Anda di halaman 1dari 8

BAB I

Pendahuluan
1. Latar Belakang

KONTRASEPSI mantap berupa tubektomi kerap menjadi momok bagi wanita. Kabarnya,
wanita yang tubektomi akan mengalami risiko disfungsi seksual.
Menurut sebuah studi baru yang okezone lansir dari Health24, wanita yang telah menjalani
sterilisasi untuk mencegah kehamilan, tidak memiliki risiko disfungsi seksual setelah itu.

Para peneliti menemukan fakta bahwa partisipan wanita yang telah menjalankan
prosedur tubektomi menunjukkan risiko rendah terhadap masalah-masalah seksual tertentu.
Bahkan, mereka cenderung lebih bahagia dengan kehidupan seks daripada wanita lain.

2. Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah mengenai KB tubektomi

3. Tujuan

Makalah ini dibuat bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah pelayanan KB

4. Manfaat

Makalah ini dibuat untuk memperluas pengetahuan kita semua (pembaca) mengenai KB
tubektomi yang merupakan metode kotrasepsi mantap wanita. Sehingga diharapkan,dengan
makalah ini, para pembaca dapat mengerti dan paham mengenai metode kontrasepsi ini.

5. Metode

Makalah ini dibuat dengan menggunakan metode deskripsi, eksposisi, argumentasi dan kajian
pustaka.

BAB II
PEMBAHASAN
Sterisilisasi adalah KB yang 99% efektif. Hanya 1 dari 200 wanita yang disterilisasi
namun kemudian hamil. Pada kasus yang sangat jarang terjadi itu, tuba falopi wanita kembali
menyambung setelah dipotong atau ditutup.

Penelitian menemukan bahwa wanita yang menjalani tubektomi biasanya memberikan


nilai lebih tinggi untuk kehidupan seks mereka. Sebesar 36 persen dilaporkan "sangat tinggi
kepuasan seksualnya”. Kepuasan tersebut hanya dirasakan 30 persen wanita yang tidak
menjalani tubektomi.
Tidak jelas mengapa wanita tubektomi umumnya memiliki fungsi seksual lebih baik. Tapi,
peneliti mencatat bahwa wanita dan pasangannya lebih menikmati seks karena mereka bebas
dari kecemasan atas potensi kehamilan yang tidak direncanakan.

A. PENGERTIAN

Kata tubektomi berasal dari tuba dan


ektomi, tuba = saluran telur wanita ektomi =
membuang / mengangkat. Namun sekarang
definisi ini sudah diperluas dengan
pengertian sterilisasi tuba.

 Tubektomi adalah metode


kontrasepsi permanen di mana saluran tuba
di blokir sehingga sel telur tidak bisa masuk
ke dalam rahim.

 Tubektomi adalah prosedur bedah


sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan)
seseorang perempuan secara permanen

 Tubektomi adalah kontrasepsi permanen yang


hanya diperuntukkan bagi mereka yang memang tidak ingin
atau boleh memiliki anak (karena alasan kesehatan).
Disebut permanen karena metode kontrasepsi ini tidak
dapat dibatalkan (reversal) bila kemudian Anda ingin punya
anak.

 Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk


menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan
secara permanen (Saifuddin, 2003).

 Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua


saluran telur wanita yang mengakibatkan orang tidak akan
mendapat keturunan lagi (Prawirohadjo, 2002).

B. CARA

Tuba falopi adalah saluran sepanjang sekitar 10 cm


yang menghubungkan ovarium dengan uterus. Pada saat
ovulasi, sel telur dikeluarkan dari ovarium dan bergerak
menuju uterus. Bila ada sperma di tuba falopi, ovum akan terbuahi dan menjadi embrio yang
kemudian melekat di uterus.

Cara memblokir saluran tuba dapat dilakukan dalam beberapa cara. Tuba bisa ditutup
dengan mempergunakan implan, klip atau cincin serta dengan memotong atau mengikat.
Metode yang paling dipakai sekarang adalah dengan mempergunakan laparoskopi kemudian
menjepit kedua saluran tuba dengan klip atau dengan memasang ring.

Terdapat beberapa macam tindakan bedah / operasi sterilisasi tuba yaitu : laparoskopi,
mikro-laparoskopi, laparotomi (bersamaan dengan Seksio Cesarea (SC), mini-laparotomi
(operasi kecil), histereskopi (dengan memasang implan yang akan merangsang jaringan ikat,
sehingga saluran tuba akan terblokir), dan pendekatan / teknik melalui vagina (sekarang tidak
dipakai lagi karena tingginya angka infeksi).

Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum. Dokter dapat


menggunakan alat bantu berupa teleskop khusus yang disebut laparoskop. Teleskop berupa
pipa kecil bercahaya dan berkamera ini dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil di perut
untuk menentukan lokasi tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian dibuat untuk
memasukkan alat pemotong tuba falopi Anda. Biasanya, ujung-ujung tuba falopi kemudian
ditutup dengan jepitan. Cara yang lebih tradisional yang disebut laparotomi tidak
menggunakan teleskop dan membutuhkan sayatan yang lebih besar.

C. JENIS
 Minilaparotomi

Sayatan kecil sekitar 3 cm daerah perut bawah (suprapubik)/ subumbilikal (pada


lingkar pusat bawah)

 Laparoskopi (sayatan besar)

D. MEKANISME KERJA

Dengan mengoklusi tuba falopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga
sperma tidak dapat bertemu dengan ovum

E. KEUNTUNGAN

 Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)
 Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
 Tidak bergantung pada faktor senggama
 Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius
 Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
 Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
 Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium)

F. KERUGIAN
Kerugiannya, bila situasi Anda berubah dan ingin punya anak, peluang Anda sangat
kecil. Oleh karena itu, pertimbangkan baik-baik bila Anda akan menjalani operasi ini. Jangan
memutuskan ketika Anda sedang kalut atau krisis. Bila Anda memiliki keraguan, diskusikan
dengan dokter dan pasangan Anda.

G. KETERBATASAN
 Harus dipertimbangkan sifat mantap metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan
kembali), kecuali dengan rekanalisasi
 Klien dapat menyesal di kemudian hari
 Risiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi umum)
 Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
 Dilakukan oleh dokter terlatih (dibutuhkan dokter spesialis ginekologi untuk proses
laparoskopi)
 Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS

H. ISU-ISU KLIEN
 Klien mempunyai hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur ini
 Informed consent harus diperoleh dan standard consent form harus ditanda-tangani
oleh klien sebelum prosedur dilakukan

I. EFEK SAMPING

1) Reaksi alergi anestesi

Penanggulangan KIE:

 Menjelaskan sebab terjadinya bahwa adanya reaksi hipersensitif atau alergi


karena masuknya larutan anestesi lokal ke dalam sirkulasi darah atau
pemberian anestesi lokal yang melebihi dosis

 Reaksi ini dapat terjadi pada saat dilakukan tindakan operasi baik operasi besar
atau kecil.

2) Infeksi atau abses pada luka

Penanggulangan KIE:

 Menjelaskan sebab terjadinya karena tidak terpenuhinya standar sterilitasi alat


operasi dan pencegahan infeksi, atau kurang sempurnanya teknik perawatan
luka pasca operasi

 Gejala ini umumnya terjadi karena kurang diperhatikannya strerilitas alat dan
ruangan, kurang sempurnanya persiapan operasi teknik dan perawatan luka
pasca operasi

3) Perforasi rahim
Penanggulangan KIE :

 Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan elevator rahim didorong terlalu kuat


kearah yang salah, teknik operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang
memadai, serta keadaan anatomi tubuh yang rumit (biasanya posisi rahim
hiperretrofleksi, adanya perlengketan pada rahim, pasca keguguran)

 Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh
manusia

4) Perlukaan kandung kencing

Penanggulangan KIE :

 Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan tidak sempurnanya pengosongan


kandung kencing

 Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh
manusia

5) Perlukaan usus
Penanggulangan KIE :

 Menjelaskan sebab terjadinya karena tindakan yang tidak sesuai prosedur, teknik
operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang memadai, serta keadaan
anatomi tubuh yang rumit

 Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh
manusia

6) Perdarahan mesosalping
Penanggulangan KIE :

 Menjelaskan sebab terjadinya karena terpotongnya pembuluh darah di daerah


mesosalping

J. YANG DAPAT MENJALANI TUBEKTOMI


 Usia >26 tahun
 Paritas>2
 Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya
 Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kes yang serius
 Pasca persalinan
 Pasca keguguran
 Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini

K. YANG TIDAK BOLEH MENJALANI TUBEKTOMI
(KONTRAINDIKASI)

 Hamil
 Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan
 Infeksi sistemik atau pelvik yang akut
 Tidak boleh menjalani proses pembedahan
 Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
 Belum memberikan persetujuan tertulis
 Laparoskopi juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung dan
paru yang berat
 Jika ada permintaan sterilisasi saat persalinan dan ternyata timbul komplikasi ada ibu
atau janin maka permintaan tersebut bisa di tolak

L. WAKTU DILAKUKAN
 Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tidak
hamil
 Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
 Pascapersalinan; minilap di dalam waktu 2 hari atau hingga 6 minggu atau 12 minggu,
laparoskopi tidak tepat untuk klien pascapersalinan
 Pascakeguguran; Triwulan pertama (minilap atau laparoskopi), Triwulan kedua
(minilap saja)

Prosedur Kerja
a. Tubektomy
1. Cara memblokir saluran tuba dapat dilakukan dalam beberapa cara. Tuba bisa ditutup
dengan mempergunakan implan, klip atau cincin serta dengan memotong atau mengikat.
2. Metode yang paling dipakai sekarang adalah dengan mempergunakan laparoskopi
kemudian menjepit kedua saluran tuba dengan klip atau dengan memasang ring.
3. Terdapat beberapa macam tindakan bedah / operasi sterilisasi tuba yaitu : laparoskopi,
mikro-laparoskopi, laparotomi (bersamaan dengan Seksio Cesarea (SC), mini-laparotomi
(operasi kecil), histereskopi (dengan memasang implan yang akan merangsang jaringan ikat,
sehingga saluran tuba akan terblokir), dan pendekatan / teknik melalui vagina (sekarang tidak
dipakai lagi karena tingginya angka infeksi).
4. Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum. Dokter dapat menggunakan alat
bantu berupa teleskop khusus yang disebut laparoskop. Teleskop berupa pipa kecil bercahaya
dan berkamera ini dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil di perut untuk menentukan
lokasi tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian dibuat untuk memasukkan alat
pemotong tuba falopi Anda. Biasanya, ujung-ujung tuba falopi kemudian ditutup dengan
jepitan. Cara yang lebih tradisional yang disebut laparotomi tidak menggunakan teleskop dan
membutuhkan sayatan yang lebih besar.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Bahwa tubektomi adalah KB yang 99% efektif. Hanya 1 dari 200 wanita yang
disterilisasi namun kemudian hamil. Pada kasus yang sangat jarang terjadi itu, tuba falopi
wanita kembali menyambung setelah dipotong atau ditutup. Dengan kategori ;

 Sangat efektif dan mantap


 Tindakan pembedahan yang aman dan sederhana
 Tidak ada efek samping
 Konseling dan informed consent (persetujuan tindakan) mutlak diperlukan

Keuntungan tubektomi :

 Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)
 Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
 Tidak bergantung pada faktor senggama
 Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risik kesehatan yang serius
 Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
 Tidak ada efek samping dalam jangka panjang

Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium)

Kontraindikasi :

 Hamil
 Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan
 Infeksi sistemik atau pelvik yang akut
 Tidak boleh menjalani proses pembedahan
 Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
 Belum memberikan persetujuan tertulis
 Laparoskopi juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung dan
paru yang berat
 Jika ada permintaan sterilisasi saat persalinan dan ternyata timbul komplikasi pada ibu
atau janin maka permintaan tersebut bisa di tolak
DAFTAR PUSTAKA
Arjoso, S. 2003. Umpan Balik Laporan Pencapaian Program KB Nasional Propinsi Jawa
Timur. Surabaya : BKKBN.

Elizabeth, Hurlock. 1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan


Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Yusuf, A. 2005. Keluarga Berencana. http://www.google.com. BKKBN, diakses : 13 Juli


2006.

Joewono, HT. 1995. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: NRC-POGI-
Depkes-BKKBN-YBPSP-JHPEIGO.

Noerdin, M. 2003. Kamus Istilah Kependudukan, KB dan Keluarga Sejahtera. Jakarta :


BKKBN.

Saifuddin, AB. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta :


JNPKKR/POGI-BKKBN-DEPKES-JHPIEGO/STARH PROGRAM.

Hartanto, Hanafi. KB Dan Kontrasepsi. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan: 2004

Anda mungkin juga menyukai