Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR DIRUANG IGD


RSUD NU DEMAK

DISUSUN OLEH :
Nama : Maulidatur R.
Nim : 720153072
Prodi : S1 keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


KUDUS
Jalan. Ganesha 1 Purwosari Kudus Telp./Faks.(0291)442993/437218
Kudus 59316 Website :http://www.stikesmuhkudus.ac.id
A. Pengertian
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian. (helmi, 2012)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya ( Bruner& Suddart, 2013 )
Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Istilah yang digunakan untuk
menjelaskan berbagai jenis fraktur tulangantara lain fraktur inkomplet, fraktur
simple, dan fraktur compound. (Elizabet J. Crowin, Phd, MSN, CNP, 2008).
B. Etiologi
Menurut Sjamsuhidajat 2008, adalah
1.Trauma langsung
Berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Misal
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna.
2.Trauma tidak langsung
Bila mana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan
C. Tanda dan gejala
Menurut Mansjoer, Arif (2014) tanda dan gejala fraktur sebagai berikut:
1. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebabkan oleh
ketergantungan fungsional otot pada kesetabilan otot.
2. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh
darah, berasal dari proses vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya
peningkatan leukosit pada jaringan di sekitar tulang.
3. Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang sering
disebabkan karena tulang menekan otot.
4. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
5. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf,
dimana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang,
nyeri atau spasme otot.
7. Pergerakan abnorrmal.
8. Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.
D. Patofisiologi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
apakah itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh
tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang. Klasifikasi Fraktur terbagi atas :
1. Sudut patah
Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Terhadap fraktur semacam ini segmen-segmen
tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya semula,
maka segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya mudah dikontrol dengan
bidai gips. Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk
sudut terhadap tulang. Fraktur ini ttidak stabil dan sulit diperbaiki. Fraktur
spiral timbul akibat torsi pada ekstrimitas. Fraktur-frakur ini khas pada
cedera main ski, dimana ujung ski terbenam pada tumpukan salju dan ski
terputar sampai tulang patah. Yang menarik adalah bahwa jenis fraktur
rendah energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak, dan
fraktur semacam ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisassi luar.
2. Fraktur multipel pada satu tulang
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur
semacam ini sulit ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak mempunyai
pembuluh darah menjadi sulit untuk menyembuh, dan keadaan ini mungkin
memerlukan pengobatan secara bedah. Comminuted fracture adalah
serpihan
-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih
dari dua fragmen tulang..
3. Fraktur Impaksi
Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang
berada diantaranya, seperti fraktur vetebra lainya. Fraktur pada korpus
vertebra ini dapat di diagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral dari
tulang punggung menunjukan pengurangan tinggi vertikal dan sedikit
membentuk sudut pada satu atau beberapa vertebra. Pada orang muda,
fraktur kompresi dapat disertai perdarahan retroperitoneal yang cukup berat.
Seperti pada fraktur pelvis, penderita dapat secara cepat menjadi syok
hipovolemik dan meninggal jika tidak dilakukan pemeriksaan denyut nadi,
tekanan darah dan pernavasan secara akurat dan berulang dalam 24 sampai
48 jam pertama setelah cedera. Ileus dan retensi kemih juga terjadi pada
cedera ini.
4. Fraktur Patologik
Terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemaholeh karena tumor
atau proses patologik lainnya. Tulang seringkali menunjukan penurunan
densitas. Penyebab sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor
baik primer atau tumor metastasis.
5. Fraktur beban lainnya
Fraktur beban terjadi pada orang-orang yang baru saja menambah tingkat
aktivitas mereka baru diterima untuk berlatih dalam angkat bersenjataatau
orang-orang yang akan memulai layihan lari. Pada saat awitan gejala timbul,
radiogram mungkin tidak menunjukan adanya fraktur. Tetapi, biasanya
setelah 2 minggu, timbul garis-garis radio-opak linear tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Fraktur semacam ini akan sembuh dengan baik jika
tulang itu di imobilisasi selama beberapa minggu. Tetapi jika terdiagnosisi,
tulang-tulang itu dapat bergesr dari tempat asalnya dan tidak menyembuh
dengan seharusnya. Jadi setiap pasien yang mengalami nyeri berat stelah
meningkatkan aktivitas kerja tubuh, mungkin mengalami fraktur. Penderita
semacam ini harus dianjurkan untuk memakai alat proteksi seperti tongkat,
bidai, gips yang tepat. Setelah 2 minggu, harus dilakukan pemeriksaan
raddiografi.
6. Fraktur grenstick
Fraktur grenstic adalah fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-
anak. Korteks tulangnya sebagian masih utuh, demikian juga periosteum.
Fraktur-fraktur ini akan segera sembuh dan segera mengalami re-modeling
ke bentuk dan fungsi normal
7. Fraktur avulsi
Fraktur avulsi memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon
ataupun ligamen. Biasanya tidak ada pengobatan yang spesifik yang
diperlukan. Namun, bila di duga akan terjadi ketidakstabilan sendi atau hal-
hal lain yang menyebabkan kecacatan, maka perlu dilakukan pembedahan
untuk membuang atau meletakan kembali fragmen tulang tersebut.
8. Fraktur sendi
Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan sendi, terutama
apabila geometri sendi terganggu secara bermakna. Jika tidak ditangani
secara tepat, cedera semacam ini dapat menyebabkan osteoartritis pasca
trauma yang progresif pada sendi yang cedera tersebut.
Tahapan penyembuhan tulang terdiri atas 5 yaitu : (Lukman dan, Nurna, 2009 ; 8)
1) Tahap inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung dan akan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.
2) Tahap poliferasi sel
Kira-kira 5 hari hematoma akan mengalami organisasi, terbentuknya
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi vibroblas dan osteoblas.
3) Tahap pembentukan kalus
Hari ke 10 hingga sebelum minggu ke 7. Aktivitas osteoblas-osteoclas
muncul, hingga terbentuk kalus.
4) Tahap penulangan kalus (osifikasi)
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga
minggu patah tulang. Mulai proses penulangan endokondral.
5) Tahap menjadi tulang dewasa (remodeling)
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorgenasi tulang baru kesusunan struktural ssebelumnya.
Deskripsi Fraktur Angulasi dan oposisi dua istilah yang sering sering
dipakai untuk menjelaskan fraktur tulang panjang. Derajat dan arah angulasi dari
posisi normal suatu tulang panjang dapat menunjukan derajat keparahan fraktur
dan tipe penatalaksanaan yang harus diberikan. Angulasi dijelaskan dengan
memperkirakan derajat deviasi vragmen distal dari sumbu longitudinal normal,
menunjukan arah apeks dari sudut tersebut. Oposisi menunjukan tingkat
pergeseran fraktur dari permukaan asalnya dan dipakai untuk menjelaskan
seberapakah proporsi satu fragmen tulang yang patah menyentuh permukaan
fragmen tulang lainnya.
Fraktur terbuka dan tertutupTertutup (simple fracture) dan terbuka
(compound fracture) adalah istilah yang sering dipakai untuk menjelaskan fraktur.
Fraktur tertutup ada lah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang,
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
Secara teknik, fraktur terbuka adalah fraktur dimana kulit dari ekstrimitas
yang terlibat telah ditembus. Konsep penting yang perlu diperhatikan adalah
apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur
tersebut. Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat terjadi cidera,
terkontaminasi, kemudian hampir kembali pada posisi semula. Pada keadaan
semacam ini maka oprasi untuk irigasi dan debridementdan pemberian antibiotika
secara intravena mungkin diperlukan untuk mencegah terjadinya osteomielitis.
Pada umumnya oprasi irigasi dan debridement pada fraktur terbuka dilakukan
dalam waktu 6 jam setelah terjadinya cedera untuk mengurangi kemungkinan
infeksi.
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil,
atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang
patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
(Doenges, 2000:629)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran
darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai.
Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk
tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati Carpenito
(2000:50)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner
& suddarth, 2002: 2387).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges,
2000:629)

