Anda di halaman 1dari 39

IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR

(Meloidogyne spp.) PADA UMBI KENTANG ASAL


PANGALENGAN DAN KERTASARI, KABUPATEN
BANDUNG, JAWA BARAT

WAHYU JAYANTI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ABSTRAK

WAHYU JAYANTI, Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar


(Meloidogyne spp,) pada Umbi Kentang Asal Pangalengan dan Kertasari,
Kabupaten Bandung, Jawa Barat dibimbing oleh SUPRAMANA.
Nematoda Puru Akar (NPA, Meloidogyne spp.) merupakan salah satu
parasit utama pada kentang. Tanaman sakit akan menampakkan gejala kerdil,
menguning atau klorosis, layu dan terbentuknya benjolan-benjolan pada umbi
kentang. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan produksi baik kualitas
maupun kuantitas umbi kentang. Pengambilan contoh umbi kentang yang
terinfeksi nematoda dapat menginformasikan spesies Meloidogyne spp. melalui
proses identifikasi. Identifikasi spesies nematoda sangat penting dilakukan untuk
merancang strategi pengendalian yang efektif dan efisien. Identifikasi spesies
nematoda dilakukan terhadap sampel umbi kentang yang diambil dari daerah
Pangalengan dan Kertasari, Kabupaten Bandung. Deteksi keberadaan NPA
dilakukan dengan pewarnaan menggunakan Phloxine B konsentrasi 0,1%.
Identifikasi spesies NPA dilakukan dengan pengamatan pola perineal nematoda
betina di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Spesies NPA yang
menginfeksi umbi kentang asal Pangalengan adalah Meloidogyne javanica,
sedangkan pada umbi kentang asal Kertasari tidak terinfeksi oleh NPA.

Kata kunci : Nematoda puru akar, Meloidogyne spp., pola perineal, kentang.
IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR
(Meloidogyne spp.) PADA UMBI KENTANG ASAL
PANGALENGAN DAN KERTASARI, KABUPATEN
BANDUNG, JAWA BARAT

WAHYU JAYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi : Identifikasi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.)
pada Umbi Kentang asal Pangalengan dan
Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Nama Mahasiswa : Wahyu Jayanti

NRP : A34060852

Disetujui
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Supramana, M.Si.


NIP. 19620618 198911 1001

Diketahui
Ketua Departemen

Dr. Ir. Dadang, M.Sc.


NIP. 19640204 199002 1002

Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Januari 1988. Penulis


merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Sukardi dan Ibu
Wahiyem. Pada tahun 2006, penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas Negeri
64 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor melalui jalur SPMB.
Tahun pertama di IPB, penulis aktif pada kegiatan Rohani Islam kelas dan
Ikatan Keluarga Mahasiswa TPB (IKMT). Pada tahun kedua sesuai kurikulum
mayor-minor penulis mendapatkan program studi Proteksi Tanaman, Departemen
Proteksi Tanaman IPB. Tahun kedua penulis aktif pada kegiatan BEM FAPERTA
Kabinet Matahari sebagai staff Sosial dan Lingkungan dan aktif di Forum
Komunikasi Rohis Departemen (FKRD). Penulis berkesempatan menjadi asisten
mata kuliah Pendidikan Agama Islam di TPB pada semester 8 dan 9. Penulis juga
berkesempatan berwirausaha budidaya jamur tiram dari program CDA IPB.
PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kita. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi teladan bagi umat manusia hingga
akhir zaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies nematoda
puru akar (Meloidogyne spp.) pada umbi kentang asal Pangalengan dan Kertasari,
Kabupaten Bandung sehingga dapat dirancang sistem pengendalian yang efektif.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam
kepada:
1. Dr. Ir. Supramana, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan serta saran selama penelitian hingga
penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS selaku Kepala Laboratorium Nematologi dan
Dr. Ir. Dadang, MSc. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen
Penguji Tamu.
3. Bapak Gatut Heru Bromo selaku Laboran yang telah membantu selama
pelaksanaan penelitian di Laboratorium Nematologi.
4. Keluarga tercinta, Mamah, Bapak, Adik-adikku (Kamal dan Tri) atas doa,
cinta, kasih sayang, nasehat, dan dukungannya.
5. Teman-teman di Laboratorium Nematologi Tumbuhan (Mba An, Ita, Teh
Ratri, Elham, Ade, dan Redi) dan DPT’ers 43 atas bantuan, semangat
kebersamaan, keceriaan, dan kasih sayangnya.
6. Dedi Cahyadi dan Keluarga (Mama dan Ima) atas doa, semangat, dan
dukungannya.
7. Pondok Dewi’ers (khususnya Rini, Okta, Siti, dan Dianita) yang selalu
memberikan semangat, doa, bantuan, dan kebersamaan.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan


keterbatasan pengetahuan penulis. Penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian
ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, khususnya para petani kentang.

Bogor, April 2011

Wahyu Jayanti
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
2. Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
3. Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
1.Tanaman Kentang ................................................................................. 4
1.1. Sejarah ........................................................................................ 4
1.2. Arti Ekonomi .............................................................................. 4
1.3. Taksonomi .................................................................................. 5
1.4. Syarat Tumbuh ............................................................................ 5
1.5. Cara Budidaya............................................................................. 6
1.6. Organisme Pengganggu Tanaman Kentang ............................... 7
2. Meloidogyne spp .................................................................................... 7
2.1. Taksonomi. ................................................................................. 7
2.2. Morfologi .................................................................................... 7
2.3. Biologi ........................................................................................ 9
2.4. Arti Penting ................................................................................. 10
2.5. Spesies Meloidogyne................................................................... 11
2.6. Meloidogyne incognita ............................................................... 11
2.7. Meloidogyne hapla ..................................................................... 12
2.8. Meloidogyne javanica ................................................................. 13
2.9. Meloidogyne arenaria................................................................. 15
BAHAN DAN METODE ............................................................................... 16
1. Tempat dan Waktu ................................................................................ 16
2. Bahan dan Alat...................................................................................... 16
3. Metode .................................................................................................. 16
3.1. Contoh Umbi Kentang ............................................................... 16
3.2. Deteksi NPA pada Umbi ............................................................. 17
3.3. Pembuatan Preparat Pola Perineal ............................................... 17
3.4. Identifikasi Nematoda ................................................................. 18
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 19
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 28
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Morfologi pola perineal Meloidogyne spp ................................................. 8
2. Siklus hidup Meloidogyne spp. .................................................................. 9
3. Ciri khusus pola perineal Meloidogyne incognita ..................................... 11
4. Ciri khusus pola perineal Meloidogyne hapla............................................ 12
5. Ciri khusus pola perineal Meloidogyne javanica ....................................... 14
6. Ciri khusus pola perineal Meloidogyne arenaria....................................... 15
7. Prosedur pembuatan pola perineal NPA (Meloidogyne spp.) betina ......... 18
8. Contoh umbi kentang yang terinfeksi NPA asal Pangalengan (1-6) dan
tidak terinfeksi NPA asal Kertasari (7-9) .................................................. 20
9. Perendaman potongan kentang pada larutan Phloxine B 0,1% selama 15
menit ......................................................................................................... 22
10. Gejala nekrosis akibat infeksi dan NPA betina pada umbi kentang asal
Pangalengan hasil pengamatan di bawah mikroskop ................................. 23
11. Garis lateral dari contoh pola perineal Meloidogyne javanica hasil
identifikasi pada umbi kentang asal Pangalengan...................................... 24
12. Bagian dari pola perineal Meloidogyne javanica hasil identifikasi pada
umbi kentang asal Pangalengan ................................................................. 25
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Hasil identifikasi spesies Meloidogyne pada umbi kentang asal
Pangalengan dan Kertasari ......................................................................... 26
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L.) memegang peranan penting dalam


memenuhi kebutuhan pangan. Menurut Samadi (2007), kentang merupakan
sumber karbohidrat yang bermanfaat untuk meningkatkan energi dalam tubuh.
Oleh sebab itu, produksi kentang perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun
kualitasnya. Pada tahun 2009 produksi kentang mengalami peningkatan sebesar
101.761 ton, yaitu dari 1.071.543 pada tahun 2008 menjadi 1.176.304 (BPS
2009). Produksi kentang Jawa Barat menyumbang lebih dari 30% total produksi
Indonesia yaitu sebesar 20,89 ton/ha. Namun, keadaan ini masih belum optimal
dalam budidaya tanaman kentang, beberapa hal yang mempengaruhi yaitu
ketidaktersediaan benih bermutu serta adanya serangan hama dan penyakit.
Rendahnya produktivitas kentang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
terbatasnya penggunaan bibit kentang bermutu yang digunakan para petani dalam
budidaya kentang, kondisi lingkungan dan cuaca yang tidak optimal, dan adanya
serangan beberapa Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). OPT yang
menyerang tanaman kentang terdiri dari hama dan penyakit tanaman. Hama yang
menyerang antara lain ulat grayak Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae),
kutu daun Aphis gossypii (Hemiptera: Aphididae), orong-orong Gryllotalpa sp.
(Orthoptera: Gryllotalpidae), ulat tanah Agrotis ipsilon (Lepidoptera: Noctuidae),
penggerek umbi Phthorimaea operculella Zaell (Lepidoptera: Gelechiidae), trip
Trips tabaci (Thysanoptera), ulat jengkal Plusia chalcites (Lepidoptera:
Plusiidae), dan ulat penggerek pucuk Heliothis sp. (Lepidoptera: Noctuidae).
Penyakit penting yang biasa menginfeksi tanaman kentang antara lain Nematoda
Puru Akar (NPA, Meloidogyne spp.), Nematoda Sista Kentang (NSK,
Globodaera), hawar daun kentang (Phytopthora infestans), virus (PVX, PVY,
PLRV), layu bakteri (Ralstonia solanacearum), dan bakteri busuk akar (Erwinia
carotovora) (Singh 1994; Luc et al. 1995).
Saat ini terdapat 68 spesies (dalam 24 genera) nematoda parasit yang
berasosiasi dengan tanaman kentang. Nematoda parasit utamanya adalah
2

nematoda puru akar (NPA) yang disebabkan oleh Meloidogyne spp., nematoda
sista kentang (NSK) yang disebabkan oleh Globodera spp., nematoda lesio akar
yang disebabkan oleh Pratylenchus spp., dan nematoda busuk umbi yang
disebabkan oleh Ditylenchus destructor.
Keberadaan NPA (Meloidogyne spp.) menjadi permasalahan yang penting
karena distribusi nematoda ini bersifat kosmopolit dan menginfeksi hampir semua
tanaman budidaya dan banyak spesies gulma. Namun infeksi nematoda pada
tanaman budidaya dan beberapa gulma tergantung dari spesies NPAnya.
Nematoda ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik dengan kisaran inang
yang cukup luas.
Terdapat beberapa spesies Meloidogyne yang dikenal merusak tanaman
kentang, namun hanya lima spesies yang masuk dalam pertimbangan sebagai
nematoda penting secara global. M. incognita merupakan spesies yang
distribusinya cukup luas yang diikuti oleh M. javanica, M. arenaria, M. hapla,
dan M. chitwoodi (Luc et al. 1995). Gejala khas akibat infeksi nematoda ini
terlihat pada akar atau umbi, yaitu berupa bintil yang sering disebut dengan puru
akar (Whitehead 1998). Secara umum keberadaan NPA pada tanaman tidak
mematikan, tetapi dengan kepadatan populasi yang tinggi infeksi NPA pada
tanaman yang masih muda dapat menyebabkan kematian (Semangun 2006).
Tanaman kentang yang terinfeksi nematoda akan menampakkan gejala
seperti pertumbuhan tanaman yang terhambat dan kerdil serta terdapat banyak
bintil pada umbi (Agrios 1996). Puru akar menyebabkan penyerapan unsur hara
dari tanah oleh tanaman menjadi terganggu, akibatnya tanaman menjadi merana
dan pada serangan lanjut akan menyebabkan tanaman layu kemudian mati
(Dropkin 1991). Gejala pada daun dapat diamati, yaitu pada daun berwarna
kuning lebih awal, daun berguguran dan berakhir pada terhentinya pertumbuhan
tunas. Kerugian yang disebabkan oleh Meloidogyne spp. pada tanaman umbi dan
akar seperti kentang dan wortel bersifat kuantitatif dan kualitatif, sebab puru yang
ditimbulkan nematoda akan mempengaruhi kualitas dari umbi yang dihasilkan.
Bentuk puru yang disebabkan oleh beberapa spesies Meloidogyne memiliki
perbedaan atau ciri khusus. Pada umumnya M. hapla dan M. chitwoodi memiliki
puru yang lebih kecil bila dibandingkan dengan M. javanica (Luc et. al 1995).
3

Perbedaan bentuk puru pada umbi kentang tidak dapat menginformasikan secara
langsung spesies Meloidogyne. Laporan mengenai spesies Meloidogyne di
Indonesia hingga saat ini belum ada sehingga diperlukan identifikasi.
Identifikasi dilakukan terhadap nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada
tanaman kentang untuk mengetahui spesies nematoda dan menentukan cara
pengendalian nematoda yang efektif. Kesalahan dalam identifikasi akan
menyebabkan kesalahan dalam pemilihan strategi pengendalian sehingga
menyebabkan kegagalan dalam pengendalian. Identifikasi dapat dilakukan melalui
pengamatan morfologi nematoda betina (pola perineal) dan juvenil jantan serta
pemanfaatan teknologi biomolekuler antara lain dengan PCR dan elektroforesis
protein tertentu.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan melakukan identifikasi spesies Nematoda Puru Akar


(NPA, Meloidogyne spp.) pada umbi kentang asal Pangalengan dan Kertasari,
Kabupaten Bandung, Jawa Barat dengan pengamatan pola perineal nematoda
betina.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah tersedianya informasi


mengenai spesies nematoda Meloidogyne pada umbi kentang sehingga dapat
dirancang sistem pengendalian yang efektif.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kentang

Sejarah
Awal mulanya kentang diintroduksi dari Amerika Selatan ke Spanyol sekitar
tahun 1570. Penerimaan masyarakat Spanyol menyebabkan penanaman dan
distribusi kentang meningkat dan mulai dibudidayakan secara besar-besaran
(Wattimena et al. 2002). Kentang dibawa ke sejumlah negara di Eropa dan dalam
waktu kurang dari 100 tahun tanaman ini telah ditanam cukup luas. Penyebaran di
luar Eropa dimulai tahun 1620 ke India, tahun 1700 ke Cina dan ke berbagai
wilayah di daerah Asia lainnya (Rubatzky & Yamaguchi 1998).
Kentang pertama kali ditanam di wilayah Indonesia pada tahun 1794 di
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa barat dan mulai dibudidayakan di
daerah dataran tinggi lainnya sejak tahun 1804 yaitu di Bukit Tinggi (Sumatera
Barat), Tanah Karo (Sumatera Utara) sampai ke Pegunungan Arfak (Irian Jaya)
(Wattimena 2000). Saat ini kentang sudah dibudidayakan di 20 propinsi di
Indonesia, yang tersebar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua
(Daryanto 2003 dalam Lisnawita 2007).

