Anda di halaman 1dari 7

BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN JOURNAL READING

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

Skin Infections in Diabetes: A Review

Disusun oleh :

Malyanti Masrin

(2017-84-026)

Pembimbing

Dr. Fitri K. Bandjar, Sp.KK., M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2018
Infeksi Kulit pada Diabetes: Sebuah Tinjauan

Gangawane AK, Bhavin Bhatt and Matkar Sunmeet.

Abstrak

Diabetes melitus (DM) menjadi perhatian yang berkembang pada populasi di dunia
karena dampak buruk dari komplikasi kronisnya. Diperkirakan jumlah penderita diabetes
meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000 sampai 366 juta pada tahun 2030. Intoleransi
glukosa adalah tahap toleransi antara glukosa normal dan diabetes. Ini menghasilkan
ketoasidosis dan hiperglikemia yang dapat menyebabkan gangguan sistem imun. Oleh karena
itu penderita diabetes melitus cenderung terkena infeksi kulit. Jika tidak diperhatikan, tidak
terdiagnosis pada tahap awal atau tidak diobati dengan benar infeksi kulit dapat bertambah
berat dan bahkan mematikan. Sehingga menjadi keharusan untuk mengenali tanda dan gejala
infeksi tersebut dan atau merujuk pasien ke ahli diabetologi atau ahli kulit. Tinjuan literatur
kami menggambarkan beberapa infeksi kulit yang lebih sering terjadi, dengan tingkat
keparahan yang lebih tinggi; atau dengan peningkatan risiko komplikasi pada pasien dengan
diabetes mellitus.

Kata kunci: Diabetes melitus; Hiperglikemia; Infeksi kulit.

Pendahuluan

Diabetes mellitus (DM), juga disebut Diabetes, terdiri dari kumpulan gangguan
metabolisme yang menunjukkan kadar gula darah tinggi dalam periode yang panjang. Hal ini
juga ditandai dengan keadaan berkurangnya insulin relatif atau total, yang menyebabkan
gangguan metabolisme glukosa, lemak dan protein. Diabetes adalah kelainan endokrin utama
yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang berat di seluruh dunia. Ini merupakan
sebuah ancaman bagi populasi di dunia, terutama karena efek mematikan dari komplikasi
kronisnya. Sebenarnya, paling sering terjadi dan adanya kemungkinan untuk perkembangan
komplikasi selama perjalanan penyakit yang dimana beberapa dari mereka telah
menganggapnya sebagai akibat dari komplikasi diabates.

Menurut laporan WHO, diperkirakan jumlah penderita diabetes meningkat dari 171
juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta pada tahun 2030. India mendapatkan reputasi buruk
menjadi peringkat pertama (setelah China dan Amerika Serikat) dengan kasus diabetes
sebesar 79,4 juta pada 2030 dari pada tahun 2015 sebanyak 62 juta kasus. Etiologi diabetes di
India bersifat multifaktor termasuk pengaruh genetik yang dikombinasikan dengan faktor
lingkungan seperti obesitas yang berkaitan dengan gaya hidup dan migrasi daerah urban.
Diabetes meningkatkan kerentanan terhadap kebanyakan infeksi. Lokasi infeksi yang paling
umum pada pasien diabetes adalah kulit dan saluran kemih. Studi terkontrol dilakukan oleh
Kass dan Hansen menerangkan hubungan yang kuat (dengan dua sampai empat faktor)
antaranya kejadian bakteriuria pada wanita diabetes daripada wanita non diabetes. Selain
infeksi urine, infeksi saluran kemih bagian atas juga terlibat sekitar 80% dari infeksi saluran
kemih pada penderita diabetes.

Beberapa literatur menunjukkan korelasi yang sangat positif antara hiperglikemia dan
infeksi kulit.

Pasien dengan DM lebih cenderung terkena infeksi kulit seperti folikulitis,


furunkulosis dan abses subkutan. Infeksi ini mungkin muncul selama perjalanan penyakit
atau mungkin merupakan tanda pertama manifestasi DM dan juga bisa lebih parah pada
populasi ini.

Penelitian terbaru tentang pasien diabetes telah diamati peningkatan kejadian infeksi
kulit (berkisar 20-50%). Neuropati sensoris, aterosklerotik dan hiperglikemia semuanya
merupakan faktor predisposisi infeksi kulit dan jaringan lunak pada penderita diabetes.
Infeksi semacam itu dapat mempengaruhi permukaan kulit dan paling sering melibatkan kaki.
Hal ini umumnya terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe-2 dengan kontrol glikemik yang
buruk. Infeksi kaki pada penderita diabetes biasanya berawal dari ulserasi kulit.

Bullosis diabetikum (bulla diabetikum) bersifat spontan, tidak meradang, dengan


kondisi kulit melepuh pada bagian akral. Hal ini ditandai dengan bulla yang tidak disertai
tanda-tanda inflamasi, bersifat spontan, tanpa rasa sakit, seringkali di bagian akral (bagian
perifer tubuh, seperti kaki, jari kaki, tangan, jari tangan, telinga atau hidung).

Fisiopatologi

Penelitian ekstensif telah dilakukan untuk mempelajari patogenesis gangguan sistem


imun pada penderita diabetes melitus. Mekanisme fagositik seperti kemotaksis leukosit dan
adhesi terganggu selama hiperglikemia dan asidosis diabetes.

Antibodi yang dimediasi oleh sel beta, sistem komplemen mempromosikan opsonisasi
dan fagositosis mikroorganisme asing melalui makrofag dan neutrofil. sistem komplemen
juga mengaktivasi produk yang juga menginduksi sinyal kedua untuk aktivasi produksi
limfosit B dan antibodi. Sebenarnya, hanya sedikit penelitian yang dilakukan mencatat
kekurangan komponen C4 pada individu DM.

Tidak hanya sistem komplemen, bahkan keseimbangan sitokin-sitokin inflamasi


berubah. Menurut beberapa penelitian, peningkatan glukosa pada pasien DM menyebabkan
penurunan sekresi Interleukin-1 dan Interleukin-6 oleh sel mononuklear dan monosit. Kadar
glukosa yang meningkat juga menghambat produksi Interleukin-10 oleh sel myeloid dan
Interferon-γ dan tumor necrosis factor-α oleh sel-T.

Pergerakan leukosit polimorfonuklear dan mononuklear, chemotaxis, dan aktivitas


fagositik menurun selama hiperglikemia. Status hiperglikemik ini juga mengganggu aktivitas
antimikroba dengan menghambat enzim glukosa-6- fosfat dehidrogenase (G6PD) sehingga
meningkatkan apoptosis dari leukosit polimorfonuklear dan mengurangi transmigrasi melalui
endothelium. Beberapa penelitian juga telah menunjukkan hal tersebut bila hemoglobin
terglikasi (HbA1c) <8,0%, proliferatif CD4 + Limfosit-T dan respon antigen juga terganggu.

Secara keseluruhan, sistem imun tubuh terganggu dan hilangnya jaringan kulit pada
individu yang hiperglikemik mempermudah invasi mikroba baik mikroorganisme infeksi
maupun tidak infeksi.

Infeksi kulit

Infeksi bakteri: Pasien DM mengalami peningkatan risiko infeksi pada beberapa


bakteri. Spesies bakteri gram positif seperti infeksi streptokokus kelompok A dan B oleh
kelompok streptococci, necrotizing fasciitis yang disebabkan oleh streptokokus Grup A
(Streptococcus pyogenes), Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Bacteroides
fragilis, Vibrio vulnificus, Aeromonas hydrophila dan otitis akut externa (AOE) oleh
Pseudomonas aeruginosa.

Infeksi streptokokus Grup A: Merupakan infeksi oleh Group A streptococcus


(GAS), yaitu Streptococcus pyogenes, satu-satunya spesies bakteri yang bertanggung jawab
untuk berbagai macam infeksi invasif dan tidak invasif. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Sharkawy et al, risiko infeksi jaringan lunak dan kulit yang terinfeksi oleh streptokokus
grup A ditemukan hampir empat kali lebih tinggi pada pasien diabetes. Pada semua penderita
diabetes, manifestasi klinis infeksi jaringan lunak paling sering ditemukan.

Infeksi streptokokus kelompok B: Infeksi bakteri invasif lainnya misalnya


streptokokus Grup B juga telah ditemukan pada penderita DM. Beberapa penelitian mencatat
infeksi streptokokus Grup B ditemukan pada kelompokwanita tidak hamil. Kulit, jaringan
lunak dan tulang (selulitis, ulkus kaki dan ulkus dekubitus) adalah daerah tersering terinfeksi
streptococcus Grup B. Pada penelitian yang dilakukan oleh Schuchat, risiko infeksi
streptokokus Grup B ternyata meningkat sampai 11 hingga 30 kali lipat (kelompok usia 20
sampai 64 tahun) pada individu dengan diabetes namun sedikit meningkat menjadi 3,7-5,7
kali lipat pada orang (> 64 tahun) dengan diabetes, dibandingkan dengan populasi usia yang
sama.

Infeksi stafilokokus: Staphylococcus aureus adalah patogen mayor yang


menyebabkan infeksi kaki diabetes. Pada pasien diabetes tipe-1, kolonisasi bakteri ini lebih
sering dihidung dan kulit dibandingkan individu yang tidak menderita diabetes dan individu
dengan diabetes yang tidak bergantung dengan insulin. Beberapa penelitian menggunakan
kelinci kemudian diberikan rangsangan kronis dengan TSST-1 yang mengakibatkan
gangguan toleransi glukosa sistemik. Temuan dalam penelitian ini menggambarkan
perkembangan S. aureus dan superantigennya pada diabetes tipe-2. Folikulitis staphylococcal
atau abses kulit merupakan infeksi bakteri yang paling sering pada diabetes tidak terkontrol.

Otitis eksterna akut: otitis eksterna invasif (maligna) adalah suatu infeksi yang
sangat jarang namun berpotensi fatal pada saluran telinga luar dan tengkorak. Ini terutama
melibatkan inflamasi pada saluran telinga.

Pseudomonas aeruginosa adalah organisme penyebab pada kasus yang berat. Bentuk
akut terutama disebabkan oleh P. aeruginosa dan S. aureus. Otitis eksterna akut memberikan
manifestasi klinis berupa rasa sakit yang tak henti-hentinya dan onset cepat peradang saluran
telinga yang mengakibatkan otalgia, gatal, edema kanal, eritema kanal, dan otorrhea.

Ini terjadi terutama pada penderita diabetes mellitus yang lebih tua. ini ditandai
dengan sekret purulen, pembengkakan wajah unilateral, kehilangan pendengaran, dan
jaringan granulasi di saluran telinga. Sekitar 86-90% dari pasien dengan otitis eksterna juga
menderita diabetes.

Gejala otitis eksterna akut mungkin berbeda dengan gejala khas otitis eksterna non-
invasif. Karakteristik gambaran klinis berupa selulitis dan edema saluran telinga pendengaran
dengan pembentukan jaringan granulasi polipoid. Keterlambatan dalam diagnosis dapat
menyebabkan perluasan infeksi berupa osteomielitis kranial hingga intrakranial.
Necrotizing fasciitis: Necrotizing fasciitis (NF) adalah infeksi pada fascia yang
proses inflamasinya progresif cepat dengan nekrosis sekunder pada jaringan subkutan.
Kecepatan proses inflamasinya sebanding dengan ketebalan lapisan subkutan. Perineum,
batang tubuh, perut dan ekstremitas atas paling sering dilibatkan pada Necrotizing fasciitis.

Pada infeksi jaringan lunak, infeksi kaki adalah infeksi jaringan lunak yang paling
umum pada penderita diabetes. Di antara infeksi jaringan lunak, necrotizing fasciitis adalah
yang paling penting. Karena angka kematian pada fasciitis nekrosis yaitu sekitar 40 persen.
Infeksi dimulai di pada subkutan dan menyebar di sepanjang fascia. Fasciitis nekrosis
diklasifikasikan menjadi tipe I (infeksi disebabkan oleh kombinasi bakteri anaerobik dan satu
atau lebih organisme aerobik) atau tipe II (disebabkan oleh streptokokus grup A, dengan atau
tanpa stafilokokus).

Pada DM, fasciitis ditandai dengan pertumbuhan polimikroba, dengan


mikroorganisme aerobik anaerob dan anaerobik tunggal. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Cheng et al. menyatakan bahwa umumnya (44.5-72.3 %) penyakit yang mendasari NF adalah
Diabetes mellitus (DM).

Infeksi jamur dan ragi: Pada individu diabetes, infeksi mikosis dapat meningkatkan
risiko manifestasi sindroma kaki diabetik.

Pasien dengan penyakit diabetes yang tidak terkontrol lebih rentan terinfeksi Candida
Mucocutaneous. Infeksi Candida (moniliasis) bisa menjadi indikasi pada diabetes yang tidak
terdiagnosis. Perleche menjadi peringatan onset diabetes pada anak-anak. Hubungan antara
infeksi candida local pada genitalia perempuan (vulvovaginits) dengan diabetes ditemukan
memiliki hubungan yang kuat.
Penelitian telah menemukan bahwa infeksi pada Candida balanitis, dan intertrigo
(aksila, inguinal) pada pria dengan diabetes. Selain itu, Glossitis, Paronychi, dan Onimikosis
cukup sering. Penelitian terbaru telah menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik
antara infeksi dermatofit seperti Epidermophyton floccosum dan Trichophyton
mentagrophytes, Tubrum dengan diabetes.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rhinocerebral mucormycosis (RCM), yang
disebabkan oleh zygomycetes (spesies Mucor dan Rhizipus) cukup sering terjadi pada
individu dengan diabetes mellitus.
Rata-rata, 50 persen kasus mucormycosis terjadi pada pasien diabetes. Ketoasidosisis
merupakan komplikasi pada individu diabetes. Pada penelitian secara in vitro yang dilakukan
oleh Gale (1961) mendokumentasikan kurangnya aktivitas penghambatan serum dari pasien
dengan ketoasidosis diabetes dalam melawan Rhizopus oryzae yang terbentuk kembali
setelah koreksi asidosis.

Infeksi virus: Sejak dulu, virus telah dianggap sebagai sebuah pemicu pada
lingkungan yang berpotensi bagi penderita DM (biasanya diabetes tipe-1). Virus genus
Enterovirus yang memiliki kemampuan untuk memicu dan atau mempercepat respon
autoimun, namun tidak dapat dijelaskan secara sepenuhnya bahwa faktor lingkungan
merupakan satu-satunya faktor pemicu.

Meskipun sejumlah kecil penelitian dilakukan, data yang tersedia memungkinkan kita
untuk menafsirkan setidaknya sebagian kecil pada penderita DM yang terinfeksi virus.

Kesimpulan

Kulit penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi kulit daripada penderita yang
tidak diabetes. Banyak dari infeksi ini memerlukan diagnosis yang cepat dan perawatan
segera terhadap komplikasi yang berat atau bahkan fatal. Berkenaan dengan peningkatan
frekuensi infeksi kulit pada penderita diabetes dan mungkin menyebabkan perkembangan
penyakit, sehingga perlu pertimbangan khusus. Disarankan untuk lebih memperhatikan
individu yang berisiko tinggi. Selain itu, kontrol metabolic dengan insulin dan peralatan
yang inovatif akan membantu meringankan komplikasi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai