Teori Akuntans Kelompok 11
Teori Akuntans Kelompok 11
Kelompok: 11
Nama Anggota :
- Akbar Rizki Nursandy 5552160062
- Hanifa Diena Widyani 5552160069
- Rivaldo Jensdy A H 5552160083
Kelas : VB S1 AKUNTANSI
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Akuntansi Inflasi,
Model Penilaian, dan Penentuan Laba” untuk mata kuliah Teori Akuntansi Ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Akuntansi Inflasi, Model Penilaian, dan
Penentuan Laba dan bagaimana Akuntansi berperan penting didalamnya. Kami juga
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Kami
menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
penyempurnaan makalah ini kedepannya, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun. Terima kasih
2
DAFTAR ISI
Cover………………………………………………….……………………………………….….1
Kata Pengantar………..…………………………………………………………………….….2
Daftar Isi……………………………………………………..……………………….….……..3
Bab 1 (Pendahuluan)
1.1 Latar Belakang Masalah…………...……..…………………………………..…….……….4
Bab 2 (Pembahasan)
2.1 Pengantar……………………………………...…………………….………….6
2.2 Pengertian Inflasi……………………………………………........………….8
Bab 3 (Penutup)
Kesimpulan……………………………………………………….……………………….…..35
Saran…………………………………………………………..………………………………35
Daftar
pustaka………………………………………………………………………..........................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perubahan harga yang terjadi akibat krisis moneter berdampak pada laporan
keuangan yang akan dilaporkan ke para penggunanya. Peran akuntansi
keuangan di era globalisasi semakin memegang peranan penting sebagai sumber
informasi baik dalam sektor fiskal maupun non fiskal.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengantar
6
Indonesia adalah salah satu negara berembang. Masalah umum yang sering
dihadapi negara berkembang adalah tingginya tingkat inflasi. Sejak krisis moneter
tahun 1998, harga-harga di pasaran cenderung naik. Tahun 2007 saja tingkat inflasi
di Indonesia adalah 6,59 persen. Hal ini bisa diartikan bahwa aktiva yang dimiliki
harganya akan berkurang sebesar 6.59 persen sedangkan pendapatan dinilai terlalu
tinggi sebesar angka yang sama.
7
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan
adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-
menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya
ketidak lancaran distribusi barang.[1] Dengan kata lain, inflasi juga merupakan
proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu
peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang
dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses
kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-
mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan
persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan
adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau desakan
biaya produksi. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat
adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat
harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan
bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya
permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor
produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan
total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment.
8
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya
produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang
dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu
kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan
gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
9
tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila
kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut
sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi
demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat
sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus
merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
a. Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah
indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh
konsumen.
b. Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
c. Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari
barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses
produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa
depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi,
yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
10
d. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari
komoditas-komoditas tertentu.
e. Indeks harga barang-barang modal
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau
tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif
dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat
terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan
perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung,
atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para
penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum
buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup
mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
11
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata
uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika
tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan
menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk
berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan
masyarakat.
12
2.3. Perubahan dari Konsep Stable Monetary Unit
Stable Monetary Unit merupakan salah satu prinsip dasar akuntansi yang
menyatakan bahwa kesatuan moneter itu dianggap stabil. Nilai uang yang ditetapkan
dari pos-pos laporan keuangan, misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban
lainnya. Pos ini memiliki angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang
akan ditagih, dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada perubahan (Harahap,2001).
Padahal dimana saja didunia ini kita tidak pernah mendengar ada valuta yang
memiliki nilai yang stabil. Ada yang mengalami apresiasi dimana nilai tukarnya atau
daya belinya naik (deflasi) dan yang paling umum nilai tukar atau daya belinya justru
menurun (inflasi). Di Indonesia pada tahun 1965 tertinggi sampai 650 %, pada tahun
1999 saja tingkat inflasi di Indonesia mencapai 9,35%. Ini menunjukkan bahwa
prinsip Stable Monetary Unit hanya dalam asumsi tidak pernah ditemukan dalam
kenyataan. Prinssip ini adalah untuk memudahkan perumusan teori dan asumsi
akuntansi keuangan.
13
2.4. Akuntansi Inflasi
Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode
penentuan laba. Penekanan penentuan laba adalah pada nilai laba yang lebih relavan
yang digambarkan oleh laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai semua item yang
terdapat dalam laporan keuangan. Untuk menyusun laporan keuangan pada masa
inflasi agar lebih relevan dapat digunakan beberapa metode, yaitu :
Inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi
tidak bisa disamaratakan
GPL tidak bermakna bagi perusahaan
Angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas
Rasio itu adalah indikator mentah
14
Current Cost Accounting
Menurut Edgar Edwards dan Philips Bell (1961) merupakan tokoh yang
paling gencar konsep CCA ini. Menurut merka yang dibutuhkan oleh manajer adalah
bagaimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada. Berikut ini
adalah beberapa bentuk current cost :
Replacement cost adalah nilai yang diukur saat ini (current cost) untuk
mendapatkan aktiva baru atau menggantinya dengan kapasitas produksinya
yang sama. Dalam praktik nilai ganti ini hanya diterapkan pada aktiva
nonmoneter, sepertinya persediaan, aktiva tetap. Aktiva tetap disajiakan
menurut nilai gantinya, nilai bersih setelah digambarkan nilai yang sudah
dipakai. Penyusutan dihitung berdasarkan pada nilai ganti itu. Pada masa
inflasi sering terjadi backlog depreciation atau penyusutan yang bersaldo
negatif. Dalam penyajiannya hutang ini harus disajikan nilai diskontonya.
Pada masa inflasi nilai dari replacement value ini lebih besar dari general price
level.
15
Sukar melakukan perbandingan antar perusahaan yang saling berbeda.
Walaupun ada kritik ini, sebagai pihak menganggap bahwa metode ini paling
mudah diterapkan dalam akuntansi inflasi.
Reproduction cost adalah istilah lain yang hampir sama dengan replacement
cost ini. Disini harga itu diukur berdasarkan harga sekarang jika aktiva itu
dibuat atau diduplikasi seperti barang yang dimiliki itu tanpa melihat
perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi aktiva yang dibuat itu.
Net Realizable Value
Harga pasar sekarang adalah harga atau kas yang di peroleh jika suatu aktiva
dijual sekarang. Namun, harga ini didasarkan pada prinsip likuidasi bukan prinsip
going concern sehingga menyalahi prinsip akuntansi. Salah satu metode current
market value ini adalah net realizable value.
NRV merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjulan. Pada masa
inflasi nilai dari net relizable value ini lebih besar dari replacement cost karena
manajemen tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan laba marjin
general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung berdasarkan perbedaan
antara harga jual aktiva itu pada awal dibandingkan dengan pada akhir periode.
Selling Price
Di sini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan
sehingga laporan keuangan yang disusun menurut selling price ini akan lebih besar
daripada net realizable value dan metode lain yang disebut sebelumnya.
Expected value
16
Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar
atau lebih kecil dibanding dengan metode lain karena expected value ini
merupakan gambaran dari present value kas di masa yang akan datang.
Monetary Item adalah aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajikan dalam
unit uang yang tetap misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya yang
angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar di masa
yang akan datang tanpa ada perubahan. Nilai ini adalah nilai historis dan nanti nilai
net realizable value-nyalah yang akan direalisasi. Karena nilainya itu juga
menggambarkan nilai sekarang (current value) untuk aktiva jenis ini tidak perlu
disesuaikan kecuali untuk mengetahui present value dari nilai yang diharapkan
ditagih (expected value) di masa yang akan datang.
17
Atribut yang dinilai untuk masing-masing model akuntansi tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Dalam model Historical Cost Accounting, Atribut yang dinilai adalah jumlah
uang atau kas atau sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkan aktiva atau
membayar sejumlah hutang yang dibebankan dalam unit uang yang timbul
dari perolehan aktiva itu.
Dalam model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalah
uang kas atau sejenisnya yang akan dibayar untuk memperoleh aktiva yang
sama dan sejenis saat sekarang atau jumlah hutang yang akan dibebankan
untuk memperolah aktiva tersebut.
Dalam model Net Realizable, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas atau
sejinsnya yang akan diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah
uang yang harus dibayar untuk menebus kewajiban itu sekarang.
Dalam model Present Value atau Capitalized Value, atribut yang dinilai
adalah arus kas masuk bersih yang diharapkan akan diterima dari penggunaan
aktiva atau arus kas keluar net yang diharapkan akan dibayar untuk membayar
kembali hutang.
Atribut itu dapat kita golongkan dalam tiga cara sebagai berikut :
Fokus penilaian dapat berupa masa lalu (historical cost), masa kini
(replacement cost dan net realizable value), dan masa yang akan datang
(present value).
Jenis transaksi : historical cost dan replacement cost merupakan
transaksi perolehan atau pembebanan hutang, net realizable value dan
present value menyangkut penjualan aset dan pembayaran hutang.
18
Sifat kejadian awalnya : historical cost didasarkan pada kejadian yang
sebenarnya, present value berdasarkan kejadian yang diharapkan, dan
replacement cost dan net realizable value didasarkan pada kejadian
yang sifatnya hipotesis (anggapan).
Ada dua jenis unit ukuran yang dipakai, yaitu sebagai berikut :
Dalam model ini yang menjadi unit pengukuran adalah unit uang.
Dalam model ini yang menjadi alat ukur adalah daya beli uangnya yang tentu
berbeda apabila waktunya berbeda.
19
Dalam menilai dan membandingkan model-model ini maka yang menjadi dasar
penilaian adalah.
Dengan rumus ini maka para pembaca lapoiran keuangan akan memahami arti
serta kegunaanya. Akuntansi memiliki alat ukur yang menghasilkan ukuran
tertentu, misalnya model akuntansi yang menggunakan unit sebagai alat ukur
berarti hasilnya adalah bahwa itu dinyatakan dalam jumlah rupiah (Number
of Dollars = NOD).
Demikian juga jika kita gunakan konsep Historical Cost dengan “ukuran
tenaga beli umum”, akan tetap menghasilkan jumlah rupiah (Number of Dollars).
Sementara itu, apabila konsep Current Value yang diukur dengan tenaga beli umum,
akan menghasilkan ukuran barang atau Command of Goods (COG)
20
Relevansi
Metode pengukuran harga wajar atau fair value telah berlaku di Amerika
sesuai dengan Statement No. 157 tentang Fair Value Measurements. Berikut ini
adalah ikhtisarnya.
Sebelum statement ini, ada beberapa definisi tentang fair value dan pedoman
penerapan dalam prinsip akuntansi sangat terbatas. Selain itu, pedoman sudah
tersebar diantara banyak pengumuman yang menjelaslan perlunya pengukuran fair
value. Perbedaan itu akan menimbulkan inkonsistensi yang menambah rumitnya
21
prinsip akuntansi. Dalam membuat Statement ini, Dewan telah mempertimbangkan
perlunya peningkatan konsistensi dan comparability pengukuran fair value dan
untuk memperluas pengungkapan tentang pengukuran fair value.
Definisi fair value tetap menyangkut harga pertukaran atau exchange price.
Statement ini menjelaskan bahwa exchange price adalah harga dari transaksi yang
normal antara pelaku pasar yang menjual asset atau mentransfer utang dipasar
dimana entitas yang melaporkan melakukan transaksi yang menyangkut asset dan
utang pada kondisi yang paling menguntungkan. Transaksi menjual asset atau
mentransfer uang adalah transaksi hipotesis pada tanggal pengukuran, dengan
mempertimbangkan perspektif pelaku pasar yang memegang asset dan yang
berutang. Oleh karena itu, definisi ini berfokus pada harga yang akan diterima jika
melakukan penjualan asset atau membayar atau mentransfer uang (exit price), bukan
harga yang akan dibayar untuk membeli asset atau menerima utang (entry price).
Statement ini menekankan bahwa fair value adalah pengukuran berbasis pasar
(a market-based measurenment), bukan pengukuran yang spesifik entitas (an entity-
specific measurenment). Oleh karena itu, pengukuran fair value harus ditentukan
berdasarkan asumsi yang digunakan pelaku pasar dalam menghargai asset dan
utangnya. Sebagai dasar untuk mempertimbangkan asumsi pelaku pasar dalam
mengukur fair value, Statement ini menerapkan hierarki fair value yang dibedakan
antara lain sebagai berikut.
1. Asumsi pelaku pasar dibangun berdasarkan data pasar yang diperoleh dari
sumber yang independen dari entitas yang melaporkan (observable inputs).
2. Asumsi dari entitas yang melaporkan tentang asumsi pelaku pasar dibangun
berdasarkan informasi terbaik yang tersedia dalam situasi itu (unobservable
22
inputs). Dalil unobservable inputs dimaksudkan untuk memungkinkan adanya
situasi dimana ada sedikit kegiatan pasar dari asset dan kewajiban pada
tanggal pengukuran.dalam situasi tersebut, entitas pelaporan tidak perlu
melakukan kegiatan untuk mendapatkan informasi tentang asumsi pelaku
pasar. Namun, entitas pelapor tidak boleh mengabaikan tentang asumsi pelaku
pasar yang tersedia tanpa harus mengeluarkan biaya dan tenaga.
23
kewajiban tidak terpenuhi sebab nonperforma nce risk termasuk risiko kredit entitas
yang melaporkan entitas pelapor harus mempertimbangkan semua periode dimana
kewajiban diukur berdasarkan fair value menurut standar akuntansi yang berlaku,
termasuk FASB Statement No. 133, Accounting for Derivative Instrument and
Hedging Activities.
24
oada pengakuan awal dan pada periode selanjutnya. Jadi Statement ini membatalkan
pedoman dalam catatan kaki no. 3 dari EITF Issue No. 02-3,
“issues involved in Accounting for Derivative Contracts Held for Trading Purposes
and Contract Involved in Energy Trading and Risk Management
25
Sementara itu, perubahan tingkat harga selama tahun 2005 adalah sebagai
berikut:
Replacement Cost 10 12 13
Laporan laba rugi untuk ketiga model itu adalah sebagai berikut.
26
PT Sipangko Jaya
Laporan Laba Rugi
Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2005
Keterangan Historical Replacement Net Realizable
Holding gain and loss yang tidak Tidak dihitung 3.000 3.000
direalisasi
General price level gain and loss Tidak dihitung Tidak dihitung Tidak dihitung
Perhitungan:
1
75.000 = 5.000 x 15
2
92.000 = (5.000 x 15) + (1.000 x 17)
3
50.000 = 5.000 x 10
4
60.000 = 5.000 x 12
5
73.000 = (5.000 x 12) + (1.000 x 13)
6
10.000 = 5.000 x (12 – 10)
7
3.000 = 1.000 x (13 – 10)
27
PT Sipangko Jaya
Neraca
31 Desember 2005
Keterangan Historical Replacement Net Realizable
Harta
Modal:
Laba ditahan
Keterangan:
1
13.000 = 13 x 1.000
2
17.000 = 17 x 1.000
28
Analisis perbedaan akibat waktu
Total HC RC NRV
laba
Laba yang Kesalaha Laba yang Kesalaha Laba yang Kesalaha
dilaporka n dilaporka n dilaporka n
n n n
1
7.000 = (17.000 . 13.000) + 3.000 Unrealized Operating + Unrealized Holding
Gains
2
4.000 = (17.000 . 13.000) Unrealized Operating Gains
29
Laporan Laba/Rugi
PT Sipangko Jaya
Laporan Laba/Rugi
Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2005
Keterangan GPLA GPLA GPLA
HC RC NRVA
1
90.000 = 75.000 x 156/130 ; (75.000 = 5.000 x 15)
2
107.000 = 90.000 + (17 x 1.000)
3
78.000 = 50.000 x 156/100
4
72.000 = 60.000 x 156/130
5
85.000 = 72.000 + (13 x 1.000)
6
(6.000) = (12 x 156/130) – (10 x 156/100) x 5.000
30
7
(2.600) = 13 – (10 x 156/100) x 1.000
8
1.800 = Computed Monetary Asset – Actual Monetary Asset (40.200 .
42.000)
Perhitungan dapat dilihat dibawah ini:
31
Dengan demikian, neraca akan menjadi sebagai berikut:
PT Sipangko Jaya
Neraca Menurut General Price Level
Per 31 Desember 2005
Keterangan GPL HC GPL RC GPL NRVA
Aktiva:
Pasiva:
Laba ditahan:
Keterangan:
1
15.600 = 10.000 x 156/100
2
46.800 = 3.000 x 156/100
3
2.600 = 13 . (10 x 156/100) x 100
4
1.400 = Unrealized Operating Gains + Unrealized Holding Gains
= 4.000 + (-2.600 – 4.000 = (17.000 – 13.000)
5
Lihat Perhitungan dibawah ini
32
Perhitungan Laba/Rugi General Price Level
Keterangan Belum di Adjust Faktur Konversi Setelah di
Adjust
Ditambah:
105.000 136.800
Dikurangi:
63.000 96.600
33
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa pada masa inflasi, laporan
keuangan GPLA lebih informatif dibanding historical cost, namun material atau
tidaknya perbedaan yang ditimbulkan GPLA tergantung pengaruhnya terhadap
perusahaan tersebut, sehingga GPLA bukan dimaksudkan untuk mengganti laporan
keuangan historical cost, tetapi hanya sebagai supplement report untuk digunakan
sebagai informasi tambahan dalam pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang
membutuhkan informasi laporan keuangan sehingga tujuan dari pelaporan akuntansi
terpenuhi. Hal ini didasari oleh pernyataan Standar Akuntansi Keuangan di
Indonesia bahwa informasi tambahan antara lain mengenai pengungkapan pengaruh
perubahan harga bersifat tidak mengikat.
3.2 Saran
Adapun saran atau rekomendasi yang dapat penulis berikan terkait dengan
pengembangan studi teori akuntansi adalah diharapkan kita memahami lebih dalam
tentang teori-teori akuntansi yang ada dan bisa mengimplementasikan ke dunia
bisnis. Namun keberadaan makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi positif
baik bagi mahasiswa untuk lebih memahami materi mata kuliah teori akuntansi ini.
35
DAFTAR PUSTAKA
Sari, Dian Inda (2006), Akuntansi Inflasi Dalam Menilai Relevansi Laporan
Keuangan Suatu Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 8 No. 2, p. 78-
91,
http://4putciput.weebly.com/uploads/1/3/5/5/1355290/akuntansi_inflasi_dalam_me
nilai_relevasi_laporan_keuangan_suatu_perusahaan.pdf
www.kompas.com
www.id.wikipedia.org
www.idx.co.id
36