Arti Ekonomi
Kentang merupakan tanaman pangan sebagai penghasil kalori karena
banyak mengandung protein dan karbohidrat (Soewito 1991). Nilai pangan
kentang dengan serelia atau bahan pangan lain lebih tinggi berdasarkan produksi
kalori dan protein (Suri & Jayasinghe 2002). Kentang merupakan tanaman pangan
utama keempat dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Rubatzky & Yamaguchi
1998). Produksi kentang di Indonesia telah berkembang pesat dan menjadikan
Indonesia sebagai negara penghasil kentang terbesar di Asia Tenggara.
Kebutuhan kentang dari tahun ke tahun semakin bertambah sejalan dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat
akan gizi (Rukmana 1997 dalam Lisnawita 2007). Peningkatan kebutuhan
kentang juga dipengaruhi oleh perubahan pada konsumsi masyarakat Indonesia
5

saat ini. Di kota-kota besar mulai terlihat adanya pergeseran ke arah pemanfaatan
kentang sebagai sumber karbohidrat alternatif (Lisnawita 2007).
Kentang sudah menjadi alternatif diversifikasi pangan masyarakat Indonesia
sehingga konsumsi bahan pangan berumbi ini semakin meningkat. Kentang tidak
hanya untuk campuran sayur sup, dijadikan perkedel atau pastel, melainkan
dijadikan juga sebagai keripik, french fries, dan menu lainnya (Samadi 2007).
Semua ini karena masyarakat luas semakin mengetahui manfaat kentang sebagai
bahan pangan.

Taksonomi
Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan ke dalam Divisi
Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Famili
Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum L (Samadi 2007).

Syarat Tumbuh
Tanaman kentang dapat tumbuh pada tanah dengan drainase yang baik,
bertekstur sedang hingga kasar, dan pH 5,5-6,6. Suhu yang sesuai untuk
pertumbuhan adalah 18-21 oC. Umbi kentang akan sulit terbentuk bila suhu tanah
kurang dari 10 oC dan lebih dari 30 o
C. Suhu tanah berpengaruh terhadap
peningkatan kandungan pati dan gula pada umbi (Smith 1968 dalam Samadi
2007). Curah hujan rata-rata yang sesuai untuk pertumbuhan kentang adalah 1500
mm/tahun dengan lama penyinaran matahari 9-10 jam/hari (Samadi 2007). Curah
hujan yang tinggi berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan kelembaban,
penurunan suhu, berkurangnya penyinaran cahaya matahari, dan peningkatan
kelengasan tanah.
Kelembaban udara yang sesuai untuk tanaman kentang adalah 80-90%
(Rubatzky & Yamaguchi 1998). Kelembaban yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan tanaman mudah terinfeksi penyakit, terutama yang disebabkan oleh
cendawan Phytophthora (Samadi 2007). Demikian pula, kelembaban udara yang
terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan tanaman dan umbi.
6

Cara Budidaya
Penanaman kentang diawali dengan pengolahan tanah dan dilanjutkan
dengan pemupukan menggunakan pupuk organik dan anorganik. Lahan dibajak
sedalam 30-40 cm sampai gembur agar perkembangan akar dan perkembangan
umbi dapat berlangsung dengan optimal, selanjutnya tanah dibiarkan selama dua
minggu sebelum dibuat bedengan (Samadi 2007).
Pada lahan datar, sebaiknya dibuat bedengan memanjang ke arah Barat-
Timur agar memperoleh sinar matahari secara optimal, sedang pada lahan
berbukit arah bedengan dibuat tegak lurus kemiringan tanah untuk mencegah
erosi. Lebar bedengan 70 cm untuk 1 jalur tanaman atau 140 cm untuk 2 jalur
tanaman, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30 cm. Lebar dan jarak antar
bedengan dapat diubah sesuai dengan varietas kentang yang ditanam. Di
sekeliling petak bedengan dibuat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan
lebar 50 cm. Adanya bedengan dan selokan akan memudahkan kegiatan
pemberian pupuk, pengairan, pembuangan air yang berlebihan, dan pengendalian
hama dan penyakit (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007).
Pemupukan terdiri dari pupuk organik dan pupuk anorganik yang diberikan
sebelum tanam. Pemberian pupuk organik (kotoran ayam, kambing, atau sapi)
pada permukaan bedengan dilakukan seminggu sebelum tanam. Bersamaan
dengan pemberian pupuk organik, diberikan juga pupuk anorganik SP-36 sebagai
pupuk dasar (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007).
Penanaman bibit kentang dapat dilakukan dengan cara meletakkan umbi
secara mendatar dalam lubang tanam, dengan tunas menghadap ke atas.
Kemudian, tutup dengan tanah dari sebelah kanan dan kiri lubang tanam. Bibit
kentang akan mulai tumbuh sekitar 10-14 hari setelah tanam (Samadi 2007).
Tanaman dipanen setelah berumur sekitar 90 hingga 160 HST. Panen dilakukan
dengan cara menggali umbi dengan tangan. Hasil tanaman beragam tergantung
pada kultivar yang digunakan dan wilayah produksi (Rubatzky & Yamaguchi
1998).
Perawatan tanaman selama penanaman masih tetap diperlukan untuk
menjaga agar pertumbuhannya normal dan tetap sehat. Selama fase pertumbuhan
dan pembentukan umbi, ada banyak faktor yang menghambat, baik dari dalam
7

tanaman itu sendiri maupun faktor lingkungan tumbuhnya (Setiadi 1993 dalam
Samadi 2007). Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu suhu,
kelembaban, curah hujan, atau adanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Organisme Pengganggu Tanaman Kentang


OPT merupakan faktor penghambat pertumbuhan tanaman yang
mendatangkan kerugian karena dapat menurunkan kuantitas maupun kualitas dari
tanaman yang dibudidayakan (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007). Hama atau
penyakit yang menyerang bagian tanaman dapat menurunkan jumlah produksi
dari tanaman tersebut. Serangan hama atau penyakit dapat terjadi pada seluruh
bagian tanaman, seperti daun, batang, buah, umbi, dan akar. Sehingga jumlah
yang dipanen berkurang atau menurun dari keadaan normal.
OPT terdiri dari hama dan penyakit tanaman. Beberapa hama yang
menyerang tanaman kentang adalah ulat grayak, kutu daun, orong-orong, ulat
tanah, dan penggerek umbi. Penyakit penting yang biasa menginfeksi tanaman
kentang antara lain Nematoda Puru Akar (NPA, Meloidogyne spp.), Nematoda
Sista Kentang (NSK, Globodaera), hawar daun kentang (Phytopthora infestans),
virus (PVX, PVY, PLRV), layu bakteri (Ralstonia solanacearum), dan bakteri
busuk akar (Erwinia carotovora) (Singh 1994; Luc et al. 1995).

Meloidogyne spp.

Taksonomi
Meloidogyne termasuk dalam ordo Tylenchida, subordo Tylenchina, famili
Heteroderoidae, dan genus Meloidogyne (Dropkin 1991). Meloidogyne spp.
memiliki lebih dari 79 spesies, empat spesies utama, yaitu M. incognita, M. hapla,
M. javaniva, dan M. arenaria.

Morfologi
Ukuran tubuh yang kecil menyebabkan nematoda tidak dapat dilihat
langsung dengan mata telanjang tetapi dapat dilihat di bawah mikroskop.
8

Nematoda jantan memiliki bentuk seperti cacing, sedangkan nematoda betina


pada saat dewasa memiliki bentuk tubuh seperti buah pir atau sferoid (Agrios
2005).
Betina dewasa berukuran panjang 430
430-740 µm.
m. Stilet untuk menembus
perakaran mempunyai panjang 11,5
11,5-14,5
14,5 µm. Nematoda betina memiliki stilet
lemah melengkung ke arah dorsal dengan knob dan pangkal knob yang tampak
jelas. Terdapat pola jelas pada stria
striae yang terdapat di sekitar vulva dan anus
disebut pola perineal (perineal
( pattern). Morfologi umum dari pola perineal
Meloidogyne spp. dibagi menjadi dua, yaitu bagian dorsal dan ventral (Gambar
(Gamba 1).
Bagian dorsal terdiri dari lengkungan
len striae dorsal, punctations (tonjolan
berduri), phasmid, ujung ekor, dan garis lateral, sedangkan bagian
bagian ventral terdiri
dari striae ventral, vulva, dan anus (Eisenback 2003). Setiap spesies memiliki
beberapa variasi pola perineal yang merupakan ciri khusus dari spesies untuk
identifikasi.

Gambar 1 Morfologi pola perineal Meloidogyne spp. (Sumber: Eisenback 2003)

Jantan dewasa panjang tubuhnya berukuran 887


887-1268
1268 µm. Panjang stilet
lebih panjang jika dibandingkan dengan stilet betina, yaitu 16
16-19
19 µm dan
mempunyai kepala yang tidak berlekuk. Bergerak lambat di dalam tanah dengan
ekor pendek dan membulat
ulat pada bagian posterior terpilin.
9

Biologi
Nematoda puru akar bersifat obligat tersebar luas baik di daerah iklim tropik
maupun iklim sedang. Pembiakan tanpa jantan dalam reproduksi terjadi pada
banyak jenis, tetapi pada jenis yang lain reproduksi seksual masih terjadi dalam
perkembangbiakannya. Telur-telur yang dihasilkan nematoda betina dewasa
diletakkan berkelompok pada massa gelatinus yang betujuan untuk melindungi
telur dari kekeringan dan jasad renik. Siklus NPA (Meloidogyne spp.) dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Siklus hidup Meloidogyne spp. (Sumber: http://www.ctahr.hawaii.edu )


10

Massa telur yang baru terbentuk biasanya tidak berwarna dan berubah
menjadi coklat setelah tua. Nematoda betina dapat menghasilkan hingga 500 telur
dalam massa gelatinus. Telur-telur mengandung zigot sel tunggal apabila baru
diletakkan. Embrio berkembang menjadi juvenil 1 (J1) yang mengalami
pergantian kulit pertama di dalam telur. Telur menetas dan J1 mengalami
perubahan menjadi J2 yang muncul pada suhu dan kelembaban yang sesuai dan
bergerak di dalam tanah menuju ke ujung akar yang sedang tumbuh. J2 masuk ke
dalam akar dan merusak sel-sel akar dengan stiletnya. Setelah masuk ke dalam
akar, J2 bergerak diantara sel-sel sampai tiba di tempat dekat silinder pusat atau
berada di daerah pertumbuhan akar samping. J2 akan hidup menetap pada sel-sel
tersebut, mengalami pertumbuhan dan pergantian kulit menjadi J3 dan J4 yang
selanjutnya akan menjadi nematoda jantan atau betina dewasa (Dropkin 1991).
Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang seperti cacing dan hidup di
dalam tanah atau pada jaringan akar. Sedangkan betina dewasa tetap tertambat
pada daerah makanannya atau sel awal di dalam stele dengan bagian posterior
tubuhnya berada pada permukaan akar. Selama hidupnya, nematoda betina akan
terus-menerus menghasilkan telur hingga mencapai 1000 telur. Keberadaan
nematoda akan merangsang sel-sel untuk membelah, sehingga terbentuklah puru
(Luc et al. 1995).

Arti Penting
Agrios (2005) menyatakan bahwa Meloidogyne spp. merupakan salah satu
nematoda parasit pada tanaman kentang. Nematoda ini memiliki kisaran inang
yang sangat beragam, lebih dari 2000 spesies tanaman dan sebagian besar adalah
tanaman budidaya. Meloidogyne spp. tersebar luas di daerah tropik dan subtropik.
Infeksi berat dapat menyebabkan tanaman layu dan mati, gejala penyakit oleh
nematoda ini berupa pertumbuhan tanaman yang terhambat dan kerdil dengan
perakaran yang banyak bintil atau disebut puru akar (Endah & Novizan 2002).
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan nematoda meningkat
atau sebaliknya. Nematoda berkembang dengan baik pada tanah berpasir dengan
pH 5,0-6,6. Faktor lainnya adalah kepadatan inokulum, kelembaban tanah,
11

pemupukan, dan temperatur serta penurunan konsentrasi oksigen (Luc et al.


1995).
Kehilangan hasil akibat infeksi Meloidogyne spp. bervariasi tergantung pada
varietas tanaman dan keadaan lingkungan, dan dapat mencapai 25% dari produksi.
Sedangkan kerugian ekonomi yang disebabkan infeksi nematoda ini terhadap
tanaman budidaya dapat mencapai 14% (Agrios 2005). Umbi yang terinfeksi
secara ekonomi tidak dikehendaki dan dapat menjadi sumber inokulum
penyebaran penyakit.
Kerugian akibat infeksi Meloidogyne spp. terhadap tanaman kentang dapat
bersifat langsung maupun tidak langsung. Kerugian langsung berupa penurunan
kualitas maupun kuantitas umbi yang dihasilkan. Sedangkan kerugian tidak
langsung adanya interaksi Meloidogyne spp. dengan patogen lain seperti
cendawan dan bakteri. Infeksi oleh Meloidogyne menyebabkan tanaman lebih
rentan terhadap infeksi cendawan dan bakteri. Layu Fusarium pada beberapa
tanaman meningkat persentase dan tingkat infeksinya apabila tanaman tersebut
juga terinfeksi oleh NPA (Agrios 2005).

Spesies Meloidogyne
Meloidogyne spp. tersebar di seluruh dunia dan mempunyai kisaran inang
yang sangat luas, meliputi gulma dan berbagai tanaman yang dibudidayakan
(Dropkin 1991). Spesies ini memiliki lebih dari 75 spesies yang tersebar di dunia
dan 4 diantaranya merupakan spesies utama pada tanaman kentang, yaitu M.
incognita, M. hapla, M. javanica, dan M. arenaria.

Meloidogyne incognita
M. incognita merupakan parasit tanaman penting di seluruh daerah tropika.
Beberapa tanaman inang spesies ini adalah kapas, kentang, tebu, wortel, tomat,
tanaman hias, dan lain-lain (Thomas et al. 2004).
Suhu optimum untuk reproduksi dari spesies ini berkisar antara 18o-30 oC,
namun spesies ini akan mengalami peningkatan populasi hingga 47% pada suhu
24o-27 oC (Eisenback 2003).
12
Lengkungan
striae menyiku
(sudut ± 90o)

Gambar 3 Ciri khusus pola perineal


p Meloidogyne incognita (Sumber : Eisenback
2003)

Lengkungan striae bagian dorsal yang dapat dilihat pada Gambar 3


berbentuk persegi (sudut ± 90o) dan merupakan karakter khusus dalam
mengidentifikasi spesies M. incognita (Eisenback et al.. 1981). Jika dibandingkan
dengan spesies lain, dapat dilihat bahwa lengkungan
l striae spesies ini tampak
jelas bergelombang.
Siklus hidup dari nematoda sekitar 30
30-60 hari tergantung dengan suhu
tempat nematoda hidup. Beberapa faktor yang mempengaruhi hidup nematoda,
yaitu suhu optimum, ketersediaan inang, dan lingkungan yang
g sesuai untuk
bereproduksi.

Meloidogyne hapla
Spesies ini merupakan spesies yang terdapat di daerah beriklim sedan
sedang dan
kadang-kadang
kadang terdapat di dataran tinggi tropik (Luc et al. 1995). M. hapla akan
mengalami populasi dan tingkat infeksi yang rendah apabila temperatur dari
wilayah tersebut tidak disukai
disukai.. Beberapa tanaman yang tingkat infeksi M.
Haplanya rendah diantaranya semangka, kapas, dan jagung.
Reproduksi dari M. hapla biasanya secara partenogenetik,
enogenetik, namun dapat juga
melalui seksual (Triantaphyllou 1993). Suhu optimum untuk reproduksi spesies
13

25 oC. Telur nematoda akan menetas pada suhu optimum


ini berkisar antara 20-25
25 oC dan nematoda mengalami perkembangan yang baik pada suhu 15
15--20 oC.

Tonjolan seperti
duri pada ujung
ekor

Gambar 4 Ciri khusus ppola perineal Meloidogyne hapla (Sumber: Eisenback 2003)

Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa M. hapla memiliki ciri khusus pada


pola perineal nematoda betina yang berbeda dengan spesies lainnya yaitu terdapat
tonjolan-tonjolan
tonjolan seperti duri pada zona ujung ekor (Eisenback et al
al. 1981).
Tonjolan-tonjolan
tonjolan seperti duri ini membentuk lingkaran atau elips pada ujung ekor
yang tidak dimiliki oleh spesies Meloidogyne lainnya.
Gejala yang disebabkan oleh M. hapla berbeda dengan yang disebabkan
oleh spesies lainnya, yaitu purunya kecil, bentuk seperti bola, dan terbentuk
cabang akar yang berasal dari jaringan puru (Luc et al. 1995). M. hapla juga
berasosiasi dengan patogen lain.

Meloidogyne javanica
M. javanica tersebar di seluruh dunia, khususnya di daerah tropika sampai
3000 m dari permukaan laut (Semangun 2006). Pada daerah dataran tinggi atau
pegunungan, jenis ini merupakan nematoda puru akar yang dominan. Tanaman
inang dari spesies ini sama seperti spesies lainnya, yaitu tomat, kentang, wortel,
14

tanaman hias, tembakau, macam


macam-macam sayuran dan buah-buahan
buahan (Semangun
2006).
Terdapat suhu optimum untuk stadium yang berbeda pada daur hidup M.
javanica (Southey
Southey 1978
1978).
). Suhu optimum yang diperlukan untuk spesies ini
25-30 oC. Munculnya populasi M. javanica
berkembang dengan baik antara 25
terbesar terjadi pada pH antara 6,4 sampai 7 dan akan terhambat pada pH di
bawah 5,2 (Southey
Southey 1978).
1978

Garis lateral antara


striae dorsal dan
ventral

Gambar 5 Ciri khusus pola


p perineal Meloidogyne javanica (Sumber: Eisenback
2003)

Identifikasi spesies ini dapat dilihat dari pola perineal yang memiliki ciri
adanya dua garis lateral yang memisahkan striae bagian dorsal dan ventral
(Gambar 5). Menurut Orton Williams (1972) diantara dua garis lateral tersebut
terdapat daerah kosong dan tidak ada striae dorsal dan ventral yang saling
berikatan.
Menurut Luc et al
al. (1995) kentang yang terinfeksi memiliki puru yang
umumnya lebih besar daripada yang disebabkan oleh M. hapla dan M. chitwoodi.
chitwoodi
M. javanica dapat dikendalikan dengan cara rotasi tanaman, perlakuan panas pada
telur dan larva, dan menanam tanaman yang resisten. Kemampuan bertahan hidup
telur dan larva M.. javanica akan berkurang apabila diperlakukan pada suhu 450 C
selama tiga jam (Eisenback 1988).
15

Meloidogyne arenaria
M. arenaria merupakan salah satu spesies Meloidogyne yang sangat
berpengaruh pada perekonomian dunia. M. arenaria tidak hanya berada pada
daerah tropik, nematoda ini umumnya juga terdapat di daerah subtropik (Luc et al.
1995).
Karakteristik morfologi dari nematoda ini dapat dilihat dari pola perineal
nematoda betinanya. Secara khusus pola perinealnya dapat dilihat pada
da Gambar 6
sangat variabel ditandai oleh lengkungan tepi yang rendah dan bulat, dengan striae
yang halus hingga bergelombang ((Eisenback dan Triantaphyllou 1991). Pola
perineal dari spesies ini merupakan variasi dari spesies M. hapla dan M.
incognita. Bagian
an striae bercabang pada garis lateralnya dan merupakan pola yang
dimiliki oleh sebagian besar spesies ini. Nematoda jantan memiliki bentuk kepala
dan stilet yang pendek dan agak bulat ((Eisenback et al. 1981).

Lengkungan tepi
rendah dan bulat,
striae halus
hingga
bergelombang

Gambar 6 Ciri khusus ppola perineal Meloidogyne arenaria (Sumber: Eisenback


2003)

M. arenaria,, M. incognita, dan M. javanica berinteraksi dengan cendawan


Fusarium oxisporum dan menyebabkan tanaman layu (Luc et al.
al 1995).
Pengendalian spesies ini tidak berbeda dengan spesies lainnya, yaitu penanaman
tanaman yang resisten, penggunaan nematisida, dan rotasi tanaman.
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nematologi, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kentang berasal dari dua
wilayah yaitu Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan dan Desa Cirawa,
Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Penelitian dilaksanakan dari bulan
Oktober hingga November 2010.

Bahan dan Alat


Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah umbi kentang, Ploxine B
(konsentrasi 0,1%), lactophenol, dan cuka makanan atau asam laktat 4,5%.
Sedangkan alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya, mikroskop stereo,
gelas obyek, gelas penutup, pipet, pisau, dan jarum preparat nematoda.

Metode

Contoh umbi kentang


Sebanyak 9 umbi kentang contoh yang diduga terinfeksi NPA diperoleh dari
petani pada 2 wilayah di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Enam umbi kentang
berasal dari Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan dan tiga umbi kentang
berasal dari Desa Cirawa, Kecamatan Kertasari. Umbi yang diduga terinfeksi
NPA akan menampakkan gejala berupa benjolan-benjolan yang menyebabkan
permukaan kentang tidak rata.

Deteksi NPA pada umbi


Kentang yang diduga terinfeksi nematoda dipotong tipis ± 2cm dan
direndam dalam larutan Phloxine B dengan konsentrasi 0,1% selama 15 menit.
Perendaman jaringan kentang ini bertujuan untuk mengamati paket telur
nematoda dan gejala infeksi nematoda berupa nekrosis. Paket telur dari nematoda
akan berwarna kemerahan karena massa gelatinus menyerap Phloxine B.
17

Pembuatan Preparat Pola Perineal


Pembuatan preparat pola perineal nematoda betina berdasarkan cara yang
telah dilakukan oleh J.D Eisenback. Puru yang diduga terinfeksi nematoda dipilih
untuk mendapatkan betina dewasa. Nematoda betina diletakkan di dalam cawan
Syracuse yang sebelumnya telah diberi air. Sebanyak 10 betina dewasa dipisahkan
dari jaringan kentang dengan menggunakan jarum preparat. Kemudian satu
nematoda diletakkan pada gelas obyek (Gambar 7A). Bagian leher nematoda
dipotong dengan menggunakan ujung pisau atau gelas penutup (Gambar 7B).
Bagian tubuh nematoda (kutikula) diteteskan asam laktat 4,5% pada cawan petri
kemudian didiamkan selama 15-30 menit sebelum memotong bagian perinealnya
(Gambar 7C). Hal ini bertujuan untuk membersihkan isi dari tubuh nematoda.
Setengah kutikula dipotong dengan menggunakan ujung pisau (Gambar 7D).
Kutikula dibentuk menjadi persegi dan diambil bagian pola perinealnya (Gambar
7E). Pola perineal yang didapat, ditaruh pada gelas obyek yang akan diseal
kemudian ditutup dengan gelas penutup yang sebelumnya diteteskan lactophenol
atau cat kuku, hal ini bertujuan agar pola perineal tidak kering dan tahan untuk
pengamatan dalam waktu yang lama (Gambar 7F dan 7G). Gelas obyek diberi
label dengan keterangan spesies, tanaman inang, lokasi tanaman inang, nama
pengidentifikasi, dan tanggal identifikasi. Pembuatan preparat pola perineal
selangkapnya dapat dilihat pada Gambar 7.
18

Gambar 7 Prosedur pembuatan pola perineal NPA (Meloidogyne sp.) betina


(Sumber: Eisenback 2003)

Identifikasi Nematoda
Identifikasi dilakukan dengan pengamatan pola perineal dari Meloidogyne
betina di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Identifikasi spesies
berdasarkan ciri khusus pada pola perineal Meloidogyne betina menggunakan
kunci identifikasi dalam “Nematology Laboratory Investigations Morphology and
Taxonomy” J.D Eisenback tahun 2003.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Bandung merupakan salah satu penghasil utama kentang di Jawa


Barat, terutama di Kecamatan Pangalengan, Kertasari, dan Ciwidey. Namun pada
beberapa tahun terakhir, produksi kentang di wilayah tersebut, terutama di
Ciwidey menurun karena petani kentang banyak yang beralih ke tanaman stroberi.
Untuk Kabupaten Bandung, data statistik tahun 2000-2007 menunjukkan, luas
areal panen dan produksi kentang masing-masing menurun 9,7% dan 7,4%. Luas
areal tanaman kentang daerah Jawa Barat pada tahun 2009 adalah 15.344 ha (BPS
2009). Penyebab utama penurunan areal panen adalah kebijakan Pemerintah
Daerah Jawa Barat yang tidak lagi memberikan izin penggunaan lahan milik
Perhutani untuk ditanami tanaman semusim, termasuk kentang, dan dialihkan
untuk tanaman tahunan atau kayu-kayuan untuk konservasi lahan (Deptan 2008).
Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan merupakan salah satu daerah
penghasil kentang. Kehilangan hasil yang disebabkan oleh infeksi penyakit sekitar
30% dari 7,5 ton/0,25 ha luas areal pertanaman. Kehilangan hasil ini tidak hanya
disebabkan oleh infeksi nematoda, tetapi disebabkan pula oleh infeksi penyakit
lainnya. Namun data kehilangan hasil kentang akibat infeksi nematoda pada Desa
Cirawa, Kecamatan Kertasari tidak didapatkan karena sebagian besar kentang
pada daerah ini terserang busuk umbi.
Keadaan umum lokasi penelitian meliputi curah hujan rata-rata 166,7
mm/bulan dan 12,5 mm/hari. Suhu udara rata-rata maksimal 30 oC dan suhu udara
minimal 20 oC. Suhu udara harian rata-rata 17-20 oC dan suhu tanah rata-rata 15-
20oC. Kelembaban udara maksimal 78% dan kelembaban minimal 35% (Fajar
2003).
Gejala tanaman yang terinfeksi nematoda apabila diamati di lapang tidak
akan menampakkan gejala yang berbeda atau khas dari tanaman yang terinfeksi
oleh OPT lain. Tanaman yang diduga terinfeksi akan menampakkan gejala seperti
kerdil, klorosis, nekrosis, layu kemudian tanaman akan mati. Gejala akan terlihat
jelas jika pengamatan dilakukan pada umbi bukan pada tanamannya. Penyebaran
gejala dapat menginfeksi seluruh tanaman dalam satu lahan ataupun hanya
menginfeksi beberapa tanaman.
20

Penampakan gejala yang khas dapat diamati melalui akar atau umbi dengan
menunjukkan adanya puru atau tonjolan berbagai ukuran dan bentuk (Gambar 8).
Terjadinya puru dan ukurannya tergantung pada kerapatan nematoda dan
spesiesnya. Dalam keadaan lingkungan yang baik, umbi kentang dari semua
bentuk dan ukuran dapat terinfeksi. Umbi yang terinfeksi terbentuk puru sehingga
nampak seperti kutil pada permukaannya atau sama sekali tidak berubah bentuk.
Umbi kentang yang tidak menampakkan gejala berupa puru tidak menutup
kemungkinan bahwa kentang tersebut tidak terinfeksi oleh NPA sehingga perlu
dilakukan identifikasi untuk setiap kentang.

Kentang 1 Kentang 2 Kentang 3

Kentang 4 Kentang 5 Kentang 6

Kentang 7 Kentang 8 Kentang 9

Gambar 8 Contoh umbi kentang yang terinfeksi NPA asal Pangalengan (1-6) dan
tidak terinfeksi NPA asal Kertasari (7-9)
21

Gejala penyakit akibat nematoda akan terlihat jelas pada umbi kentang yang
terinfeksi. Permukaan umbi yang tidak rata akibat infeksi nematoda menyebabkan
penampakkan fisik umbi tersebut tidak baik. Benjolan-benjolan yang terdapat
pada kentang diakibatkan oleh infeksi nematoda betina yang berada di dalam
jaringan kentang. Nematoda berada dalam jaringan kentang dekat dengan kulit
kentang namun sebagian nematoda juga ada pada bagian terdalam jaringan tidak
dekat dengan kulit. Nematoda akan terlihat seperti buah pir yang berwarna putih
dan berukuran kecil, akan terlihat jelas jika melakukan pengamatan di bawah
mikroskop. Tubuh nematoda betina terdiri dari kepala seperti ujung pena
berbentuk lancip, badan yang berbentuk bulat, dan tidak memiliki ekor.

Pengamatan dilakukan pada sembilan umbi kentang yang diduga terinfeksi


nematoda. Umbi 1 hingga umbi 6 berasal dari daerah Pangalengan dan umbi 7
hingga umbi 9 berasal dari daerah Kertasari (Gambar 8). Pada setiap umbi
menampakkan gejala yang berbeda-beda, terdapat enam umbi mengalami
kerusakan fisik yang parah dan menyebabkan permukaan kentang tidak rata.
Benjolan atau puru akibat infeksi nematoda tersebar hampir pada seluruh
permukaan kentang. Ukuran dan bentuk dari setiap umbi berbeda, hal ini dapat
diakibatkan perbedaan kerapatan nematoda dan spesies yang menginfeksi umbi.
Sedangkan pada kentang yang berasal dari Kertasari tidak menampakkan gejala
infeksi nematoda berupa puru. Kentang dari daerah ini hanya menampakkan
gejala bintik-bintik coklat pada permukaan kulit kentang dan adanya massa
sporangium pada lekukan kulit. Hal ini menandakan bahwa kentang pada daerah
ini tidak terserang nematoda tetapi terinfeksi oleh penyakit lain yang
menyebabkan kentang menjadi busuk.

Pada umbi 1 hingga umbi 6 gejala infeksi nematoda terlihat jelas, sedangkan
pada umbi 7, 8, dan 9 gejala infeksi tidak terlihat. Pada umbi 1 hingga umbi 6,
rata-rata jumlah nematoda yang berada dalam jaringan lebih dari 30 ekor tiap
kentang. Sedangkan pada umbi 7, 8, dan 9 tidak terdapat nematoda yang berada di
dalam jaringan kentang. Banyaknya jumlah benjolan pada umbi menandakan
bahwa jumlah nematoda yang berada dalam jaringan tersebut juga banyak.
22

Jaringan kentang yang terinfeksi akan menampakkan gejala nekrosis yang


disebabkan oleh massa gelatinus mengandung enzim pektinolitik dan
menimbulkan bekas pada jaringan tersebut. Gejala nekrosis dapat terlihat jelas
ketika jaringan kentang diiris tipis dan direndam pada larutan Phloxine B selama
15 menit (Gambar 9). Perendaman jaringan juga dapat mempermudah dalam
mengamati nematoda betina yang selanjutnya akan diidentifikasi spesiesnya.
Warna tubuh nematoda tidak berubah menjadi merah ketika melakukan
perendaman jaringan pada larutan Phloxine B. Nematoda betina yang berada
dalam jaringan kentang akan terlihat berwarna putih dan berada dekat dengan
gejala nekrosis. Nematoda berada tidak hanya pada jaringan yang mengalami
pembengkakan, namun nematoda tersebar di seluruh jaringan umbi.

Gambar 9 Perendaman potongan kentang pada larutan Phloxine B 0,1% selama


15 menit

Pada umbi 1 hingga umbi 6 terlihat jelas adanya nekrosis pada jaringan
kentang yang terinfeksi nematoda. Gejala tersebut terlihat berwarna kecokelatan
setelah dilakukan perendaman pada larutan Phloxine B. Penggunaan Phloxine B
bertujuan juga dalam pewarnaan massa gelatinus paket telur. Pada Gambar 10
23

dapat dilihat gejala nekrosis berbentuk bulat kecil hingga besar dan tersebar dekat
dengan kulit kentang. Nematoda betina terlihat di dalam jaringan kentang dan
tidak berubah warna setelah melakukan perendaman, nematoda berwarna putih.
Sedangkan pada umbi 7, 8, dan 9 setelah dilakukan perendaman jaringan kentang
terdapat nekrosis yang berwarna kecokelatan. Bentuk dari gejala nekrosisnya
berbeda dengan gejala nekrosis yang ditimbulkan oleh infeksi nematoda. Nekrosis
menyebar keseluruh jaringan kentang dan bentuknya tidak beraturan. Gejala
tersebut selanjutnya dapat menyebabkan kentang membentuk lekukan pada
permukaan kulit dan membusuk. Gejala seperti ini biasanya disebabkan oleh
Phytopthora infestans. Menurut Samadi (2007) umbi yang terinfeksi tidak
menampakkan gejala yang jelas dari luar, biasanya hanya ada lekukan yang
berwarna lebih gelap daripada warna kulitnya. Namun apabila umbi dibelah akan
tampak jelas adanya bercak-bercak cokelat dan lama-kelamaan umbi membusuk.

Gambar 10 Gejala nekrosis akibat infeksi dan NPA betina pada umbi kentang
asal Pangalengan hasil pengamatan di bawah mikroskop

Meloidogyne spp betina dewasa berwarna putih, memiliki kepala dan tubuh
yang bentuknya seperti buah pir. Nematoda akan terlihat jelas pada mikroskop
dengan menggunakan perbesaran 400x. Identifikasi spesies Meloidogyne
bertujuan untuk mengetahui spesies yang menginfeksi umbi kentang. Selain itu
24

juga untuk mengetahui apakah pada satu kentang yang terinfeksi terdapat satu
spesies nematoda atau terdiri dari beberapa spesies.

Hasil identifikasi spesies nematoda umbi 1 hingga umbi 6 yang berasal dari
Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung adalah
Meloidogyne javanica. Sebanyak 60 nematoda betina diidentifikasi yang berasal
dari umbi 1 hingga umbi 6 memiliki ciri-ciri yang sama. Bentuk tubuh dari setiap
spesies nematoda betina sama, identifikasi dilakukan dengan cara melihat pola
perineal dari setiap nematoda betina. Contoh pola perineal hasil identifikasi dari
60 nematoda betina asal Pangalengan dapat dilihat pada Gambar 11. Pada pola
perineal tersebut terlihat jelas adanya garis lateral yang memisahkan bagian striae
dorsal dan ventral dan ini merupakan ciri khas dari Meloidogyne javanica.

Gambar 11 Garis lateral dari contoh pola perineal Meloidogyne javanica hasil
identifikasi pada umbi kentang asal Pangalengan
25

Garis lateral pada pola perineal M. javanica memisahkan striae dorsal dan
ventral sehingga terlihat daerah kosong diantara garis tersebut (Southey 1978).
Pengamatan pola perineal nematoda betina dilakukan di bawah mikroskop dengan
perbesaran 400x. Beberapa bagian dari pola perineal yang terlihat adalah anus,
garis lateral, vulva, dan Striae dorsal dan ventral (Gambar 12).

Gambar 12 Bagian dari pola perineal Meloidogyne javanica hasil identifikasi


pada umbi kentang asal Pangalengan

Kentang yang terinfeksi nematoda ini sama seperti yang disebutkan Luc et
al (1995) memiliki puru yang umumnya lebih besar daripada yang disebabkan
oleh M. hapla dan M. chitwoodi. Pada umbi 1 hingga umbi 6 puru akibat infeksi
nematoda tersebar ke seluruh permukaan kentang. Sebagian besar ukuran puru
pada kentang terlihat besar dan berbentuk bulat. Sedangkan pada umbi 7, 8, dan 9
gejala puru tidak terlihat, hal ini disebabkan karena tidak adanya infeksi nematoda
26

pada daerah ini. Pola perineal dari Meloidogyne javanica terlihat jelas adanya
garis lateral pada kedua sisi yang memisahkan striae bagian dorsal dan ventral.

Tabel 1 Hasil identifikasi spesies Meloidogyne pada umbi kentang asal


Pangalengan dan Kertasari

% Spesies
Asal Umbi NPA (+/-) Spesies NPA
NPA
Pangalengan 1 + Meloidogyne javanica 100%
2 + Meloidogyne javanica 100%
3 + Meloidogyne javanica 100%
4 + Meloidogyne javanica 100%
5 + Meloidogyne javanica 100%
6 + Meloidogyne javanica 100%
Kertasari 1 - - -
2 - - -
3 - - -
(+) adanya infeksi NPA
(-) tidak adanya infeksi NPA

Umbi kentang yang berasal dari Pangalengan sebanyak 6 umbi dan


Kertasari 3 umbi (Tabel 1). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kentang yang
berasal dari Pangalengan positif terinfeksi oleh Nematoda Puru Akar (NPA),
sedangkan kentang dari Kertasari tidak terinfeksi NPA. Spesies NPA yang
menginfeksi umbi kentang adalah Meloidogyne javanica sebanyak 100% pada
setiap umbi.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Spesies Nematoda Puru Akar pada umbi kentang asal Desa Margamulya,
Kecamatan Pangalengan adalah Meloidogyne javanica. Umbi kentang yang
berasal dari Desa Cirawa, Kecamatan Kertasari tidak teridentifikasi adanya infeksi
NPA.

Saran
Penelitian identifikasi spesies Meloidogyne dapat dilakukan lebih lanjut
dengan menggunakan metode biomolekuler (teknik PCR atau elektroforesis).
Perlu dilakukan penelitian identifikasi spesies Meloidogyne pada umbi kentang
dari sentra produksi kentang di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, George N. 2005. Plant Pathology. Fifht edition. USA: University of


Florida.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi sayuran di Indonesia.


http://www.bps.go.id/sector/agri/horti/index.html. [16 Januari 2011]

[Deptan] Departemen Pertanian. 2008. Data statistik departemen pertanian.


http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr313098.pdf. [11
Desember 2010].

Daryanto. 2003. Status penyebaran dan kerugian nematode sista kentang pada
tanaman kentang. Disampaikan pada Lokakarya Nematoda sista kentang 11-
12 Desember 2003. Yogyakarta. 8 hal.

Dropkin VH. 1991. Pengantar Nematoligi Tumbuhan. Supratoyo, penerjemah.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction
of Plant Nematology.

Eisenback JD. 1988. Identification of Meloidogyne. New York: Plenum press.

. 2003. Nematology Laboratory Investigations Morphology and


Taxonomy. USA: Departement of Plant Pathology, Physiologi, and Weed
Science. Virginia Polytechnic Institute & State University.

Eisenback JD, Triantaphyllou AC. 1991. Root-knot nematodes: Meloidogyne


species and races. In Manuel of Agricultural Nematology, W.R. Nickle, ed.
Marcel Dekker, Inc. New York. pp. 191- 274. http://plpnemweb.ucdavis.edu
/nemaplex/Taxadata.htm [4 Januari 2011].

Eisenback JD, Hirschmann H, Sasser, JN,.Triantaphyllou AC. 1981. A Guide to


the Four Most Common Species of Root-Knot Nematodes, (Meloidogyne
species) with a pictorial key. A Coop. Publ. Depts. Plant Pathol. and
Genetics and U.S. Agency for International Development, Raleigh, NC.

Endah HJ, Novizan. 2002. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman.


Jakarta: Agro Media Pustaka.

Fajar E. 2003. Hubungan kemiringan lereng terhadap beberapa sifat kimia tanah
dan produksi kentang (Solanum tuberosum L.) kultivar granola pada andisol
di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
29

Hussey RS, Janssen GJW. 2002. Root knot Nematodes : Meloidogyne Spesies.
CAB International.

Hutagalung L. 1988. Teknik Ekstraksi dan Membuat Preparat Nematoda Parasit


Tumbuhan. Jakarta: CV. Rajawali.

Kalshoven LGE. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PA Van Der Laan,


penerjemah. Jakarta: PT Ichtiar Baru. Terjemahan dari : De Plagen van de
Culturgewassen in Indonesie.

Lisnawati. 2007. Identifikasi, Kajian Biologi dan Ketahanan Tanaman Terhadap


Nematoda Sista Kentang (Globodera spp.) [disertasi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1995. Nematoda Parasit Tumbuhan di Pertanian


Subtropik dan Tropik. Supratoyo, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: Plant Parasitic Nematodes in
Subtropical and Tropical Agriculture.

Rubatzky VE, Yamaguchi M.. 1998. Sayuran Dunia I. Prinsip, Produksi, dan
Gizi. Jilid I. Bandung: Institut Teknik Bandung.

Samadi B. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius.

Semangun H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Setiadi SFN. 1993. Kentang, Varietas, dan Pembudidayaan. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Sikora RA, Bridge J. 2005. Plant Parasitic Nematode in Subtropical and


Tropical Agriculture. Second edition. London. CABI.

Singh RS. 1994. Plant Pathogen : The Plant Parasite Nematodes. New York:
Internasional Science Publisher.

Soewito M. 1991. Memanfaatkan Lahan-Lahan Bercocok Tanaman Kentang.


Jakarta: Titik Terang.

Southey JF, editor. 1978. Plant Nematology. London: A.D.A.S. Plant Pathology
Laboratory, Harpenden.

Suri F, Jayasinghe U. 2002. A survey of potato fields for root knot nematode in
Ngablak, Central Java. Di dalam: Fuglie KO, editor. Progres in potato and
sweetpotato research in Indonesia. Proccedings of the CIP-Indonesia
Research Review Workshop. Bogor: Internasional Potato Center.
30

Thomas SH, Schroeder J, Murray LW. 2004. Cyperus tubers protect Meloidogyne
incognita from 1,3-dichloropropene. J. Nematology.

Triantaphyllou AC. 1993. Hermaphroditism in Meloidogyne hapla. Journal of


Nematology 25:15-26.

Wattimena GA, Purwito A, Mattjik NA. 2002. Research in potato propagation


and breeding at Bogor Agricultural University. Di dalam: Fuglie KO, editor.
Progres in potato and sweetpotato research in Indonesia. Proccedings of the
CIP-Indonesia Research Review Workshop. Bogor: Internasional Potato
Center.

Wattimena GA. 2000. Pengembangan propagul kentang bermutu dan kultivar


kentang unggul dalam mendukung peningkatan produksi kentang di
Indonesia [Orasi Ilmiah]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Whitehead AG. 1998. Plant Nematode Control. London: CAB International.

Anda mungkin juga menyukai