Anda di halaman 1dari 36

TEORI AKUNTANSI

AKUNTANSI INFLASI, MODEL PENILAIAN, DAN


PENENTUAN LABA

Kelompok: 11
Nama Anggota :
- Akbar Rizki Nursandy 5552160062
- Hanifa Diena Widyani 5552160069
- Rivaldo Jensdy A H 5552160083
Kelas : VB S1 AKUNTANSI

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Akuntansi Inflasi,
Model Penilaian, dan Penentuan Laba” untuk mata kuliah Teori Akuntansi Ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Akuntansi Inflasi, Model Penilaian, dan
Penentuan Laba dan bagaimana Akuntansi berperan penting didalamnya. Kami juga
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Kami
menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
penyempurnaan makalah ini kedepannya, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun. Terima kasih

Serang, 24 September 2018

2
DAFTAR ISI
Cover………………………………………………….……………………………………….….1

Kata Pengantar………..…………………………………………………………………….….2

Daftar Isi……………………………………………………..……………………….….……..3

Bab 1 (Pendahuluan)
1.1 Latar Belakang Masalah…………...……..…………………………………..…….……….4

1.2 Rumusan Masalah……………………………..………………………………..…………..5

1.3 Tujuan …………………………………………..…………………………………..……...5

Bab 2 (Pembahasan)

2.1 Pengantar……………………………………...…………………….………….6
2.2 Pengertian Inflasi……………………………………………........………….8

2.3 Perubahan dari konsep Stable Monetary Unit………………….……….….13

2.4 Akuntansi Inflasi……………………………………………………………14

2.5 Monetary dan Non Monetary Items………………………………………...17

2.6 Model Akuntansi………………………………………………………...…18

2.7 Penilaian dan Perbandingan terhadap model akuntansi………………...….20

2.8 Metode Pengukuran harga wajar…………………………………………...21

Bab 3 (Penutup)
Kesimpulan……………………………………………………….……………………….…..35

Saran…………………………………………………………..………………………………35

Daftar
pustaka………………………………………………………………………..........................26

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Perubahan harga yang terjadi akibat krisis moneter berdampak pada laporan
keuangan yang akan dilaporkan ke para penggunanya. Peran akuntansi
keuangan di era globalisasi semakin memegang peranan penting sebagai sumber
informasi baik dalam sektor fiskal maupun non fiskal.

Akuntansi keuangan merupakan media informasi yang disusun oleh


manajemen selaku pengelola bisnis untuk kepentingan publik khususnya
investor dan kreditor. Informasi akuntansi terjadi pada laporan keuangan
perusahaan yang memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan
pada saat tertentu (neraca) serta hasil usahanya pada periode tertentu (laba rugi).
Informasi ini selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan dalam proses
pengambilan keputusan . laporan keuangan ini telah menjadi sumber informasi
penting bagi manajemen, pemilik, analis, banker, kreditor, regulator, dan pihak
umum. Laporan keuangan merupakan sumber informasi pertama dalam
keputusan investasi, memprediksi potensi arus kas yang akan diterima dan
dikaitkan dengan ketidakpastian, menilai kemampuan manajemen dalam
mencapai tujuan utama perusahaan, dan yang terakhir memberikan informasi
yang aktual dan interpretatif tentang transaksi dan kejadian lainnya.

Untuk mengetahui cara atau metode pengukuran yang baik sehingga


laporankeuangan yang dihasilkan menjadi akurat dan handal maka, kita perlu
mengetahui macam-macam metode yang digunakan dalam pembuatan laporan
4
keuangan. Untuk itu perlu jugadiketahui metode penyusunan laporan keuangan,
model akuntansi yang diterapkan dan penilaian, perbandingan terhadap model
akuntansi yang diterapkan serta metode yang digunakan dalam pengukuran
harga wajar.

1.2 Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan kritik yang muncul atas kegunaan laporan keuangan pada masa
inflasi.
2. Menjelaskan metode-metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengantar

A. Tujuan dan Prinsip Akuntansi

Akuntansi keuangan merupakan media informasi yang disusun oleh


manajemen selaku pengelola bisnis untuk kepentingan publik khususnya investor
dan kreditor. Informasi akuntansi terjadi pada keuangan perusahaan yang
memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan pada saat tertentu
(neraca) serta hasil usahanya pada periode tertentu (laba/rugi). Penelitian di USA,
Inggris dan NZ (Harahap, 1996) menunjukkan bahwa laporan keuangan merupakan
sumber informasi pertama dalam keputusan investasi, memprediksi potensi arus kas
yang akan diterima dan dikaitkan dengan ketidakpastian, menilai kemampuan
perusahaan untuk mendapatkan laba, menilai kemampuan manajemen dalam
mencapai tujuan utama perusahaan, dan yang terakhir memberikan informasi yang
aktual dan interpretatif tentang transaksi dan kejadian lainnya. Untuk mencapai
tujuan akuntansi dan laporan keuangan tersebut, perlu diketahui perbedaan antara
postulat, konsep, prinsip, dan standar (tekhnik) akuntansi.