E. Pathway
F. Pemeriksaan penunjang

Sinar Rontgent : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma

Scan tulang,CT Scan, MRI : memperlihatkan fraktur, mengidentifikasi kerusakan


jaringan lunak

Arteriogram ; Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

Hitung darah lengkap : Ht ↑ / ↓, leukosit ↑

Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

Profil koagulasi : pada keadaan kehilangan darah banyak, transfuse multiple, atau

cedera hati

G. Penatalaksanaan medis
Prinsip penatalaksanaan medis pada fraktur dikenal dengan istilah 4 R, yaitu :
a. Rekognisi
Mampu mengenal fraktur ( jenis, lokasi, akibat ) untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
b. Reduksi
Tindakan dengan membuat posisi tulang mendekati keadaan normal, dikenal dengan
2 jenis reduksi, yaitu :
a. Reduksi tertutup
Mengembalikan pergerakan dengan cara manual ( tertutup ) dengan tarikan untuk
menggerakkan ujung fragmen tulang.
b. Reduksi terbuka
Pembedahan dengan tujuan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan
dengan plate, screw, pin, wire, nail.
c. Retensi
Melakukan imobilisasi, dengan pemasangan gips, imobilisasi external yang dikenal
dengan Fixation External Djoko Sharov ( FEDS ), dan imobilisasi internal ( ORIF )
d. Rehabilitasi
Mengembalikan fungsi ke semula termasuk fungsi tulang, otot dan jaringan
sekitarnya. Bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
· Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
· Elevasi untuk meminimalkan swelling, bisa dilakukan kompres dingin
· Monitor status neurovaskuler (sirkulasi, nyeri, sensasi, pergerakan)
· Kontrol ansietas dan nyeri
· Latihan isometric untuk mencegah atrofi, mempertahankan sirkulasi.
· Partisipasi pada kegiatan sehari-hari
· Gradual resumption of activity

H. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data yang meluputi:
1) Biodata klien dan penanggung jawab klien
Terdiri dari nama, umum, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat,
tanggal masuk, rumah sakit, No. Mederc dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada saat dikaji klien mengalami fraktur dan memobilisasikan alasannya yaitu
mengeluh tidak dapat melakukan pergerakan nyeri: lemah dan tidak dapat melakukan
sebagian aktivitas sehari-hari
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Menceritakan kapan klien mengalami fraktur dimana dan bagaimana terjadinya
sehingga mengalami fraktur, klien yang mengalami fraktur akan mengeluh nyeri pada
daerah tulang yang luka sehingga dengan adanya nyeri klien tidak dapat menggerakan
anggota badannya yang terkena fraktur nyeri dirasakan bisa pada saat bergerak saja
atau terus menerus akibat tidak bisa bergerak yang disebabkan karena nyeri akan
menyebabkan klien tidak dapat memenuhi ADL-nya secara maksimal.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah klien pernah mengalami sesuatu penyakit yang
berat atau penyakit tertentu yang memungkinkan akan berpengaruh pada kesehatan
sekarang.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu diketahui untuki menentukan apakah dalam keluarga terdapat penyakit
keturunan/penyakit karena lingkungan yang kurangt sehat yang berdampak negatif
pada seluruh anggota keluarga termasuk pada klien sehingga memungkinkan untuk
memperbesar penyakitnya.
6) Riwayat Psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama dengan
pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenal konsep diri
(gambaran diri, ideal diri, harga diri dan identitas diri) dan hubungan serta interaksi
klien baik dengan anggota keluarga maupun dengan lingkungan di mana ia berada.
7) Aktivitas Sehari – hari
Upaya mengetahui adanya perubahan pola yang berhubungan dengan
penyimpangan/terganggunya sistem tubuh tertentu serta dampaknya terhadap
pemenuhan kebutuhan dasar pasien.
I. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap
fraktur.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (nyeri)

J. Intervensi keperawatan

1. Diagnosa 1:
Nyeri akut b.d. spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau
hilang.
NOC:
a. NOC 1: Level Nyeri
Kriteria Hasil:
a. Laporkan frekuensi nyeri
b. Kaji frekuensi nyeri
c. Lamanya nyeri berlangsung
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri
e. Kegelisahan
f. Perubahan TTV
b. NOC 2: Kontrol Nyeri
Kriteri Hasil:
a. Mengenal faktor penyebab
b. Gunakan tindakan pencegahan
c. Gunakan tindakan non analgetik
d. Gunakan analgetik yang tepat
NIC: Manajemen Nyeri
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas,
dan faktor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
3) Berikan analgetik dengan tepat.
4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir
dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi
musik,distraksi)

2. Diagnosa 2 :
Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan meurovaskuler (nyeri)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat
meningkatkan mobilisasi pada tingkat yang paling tinggi
NOC: Mobility level
Kriteria Hasil:
a. Keseimbangan penampilan
b. Memposisikan tubuh
c. Gerakan otot
d. Gerakan sendi
e. Ambulansi jalan
f. Ambulansi kursi roda
NIC: Exercise Therapy: Ambulation
1) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah kecelakaan
atau jatuh
2) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih pasien.
3) Konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan
4) Monitor pasien dalam menggunakan alatbantujalan yang lain
5) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik ambulansi.
Daftar pustaka

Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba


medika.
Arief Mansjoer 2014, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai