WAHYU JAYANTI
Kata kunci : Nematoda puru akar, Meloidogyne spp., pola perineal, kentang.
IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR
(Meloidogyne spp.) PADA UMBI KENTANG ASAL
PANGALENGAN DAN KERTASARI, KABUPATEN
BANDUNG, JAWA BARAT
WAHYU JAYANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
NRP : A34060852
Disetujui
Dosen Pembimbing
Diketahui
Ketua Departemen
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kita. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi teladan bagi umat manusia hingga
akhir zaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies nematoda
puru akar (Meloidogyne spp.) pada umbi kentang asal Pangalengan dan Kertasari,
Kabupaten Bandung sehingga dapat dirancang sistem pengendalian yang efektif.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam
kepada:
1. Dr. Ir. Supramana, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan serta saran selama penelitian hingga
penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS selaku Kepala Laboratorium Nematologi dan
Dr. Ir. Dadang, MSc. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen
Penguji Tamu.
3. Bapak Gatut Heru Bromo selaku Laboran yang telah membantu selama
pelaksanaan penelitian di Laboratorium Nematologi.
4. Keluarga tercinta, Mamah, Bapak, Adik-adikku (Kamal dan Tri) atas doa,
cinta, kasih sayang, nasehat, dan dukungannya.
5. Teman-teman di Laboratorium Nematologi Tumbuhan (Mba An, Ita, Teh
Ratri, Elham, Ade, dan Redi) dan DPT’ers 43 atas bantuan, semangat
kebersamaan, keceriaan, dan kasih sayangnya.
6. Dedi Cahyadi dan Keluarga (Mama dan Ima) atas doa, semangat, dan
dukungannya.
7. Pondok Dewi’ers (khususnya Rini, Okta, Siti, dan Dianita) yang selalu
memberikan semangat, doa, bantuan, dan kebersamaan.
Wahyu Jayanti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
2. Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
3. Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
1.Tanaman Kentang ................................................................................. 4
1.1. Sejarah ........................................................................................ 4
1.2. Arti Ekonomi .............................................................................. 4
1.3. Taksonomi .................................................................................. 5
1.4. Syarat Tumbuh ............................................................................ 5
1.5. Cara Budidaya............................................................................. 6
1.6. Organisme Pengganggu Tanaman Kentang ............................... 7
2. Meloidogyne spp .................................................................................... 7
2.1. Taksonomi. ................................................................................. 7
2.2. Morfologi .................................................................................... 7
2.3. Biologi ........................................................................................ 9
2.4. Arti Penting ................................................................................. 10
2.5. Spesies Meloidogyne................................................................... 11
2.6. Meloidogyne incognita ............................................................... 11
2.7. Meloidogyne hapla ..................................................................... 12
2.8. Meloidogyne javanica ................................................................. 13
2.9. Meloidogyne arenaria................................................................. 15
BAHAN DAN METODE ............................................................................... 16
1. Tempat dan Waktu ................................................................................ 16
2. Bahan dan Alat...................................................................................... 16
3. Metode .................................................................................................. 16
3.1. Contoh Umbi Kentang ............................................................... 16
3.2. Deteksi NPA pada Umbi ............................................................. 17
3.3. Pembuatan Preparat Pola Perineal ............................................... 17
3.4. Identifikasi Nematoda ................................................................. 18
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 19
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Morfologi pola perineal Meloidogyne spp ................................................. 8
2. Siklus hidup Meloidogyne spp. .................................................................. 9
3. Ciri khusus pola perineal Meloidogyne incognita ..................................... 11
4. Ciri khusus pola perineal Meloidogyne hapla............................................ 12
5. Ciri khusus pola perineal Meloidogyne javanica ....................................... 14
6. Ciri khusus pola perineal Meloidogyne arenaria....................................... 15
7. Prosedur pembuatan pola perineal NPA (Meloidogyne spp.) betina ......... 18
8. Contoh umbi kentang yang terinfeksi NPA asal Pangalengan (1-6) dan
tidak terinfeksi NPA asal Kertasari (7-9) .................................................. 20
9. Perendaman potongan kentang pada larutan Phloxine B 0,1% selama 15
menit ......................................................................................................... 22
10. Gejala nekrosis akibat infeksi dan NPA betina pada umbi kentang asal
Pangalengan hasil pengamatan di bawah mikroskop ................................. 23
11. Garis lateral dari contoh pola perineal Meloidogyne javanica hasil
identifikasi pada umbi kentang asal Pangalengan...................................... 24
12. Bagian dari pola perineal Meloidogyne javanica hasil identifikasi pada
umbi kentang asal Pangalengan ................................................................. 25
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil identifikasi spesies Meloidogyne pada umbi kentang asal
Pangalengan dan Kertasari ......................................................................... 26
PENDAHULUAN
Latar Belakang
nematoda puru akar (NPA) yang disebabkan oleh Meloidogyne spp., nematoda
sista kentang (NSK) yang disebabkan oleh Globodera spp., nematoda lesio akar
yang disebabkan oleh Pratylenchus spp., dan nematoda busuk umbi yang
disebabkan oleh Ditylenchus destructor.
Keberadaan NPA (Meloidogyne spp.) menjadi permasalahan yang penting
karena distribusi nematoda ini bersifat kosmopolit dan menginfeksi hampir semua
tanaman budidaya dan banyak spesies gulma. Namun infeksi nematoda pada
tanaman budidaya dan beberapa gulma tergantung dari spesies NPAnya.
Nematoda ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik dengan kisaran inang
yang cukup luas.
Terdapat beberapa spesies Meloidogyne yang dikenal merusak tanaman
kentang, namun hanya lima spesies yang masuk dalam pertimbangan sebagai
nematoda penting secara global. M. incognita merupakan spesies yang
distribusinya cukup luas yang diikuti oleh M. javanica, M. arenaria, M. hapla,
dan M. chitwoodi (Luc et al. 1995). Gejala khas akibat infeksi nematoda ini
terlihat pada akar atau umbi, yaitu berupa bintil yang sering disebut dengan puru
akar (Whitehead 1998). Secara umum keberadaan NPA pada tanaman tidak
mematikan, tetapi dengan kepadatan populasi yang tinggi infeksi NPA pada
tanaman yang masih muda dapat menyebabkan kematian (Semangun 2006).
Tanaman kentang yang terinfeksi nematoda akan menampakkan gejala
seperti pertumbuhan tanaman yang terhambat dan kerdil serta terdapat banyak
bintil pada umbi (Agrios 1996). Puru akar menyebabkan penyerapan unsur hara
dari tanah oleh tanaman menjadi terganggu, akibatnya tanaman menjadi merana
dan pada serangan lanjut akan menyebabkan tanaman layu kemudian mati
(Dropkin 1991). Gejala pada daun dapat diamati, yaitu pada daun berwarna
kuning lebih awal, daun berguguran dan berakhir pada terhentinya pertumbuhan
tunas. Kerugian yang disebabkan oleh Meloidogyne spp. pada tanaman umbi dan
akar seperti kentang dan wortel bersifat kuantitatif dan kualitatif, sebab puru yang
ditimbulkan nematoda akan mempengaruhi kualitas dari umbi yang dihasilkan.
Bentuk puru yang disebabkan oleh beberapa spesies Meloidogyne memiliki
perbedaan atau ciri khusus. Pada umumnya M. hapla dan M. chitwoodi memiliki
puru yang lebih kecil bila dibandingkan dengan M. javanica (Luc et. al 1995).
3
Perbedaan bentuk puru pada umbi kentang tidak dapat menginformasikan secara
langsung spesies Meloidogyne. Laporan mengenai spesies Meloidogyne di
Indonesia hingga saat ini belum ada sehingga diperlukan identifikasi.
Identifikasi dilakukan terhadap nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada
tanaman kentang untuk mengetahui spesies nematoda dan menentukan cara
pengendalian nematoda yang efektif. Kesalahan dalam identifikasi akan
menyebabkan kesalahan dalam pemilihan strategi pengendalian sehingga
menyebabkan kegagalan dalam pengendalian. Identifikasi dapat dilakukan melalui
pengamatan morfologi nematoda betina (pola perineal) dan juvenil jantan serta
pemanfaatan teknologi biomolekuler antara lain dengan PCR dan elektroforesis
protein tertentu.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kentang
Sejarah
Awal mulanya kentang diintroduksi dari Amerika Selatan ke Spanyol sekitar
tahun 1570. Penerimaan masyarakat Spanyol menyebabkan penanaman dan
distribusi kentang meningkat dan mulai dibudidayakan secara besar-besaran
(Wattimena et al. 2002). Kentang dibawa ke sejumlah negara di Eropa dan dalam
waktu kurang dari 100 tahun tanaman ini telah ditanam cukup luas. Penyebaran di
luar Eropa dimulai tahun 1620 ke India, tahun 1700 ke Cina dan ke berbagai
wilayah di daerah Asia lainnya (Rubatzky & Yamaguchi 1998).
Kentang pertama kali ditanam di wilayah Indonesia pada tahun 1794 di
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa barat dan mulai dibudidayakan di
daerah dataran tinggi lainnya sejak tahun 1804 yaitu di Bukit Tinggi (Sumatera
Barat), Tanah Karo (Sumatera Utara) sampai ke Pegunungan Arfak (Irian Jaya)
(Wattimena 2000). Saat ini kentang sudah dibudidayakan di 20 propinsi di
Indonesia, yang tersebar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua
(Daryanto 2003 dalam Lisnawita 2007).
Arti Ekonomi
Kentang merupakan tanaman pangan sebagai penghasil kalori karena
banyak mengandung protein dan karbohidrat (Soewito 1991). Nilai pangan
kentang dengan serelia atau bahan pangan lain lebih tinggi berdasarkan produksi
kalori dan protein (Suri & Jayasinghe 2002). Kentang merupakan tanaman pangan
utama keempat dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Rubatzky & Yamaguchi
1998). Produksi kentang di Indonesia telah berkembang pesat dan menjadikan
Indonesia sebagai negara penghasil kentang terbesar di Asia Tenggara.
Kebutuhan kentang dari tahun ke tahun semakin bertambah sejalan dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat
akan gizi (Rukmana 1997 dalam Lisnawita 2007). Peningkatan kebutuhan
kentang juga dipengaruhi oleh perubahan pada konsumsi masyarakat Indonesia
5
saat ini. Di kota-kota besar mulai terlihat adanya pergeseran ke arah pemanfaatan
kentang sebagai sumber karbohidrat alternatif (Lisnawita 2007).
Kentang sudah menjadi alternatif diversifikasi pangan masyarakat Indonesia
sehingga konsumsi bahan pangan berumbi ini semakin meningkat. Kentang tidak
hanya untuk campuran sayur sup, dijadikan perkedel atau pastel, melainkan
dijadikan juga sebagai keripik, french fries, dan menu lainnya (Samadi 2007).
Semua ini karena masyarakat luas semakin mengetahui manfaat kentang sebagai
bahan pangan.
Taksonomi
Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan ke dalam Divisi
Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Famili
Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum L (Samadi 2007).
Syarat Tumbuh
Tanaman kentang dapat tumbuh pada tanah dengan drainase yang baik,
bertekstur sedang hingga kasar, dan pH 5,5-6,6. Suhu yang sesuai untuk
pertumbuhan adalah 18-21 oC. Umbi kentang akan sulit terbentuk bila suhu tanah
kurang dari 10 oC dan lebih dari 30 o
C. Suhu tanah berpengaruh terhadap
peningkatan kandungan pati dan gula pada umbi (Smith 1968 dalam Samadi
2007). Curah hujan rata-rata yang sesuai untuk pertumbuhan kentang adalah 1500
mm/tahun dengan lama penyinaran matahari 9-10 jam/hari (Samadi 2007). Curah
hujan yang tinggi berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan kelembaban,
penurunan suhu, berkurangnya penyinaran cahaya matahari, dan peningkatan
kelengasan tanah.
Kelembaban udara yang sesuai untuk tanaman kentang adalah 80-90%
(Rubatzky & Yamaguchi 1998). Kelembaban yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan tanaman mudah terinfeksi penyakit, terutama yang disebabkan oleh
cendawan Phytophthora (Samadi 2007). Demikian pula, kelembaban udara yang
terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan tanaman dan umbi.
6
Cara Budidaya
Penanaman kentang diawali dengan pengolahan tanah dan dilanjutkan
dengan pemupukan menggunakan pupuk organik dan anorganik. Lahan dibajak
sedalam 30-40 cm sampai gembur agar perkembangan akar dan perkembangan
umbi dapat berlangsung dengan optimal, selanjutnya tanah dibiarkan selama dua
minggu sebelum dibuat bedengan (Samadi 2007).
Pada lahan datar, sebaiknya dibuat bedengan memanjang ke arah Barat-
Timur agar memperoleh sinar matahari secara optimal, sedang pada lahan
berbukit arah bedengan dibuat tegak lurus kemiringan tanah untuk mencegah
erosi. Lebar bedengan 70 cm untuk 1 jalur tanaman atau 140 cm untuk 2 jalur
tanaman, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30 cm. Lebar dan jarak antar
bedengan dapat diubah sesuai dengan varietas kentang yang ditanam. Di
sekeliling petak bedengan dibuat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan
lebar 50 cm. Adanya bedengan dan selokan akan memudahkan kegiatan
pemberian pupuk, pengairan, pembuangan air yang berlebihan, dan pengendalian
hama dan penyakit (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007).
Pemupukan terdiri dari pupuk organik dan pupuk anorganik yang diberikan
sebelum tanam. Pemberian pupuk organik (kotoran ayam, kambing, atau sapi)
pada permukaan bedengan dilakukan seminggu sebelum tanam. Bersamaan
dengan pemberian pupuk organik, diberikan juga pupuk anorganik SP-36 sebagai
pupuk dasar (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007).
Penanaman bibit kentang dapat dilakukan dengan cara meletakkan umbi
secara mendatar dalam lubang tanam, dengan tunas menghadap ke atas.
Kemudian, tutup dengan tanah dari sebelah kanan dan kiri lubang tanam. Bibit
kentang akan mulai tumbuh sekitar 10-14 hari setelah tanam (Samadi 2007).
Tanaman dipanen setelah berumur sekitar 90 hingga 160 HST. Panen dilakukan
dengan cara menggali umbi dengan tangan. Hasil tanaman beragam tergantung
pada kultivar yang digunakan dan wilayah produksi (Rubatzky & Yamaguchi
1998).
Perawatan tanaman selama penanaman masih tetap diperlukan untuk
menjaga agar pertumbuhannya normal dan tetap sehat. Selama fase pertumbuhan
dan pembentukan umbi, ada banyak faktor yang menghambat, baik dari dalam
7
tanaman itu sendiri maupun faktor lingkungan tumbuhnya (Setiadi 1993 dalam
Samadi 2007). Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu suhu,
kelembaban, curah hujan, atau adanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Meloidogyne spp.
Taksonomi
Meloidogyne termasuk dalam ordo Tylenchida, subordo Tylenchina, famili
Heteroderoidae, dan genus Meloidogyne (Dropkin 1991). Meloidogyne spp.
memiliki lebih dari 79 spesies, empat spesies utama, yaitu M. incognita, M. hapla,
M. javaniva, dan M. arenaria.
Morfologi
Ukuran tubuh yang kecil menyebabkan nematoda tidak dapat dilihat
langsung dengan mata telanjang tetapi dapat dilihat di bawah mikroskop.
8
Biologi
Nematoda puru akar bersifat obligat tersebar luas baik di daerah iklim tropik
maupun iklim sedang. Pembiakan tanpa jantan dalam reproduksi terjadi pada
banyak jenis, tetapi pada jenis yang lain reproduksi seksual masih terjadi dalam
perkembangbiakannya. Telur-telur yang dihasilkan nematoda betina dewasa
diletakkan berkelompok pada massa gelatinus yang betujuan untuk melindungi
telur dari kekeringan dan jasad renik. Siklus NPA (Meloidogyne spp.) dapat
dilihat pada Gambar 2.
Massa telur yang baru terbentuk biasanya tidak berwarna dan berubah
menjadi coklat setelah tua. Nematoda betina dapat menghasilkan hingga 500 telur
dalam massa gelatinus. Telur-telur mengandung zigot sel tunggal apabila baru
diletakkan. Embrio berkembang menjadi juvenil 1 (J1) yang mengalami
pergantian kulit pertama di dalam telur. Telur menetas dan J1 mengalami
perubahan menjadi J2 yang muncul pada suhu dan kelembaban yang sesuai dan
bergerak di dalam tanah menuju ke ujung akar yang sedang tumbuh. J2 masuk ke
dalam akar dan merusak sel-sel akar dengan stiletnya. Setelah masuk ke dalam
akar, J2 bergerak diantara sel-sel sampai tiba di tempat dekat silinder pusat atau
berada di daerah pertumbuhan akar samping. J2 akan hidup menetap pada sel-sel
tersebut, mengalami pertumbuhan dan pergantian kulit menjadi J3 dan J4 yang
selanjutnya akan menjadi nematoda jantan atau betina dewasa (Dropkin 1991).
Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang seperti cacing dan hidup di
dalam tanah atau pada jaringan akar. Sedangkan betina dewasa tetap tertambat
pada daerah makanannya atau sel awal di dalam stele dengan bagian posterior
tubuhnya berada pada permukaan akar. Selama hidupnya, nematoda betina akan
terus-menerus menghasilkan telur hingga mencapai 1000 telur. Keberadaan
nematoda akan merangsang sel-sel untuk membelah, sehingga terbentuklah puru
(Luc et al. 1995).
Arti Penting
Agrios (2005) menyatakan bahwa Meloidogyne spp. merupakan salah satu
nematoda parasit pada tanaman kentang. Nematoda ini memiliki kisaran inang
yang sangat beragam, lebih dari 2000 spesies tanaman dan sebagian besar adalah
tanaman budidaya. Meloidogyne spp. tersebar luas di daerah tropik dan subtropik.
Infeksi berat dapat menyebabkan tanaman layu dan mati, gejala penyakit oleh
nematoda ini berupa pertumbuhan tanaman yang terhambat dan kerdil dengan
perakaran yang banyak bintil atau disebut puru akar (Endah & Novizan 2002).
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan nematoda meningkat
atau sebaliknya. Nematoda berkembang dengan baik pada tanah berpasir dengan
pH 5,0-6,6. Faktor lainnya adalah kepadatan inokulum, kelembaban tanah,
11
Spesies Meloidogyne
Meloidogyne spp. tersebar di seluruh dunia dan mempunyai kisaran inang
yang sangat luas, meliputi gulma dan berbagai tanaman yang dibudidayakan
(Dropkin 1991). Spesies ini memiliki lebih dari 75 spesies yang tersebar di dunia
dan 4 diantaranya merupakan spesies utama pada tanaman kentang, yaitu M.
incognita, M. hapla, M. javanica, dan M. arenaria.
Meloidogyne incognita
M. incognita merupakan parasit tanaman penting di seluruh daerah tropika.
Beberapa tanaman inang spesies ini adalah kapas, kentang, tebu, wortel, tomat,
tanaman hias, dan lain-lain (Thomas et al. 2004).
Suhu optimum untuk reproduksi dari spesies ini berkisar antara 18o-30 oC,
namun spesies ini akan mengalami peningkatan populasi hingga 47% pada suhu
24o-27 oC (Eisenback 2003).
12
Lengkungan
striae menyiku
(sudut ± 90o)
Meloidogyne hapla
Spesies ini merupakan spesies yang terdapat di daerah beriklim sedan
sedang dan
kadang-kadang
kadang terdapat di dataran tinggi tropik (Luc et al. 1995). M. hapla akan
mengalami populasi dan tingkat infeksi yang rendah apabila temperatur dari
wilayah tersebut tidak disukai
disukai.. Beberapa tanaman yang tingkat infeksi M.
Haplanya rendah diantaranya semangka, kapas, dan jagung.
Reproduksi dari M. hapla biasanya secara partenogenetik,
enogenetik, namun dapat juga
melalui seksual (Triantaphyllou 1993). Suhu optimum untuk reproduksi spesies
13
Tonjolan seperti
duri pada ujung
ekor
Gambar 4 Ciri khusus ppola perineal Meloidogyne hapla (Sumber: Eisenback 2003)
Meloidogyne javanica
M. javanica tersebar di seluruh dunia, khususnya di daerah tropika sampai
3000 m dari permukaan laut (Semangun 2006). Pada daerah dataran tinggi atau
pegunungan, jenis ini merupakan nematoda puru akar yang dominan. Tanaman
inang dari spesies ini sama seperti spesies lainnya, yaitu tomat, kentang, wortel,
14
Identifikasi spesies ini dapat dilihat dari pola perineal yang memiliki ciri
adanya dua garis lateral yang memisahkan striae bagian dorsal dan ventral
(Gambar 5). Menurut Orton Williams (1972) diantara dua garis lateral tersebut
terdapat daerah kosong dan tidak ada striae dorsal dan ventral yang saling
berikatan.
Menurut Luc et al
al. (1995) kentang yang terinfeksi memiliki puru yang
umumnya lebih besar daripada yang disebabkan oleh M. hapla dan M. chitwoodi.
chitwoodi
M. javanica dapat dikendalikan dengan cara rotasi tanaman, perlakuan panas pada
telur dan larva, dan menanam tanaman yang resisten. Kemampuan bertahan hidup
telur dan larva M.. javanica akan berkurang apabila diperlakukan pada suhu 450 C
selama tiga jam (Eisenback 1988).
15
Meloidogyne arenaria
M. arenaria merupakan salah satu spesies Meloidogyne yang sangat
berpengaruh pada perekonomian dunia. M. arenaria tidak hanya berada pada
daerah tropik, nematoda ini umumnya juga terdapat di daerah subtropik (Luc et al.
1995).
Karakteristik morfologi dari nematoda ini dapat dilihat dari pola perineal
nematoda betinanya. Secara khusus pola perinealnya dapat dilihat pada
da Gambar 6
sangat variabel ditandai oleh lengkungan tepi yang rendah dan bulat, dengan striae
yang halus hingga bergelombang ((Eisenback dan Triantaphyllou 1991). Pola
perineal dari spesies ini merupakan variasi dari spesies M. hapla dan M.
incognita. Bagian
an striae bercabang pada garis lateralnya dan merupakan pola yang
dimiliki oleh sebagian besar spesies ini. Nematoda jantan memiliki bentuk kepala
dan stilet yang pendek dan agak bulat ((Eisenback et al. 1981).
Lengkungan tepi
rendah dan bulat,
striae halus
hingga
bergelombang
Metode
Identifikasi Nematoda
Identifikasi dilakukan dengan pengamatan pola perineal dari Meloidogyne
betina di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Identifikasi spesies
berdasarkan ciri khusus pada pola perineal Meloidogyne betina menggunakan
kunci identifikasi dalam “Nematology Laboratory Investigations Morphology and
Taxonomy” J.D Eisenback tahun 2003.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penampakan gejala yang khas dapat diamati melalui akar atau umbi dengan
menunjukkan adanya puru atau tonjolan berbagai ukuran dan bentuk (Gambar 8).
Terjadinya puru dan ukurannya tergantung pada kerapatan nematoda dan
spesiesnya. Dalam keadaan lingkungan yang baik, umbi kentang dari semua
bentuk dan ukuran dapat terinfeksi. Umbi yang terinfeksi terbentuk puru sehingga
nampak seperti kutil pada permukaannya atau sama sekali tidak berubah bentuk.
Umbi kentang yang tidak menampakkan gejala berupa puru tidak menutup
kemungkinan bahwa kentang tersebut tidak terinfeksi oleh NPA sehingga perlu
dilakukan identifikasi untuk setiap kentang.
Gambar 8 Contoh umbi kentang yang terinfeksi NPA asal Pangalengan (1-6) dan
tidak terinfeksi NPA asal Kertasari (7-9)
21
Gejala penyakit akibat nematoda akan terlihat jelas pada umbi kentang yang
terinfeksi. Permukaan umbi yang tidak rata akibat infeksi nematoda menyebabkan
penampakkan fisik umbi tersebut tidak baik. Benjolan-benjolan yang terdapat
pada kentang diakibatkan oleh infeksi nematoda betina yang berada di dalam
jaringan kentang. Nematoda berada dalam jaringan kentang dekat dengan kulit
kentang namun sebagian nematoda juga ada pada bagian terdalam jaringan tidak
dekat dengan kulit. Nematoda akan terlihat seperti buah pir yang berwarna putih
dan berukuran kecil, akan terlihat jelas jika melakukan pengamatan di bawah
mikroskop. Tubuh nematoda betina terdiri dari kepala seperti ujung pena
berbentuk lancip, badan yang berbentuk bulat, dan tidak memiliki ekor.
Pada umbi 1 hingga umbi 6 gejala infeksi nematoda terlihat jelas, sedangkan
pada umbi 7, 8, dan 9 gejala infeksi tidak terlihat. Pada umbi 1 hingga umbi 6,
rata-rata jumlah nematoda yang berada dalam jaringan lebih dari 30 ekor tiap
kentang. Sedangkan pada umbi 7, 8, dan 9 tidak terdapat nematoda yang berada di
dalam jaringan kentang. Banyaknya jumlah benjolan pada umbi menandakan
bahwa jumlah nematoda yang berada dalam jaringan tersebut juga banyak.
22
Pada umbi 1 hingga umbi 6 terlihat jelas adanya nekrosis pada jaringan
kentang yang terinfeksi nematoda. Gejala tersebut terlihat berwarna kecokelatan
setelah dilakukan perendaman pada larutan Phloxine B. Penggunaan Phloxine B
bertujuan juga dalam pewarnaan massa gelatinus paket telur. Pada Gambar 10
23
dapat dilihat gejala nekrosis berbentuk bulat kecil hingga besar dan tersebar dekat
dengan kulit kentang. Nematoda betina terlihat di dalam jaringan kentang dan
tidak berubah warna setelah melakukan perendaman, nematoda berwarna putih.
Sedangkan pada umbi 7, 8, dan 9 setelah dilakukan perendaman jaringan kentang
terdapat nekrosis yang berwarna kecokelatan. Bentuk dari gejala nekrosisnya
berbeda dengan gejala nekrosis yang ditimbulkan oleh infeksi nematoda. Nekrosis
menyebar keseluruh jaringan kentang dan bentuknya tidak beraturan. Gejala
tersebut selanjutnya dapat menyebabkan kentang membentuk lekukan pada
permukaan kulit dan membusuk. Gejala seperti ini biasanya disebabkan oleh
Phytopthora infestans. Menurut Samadi (2007) umbi yang terinfeksi tidak
menampakkan gejala yang jelas dari luar, biasanya hanya ada lekukan yang
berwarna lebih gelap daripada warna kulitnya. Namun apabila umbi dibelah akan
tampak jelas adanya bercak-bercak cokelat dan lama-kelamaan umbi membusuk.
Gambar 10 Gejala nekrosis akibat infeksi dan NPA betina pada umbi kentang
asal Pangalengan hasil pengamatan di bawah mikroskop
Meloidogyne spp betina dewasa berwarna putih, memiliki kepala dan tubuh
yang bentuknya seperti buah pir. Nematoda akan terlihat jelas pada mikroskop
dengan menggunakan perbesaran 400x. Identifikasi spesies Meloidogyne
bertujuan untuk mengetahui spesies yang menginfeksi umbi kentang. Selain itu
24
juga untuk mengetahui apakah pada satu kentang yang terinfeksi terdapat satu
spesies nematoda atau terdiri dari beberapa spesies.
Hasil identifikasi spesies nematoda umbi 1 hingga umbi 6 yang berasal dari
Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung adalah
Meloidogyne javanica. Sebanyak 60 nematoda betina diidentifikasi yang berasal
dari umbi 1 hingga umbi 6 memiliki ciri-ciri yang sama. Bentuk tubuh dari setiap
spesies nematoda betina sama, identifikasi dilakukan dengan cara melihat pola
perineal dari setiap nematoda betina. Contoh pola perineal hasil identifikasi dari
60 nematoda betina asal Pangalengan dapat dilihat pada Gambar 11. Pada pola
perineal tersebut terlihat jelas adanya garis lateral yang memisahkan bagian striae
dorsal dan ventral dan ini merupakan ciri khas dari Meloidogyne javanica.
Gambar 11 Garis lateral dari contoh pola perineal Meloidogyne javanica hasil
identifikasi pada umbi kentang asal Pangalengan
25
Garis lateral pada pola perineal M. javanica memisahkan striae dorsal dan
ventral sehingga terlihat daerah kosong diantara garis tersebut (Southey 1978).
Pengamatan pola perineal nematoda betina dilakukan di bawah mikroskop dengan
perbesaran 400x. Beberapa bagian dari pola perineal yang terlihat adalah anus,
garis lateral, vulva, dan Striae dorsal dan ventral (Gambar 12).
Kentang yang terinfeksi nematoda ini sama seperti yang disebutkan Luc et
al (1995) memiliki puru yang umumnya lebih besar daripada yang disebabkan
oleh M. hapla dan M. chitwoodi. Pada umbi 1 hingga umbi 6 puru akibat infeksi
nematoda tersebar ke seluruh permukaan kentang. Sebagian besar ukuran puru
pada kentang terlihat besar dan berbentuk bulat. Sedangkan pada umbi 7, 8, dan 9
gejala puru tidak terlihat, hal ini disebabkan karena tidak adanya infeksi nematoda
26
pada daerah ini. Pola perineal dari Meloidogyne javanica terlihat jelas adanya
garis lateral pada kedua sisi yang memisahkan striae bagian dorsal dan ventral.
% Spesies
Asal Umbi NPA (+/-) Spesies NPA
NPA
Pangalengan 1 + Meloidogyne javanica 100%
2 + Meloidogyne javanica 100%
3 + Meloidogyne javanica 100%
4 + Meloidogyne javanica 100%
5 + Meloidogyne javanica 100%
6 + Meloidogyne javanica 100%
Kertasari 1 - - -
2 - - -
3 - - -
(+) adanya infeksi NPA
(-) tidak adanya infeksi NPA
Kesimpulan
Spesies Nematoda Puru Akar pada umbi kentang asal Desa Margamulya,
Kecamatan Pangalengan adalah Meloidogyne javanica. Umbi kentang yang
berasal dari Desa Cirawa, Kecamatan Kertasari tidak teridentifikasi adanya infeksi
NPA.
Saran
Penelitian identifikasi spesies Meloidogyne dapat dilakukan lebih lanjut
dengan menggunakan metode biomolekuler (teknik PCR atau elektroforesis).
Perlu dilakukan penelitian identifikasi spesies Meloidogyne pada umbi kentang
dari sentra produksi kentang di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto. 2003. Status penyebaran dan kerugian nematode sista kentang pada
tanaman kentang. Disampaikan pada Lokakarya Nematoda sista kentang 11-
12 Desember 2003. Yogyakarta. 8 hal.
Fajar E. 2003. Hubungan kemiringan lereng terhadap beberapa sifat kimia tanah
dan produksi kentang (Solanum tuberosum L.) kultivar granola pada andisol
di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
29
Hussey RS, Janssen GJW. 2002. Root knot Nematodes : Meloidogyne Spesies.
CAB International.
Rubatzky VE, Yamaguchi M.. 1998. Sayuran Dunia I. Prinsip, Produksi, dan
Gizi. Jilid I. Bandung: Institut Teknik Bandung.
Singh RS. 1994. Plant Pathogen : The Plant Parasite Nematodes. New York:
Internasional Science Publisher.
Southey JF, editor. 1978. Plant Nematology. London: A.D.A.S. Plant Pathology
Laboratory, Harpenden.
Suri F, Jayasinghe U. 2002. A survey of potato fields for root knot nematode in
Ngablak, Central Java. Di dalam: Fuglie KO, editor. Progres in potato and
sweetpotato research in Indonesia. Proccedings of the CIP-Indonesia
Research Review Workshop. Bogor: Internasional Potato Center.
30
Thomas SH, Schroeder J, Murray LW. 2004. Cyperus tubers protect Meloidogyne
incognita from 1,3-dichloropropene. J. Nematology.