Postulat merupakan asumsi dasar yang terkait dengan lingkungan bisnis


tempat akuntansi beroperasi. Konsep akuntansi, yaitu pernyataan yang dapat
membuktikan kebenaran atau aksioma yang sudah diterima umum karena sesuai
dengan tujuan laporan keuangan. Prinsip merupakan pendekatan umum yang
digunakan dalam pengakuan dan pengukuran kejadian akuntansi. Sedangkan
standart (tekhnik) akuntansi merupakan peraturan khusus yang berisikan tentang
bagaimana standart perlakuan pencatatan dan pelaporan terhadap semua transaksi
yang di alami suatu entitas (Harahap, 2001).

6
Indonesia adalah salah satu negara berembang. Masalah umum yang sering
dihadapi negara berkembang adalah tingginya tingkat inflasi. Sejak krisis moneter
tahun 1998, harga-harga di pasaran cenderung naik. Tahun 2007 saja tingkat inflasi
di Indonesia adalah 6,59 persen. Hal ini bisa diartikan bahwa aktiva yang dimiliki
harganya akan berkurang sebesar 6.59 persen sedangkan pendapatan dinilai terlalu
tinggi sebesar angka yang sama.

Banyak study mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan


bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga
merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena
struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak
agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya
gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana
alam, dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar
negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta
asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga


secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat
atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses
dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga
yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika
proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-
mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan
persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.

7
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan
adalah CPI dan GDP Deflator.

2.2 Pengertian Inflasi

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-
menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya
ketidak lancaran distribusi barang.[1] Dengan kata lain, inflasi juga merupakan
proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu
peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang
dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses
kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-
mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan
persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan
adalah CPI dan GDP Deflator.

2.2.1 Penyebab Inflasi

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau desakan
biaya produksi. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat
adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat
harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan
bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya
permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor
produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan
total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment.

8
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya
produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang
dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu
kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan
gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:

 Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan


untuk menghasilkan barang dan jasa
 Tuntutan kenaikan upah dari pekerja.
 Kenaikan harga barang impor
 Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru
 Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia
tahun 1998. akibatnya angka inflasi mencapai 70%.

2.2.2 Penggolongan Inflasi

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi


yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi
berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja
yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat
harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah
inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi
akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor
barang.

Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap


harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang

9
tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila
kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut
sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi
demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat
sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus
merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).

Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :

 Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)


 Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
 Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
 Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

2.2.3 Mengukur inflasi

Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan


sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:

a. Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah
indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh
konsumen.
b. Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
c. Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari
barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses
produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa
depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi,
yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.

10
d. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari
komoditas-komoditas tertentu.
e. Indeks harga barang-barang modal

f. Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang


baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

2.2.4. Dampak Inflasi

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau
tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif
dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat
terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan
perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung,
atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para
penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum
buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup
mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan.


Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990,
uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003
-atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah.
Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti
misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya
dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.

11
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata
uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika
tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan
menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk
berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan
masyarakat.

Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi


menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang
lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak
yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian
lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.

Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh


lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan
terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha
besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada
akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan
produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu.
Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin
akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu


negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang
bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi,
defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat.

12
2.3. Perubahan dari Konsep Stable Monetary Unit

Stable Monetary Unit merupakan salah satu prinsip dasar akuntansi yang
menyatakan bahwa kesatuan moneter itu dianggap stabil. Nilai uang yang ditetapkan
dari pos-pos laporan keuangan, misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban
lainnya. Pos ini memiliki angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang
akan ditagih, dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada perubahan (Harahap,2001).
Padahal dimana saja didunia ini kita tidak pernah mendengar ada valuta yang
memiliki nilai yang stabil. Ada yang mengalami apresiasi dimana nilai tukarnya atau
daya belinya naik (deflasi) dan yang paling umum nilai tukar atau daya belinya justru
menurun (inflasi). Di Indonesia pada tahun 1965 tertinggi sampai 650 %, pada tahun
1999 saja tingkat inflasi di Indonesia mencapai 9,35%. Ini menunjukkan bahwa
prinsip Stable Monetary Unit hanya dalam asumsi tidak pernah ditemukan dalam
kenyataan. Prinssip ini adalah untuk memudahkan perumusan teori dan asumsi
akuntansi keuangan.

Permasalahan diatas memunculkan sebuah kritik yang menyatakan informasi


yang disajikan laporan keuangan pada masa inflasi justru sia-sia karena nilai-nilai
yang terdapat didalamnya tidak relevan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Dari
permasalahan tersebut muncul usulan yang moderat yang artinya kita masih bisa
menggunakan historical cost accounting, tetapi harus dibuat informasi atau laporan
suplemen yang memuat dampak inflasi itu terhadap laporan keuangan, selain itu
terdapat usulan lain yaitu menggunakan akuntansi inflasi.

Akuntansi inflasi ini berupaya untuk menyusun laporan keuangan yang


memuat dampak dari inflasi atau penurunan nilai beli uang itu pada laporan
keuangan sehingga laporan. keuangan menunjukkan satuan mata uang pada tingkat
harga yang berlaku saat itu bukan lagi harga historis.

13
2.4. Akuntansi Inflasi

Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode
penentuan laba. Penekanan penentuan laba adalah pada nilai laba yang lebih relavan
yang digambarkan oleh laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai semua item yang
terdapat dalam laporan keuangan. Untuk menyusun laporan keuangan pada masa
inflasi agar lebih relevan dapat digunakan beberapa metode, yaitu :

1. General Price Level

Dalam metode General Price Level misalnya metode historical cost


disesuaikan dengan perubahan tingkat harga sehingga pada masa inflasi GPL ini
lebih besar daripada nilai historical cost.

Keuntungan GPL adalah sebagai berikut :

 Dapat menjelaskan pengaruh inflasi pada perusahaan


 Dapat meningkatkan kegunaan perbandingan laporan antar periode
 Membantu pemakai laporan menilai arus kas dimasa yang akan datang secara
lebih baik
 Memperbaiki tingkat kepercayaan rasio laporan keuangan yang dihitung dari
angka-angka laporan keuangan yang sudah disesuaikan.

Kelemahan GPL adalah sebagai berikut :

 Inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi
tidak bisa disamaratakan
 GPL tidak bermakna bagi perusahaan
 Angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas
 Rasio itu adalah indikator mentah

14
 Current Cost Accounting

Menurut Edgar Edwards dan Philips Bell (1961) merupakan tokoh yang
paling gencar konsep CCA ini. Menurut merka yang dibutuhkan oleh manajer adalah
bagaimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada. Berikut ini
adalah beberapa bentuk current cost :

 Replacement cost adalah nilai yang diukur saat ini (current cost) untuk
mendapatkan aktiva baru atau menggantinya dengan kapasitas produksinya
yang sama. Dalam praktik nilai ganti ini hanya diterapkan pada aktiva
nonmoneter, sepertinya persediaan, aktiva tetap. Aktiva tetap disajiakan
menurut nilai gantinya, nilai bersih setelah digambarkan nilai yang sudah
dipakai. Penyusutan dihitung berdasarkan pada nilai ganti itu. Pada masa
inflasi sering terjadi backlog depreciation atau penyusutan yang bersaldo
negatif. Dalam penyajiannya hutang ini harus disajikan nilai diskontonya.
Pada masa inflasi nilai dari replacement value ini lebih besar dari general price
level.

Metode ini dikritik dalam hal :

 Subjektivitas penilaian atau taksiran harganya sehingga angka-angka yang


timbul tidak didasarkan pada transaksi yang sebenarnya.
 Dalam hal harga suatu aktiva menurun maka penurunan itu akan
menimbulkan pembebanan ke laba rugi (misalnya penyusutan dan harga
pokok produksi) lebih rendah dari beban pada historical cost. Akhirnya
income akan lebih tinggi dari historical cost.
 Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode replacement cost ini,
karena hanya untuk aktiva tertentu. Oleh karenanya metode replacement cost
ini dianggap bukan merupakan metode akuntansi inflasi

15
 Sukar melakukan perbandingan antar perusahaan yang saling berbeda.

Walaupun ada kritik ini, sebagai pihak menganggap bahwa metode ini paling
mudah diterapkan dalam akuntansi inflasi.

 Reproduction cost adalah istilah lain yang hampir sama dengan replacement
cost ini. Disini harga itu diukur berdasarkan harga sekarang jika aktiva itu
dibuat atau diduplikasi seperti barang yang dimiliki itu tanpa melihat
perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi aktiva yang dibuat itu.
 Net Realizable Value

Harga pasar sekarang adalah harga atau kas yang di peroleh jika suatu aktiva
dijual sekarang. Namun, harga ini didasarkan pada prinsip likuidasi bukan prinsip
going concern sehingga menyalahi prinsip akuntansi. Salah satu metode current
market value ini adalah net realizable value.

NRV merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjulan. Pada masa
inflasi nilai dari net relizable value ini lebih besar dari replacement cost karena
manajemen tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan laba marjin
general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung berdasarkan perbedaan
antara harga jual aktiva itu pada awal dibandingkan dengan pada akhir periode.

 Selling Price

Di sini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan
sehingga laporan keuangan yang disusun menurut selling price ini akan lebih besar
daripada net realizable value dan metode lain yang disebut sebelumnya.

 Expected value

16
Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar
atau lebih kecil dibanding dengan metode lain karena expected value ini
merupakan gambaran dari present value kas di masa yang akan datang.

2.5 Monetary Non-Monetary Items

Monetary Item adalah aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajikan dalam
unit uang yang tetap misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya yang
angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar di masa
yang akan datang tanpa ada perubahan. Nilai ini adalah nilai historis dan nanti nilai
net realizable value-nyalah yang akan direalisasi. Karena nilainya itu juga
menggambarkan nilai sekarang (current value) untuk aktiva jenis ini tidak perlu
disesuaikan kecuali untuk mengetahui present value dari nilai yang diharapkan
ditagih (expected value) di masa yang akan datang.

Non-monetary items adalah nilai dimana jumlah uangnya tidak ditetapkan


menurut kontrak perjanjian. Dalam metode historical cost ini digambarkan sebagai
old cost bukan nilai sekarang. Dalam metode current value harga baru itu yang
dicoba digambarkan dengan harga sekarang.

2.6 Model Akuntansi

Ada tiga model akuntansi yang berbeda, yaitu :

 Historical Cost Accounting


 Replacement Cost Accounting
 Net Realizable Value Accounting

2.6.1 Atribut yang Akan Dinilai

17
Atribut yang dinilai untuk masing-masing model akuntansi tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :

 Dalam model Historical Cost Accounting, Atribut yang dinilai adalah jumlah
uang atau kas atau sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkan aktiva atau
membayar sejumlah hutang yang dibebankan dalam unit uang yang timbul
dari perolehan aktiva itu.
 Dalam model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalah
uang kas atau sejenisnya yang akan dibayar untuk memperoleh aktiva yang
sama dan sejenis saat sekarang atau jumlah hutang yang akan dibebankan
untuk memperolah aktiva tersebut.
 Dalam model Net Realizable, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas atau
sejinsnya yang akan diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah
uang yang harus dibayar untuk menebus kewajiban itu sekarang.
 Dalam model Present Value atau Capitalized Value, atribut yang dinilai
adalah arus kas masuk bersih yang diharapkan akan diterima dari penggunaan
aktiva atau arus kas keluar net yang diharapkan akan dibayar untuk membayar
kembali hutang.

Atribut itu dapat kita golongkan dalam tiga cara sebagai berikut :

 Fokus penilaian dapat berupa masa lalu (historical cost), masa kini
(replacement cost dan net realizable value), dan masa yang akan datang
(present value).
 Jenis transaksi : historical cost dan replacement cost merupakan
transaksi perolehan atau pembebanan hutang, net realizable value dan
present value menyangkut penjualan aset dan pembayaran hutang.

18
 Sifat kejadian awalnya : historical cost didasarkan pada kejadian yang
sebenarnya, present value berdasarkan kejadian yang diharapkan, dan
replacement cost dan net realizable value didasarkan pada kejadian
yang sifatnya hipotesis (anggapan).

2.6.2 Unit Measure

Ada dua jenis unit ukuran yang dipakai, yaitu sebagai berikut :

 Unit Moneter (Uang)

Dalam model ini yang menjadi unit pengukuran adalah unit uang.

 Unit Daya Beli (Purchasing Power)

Dalam model ini yang menjadi alat ukur adalah daya beli uangnya yang tentu
berbeda apabila waktunya berbeda.

2.7 Penilaian dan Perbandingan terhadap Model Akuntansi

Dalam menilai dan membandingkan model penilaian akuntansi tersebut,


model Present Value sengaja tidak diikutkan karena beberapa kelemahan sebagai
berikut.

 Sukarnya menaksir penerimaan kas di masa yang akan datang.


 Pemilihan tingkat diskonto yang sangat bervariasi
 Alokasi arbitrer dari taksoran arus kas dalam menilai aset
 Alokasi arbitrer dan taksiran arus kas dari masing-masing aktiva secara
individual

19
Dalam menilai dan membandingkan model-model ini maka yang menjadi dasar
penilaian adalah.

 Kesalahan yang timbul akibat masalah waktu (timing error)


 Timing error timbul akibat perubahan nilai yang terjadi dalam suatu periode
tertentu, tetapi dicatat, diperhitungkan, dan dilaporkan pada periode yang lain.
 Kesalahan akibat alat ukur ( measuring unit errors)
Kesalahan akibat alat ukur ini terjadi apabila laporan keuangan tidak disajikan
dengan menggunakan dan mempertimbangkan tenaga beli dari mata uang
tersebut.
 Kesulitan dalam penafsiran (interpretability)
Laporan keuangan harus dipahami tanpa salah pengertian. Dalam menafsirkan
laporan keuangan kita harus memahami masalah pengertian dan
penggunaanya. Dengan perkataan lain, agar model akuntansi dapat dipahami
maka kita harus menggunakan rumus :

“Jika…………………, maka………………….” atau (if……….them).

Dengan rumus ini maka para pembaca lapoiran keuangan akan memahami arti
serta kegunaanya. Akuntansi memiliki alat ukur yang menghasilkan ukuran
tertentu, misalnya model akuntansi yang menggunakan unit sebagai alat ukur
berarti hasilnya adalah bahwa itu dinyatakan dalam jumlah rupiah (Number
of Dollars = NOD).

Demikian juga jika kita gunakan konsep Historical Cost dengan “ukuran
tenaga beli umum”, akan tetap menghasilkan jumlah rupiah (Number of Dollars).
Sementara itu, apabila konsep Current Value yang diukur dengan tenaga beli umum,
akan menghasilkan ukuran barang atau Command of Goods (COG)

20
 Relevansi

Informasi akuntansi harus relevan artinya harus bermanfaat bagi pemakainya


khususnya untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Namun,
karena model akuntansi yang ada masih memiliki makna yang masih kabur
seperti masalah NOD dan COG tadi, sulit bagi pembaca menjadikan informasi
akuntansi itu relevan tanpa menguasai ilmu akuntansi lebih mendalam.

2.8 Metode Pengukuran Harga Wajar (Fair Value)

Metode pengukuran harga wajar atau fair value telah berlaku di Amerika
sesuai dengan Statement No. 157 tentang Fair Value Measurements. Berikut ini
adalah ikhtisarnya.

Statement ini mendefinisikan fair value, menggunakan kerangka untu


mengukur nilai yang wajar (fair value) sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berterima umum, dan memperluas pengungkapan tentang pengukuran fair value.
Statement ini diterapkan dalam kerangka standar akuntansi yang membutuhkan atau
mengizinkan pengukuran fair value. Dewan standar sebelumnya telah memutuskan
melalui pengumuman bahwa fair value adalah metode pengukuran yang relevan.
Oelh karena itu, Statement ini tidak memerlukan metode pengukuran fair value yang
baru. Namun, untuk sebagian entitas penerapan fair value ini akan mengubah praktik
yang berlaku sekarang.

2.8.1 Alasan Dikeluarkan Statement Ini

Sebelum statement ini, ada beberapa definisi tentang fair value dan pedoman
penerapan dalam prinsip akuntansi sangat terbatas. Selain itu, pedoman sudah
tersebar diantara banyak pengumuman yang menjelaslan perlunya pengukuran fair
value. Perbedaan itu akan menimbulkan inkonsistensi yang menambah rumitnya

21
prinsip akuntansi. Dalam membuat Statement ini, Dewan telah mempertimbangkan
perlunya peningkatan konsistensi dan comparability pengukuran fair value dan
untuk memperluas pengungkapan tentang pengukuran fair value.

2.8.2 Perbedaan antara Statement dan Praktik Sekarang

Definisi fair value tetap menyangkut harga pertukaran atau exchange price.
Statement ini menjelaskan bahwa exchange price adalah harga dari transaksi yang
normal antara pelaku pasar yang menjual asset atau mentransfer utang dipasar
dimana entitas yang melaporkan melakukan transaksi yang menyangkut asset dan
utang pada kondisi yang paling menguntungkan. Transaksi menjual asset atau
mentransfer uang adalah transaksi hipotesis pada tanggal pengukuran, dengan
mempertimbangkan perspektif pelaku pasar yang memegang asset dan yang
berutang. Oleh karena itu, definisi ini berfokus pada harga yang akan diterima jika
melakukan penjualan asset atau membayar atau mentransfer uang (exit price), bukan
harga yang akan dibayar untuk membeli asset atau menerima utang (entry price).

Statement ini menekankan bahwa fair value adalah pengukuran berbasis pasar
(a market-based measurenment), bukan pengukuran yang spesifik entitas (an entity-
specific measurenment). Oleh karena itu, pengukuran fair value harus ditentukan
berdasarkan asumsi yang digunakan pelaku pasar dalam menghargai asset dan
utangnya. Sebagai dasar untuk mempertimbangkan asumsi pelaku pasar dalam
mengukur fair value, Statement ini menerapkan hierarki fair value yang dibedakan
antara lain sebagai berikut.

1. Asumsi pelaku pasar dibangun berdasarkan data pasar yang diperoleh dari
sumber yang independen dari entitas yang melaporkan (observable inputs).

2. Asumsi dari entitas yang melaporkan tentang asumsi pelaku pasar dibangun
berdasarkan informasi terbaik yang tersedia dalam situasi itu (unobservable
22
inputs). Dalil unobservable inputs dimaksudkan untuk memungkinkan adanya
situasi dimana ada sedikit kegiatan pasar dari asset dan kewajiban pada
tanggal pengukuran.dalam situasi tersebut, entitas pelaporan tidak perlu
melakukan kegiatan untuk mendapatkan informasi tentang asumsi pelaku
pasar. Namun, entitas pelapor tidak boleh mengabaikan tentang asumsi pelaku
pasar yang tersedia tanpa harus mengeluarkan biaya dan tenaga.

Statement ini menjelaskan bahwa asumsi pelaku pasar termasuk asumsi


mengenai risiko, misalnya risiko inheren dalam temnik penilaian khusus yang
digunakan untuk mengukur fair value (seperti dalam priceing model) dan atau risiko
risk inherent dalam input ke teknik penilaian. Pengukuran fair value harus
memasukan penyesuaian terhadap risiko jika pelaku memasukkannya dalam
menentukan harga asset atau kewajiban, walaupun penyesuaian itu sukar ditentukan.
Olej karena itu, pengukuran (misalnya, pengukuran mark0to0model) yang tidak
memasuka penyesuaian risiko tidak menggambarkan pengukuran fair value jika
pelaku akan memasikannya dalam penilaian asset dan kewajiban.

Statement ini menjelaskan asumsi pelaku pasar tentang pengaruh pembatasan


penjualan atau penggunaan asset. Pengukuran fair value untuk asset tertentu
(retricted asset), harus mempertimbangkan pengaruh pembatasan itu jika pelaku
pasar mempertimbangkan pengaruh pambatasan dalam penilaian asset. Pedoman itu
diterapakan untuk stok yang dibatas pada penjualan yang berakhir dalam satu
periode setahun yang diukur berdasarkan fair value menurut FASB statement No.
115, Accounting for Certain Inverstments in Debt and Equity Security , and No. 124,
Accounting for Certain Investment Held by Not-Profit Organizations.

Statement ini menjelaskan bahwa pangukuran fair value untuk kewajiban


menggambarkan nonperformance risk, nonperformance risk, yaitu risiko dimana

23
kewajiban tidak terpenuhi sebab nonperforma nce risk termasuk risiko kredit entitas
yang melaporkan entitas pelapor harus mempertimbangkan semua periode dimana
kewajiban diukur berdasarkan fair value menurut standar akuntansi yang berlaku,
termasuk FASB Statement No. 133, Accounting for Derivative Instrument and
Hedging Activities.

Statement ini menyetujui perlunya FASB Statement lainnya yang menyatakan


bahwa dari suatu posisi dari suatu instrument keuangan termasuk dari suatu block
yang diperdagangkan secara aktif di pasar harus diukur sebesar nilai produk dengan
harga yang dicantumkan dari instrument individu tersebut dikali dengan jumlah yang
dimiliki (sebagaimana disebut hierarki fair value 1 di atas). Harga yang dipakai harus
disesuaikan sebab size posisi relative pada volume perdagangan (blockage factor).
Statement ini memperluas kebutuhan pada broker-dealer dan perusahaan investment
dalam skop AICPA Audit and Accounting Guides bagi industry tersebut.

Statement ini memperluas pengungkapan tentang penggunaan pengukuran


fair value untuk mengukur asset dan kewajiban periode interim dan tahunan
mengikuti pengakuan sebelumnya. Pengungkapan difokuskan pada input yang
digunakan untuk mengukur fair value dan mengulangi pengukuran fair value dengan
menggunakan unobservable inputs (Level 2 dari hierarki fair value), pengaruh
pengukuran pada (atau perubahan dalam net asset) pada periode itu. Statement ini
mendorong entitas menggabungkan informasi fair value yang diungkapkan menurut
standar akuntansi lainnya termasuk FASB Statement No. 107, Disclosures about Fair
Value of Financeial Instrument, jika dapat dipraktikan.

Pedoman dalam Statement ini berlaku untuk pengukuran instrument


derivatives dan keuangan lainnya menurut fair value menurut Statement No. 133

24
oada pengakuan awal dan pada periode selanjutnya. Jadi Statement ini membatalkan
pedoman dalam catatan kaki no. 3 dari EITF Issue No. 02-3,

“issues involved in Accounting for Derivative Contracts Held for Trading Purposes
and Contract Involved in Energy Trading and Risk Management

Activities Statement ini juga” mengubah Statement 133 untuk menghilangkan


pedoman lainnya yang sama dengan pedoman Issue 02-3, yang sudah ditambah di
FASB Statement No. 155, Accounting Certain Hybrid Dinanceial Instrument.

Ilustrasi Beberapa Alternatif Model Akuntansi

Untuk memberikan gambaranyang jelas antara beberapa alternative model akuntansi


ini kita misalkan PT Sipangko Jaya yang didirikan pada tanggal 21 Maret 2005 akan
memasarkan produk baru yang disebut ESTIMA. Mdal berjumlah Rp 30.000,-,
utangnya Rp 30.000,-, dengan bunga 10 %. Pada tanggal 1 Januari PT Sipangko Jaya
memulai kegiatannya dengan membeli 6.000 unit ESTIMA dengan harga Rp 10,-
per unit. Pada tanggal 1 Mei perusahaan menjual 5.000 unit dengan harga Rp 15,-
per unit.

25
Sementara itu, perubahan tingkat harga selama tahun 2005 adalah sebagai
berikut:

Januari 1 Mei 1 Desember 1

Replacement Cost 10 12 13

Net Realizable Value - 15 17

General Price Level Index 100 130 156

1. Alternatif dengan Melihat dari Sudut “Unit of Money”


Alternatif yang dibahas di sini adalah menyangkut kesalahan yang timbul
karena waktu. Untuk itu, model yang akan kita bahas adalah:
a. Historical Cost Accounting;
b. Replacement Cost Accounting;
c. Net Realizable Value Accounting.

Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi untuk ketiga model itu adalah sebagai berikut.

26
PT Sipangko Jaya
Laporan Laba Rugi
Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2005
Keterangan Historical Replacement Net Realizable

Cost Cost Cost

Hasil 75.0001 92.0002

Harga pokok penjualan 50.0003 60.0004 73.0005

Laba kotor 25.000 15.000 19.000

Bunga 10% 3.000 3.000 3.000

Laba Operasi 22.000 12.000 16.000

Realisasi holding gain and loss Sudah 10.0006 10.000


termasuk

Holding gain and loss yang tidak Tidak dihitung 3.000 3.000
direalisasi

General price level gain and loss Tidak dihitung Tidak dihitung Tidak dihitung

Laba bersih 22.000 25.000 29.000

Perhitungan:
1
75.000 = 5.000 x 15
2
92.000 = (5.000 x 15) + (1.000 x 17)
3
50.000 = 5.000 x 10
4
60.000 = 5.000 x 12
5
73.000 = (5.000 x 12) + (1.000 x 13)
6
10.000 = 5.000 x (12 – 10)
7
3.000 = 1.000 x (13 – 10)

27
PT Sipangko Jaya
Neraca
31 Desember 2005
Keterangan Historical Replacement Net Realizable

Cost Cost Cost

Harta

Kas 72.000 72.000 72.000

Persediaan 10.000 13.0001 17.0002

Total Harta 82.000 85.000 89.000

Utang & Modal

Kewajiban 30.000 30.000 30.000

Modal:

Modal Saham 30.000 30.000 30.000

Laba ditahan

Realisasi 22.000 22.000 22.000

Belum Realisasi - 3.000 7.000

Total laba ditahan 22.000 25.000 29.000

Total modal setor 52.000 55.000 59.000

Total utang & modal 82.000 85.000 89.000

Keterangan:
1
13.000 = 13 x 1.000
2
17.000 = 17 x 1.000

28
Analisis perbedaan akibat waktu
Total HC RC NRV
laba
Laba yang Kesalaha Laba yang Kesalaha Laba yang Kesalaha
dilaporka n dilaporka n dilaporka n
n n n

29.00 22.000 7.0001 25.000 4.0002 29.000 0


0

1
7.000 = (17.000 . 13.000) + 3.000 Unrealized Operating + Unrealized Holding
Gains
2
4.000 = (17.000 . 13.000) Unrealized Operating Gains

2. Alternative Dengan Menggunakan Model Akuntansi yang Diukur


Dengan Unit Tenaga Beli Umum (General Purchasing Power)
Dalam model ini yang masuk dalam pembahasan adalah:
a. General Price Level Adjusted Historical Accounting;
b. General Price Level Adjusted Replacement Cost Accounting;
c. General Price Level Adjusted Net Reliazable Value Accounting.
Dengan menggunakan ilustrasi diatas maka laporan keuangannya adalah
sebagai berikut.

29
Laporan Laba/Rugi
PT Sipangko Jaya
Laporan Laba/Rugi
Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2005
Keterangan GPLA GPLA GPLA

HC RC NRVA

Hasil 90.0001 90.000 107.0002

Harga Pokok Penjualan 78.0003 72.0004 85.0005

Laba kotor 12.000 18.000 22.000

Bunga 10% 3.000 3.000 3.000

Laba Operasi 9.000 15.000 19.0000

Real Realized Holding Gain and Loss Termasuk (6.000)6 (6.000)

Real Unrealized Holding Gain and Tidak (2.000)7 (2.600)


Loss dihitung

General Price Level Gain and Loss 1.8008 1.800 1.800

Laba bersih 10.800 8.200 12.200

1
90.000 = 75.000 x 156/130 ; (75.000 = 5.000 x 15)
2
107.000 = 90.000 + (17 x 1.000)
3
78.000 = 50.000 x 156/100
4
72.000 = 60.000 x 156/130
5
85.000 = 72.000 + (13 x 1.000)
6
(6.000) = (12 x 156/130) – (10 x 156/100) x 5.000

30
7
(2.600) = 13 – (10 x 156/100) x 1.000
8
1.800 = Computed Monetary Asset – Actual Monetary Asset (40.200 .
42.000)
Perhitungan dapat dilihat dibawah ini:

31
Dengan demikian, neraca akan menjadi sebagai berikut:
PT Sipangko Jaya
Neraca Menurut General Price Level
Per 31 Desember 2005
Keterangan GPL HC GPL RC GPL NRVA

Aktiva:

Kas 72.000 72.000 72.000

Persediaan 15.6001 13.000 17.000

Total Aktiva 87.600 85.000 89.000

Pasiva:

Obligasi 30.000 30.000 30.000

Modal 46.8002 46.800 46.800

Laba ditahan:

Realized 9.000 9.000 9.000

Unrealized (0) (2.600)3 1.4004

Laba/Rugi GPL 1.800 1.800 1.8005

Total Pasiva 87.600 85.000 89.000

Keterangan:
1
15.600 = 10.000 x 156/100
2
46.800 = 3.000 x 156/100
3
2.600 = 13 . (10 x 156/100) x 100
4
1.400 = Unrealized Operating Gains + Unrealized Holding Gains
= 4.000 + (-2.600 – 4.000 = (17.000 – 13.000)
5
Lihat Perhitungan dibawah ini

32
Perhitungan Laba/Rugi General Price Level
Keterangan Belum di Adjust Faktur Konversi Setelah di
Adjust

Net Monetary Asset

Tanggal 1 Januari 2005: 30.000 156/100 46.800

Ditambah:

Monetary Receipt 75.000 156/130 90.000

105.000 136.800

Dikurangi:

Monetary Payments 60.000 156/100 93.600

Bunga (10%) 3.000 156/156 3.000

63.000 96.600

Net 42.000 40.200

Net Monetary Asset 31 – 12 – 2005 40.200

Actual Monetary Asset per 31 – 12 -2005 42.000

Laba akibat General Price Level 1.800

33
34
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa pada masa inflasi, laporan
keuangan GPLA lebih informatif dibanding historical cost, namun material atau
tidaknya perbedaan yang ditimbulkan GPLA tergantung pengaruhnya terhadap
perusahaan tersebut, sehingga GPLA bukan dimaksudkan untuk mengganti laporan
keuangan historical cost, tetapi hanya sebagai supplement report untuk digunakan
sebagai informasi tambahan dalam pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang
membutuhkan informasi laporan keuangan sehingga tujuan dari pelaporan akuntansi
terpenuhi. Hal ini didasari oleh pernyataan Standar Akuntansi Keuangan di
Indonesia bahwa informasi tambahan antara lain mengenai pengungkapan pengaruh
perubahan harga bersifat tidak mengikat.

3.2 Saran

Adapun saran atau rekomendasi yang dapat penulis berikan terkait dengan
pengembangan studi teori akuntansi adalah diharapkan kita memahami lebih dalam
tentang teori-teori akuntansi yang ada dan bisa mengimplementasikan ke dunia
bisnis. Namun keberadaan makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi positif
baik bagi mahasiswa untuk lebih memahami materi mata kuliah teori akuntansi ini.

35
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi. Jakarta : PT RajaGrafindo


Persada

Sari, Dian Inda (2006), Akuntansi Inflasi Dalam Menilai Relevansi Laporan
Keuangan Suatu Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 8 No. 2, p. 78-
91,
http://4putciput.weebly.com/uploads/1/3/5/5/1355290/akuntansi_inflasi_dalam_me
nilai_relevasi_laporan_keuangan_suatu_perusahaan.pdf

www.kompas.com

www.id.wikipedia.org

www.idx.co.id

36

Anda mungkin juga menyukai