Anda di halaman 1dari 7

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana di dalamnya terjadi
interaksi antara satu individu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya
konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara
kelompok staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan
pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi
tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik merupakan sesuatu
yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan sepanjang kehidupan,
manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik. Demikian halnya
dengan kehidupan organisasi. Anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada
konflik. Perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik
(destruktif), apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide
yang berkembang.
Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan
diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel
karena kelebihan beban kerja. Hal ini berhubungan dengan kurangnya harga diri
dan tidak di anggap berharga. Perasaan-perasaan individu menimbulkan suatu titik
kemarahan. Sehingga menimbulkan perpecahan antar kelompok. Perasaan-
perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan
tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara
langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak
langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak
disengaja. Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat
disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi
baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai
macam kepribadian individu.
Pada kondisi dimana membutuhkan adanya hubungan antara satu individu
dengan individu yang lainnya pasti ada komunikasi dan interaksi, maka dengan
adanya hal tersebut tidak menutup akan adanya konflik antar inidvidu atau

1
2

kelompok. Serta akan timbul perbedaan-perbedaan pendapat antara meraka.


mengingat bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka approach yang baik untuk
diterapkan adalah pendekatan mencoba memanfaatkan konflik demikian rupa,
hingga konflik tetap serta efektif untuk sasaran-sasaran yang diinginkan.
Pendekatan konflik sebagai bagian normal dari perilaku dapat di manfaatkan
sebagai alat untuk mempromosikan dan mencapai perubahan-perubahan yang
dikehendaki.
Melihat fenomena di atas maka penting menurut kami untuk menyusun
makalah yang berisi tentang konflik serta manajemen konflik. Manajemen konflik
yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan individu atau kelompok yang
sedang berkonflik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan konflik ?
2. Bagaimana proses konflik ?
3. Bagaimana strategi penyelesaikan konflik ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dari konflik
2. Untuk mengetahui proses konflik
3. Untuk mengetahui strategi penyelesaikan konflik
3

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konflik


Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat
dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih.
(Marquis & Huston 2010).
Konflik dapat di kategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai
suatu kejadian, konflik terjadi dari suatu ketidak setujuan antara dua orang atau
organisasi dimana seseorang tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam
kepentingannya. Sebagai proses, konflik di manifestasikan sebagai suatu
rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok berusaha
menghalangi atau mencegah kepuasan diri seseorang.
Konflik adalah suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi
untuk terjadinya suatu konflik yang berarti juga sebagai pertumbuhan produksi.
Teori ini menekankan bahwa konflik dapat berakibat pertumbuhan produksi dan
kehancuran organisasi, tergantung bagaimana manajer mengolahnya. Karena
konflik adalah suatu yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu organisasi, maka
manajer harus mengolahnya dengan baik.

2.2. Proses Konflik


Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain :
1. Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi.
Misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi
tersebut memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi,
meskipun konflik yang ada kadang tidak tampak secara nyata atau tidak pernah
terjadi.
2. Konflik yang dirasakan ( felt konflik)
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
“affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak

3
4

merasakan konflik tersebut sebagai suatu maslah/ancaman terhadap


keberadaannya.
3. Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang
dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian
konflik. Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan
agresivitas dalam menyelesaikan konflik dalam perkembangannya. Sedangkan
penyelesaian konflik dalam suatu organisasi, memerlukan suatu upaya dan strategi
untuk mencapai tujuan organisasi.
4. Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara
memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win
solution”.
5. Konflik “Aftermatch”
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang
pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau
dikurangi penyebab dari konflik yang sama.

2.3 Strategi Penyelesaian Konflik


Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 :
1. Kompromi atau Negosiasi
Suatu srtategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling
menyadari dan sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian seperti ini sering
diartikan sebagai “lose-lose situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan
menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam manajemen keperawatan strategi ini
sering digunakan oleh midle – dan top manajer keperawatan.
2. Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik.
Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang
menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini
adalah kemarahan, putus asa dan keinginan untuk perbaikan da masa mendatang.
5

3. Akomodasi
Istilah yang lain sering digunakan adalah ”cooprative”. Konflik ini
berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha
mengakomodasi permasalahan-permasalahan dan memberi kesempatan orang lain
untuk menang. Masalah utama pada strategi sebenarnya tidak terselesaikan.
Strategi ini biasanya sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan
dengan berbagai konsekwensinya.
4. Smoothing
Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam
konflik. Pada strategi ini individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai
kebersamaan dari pada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri.
Strategi ini bisa ditetapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang
besar misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi dan tidak dapat
dipergunakan.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang
masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak
menyelesaikan masalahnya. Strategi ini dipilih bila ketidaksepakatan adalah
membahayakan kedua pihak,biaya penyelesaian lebih besar dari pada menghindar,
atau maslah perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya atau jika masalah dapat
terselesaikan dengan sendirinya.
6. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution” pada koloaborasi kedua
unsur terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai
suatu tujuan. Karena keduanya meyakini akan mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan, masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan berjalan
jika kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat
tidak memiliki kemampuandalam menyelesaikan masalah dan tidak adanya
kepercayaan dari kedua kelompok / seorangan (Bowditch & Buono, 1994).
6

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konflik dapat dicegah atau diatasi dengan disiplin, mempertimbangkan
tahap kehidupan, komunikasi termasuk mendengarkan secara aktif, penggunaan
lingkaran kualitas, dan ketetapan tentang latihan asertif bagi manajer
perawat.Manajemen konflik mempunyai tujuan meningkatkan alternatif
pemecahan, dan mencapai kesepakatan dalam keputusan yang dapat dilaksanakan
serta keikhlasan terhadap keputusan yang dibuat. Strategi khusus termasuk
menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerja sama. Selain itu manajer
perawat dapat mempelajari dan menggunakan keterampilan khusus untuk
mencegah dan mengelola konflik.
Menjaga manajeman konflik maka dapat di gunakan untuk menjaga dari
meluasnya konflik dan membuat membuat kerja lebih produktif, dan dapat
membuat konflik sebagai suatu kekuatan yang positif dan membangun.

3.2 Saran
Setiap orang atau manajer keperawatan harus mengunakan manajemen
konflik untuk menyelesaikan koflik permasalahannya agar tidak semakin meluas.

6
7

DAFTAR PUSTAKA

Musliha dan Siti Fatmawati. 2010. Komunikasi Keperawatan Plus Materi


Komunikasi Terapeutik. Yogyakarta: Nuha Medika
Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional Ed. 3. Jakarta: Salemba Medika
Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC
Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC
Swanburg, R. 1993. Introductory Manajemen and Leadership for Clinical Nurses.
Jakarta: EGC
Swanburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai