Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan merupakan bagian dari sistem kesehatan di sebuah rumah sakit.

Lingkungan pelayanan kesehatan saat ini khususnya keperawatan telah

memberikan peluang bagi tenaga keperawatan untuk dapat mengembangkan

status profesionalisme dan perubahan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.

Pelayanan keperawatan menjadi bagian terdepan dari pelayanan kesehatan yang

menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. 40-60 % pelayanan di rumah sakit

adalah pelayanan keperawatan. Sebagai profesi pemberi layanan kesehatan

terbesar terhadap pasien, keperawatan telah diatur agar dapat mempengaruhi

praktik dengan mengubah tatanan pelayanan kesehatan dalam rangka

meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.(Widiharti & Hadi, 2014).

Salah satu Salah satu bentuk pelayanan keperawatan dalam rangka

meningkatkan kualitas pelayanan adalah mengoptimalkan peran dan fungsi

perawat dalam pelayanan keperawatan dengan cara memberikan rasa tanggung

jawab perawat yang lebih tinggi sehingga terjadi peningkatan kinerja kerja dan

terwujudnya pengelolaan yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan.

Untuk itu maka perawat perlu mengupayakan kegiatan penyelenggaraan asuhan

keperawatan yang lebih baik, efektif dan efisien. Pelayanan keperawatan ini akan

lebih memuaskan tentunya dengan penerapan Metode Asuhan Keperawatan

Professional (MAKP)

Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mengidentifikasi 4 unsur

yakni standar, proses keparawatan, pendidikan keperawatan dan praktik


keperawatan.Defenisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan

akan menentukan kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak

memiliki nilai-nilai tersebut maka tujuan pelayanan kesehatan atau keperawatan

dalam memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud. Keberhasilan suatu

asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan metode

pemberian asuhan keperawatan profesional. (Nursalam, 2015).

Ada beberapa metode pemberian asuhan keperawatan profesional kepada

pasien yang sudah ada dan akan terus dikembangkan untuk menghadapi tren

pelayanan keperawatan. Beberapa metode tersebut diantaranya : Metode

Fungsional (bukan model MAKP), Metode Tim, Metode Primer, metode kasus,

dan metode moduler(Modifikasi Tim-Primer). MAKP Fungsional yaitu metode

asuhan keperawatan yang berorientasi pada tugas (tindakan) tertentu berdasarkan

jadwal kegiatan yang ada. MAKP Tim yatu metode asuhan keperawatan dimana

seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan melalui upaya kooperatif dan kolaboratif.

MAKP Primer yaitu metode asuhan keperawatan dimanana perawat bertanggung

jawab penuh selama 24 jam terhadap pasien mulai dari pasien masuk sampai

keluar rumah sakit. MAKP Kasus yaitu metode asuhan keperawatan dimana satu

perawat bertanggung jawab atas satu pasien untuk melayani seluruh kebutuhan

pasien seperti pasien Isolasi, Intensive Care. MAKP Moduler yaitu modifikasi dari

MAKP Tim dan Primer (Hidayah, 2014).

Menurut studi pendahuluan yang dilakukan oleh Ulrike Khun dkk di

Cologne, Jerman pada tahun 2012 mengatakan bahwa jerman sudah menerapakan

metode kasus sejak tahun 2005, dan rumah sakit Universitas Cologne merupakan
salah satu rumah sakit yang menerapkan metode kasus dan sebagian besar

manajemen keperawatan diberikan melalui telepon mengenai perawatan di rumah

sakit, konsultasi maupun untuk perawatan rumahan pada pasien (Kuhn et al.,

2012). Penelitian lain juga dilakukan oleh Kathleen Milton-Wildey pada tahun

2012 di Sidney, Australia yang mengatakan bahwa keperawatan profesional

dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi hari perawatan pasien dengan cara

merasionalkan tindakan keperawatan yang diberikan.(Milton-Wildey & O’Brien,

2011).

Optimalnya penerapam MAKP juga ditentukan oleh kualitas pelaksanaan

standar asuhan keperawatan serta tingkat kepuasan pasien dalam penerapan

asuhan keperawatan. Di Indonesia, menurut studi pendahuluan yang dilakukan

oleh Asriani dkk pada bulan Oktober tahun 2016 kepada 60 responden di Rumah

Sakit Bhayangkara didapatkan bahwa ada pengaruh MAKP terhadap tingkat

kepuasan perawat dan kualitas pelayanan keperawatan dibuktikan dengan hasil

penelitian sebanyak 56 orang (93,3%) perawat setuju MAKP dapat meningkatkan

kepuasan kerja perawat serta meningkatkan kualitas pelayanan di rawat Inap

Rumah Sakit Bhayangkara. (Asriani., Mattalatta., 2016). Hal ini juga didukung

oleh penelitian Bumulo dkk pada tahun 2017 di Bangsal Pria RSUD Datoe

Binangkang Kabupaten Bolaang Mongondow bahwa ada pengaruh MAKP

terhadap kualitas pelayanan keperawatan yang dibuktikan dengan hasil post test

sebayak 10 responden (62, 5 %) dan post test sebayak 16 responden (100%) setuju

bahwa MAKP dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. (Bumulo,

Bidjuni, & Bawotong, 2017).


Indikator utama pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat ditentukan

oleh beberapa komponen diantaranya 1) keselamatan pasien (Pasien Safety) yang

meliputi angka infeksi nasokomial, angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan,

dekubitus, kesalahan dalam pemberian obat dan tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan kesehatan; 2) pengelolaan nyeri dan kenyamanan; 3) tingkat kepuasan

pasien terhadap pelayanan; 4) perawatan diri; 5) kecemasan pasien; 6) perilaku

(pengetahuan, sikap, keterampilan) pasien yaitu Discahrge Planning. Saat ini

masih banyak laporan tentang pelayanan keperawatan yang kurang optimal. Salah

satu kegiatan pelayanan keperawatan yang kurang optimal adalah Discahrge

Planning. (Nursalam, 2015).

Discahrge planning merupakan bagian terpenting dari program

keperawatan klien yang dimulai dari pasien masuk sampai pasien keluar dari

rumah sakit. Discahrge Planning merupakan suatu proses yang bertujuan untuk

membantu pasien dan keluarga dalam meningkatkan atau mempertahankan derajat

kesehatannya. Discahrge planning dapat memberikan efek yang berarti dalam

menurunkan komplikasi penyakit, pencegahan kekambuhan dan menurunkan

angka mortalitas dan morbiditas. Discahrge planning diperlukan oleh pasien dan

harus berpusat pada masalah pasien yaitu pencegahan, terapeutik, rehabilitatif,

serta perawatan rutin yang sebenarnya. Dalam Discharge planning sangat

dibutuhkan peran, kerja sama dan interaksi dari berbagai pihak dalam

meningkatkan kontinuitas keperawatan yang diberikan pada pasien.. (Ratna,

2017).

Discahrge planning didapatkan dari proses interaksi ketika perawat

profesional, pasien dan keluarga berkolaborasi untuk memberikan dan mengatur


kontinuitas keperawatan. Discahrge planning akan menghasilkan sebuah

hubungan yang terintegrasi yaitu antara perawatan yang diterima pada waktu di

rumah sakit dengan perawatan yang diberikan setelah pasien pulang. Perawatan

dirumah sakit akan bermakna jika dilanjutkan dengan perawatan di rumah. Pada

pelaksanaan yang ideal Discahrge planning dimulai dari pasien masuk sampai

pasien pulang dari rumah sakit. Namun sampai saat ini perencanaan pulang bagi

pasien yang dirawat belum optimal karena peran perawat masih terbatas pada

pelaksanaan rutinitas saja yaitu hanya berupa informasi tentang jadwal kontrol

ulang saja dan juga Discahrge planning hanya dilakukan ketika pasien akan

pulang saja. (Nursalam, 2015).

Menurut studi pendahuluan yang dilakukan oleh Masumeh Gholizadeh

dkk pada tahun 2015 di Iran mengatakan Discahrge planning belum menjadi

bidang prioritas dalam sistem kesehatan Iran karena mereka memiliki sedikit

tenaga kerja dan banyak beban kerja. Untuk meningkatkan kualitas pekerjaan,

yang penting untuk keberhasilan pelaksanaan Discahrge planning, mereka perlu

memenuhi persyaratan tenaga kerja standar (Gholizadeh, Delgoshaei, Abulghasem

Gorji, Torani, & Janati, 2015). Di Taiwan berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Shu- Cuan Lin dkk pada tahun 2012 Discahrge planning diterapkan sejak

tahun 1985. Studi tentang perencanaan pemulangan di Taiwan menunjukkan

beberapa hasil yang menjanjikan, termasuk peningkatan kepuasan pasien dan

keluarga dan peningkatan kualitas hidup pasien. Namun, pasien yang menerima

layanan perencanaan pulang masih dalam minoritas. Lebih dari tiga perempat

pasien menentukan bahwa rumah sakit menangani rujukan layanan perawatan


jangka panjang pasca operasi tidak memadai, dan hingga 94,1% pasien tidak

merasakan tindak lanjut setelah pulang (Lin et al., 2013).

Di Indonesia menurut studi pendahuluan yang dilakukan oleh Damawiyah

dkk pada bulan Februari tahun 2017 di Rumah Sakit Islam Surabaya mengatakan

bahwa Discahrge planning hanya dilakukan pada saat pasien akan pulang saja

yaitu berupa petunjuk pasien pulang. Pemberian health education kepada pasien

dan keluarga masih bersifat incidental, diberikan jika ada pertanyaan dari pasien

atau keluarganya saja dan belum dikemas dalam format pendidikan kesehatan

(Siti, 2017). Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ratna

Agustin pada tahun 2017 bahwa perawat dalam melakukan Discahrge planning

hanya melakukan pada tahapan-tahapan yang penting saja. Detail-detail kecil

discharge planning seringkali diabaikan pelaksanaannya sehingga responden

sangat menginginkan adanya informasi terkait dengan pelaksanaan Discahrge

planning (Ratna, 2017).

Mutu pelayanan keperawatan disebuah rumah sakit akan selalu terkait

dengan Input , proses dan outcome sistem pelayanan rumah sakit tersebut. Input

adalah sistem pelayanan di rumah sakit yang meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana

prasarana), M3 (Metode asuhan keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran) dan


lainnya. Proses adalah semua proses tenaga profesi kesehatan salah satunya

perawat yang mengadakan interaksi secara profesonal dengan pasien. Sedangkan

outcome adalah hasil akhir dari kegiatan pelayanan kesehatan atau pelayanan

keperawatan yaitu berupa perubahan yang terjadi pada pasien, termasuk kepuasan

pasien. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut maka akan berdampak

pada tingkat kepuasan pasien. Kepuasan merupakan perbandingan antara kualitas

jasa pelayanan yang didapat dengan keinginan, kebutuhan, dan harapan.

Pelayanan keperawatan ini akan lebih memuaskan tentunya dengan penerapan

model asuhan keperawatan profesional atau MAKP karena kepuasan pasien

ditentukan salah satunya dengan pelayanan keperawatan yang optimal (Hidayah,

2014).

Menurut survey awal yang peneliti lakukan di rawat Inap Ambun Suri

RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada bulan September tahun 2018

didapatkan data bahwa Rawat Inap Ambun suri sudah menerapkan MAKP

moduler dan saat ditanya tentang pelaksanaan Discahrge planning perawat

mengatakan bahwa Discahrge planning hanya dilaksanakan ketika pasien akan

pulang saja atau pada hari ketiga rawatan hingga pasien pulang. Discahrge

planning yang efektif harusnya dimulai ketika pasien mendapatkan pelayanan

kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses

penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai

pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya. Karena pada metode asuhan

keperawata profesional, pelaksanaan Discahrge planning yang belum optimal

dapat mempengaruhi mutu dan tingkat kepuasan pasien.


Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian berjudul “Hubungan Pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan

Profesional (MAKP) dengan Discahrge planning di Ruang Rawat Inap Ambun

Suri Dr. Achamad Mochtar Bukittinggi tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai