lembaga untuk melakukan kesepakatan antara
penuntut umum dan terdakwa, mengurangi tuntutan terhadap terdakwa menjadi lebih
ringan dalam hal terdakwa mengakui kesalahannya, oleh sistem hukum Indonesia
mulai diadopsi, antara lain dengan didirikannya Lembaga Perlindungan Saksi &
Korban (LPSK) yang memberikan perlindungan baik kepada saksi maupun korban
yang bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan yang lebih
besarnya (the big fish). Saksi wissel blower (peniup pluit) atau justice collaborator
begitu sebutan untuk saksi atau terdakwa yang mengakui kesalahan dan mau
bekerjasama dengan penegak hukum, Mahkamah Agung RI mengeluarkan Surat
Edaran kepada para hakim untuk mengurangi hukuman kepada para terdakwa yang
mengakui kesalahan dan memberi keterangan yang jujur untuk membongkar kejahatan
yang lebih besar lagi. Ini artinya sistem hukum Indonesia telah meresepsi sistem
hukum Amerika Serikat, setidaknya dalam beberapa masalah, terutama dalam
kaitannya dengan pemberantasan korupsi.
Daftar Pustaka

Michael Bogdan, Pengantar Perbandingan Sisitem Hukum, Penerbit Nusa Media Ujung Berung
bandung 2010.

PERADI, Kitab Advokat Indonesia, PT. Alumni, Penerbit PT. Alumni, 2007

Rosalie Targonski, Pemerintahan Amerika Serikat, United States Department of State, 2007

Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana Kontemporer, Fikahati, 2010

Anda mungkin juga menyukai