Anda di halaman 1dari 42

terhadap konflik. Kenyataannya, tonase kapal yang tenggelam di atas 500.

000 ton per bulan


mulai Februari sampai Juli. Jumlah ini meningkat menjadi 860.000 ton pada bulan April. Setelah
Juli, sistem konvoi baru yang diperkenalkan kembali menjadi sangat efektif mengurangi
ancaman kapal-U. Britania selamat dari ketiadaan armada kapal, sementara produksi industri
Jerman jatuh, dan tentara Amerika Serikat ikut berperang dalam jumlah besar lebih cepat
daripada yang diperkirakan Jerman.

Kru film Jerman sedang merekam peristiwa.

Tanggal 3 Mei 1917, selama Serangan Nivelle, Divisi Kolonial ke-2 Perancis yang lelah, para
veteran Pertempuran Verdun, menolak perintah atasannya, tiba dalam keadaan mabuk dan tanpa
membawa senjata. Perwira mereka tidak berani menghukum seluruh divisi dan hukuman keras
tidak segera diberlakukan. Kemudian, pemberontakan militer dialami oleh 54 divisi Perancis dan
200.000 prajuritnya desersi. Pasukan Sekutu lainnya menyerang, namun menderita kerugian luar
biasa.[97] Akan tetapi, seruan patriotisme dan tugas, serta penahanan dan pengadilan massal,
membuat para prajurit kembali mempertahankan parit, meski tentara Perancis menolak
berpartisipasi dalam operasi serangan selanjutnya.[98] Robert Nivelle dicopot dari jabatannya
pada 15 Mei, digantikan oleh Jenderal Philippe Pétain, yang menunda sejumlah serangan
mematikan berskala besar.

Kemenangan Austria-Hongaria dan Jerman pada Pertempuran Caporetto mendorong Sekutu di


Konferensi Rapallo membentuk Dewan Perang Agung untuk mengoordinasikan perencanaan.
Sebelumnya, pasukan Britania dan Perancis beroperasi di bawah komando yang berbeda.

Haut-Rhin, Perancis, 1917

Bulan Desember, Blok Sentral menandatangani gencatan senjata dengan Rusia. Perjanjian ini
membebaskan sejumlah besar tentara Jerman agar bisa dipakai di barat. Dengan bantuan Jerman
dan tentara Amerika Serikat baru masuk, hasil perang akan ditentukan di Front Barat. Blok
Sentral tahu bahwa mereka tidak mampu memenangkan perang yang berlarut-larut, tetapi
mereka memiliki harapan besar untuk berhasil berdasarkan serangan cepat terakhir. Selain itu,
para pemimpin Blok Sentral dan Sekutu semakin khawatir terhadap kerusuhan sosial dan
revolusi di Eropa. Karena itu, kedua sisi berusaha meraih kemenangan menentukan dengan
cepat.[99]
Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1917

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kampanye Sinai dan Palestina

Bulan Maret dan April 1917, pada Pertempuran Gaza Pertama dan Kedua, pasukan Jerman dan
Utsmaniyah menghentikan laju Pasukan Ekspedisi Mesir yang telah dimulai bulan Agustus 1916
di Romani. Pada akhir Oktober, Kampanye Sinai dan Palestina dilanjutkan setelah Korps XX,
Korps XXI, dan Korps Berkuda Gurun Jenderal Edmund Allenby memenangkan Pertempuran
Beersheba. Dua pasukan Utsmaniyah dikalahkan beberapa minggu kemudian pada Pertempuran
Yerusalem. Pada saat itu, Friedrich Freiherr Kress von Kressenstein diberhentikan dari
jabatannya sebagai komandan Angkatan Darat ke-8 dan digantikan oleh Djevad Pasha, dan
beberapa bulan kemudian komandan Angkatan Darat Utsmaniyah di Palestina, Erich von
Falkenhayn, digantikan oleh Otto Liman von Sanders.

Keikutsertaan Amerika Serikat

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Keikutsertaan Amerika Serikat pada Perang Dunia I

Non-intervensi

Saat pecah perang, Amerika Serikat mengambil kebijakan non-intervensi, yaitu menghindari
konflik tetapi mencoba menciptakan perdamaian. Ketika sebuah kapal-U Jerman
menenggelamkan kapal pesiar Britania RMS Lusitania tanggal 7 Mei 1915 yang juga
menewaskan 128 warga negara Amerika Serikat, Presiden Woodrow Wilson menegaskan bahwa
"Amerika Serikat terlalu bangga untuk berperang", tetapi menuntut berakhirnya serangan
terhadap kapal penumpang. Jerman patuh. Wilson gagal mencoba memediasi penyelesaian. Akan
tetapi, ia juga berkali-kali memperingatkan bahwa A.S. tidak akan menoleransi perang kapal
selam tanpa batas karena melanggar hukum internasional. Mantan presiden Theodore Roosevelt
menyebut aksi Jerman sebagai "pembajakan".[100] Wilson menang tipis dalam pemilu presiden
1916 karena para pendukungnya menyatakan bahwa "ia menjauhkan kami dari perang".

Bulan Januari 1917, Jerman melanjutkan perang kapal selam tanpa batasnya, menyadari bahwa
Amerika Serikat kelak ikut dalam perang. Menteri Luar Negeri Jerman, dalam Telegram
Zimmermann, mengundang Meksiko bergabung sebagai sekutu Jerman melawan Amerika
Serikat. Sebagai imbalannya, Jerman akan mendanai perang Meksiko dan membantu mereka
mencaplok kembali teritori Texas, New Mexico, dan Arizona.[101] Wilson merilis telegram
Zimmerman ke publik, dan warga AS memandangnya sebagai casus belli—penyebab perang.
Wilson meminta elemen-elemen antiperang untuk mengakhiri semua perang dengan
memenangkan yang satu ini dan menghapus militerisme dari dunia. Ia berpendapat bahwa
perang begitu penting sehingga A.S. harus punya suara dalam konferensi perdamaian.[102]
Presiden Wilson di hadapan Kongres, mengumumkan pemutusan hubungan resmi dengan
Jerman pada tanggal 3 Februari 1917.

Pernyataan perang A.S. terhadap Jerman

Setelah penenggelaman tujuh kapal dagang A.S. oleh kapal selam Jerman dan penerbitan
telegram Zimmerman, Wilson menyatakan perang terhadap Jerman,[103] yang dinyatakan pada
tanggal 6 April 1917 oleh Kongres A.S..

Partisipasi aktif A.S. pertama

Amerika Serikat secara formal tidak pernah menjadi anggota Sekutu, tetapi menjadi "Kekuatan
Terkait" yang diberi nama sendiri. Amerika Serikat memiliki pasukan kecil, namun setelah
pengesahan UU Dinas Selektif, pemerintah mewajibkan militer untuk 2,8 juta pria,[104] dan pada
musim panas 1918 Amerika Serikat mengirim 10.000 tentara baru ke Perancis setiap hari. Pada
tahun 1917, Kongres A.S. memberikan kewarganegaraan A.S. kepada warga Puerto Rico saat
mereka mendaftar untuk ikut serta dalam Perang Dunia I sebagai bagian dari UU Jones. Jerman
telah salah perkiraan, percaya bahwa dibutuhkan beberapa bulan sebelum tentara Amerika
Serikat datang sehingga kedatangannya bisa dihentikan kapal-U.[105]

Angkatan Laut Amerika Serikat mengirimkan gugus kapal perang ke Scapa Flow untuk
bergabung dengan Armada Besar Britania, kapal penghancur ke Queenstown, Irlandia, dan kapal
selam untuk membantu melindungi konvoi. Beberapa resimen Marinir A.S. juga dikerahkan ke
Perancis. Britania dan Perancis ingin pasukan A.S. dipakai untuk memperkuat tentara mereka
yang sudah ditempatkan di lini pertempuran dan tidak menyia-nyiakan kapal kosong untuk
membawa persediaan. A.S. menolak permintaan pertama dan menerima yang kedua. Jenderal
John J. Pershing, komandan Pasukan Ekspedisi Amerika Serikat (AEF), menolak memecah
pasukan A.S. agar dipakai sebagai bantuan untuk pasukan Imperium Britania dan Perancis.
Sebagai pengecualian, ia mengizinkan resimen tempur Afrika-Amerika untuk bergabung dengan
divisi Perancis. Harlem Hellfighters berperang sebagai bagian dari Divisi ke-16 Perancis,
mendapatkan Croix de Guerre atas aksi mereka di Chateau-Thierry, Belleau Wood, dan
Sechault.[106] Doktrin AEF menuntut serangan frontal, yang sejak lama ditiadakan oleh
komandan Imperium Britania dan Perancis karena banyak memakan korban jiwa.[107]

Tawaran perdamaian terpisah Austria


Tahun 1917, Kaisar Charles I dari Austria secara rahasia mengupayakan negosiasi perdamaian
terpisah dengan Clemenceau, bersama saudara istrinya Sixtus di Belgia sebagai penengah, tanpa
sepengetahuan Jerman. Ketika negosiasi gagal, upayanya diketahui Jerman dan mengakibatkan
bencana diplomatik.[108][109]

Serangan Musim Semi Jerman 1918

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Musim Semi

Jenderal Jerman Erich Ludendorff membuat rencana (dijuluki Operasi Michael) untuk serangan
tahun 1918 di Front Barat. Serangan Musim Semi bermaksud memecah pasukan Britania dan
Perancis melalui serangkaian penipuan dan serbuan. Pimpinan militer Jerman berharap bisa
memberi pukulan menentukan sebelum tentara A.S. tiba. Operasi ini dimulai tanggal 21 Maret
1918 melalui serangan terhadap pasukan Britania dekat Amiens. Pasukan Jerman memperoleh
wilayah sejauh 60 kilometer (37 mi).[110]

Parit Britania dan Perancis diterobos menggunakan taktik infiltrasi baru, disebut juga taktik
Hutier sesuai nama Jenderal Oskar von Hutier. Sebelumnya, serangan memiliki ciri pengeboman
artileri panjang dan serangan massal. Akan tetapi, pada Serangan Musim Semi 1918, Ludendorff
jarang memakai artileri dan menyisipkan sekelompok kecil infanteri di titik-titik lemah. Mereka
menyerang wilayah komando dan logistik dan menerobos titik-titik perlawanan sengit. Infanteri
bersenjata berat kemudian menghancurkan posisi-posisi terisolasi ini. Keberhasilan Jerman
sangat bergantung pada elemen kejutan.[111]

Front ini pindah ke daerah 120 kilometer (75 mi) dari kota Paris. Tiga senjata kereta berat Krupp
menembakkan 183 bom ke ibu kota, mengakibatkan banyak warga Paris mengungsi. Serangan
awal begitu sukses sampai-sampai Kaiser Wilhelm II menetapkan 24 Maret sebagai hari libur
nasional. Banyak warga Jerman mengira kemenangan sudah dekat. Setelah bertempur sengit,
serangan ini terhambat. Ketiadaan tank atau artileri motor membuat Jerman tidak mampu
mengonsolidasikan keberhasilan mereka. Suasana juga diperburuk oleh jalur suplai yang
sekarang diperpanjang akibat serbuan mereka.[112] Penghentian mendadak ini juga akibat dari
empat divisi Pasukan Imperium Australia (AIF) yang "memaksa" menyerang dan melakukan apa
yang belum pernah dilakukan pasukan manapun: menghentikan serbuan Jerman di tengah
perjalanan. Pada saat itu, divisi Australia pertama secara terburu-buru dikirim lagi ke utara untuk
menghentikan serbuan Jerman kedua.

Tentara Divisi Infanteri (West Lancashire) ke-55 Britania dibutakan oleh gas air mata pada
Pertempuran Estaires, 10 April 1918.
Jenderal Foch memaksa memakai tentara Amerika yang baru tiba sebagai pengganti individu.
Pershing malah berupaya menempatkan unit pasukan Amerika sebagai pasukan independen.
Unit-unit tersebut ditempatkan pada komando Perancis dan Imperium Britania yang semakin
sedikit pada tanggal 28 Maret. Dewan Perang Tertinggi Pasukan Sekutu dibentuk saat
Konferensi Doullens tanggal 5 November 1917.[113] Jenderal Foch ditunjuk sebagai komandan
tertinggi pasukan sekutu. Haig, Petain, dan Pershing mempertahankan kendali taktis atas masing-
masing pasukannya; Foch mengambil peran koordinasi alih-alih pengarahan, dan komando
Britania, Perancis, dan A.S. cenderung beroperasi secara independen.[113]

Setelah Operasi Michael, Jerman melancarkan Operasi Georgette terhadap pelabuhan-pelabuhan


utara Selat Inggris. Sekutu menghadang upaya tersebut setelah Jerman sempat menguasai sedikit
wilayah. Angkatan Darat Jerman di selatan kemudian melancarkan Operasi Blücher dan Yorck,
bergerak terus menuju Paris. Operasi Marne dimulai tanggal 15 Juli yang berusaha mengepung
Reims dan memulai Pertempuran Marne Kedua. Serangan balasannya memulai Serangan Seratus
Hari dan menandakan serangan perang Sekutu pertama yang sukses.

Tanggal 20 Juli, Jerman berada di seberang Marne di garis awal Kaiserschlacht-nya,[114] gagal
memenangkan apapun. Setelah fase terakhir perang di barat, AD Jerman tidak pernah mencapai
kembali tujuannya. Korban Jerman antara Maret dan April 1918 sebanyak 270.000 jiwa,
termasuk para tentara serbu yang sangat terlatih.

Sementara itu, Jerman terpecah di dalam negeri. Protes anti-perang semakin sering diadakan dan
moral militer jatuh. Produksi industri mencapai 53 persen dari jumlah produksi tahun 1913.

Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1918

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kampanye Sinai dan Palestina

Pada awal tahun 1918, garis depan pertempuran diperpanjang hingga Lembah Yordania yang
terus diduduki, setelah serangan Transyordania Pertama dan Transyordania Kedua oleh pasukan
Imperium Britania bulan Maret dan April 1918, sampai musim panas. Sepanjang bulan Maret,
sebagian besar infanteri Britania dari Pasukan Ekspedisi Mesir dan kavaleri Yeomanry dikirim
berperang di Front Barat sebagai akibat Serangan Musim Semi. Mereka digantikan oleh satuan
Angkatan Darat India. Selama beberapa bulan reorganisasi dan pelatihan pada musim panas,
sejumlah serangan dilancarkan di beberapa bagian garis depan Utsmaniyah. Serangan tersebut
mendorong garis depan ke utara di posisi yang lebih menguntungkan bagi persiapan serangan
dan menyiapkan infanteri AD India yang baru tiba. Baru pada pertengahan September pasukan
bersatu ini siap melakukan operasi besar-besaran.

Pasukan Ekspedisi Mesir yang direorganisasi, bersama divisi berkuda tambahan, memecah belah
pasukan Utsmaniyah pada Pertempuran Megiddo bulan September 1918. Dalam dua hari,
infanteri Britania dan India, dibantu taktik merayap, berhasil memecah garis depan Utsmaniyah
dan mencaplok markas besar Angkatan Darat Kedelapan di Tulkarm, jalur parit bersambungan di
Tabsor, Arara, dan markas besar Angkatan Darat Ketujuh di Nablus. Korps Berkuda Gurun
masuk lewat celah garis depan yang dibuat infanteri tadi selama operasi dilaksanakan tanpa henti
oleh brigade Berkuda Ringan Australia, Yeomanry berkuda Britania, Lancers India, dan Bedil
Berkuda Selandia Baru. Di Lembah Jezreel, mereka menduduki Nazareth, Afulah dan Beisan,
Jenin, dan Haifa di pesisir Mediterania dan Daraa di timur Sungai Yordan di jalur kereta Hijaz.
Samakh dan Tiberias di Laut Galilea diduduki dalam perjalanan ke utara menuju Damaskus.
Sementara itu, Pasukan Chaytor yang terdiri dari pasukan berkuda ringan Australia, pasukan
bedil berkuda Selandia Baru, infanteri India, Hindia Barat Britania, dan Yahudi menduduki
penyeberangan Sungai Yordan, Es Salt, Amman, dan sebagian besar Angkatan Darat Keempat di
Ziza. Gencatan Senjata Mudros ditandatangani pada akhir Oktober yang mengakhiri perang
dengan Kesultanan Utsmaniyah, sementara perang terus berlangsung di sebelah utara Aleppo.

Negara-negara baru di zona perang

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perjanjian Brest-Litovsk, Republik Demokratik
Armenia, Republik Demokratik Azerbaijan, dan Republik Demokratik Georgia

Pada akhir musim semi 1918, tiga negara baru berdiri di Kaukasus Selatan, yaitu Republik
Demokratik Armenia, Republik Demokratik Azerbaijan, dan Republik Demokratik Georgia,
yang menyatakan merdeka dari Kekaisaran Rusia.[115] Dua entitas minor lain juga berdiri, yaitu
Kediktatoran Sentrokaspia (dilikuidasi oleh Azerbaijan pada musim gugur 1918) dan Republik
Kaukasia Barat Daya (dilikuidasi oleh satuan tugas gabungan Armenia-Britania pada awal 1919).
Melalui penarikan pasukan Rusia dari front Kaukasus pada musim dingin 1917–18, tiga republik
besar tersebut bersiap menghadapi serbuan Utsmaniyah selanjutnya, yang dimulai pada bulan-
bulan pertama 1918. Solidaritas terbentuk sementara ketika Republik Federatif Transkaukasia
didirikan pada musim semi 1918 dan runtuh bulan Mei, ketika Georgia meminta dan menerima
perlindungan dari Jerman dan Azerbaijan membuat perjnajian degnan Kesultanan Utsmaniyah
yang lebih mirip dengan aliansi militer. Armenia dibiarkan bertahan sendiri dan berjuang selama
lima bulan melawan ancaman pendudukan penuh oleh Turki Utsmaniyah.[116]

Kemenangan Sekutu: Musim panas dan gugur 1918

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Seratus Hari dan Republik Weimar

Serangan balasan Sekutu, dikenal sebagai Serangan Seratus Hari, dimulai pada tanggal 8
Agustus 1918. Pertempuran Amiens pecah dengan Korps III Angkatan Darat Keempat Britania
Raya di sebelah kiri, Angkatan Darat Pertama Perancis di sebelah kanan, dan Korps Australia
dan Kanada memimpin serangan di tengah melalui Harbonnières.[117][118] Serangan ini
melibatkan 414 tank tipe Mark IV dan Mark V dan 120.000 prajurit. Mereka bergerak 12
kilometer (7,5 mi) ke dalam teritori dudukan Jerman dalam kurun tujuh jam saja. Erich
Ludendorff menyebut hari itu sebagai "Hari Kelam Angkatan Darat Jerman".[117][119]

Foto udara reruntuhan Vaux-devant-Damloup, Perancis, 1918

Australia-Kanada memimpin di Amiens, sebuah pertempuran yang menjadi awal keruntuhan


Jerman,[49] membantu pasukan Britania bergerak ke utara dan Perancis ke selatan. Di front AD
Keempat Britania di Amiens setelah maju sejauh 14 mil (23 km), perlawanan Jerman semakin
sengit dan pertempuran berakhir. Tetapi AD Ketiga Perancis memperpanjang front Amiens pada
tanggal 10 Agustus, ketika daerah tersebut dibiarkan begitu saja di sebelah kanan Angkatan
Darat Pertama Perancis, dan maju sejauh 4 mil (6 km), membebaskan Lassigny dalam
pertempuran yang berlangsung sampai 16 Agustus. Di selatan AD Ketiga Perancis, Jenderal
Charles Mangin (si Pembantai) memajukan posisi AD Kesepuluh Perancis di Soissons tanggal
20 Agustus untuk menawan delapan ribu tentara musuh, dua ratus senjata, dan dataran tinggi
Aisne yang menghadap dan mengancam posisi Jerman di sebelah utara Vesle.[120] Erich
Ludendorff juga menyebut peristiwa ini sebagai "Hari Kelam".

Skotlandia Kanada maju sepanjang Pertempuran Canal du Nord, September 1918

Sementara itu, Jenderal Byng dari AD Ketiga Britania melaporkan bahwa musuh di frontnya
semakin sedikit setelah ditarik dan diperintahkan menyerang dengan 200 tank ke Bapaume,
memulai Pertempuran Albert, dengan perintah spesifik "Untuk menerobos front musuh, dengan
tujuan menghancurkan front pertempuran musuh saat ini" (berseberangan dengan AD Keempat
Britania di Amiens).[49] Para pemimpin Sekutu sekarang sadar bahwa melanjutkan serangan
setelah perlawanan sengit memakan banyak korban, dan lebih baik membelokkan lini daripada
meneruskannya. Mereka mulai melancarkan serangan dengan cara cepat untuk mendapatkan
keuntungan dari pergerakan yang berhasil di garis depan, kemudian memecahnya ketika setiap
serangan kehilangan impetus awalnya.[120]

Front Angkatan Darat Ketiga Britania sepanjang 15-mil (24 km) di sebelah utara Albert berhasil
membuat kemajuan setelah buntu selama satu hari melawan garis perlawanan utama yang
merupakan batas penarikan pasukan musuh.[121] Angkatan Darat Keempat Britania pimpinan
Rawlinson berhasil menekan garis kirinya sampai wilayah antara Albert dan Somme, meluruskan
garis antara posisi Angkatan Darat Ketiga dan front Amiens, yang berakhir dengan penaklukan
kembali Albert pada saat yang sama.[120] Tanggal 26 Agustus, Angkatan Darat Pertama Britania
di sebelah kiri Angkatan Darat Ketiga terlibat dalam pertempuran, sehingga memperpanjang
front ke utara melewati Arras. Korps Kanada, sudah kembali di garis depan Angkatan Darat
Pertama, bergerak dari Arras ke timur 5 mil (8 km) melewati wilayah Arras-Cambrai yang
dipertahankan habis-habisan sebelum mencapai pertahanan terluar Garis Hindenburg, dan
berhasil menerobosnya pada tanggal 28 dan 29 Agustus. Bapaume jatuh tanggal 29 Agustus ke
tangan Divisi Selandia Baru Angkatan Darat Ketiga, dan Australia, masih memimpin pergerakan
AD Keempat, kembali mampu menekan musuh di Amiens untuk menduduki Peronne dan Mont
Saint-Quentin tanggal 31 Agustus. Jauh ke selatan, AD Pertama dan Ketiga Perancis bergerak
lambat, sementara AD Kesepuluh, yang sekarang sudah melintasi Ailette dan berada di timur
Chemin des Dames, mendekati posisi Alberich di Garis Hindenburg.[122] Sepanjang minggu
terakhir Agustus, tekanan di front sepanjang 70-mil (113 km) melawan musuh sangat berat dan
tidak berhenti-henti. Dari kesaksian Jerman, "Setiap hari dihabiskan dalam pertempuran berdarah
melawan musuh yang selalu menyerbu, dan malam dihabiskan tanpa tidur dalam pergerakan
mundur ke garis baru."[120] Bahkan di sebelah utara di Flandria, AD Kedua dan Kelima Britania
selama Agustus dan September mampu membuat kemajuan, menawan tentara musuh dan posisi
yang sebelumnya mengalahkan mereka.[122]

Tentara Amerika Serikat di Vladivostok, Siberia, Agustus 1918

Tanggal 2 September, Korps Kanada menerobos garis Hindenburg, dengan membuka celah di
Posisi Wotan, sehingga memungkinkan Angkatan Darat Ketiga maju dan memberi dampak di
seluruh Front Barat. Pada hari yang sama, Oberste Heeresleitung (OHL) tidak punya pilihan lain
kecuali mengeluarkan perintah kepada enam pasukan angkatan darat untuk mundur ke Garis
Hindenburg di selatan, di belakang Canal du Nord di front AD Pertama Kanada dan kembali ke
garis di sebelah timur Lys di utara. Perintah ini tanpa perlawanan berhasil mengembalikan
medan perang yang direbut pada April sebelumnya.[123] Menurut Ludendorff, "Kami harus
mengakui perlunya tindakan ...menarik seluruh front dari Scarpe ke Vesle."[124]
Potret seorang mayor Amerika Serikat di keranjang balon observasi yang terbang di atas teritori
dekat garis depan

Dalam nyaris empat minggu pertempuran yang dimulai tanggal 8 Agustus, lebih dari 100.000
personil Jerman ditawan, 75.000 oleh BEF dan sisanya oleh Perancis. Sebagaimana "Hari Kelam
Angkatan Darat Jerman", Komando Tinggi Jerman menyadari mereka kalah perang dan
melakukan upaya mencapai akhir yang memuaskan. Sehari setelah eprtempuran tersebut,
Ludendorff memberitahu Kolonel Mertz, "Kita tidak lagi mampu memenangkan perang, tetapi
kita juga tidak boleh kalah." Pada tanggal 11 Agustus, ia mengajukan pengunduran dirinya ke
Kaiser dan ditolak dengan balasan, "Saya pikir kita harus mencapai keseimbangan. Kita nyaris
mencapai batas kekuatan perlawanan kita. Perang harus diakhiri." Tanggal 13 Agustus di Spa,
Hindenburg, Ludendorff, Kanselir, dan Menteri Luar Negeri Hintz setuju bahwa perang tidak
dapat diakhiri secara militer, dan pada keesokan harinya Dewan Kekaisaran Jerman memutuskan
bahwa kemenangan di medan perang sudah tidak memungkinkan lagi. Austria dan Hongaria
memperingatkan bahwa mereka hanya bisa melanjutkan perang sampai Desember, dan
Ludendorff menyarankan negosiasi damai secepatnya dan Kaiser menanggapinya dengan
memerintahkan Hintz meminta mediasi Ratu Belanda. Pangeran Rupprecht memperingatkan
Pangeran Max dari Baden: "Situasi militer kita cepat sekali memburuk sampai-sampai saya tidak
lagi yakin kita bisa bertahan selama musim dingin; bisa saja sebuah bencana datang lebih cepat."
Pada tanggal 10 September, Hindenburg menyarankan perdamaian kepada Kaisar Charles dari
Austria dan Jerman meminta mediasi dari Belanda. Tanggal 14 September, Austria mengirimkan
catatan kepada semua pihak terlibat dan pihak netral yang menyarankan pertemuan diskusi
damai di daerah netral dan keesokan harinya Jerman membuat tawaran damai dengan Belgia.
Kedua tawaran damai ditolak dan pada tanggal 24 September OHL memberitahu para pemimpin
negara di Berlin bahwa pembicaraan gencatan senjata sudah tidak terelakkan lagi.[122]

Pada bulan September, Jerman terus melancarkan serangan pertahanan belakang dan berbagai
serangan balasan di daerah-daerah yang hilang, tetapi hanya sedikit yang berhasil, namun
sementara saja. Kota, desa, perbukitan, dan parit yang diperebutkan di Garis Hindenburg terus
jatuh ke tangan Sekutu, dengan BEF sendiri menawan 30.441 tentara pada minggu terakhir
September. Pergerakan kecil ke timur kelak menyusul kemenangan Angkatan Darat Ketiga di
Ivincourt tanggal 12 September, Angkatan Darat Keempat di Epheny tanggal 18 September, dan
pencaplokan Essigny-le-Grand oleh Perancis keesokan harinya. Pada tanggal 24 September,
serangan akhir oleh Britania dan Perancis di front sepanjang 4-mil (6,4 km) terjadi 2 mil
(3,2 km) dari St. Quentin.[122] Dengan pos luas dan garis pertahanan awal Posisi Siegfried dan
Alberich berhasil dimusnahkan, Jerman saat ini sepenuhnya bertahan di Garis Hindenburg.
Dengan posisi Wotan di garis itu telah diterobos dan posisi Siegfried terancam dibelokkan dari
utara, sudah saatnya Sekutu menyerbu sisa bentangan garis tersebut.

Serangan di Garis Hindenburg dimulai tanggal 26 September dan melibatkan tentara A.S.
Tentara Amerika yang masih baru mengalami masalah dengan suplai untuk pasukan besar di
daerah yang tidak bersahabat.[125] Minggu selanjutnya, pasukan gabungan Perancis dan Amerika
merangsek ke Champagne pada Pertempuran Blanc Mont Ridge, mengusir Jerman dari posisi
komandonya, dan maju mendekati perbatasan Belgia.[126] Kota Belgia terakhir yang dibebaskan
sebelum gencatan senjata adalah Ghent, yang dipertahankan Jerman sebagai patokan tempur
sampai Sekutu melibatkan artileri.[127][128] Pasukan Jerman harus memperpendek frontnya dan
memakai perbatasan Belanda sebagai patokan serangan pertahanan belakang.

Anggota Resimen ke-64 A.S., Divisi Infanteri ke-7, merayakan kabar gencatan senjata, 11
November 1918

Saat Bulgaria menandatangani gencatan senjata terpisah tanggal 29 September, Sekutu berhasil
menguasai Serbia dan Yunani. Ludendorff, setelah mengalami tekanan berbulan-bulan,
menderita depresi. Sudah jelas bahwa Jerman tidak mampu lagi membuat pertahanan yang
berhasil.[129][130]

Sementara itu, berita tentang kekalahan militer Jerman yang sudah dekat menyebar ke seluruh
angkatan bersenjata Jerman. Ancaman desersi semakin besar. Laksamana Reinhard Scheer dan
Ludendorff memutuskan melancarkan usaha terakhir untuk mengembalikan "kebanggaan"
Angkatan Laut Jerman. Tahu bahwa pemerintahan Pangeran Maximilian dari Baden akan
memveto tindakan apapun, Ludendorff memutuskan untuk tidak memberitahunya. Sayangnya,
berita tentang serangan lanjutan diketahui para marinir di Kiel. Banyak yang menolak menjadi
bagian dari serangan laut yang dirasa bersifat bunuh diri dan mereka memberontak dan ditahan.
Ludendorff disalahkan dan Kaiser memecatnya pada tanggal 26 Oktober. Keruntuhan Balkan
berarti Jerman akan kehilangan suplai minyak dan makanan utamanya. Cadangannya sudah
habis, bahkan saat tentara A.S. terus tiba dengan jumlah 10.000 orang per hari.[131]

Menderita lebih dari 6 juta korban, Jerman mencari perdamaian. Pangeran Maximilian dari
Baden memimpin pemerintahan baru sebagai Kanselir Jerman untuk bernegosiasi dengan
Sekutu. Negosiasi telegraf dengan Presiden Wilson segera dimulai dengan harapan ia akan
memberi permintaan yang lebih baik daripada Britania dan Perancis. Harapan tersebut sia-sia
karena Wilson malah meminta Kaiser mengundurkan diri. Tidak ada perlawanan ketika Philipp
Scheidemann dari Partai Demokrat Sosial menyatakan Jerman sebagai negara republik pada
tanggal 9 November. Kekaisaran Jerman tidak berdiri lagi dan Jerman baru telah didirikan
dengan nama Republik Weimar.[132]

Gencatan senjata dan penyerahan diri


Penandatanganan gencatan senjata.

Di hutan Compiègne setelah menyetujui gencatan senjata yang mengakhiri perang, tampak Foch
kedua dari kanan. Gerbong di belakangnya, tempat penandatangann tersebut, dipilih sebagai latar
simbolis gencatan senjata Juni 1940 oleh Pétain. Gerbong ini dipindahkan ke Berlin sebagai
hadiah, namun karena pengeboman Sekutu, gerbong ini dipindahkan ke Crawinkel, Thuringia,
dan sengaja dihancurkan tentara SS tahun 1945.[133]

Keruntuhan Blok Sentral terjadi cepat. Bulgaria merupakan negara pertama yang
menandatangani gencatan senjata pada tanggal 29 September 1918 di Saloniki.[134] Tanggal 30
Oktober, Kesultanan Utsmaniyah menyerah di Moudros (Gencatan Senjata Mudros).[134]

Tanggal 24 Oktober, Italia memulai pergerakan yang berhasil menguasai kembali teritori yang
hilang setelah Pertempuran Caporetto. peristiwa ini memuncak pada Pertempuran Vittorio
Veneto, yang menandai akhir dari Angkatan Darat Austria-Hongaria sebagai sebuah pasukan
perang yang efektif. Serangan ini juga mendorong disintegrasi Kekaisaran Austria-Hongaria.
Selama minggu terakhir Oktober, deklarasi kemerdekaan dibuat di Budapest, Praha, dan Zagreb.
Tanggal 29 Oktober, otoritas kekaisaran meminta gencatan senjata dengan Italia. Tetapi Italia
terus bergerak maju, mencapai Trento, Udine, dan Trieste.. Tanggal 3 November, Austria-
Hongaria mengirimkan bendera putih untuk meminta gencatan senjata. Persyaratan yang
disampaikan melalui telegraf oleh pemimpin Sekutu di Paris dikirim ke komandan Austria dan
diterima. Gencatan senjata dengan Austria ditandatangani di Villa Giusti, dekat Padua, tanggal 3
November. Austria dan Hongaria menandatangani gencatan senjata terpisah setelah
penggulingan Monarki Habsburg.

Setelah pecahnya Revolusi Jerman 1918–1919, sebuah republik diproklamasikan tanggal 9


November. Kaiser mengungsi ke Belanda.

Tanggal 11 November pukul 05:00, gencatan senjata dengan Jerman ditandatangani di sebuah
gerbong kereta di Compiègne. Pukul 11:00 tanggal 11 November 1918 — "jam sebelas hari
sebelas bulan sebelas" — gencatan senjata diberlakukan. Selama enam jam antara
penandatanganan gencatan senjata tersebut dan penerapannya, pasukan yang saling berperang di
Front Barat mulai menarik diri dari posisi mereka, tetapi terus bertempur di sejumlah wilayah
front karena para komandan ingin mencaplok wilayah sebelum perang berakhir. Prajurit Kanada
George Lawrence Price ditembak seorang penembak jitu Jerman pada pukul 10:57 dan tewas
pukul 10:58.[135] Prajurit Amerika Serikat Henry Gunther gugur 60 detik sebelum gencatan
senjata diterapkan saat sedang berlari menyerbu tentara Jerman yang terkejut dan tahu bahwa
gencatan senjata sudah dekat.[136] Prajurit Britania terakhir yang gugur adalah George Edwin
Ellison. Korban terakhir dalam perang ini adalah seorang Jerman, Letnan Thomas, yang setelah
pukul 11:00 sedang berjalan menyusuri garis depan untuk memberitahu tentara Amerika Serikat
yang belum diberitahu tentang gencatan senjata bahwa mereka akan mengosongkan bangunan di
belakang mereka.[137] Pendudukan Rhineland terjadi setelah gencatan senjata. Pasukan
pendudukan terdiri dari pasukan Amerika Serikat, Belgia, Britania, dan Perancis.

Superioritas Sekutu dan legenda pengkhianatan, November 1918

Pada bulan November 1918, Sekutu memiliki suplai prajurit dan material yang cukup untuk
menyerbu Jerman. Namun pada saat gencatan senjata, tidak ada pasukan Sekutu yang melintasi
perbatasan Jerman; Front Barat masih 900 mi (1.400 km) jauhnya dari Berlin; dan pasukan
Kaiser telah mundur dari medan perang secara baik-baik. Faktor-faktor tersebut memungkinkan
Hindenburg dan pemimpin Jerman senior lainnya menyebar berita bahwa pasukan mereka belum
benar-benar dikalahkan. Ini berujung pada legenda pengkhianatan,[138][139] yang menyebut
kekalahan Jerman bukan karena ketidakmampuannya melanjutkan peperangan (meski hampir
satu juta tentara menderita wabah flu 1918 dan tidak bisa berperang), tetapi kegagalan publik
merespon "panggilan patriotik"-nya dan dugaan sabotase perang internasional, terutama oleh
kaum Yahudi, Sosialis, dan Bolshevik.

Perjanjian Versailles, Juni 1919

Keadaan perang formal antara kedua pihak terus berlanjut selama tujuh bulan selanjutnya sampai
penandatanganan Perjanjian Versailles dengan Jerman pada tanggal 28 Juni 1919. Akan tetapi,
publik Amerika Serikat menolak ratifikasi perjanjian tersebut, terutama karena Liga Bangsa-
Bangsalah perjanjian tersebut dibuat; A.S. tidak mengakhiri secara resmi keikutsertaannya dalam
perang sampai Resolusi Knox-Porter ditandatangani tahun 1921. Setelah Perjanjian Versailles,
perjanjian dengan Austria, Hongaria, Bulgaria, dan Kesultanan Utsmaniyah ditandatangani.
Namun, negosiasi perjanjian terakhir dengan Kesultanan Utsmaniyah diikuti oleh perselisihan
(Perang Kemerdekaan Turki), dan perjanjian damai terakhir antara Blok Sekutu dan negara yang
segera menjadi Republik Turki baru ditandatangani pada tanggal 24 Juli 1923 di Lausanne.

Sejumlah tugu peringatan perang menyebut akhir perang adalah ketika Perjanjian Versailles
ditandatangani tahun 1919, yaitu ketika banyak tentara yang berdinas di luar negeri akhirnya
pulang ke negara masing-masing; sebaliknya, banyak peringatan berakhirnya perang terpusat
pada gencatan senjata tanggal 11 November 1918. Secara hukum, perjanjian damai formal belum
selesai sampai ditandatanganinya perjanjian terakhir, yaitu Perjanjian Lausanne. Sesuai
ketentuannya, pasukan Sekutu keluar dari Konstantinopel tanggal 23 Agustus 1923.

Teknologi
Lihat pula: Teknologi pada Perang Dunia I dan Senjata pada Perang Dunia I

Kendaraan lapis baja

Tentara Kanada dengan luka bakar gas mustar, ca. 1917–1918.


Perang Dunia Pertama dimulai sebagai tabrakan teknologi abad ke-20 dan taktik abad ke-19,
disertai jatuhnya korban dalam jumlah besar. Tetapi pada akhir 1917, pasukan-pasukan besar,
sekarang berjumlah jutaan, telah melakukan modernisasi dan memakai telepon, komunikasi
nirkabel,[140] kendaraan lapis baja, tank,[141] dan pesawat terbang. Formasi infanteri disusun
ulang, sehingga pasukan 100 orang tidak lagi menjadi unit manuver utama dan digantikan oleh
skuat yang terdiri dari kurang lebih 10 tentara, di bawah komando NCO junior.

Artileri juga mengalami revolusi. Tahun 1914, meriam diposisikan di garis depan dan
ditembakkan langsung ke target. Tahun 1917, tembakan tidak langsung dengan senjata (disertai
mortir dan bahkan senjata mesin) biasa dilakukan, memakai teknik baru mencari dan mengukur,
terutama pesawat dan telepon lapangan yang sering diabaikan. Misi kontra-baterai biasa
dilakukan dan deteksi suara dipakai untuk melacak keberadaan baterai musuh.

Jerman jauh lebih maju daripada Sekutu dalam memanfaatkan tembakan berat tidak langsung.
Angkatan Darat Jerman memakai howitzer 150 dan 210 mm pada tahun 1914, sementara senjata
Perancis dan Britania hanya 75 dan 105 mm. Britania memiliki howiter 6 inci (152 mm), tetapi
sangat berat sehingga harus dirombak dulu dan disusun di medan tempur. Jerman juga memakai
senjata Austria 305 mm dan 420 mm, dan sejak awal perang sudah memiliki cadangan berbagai
kaliber Minenwerfer yang ideal dipakai untuk peperangan parit.[142]

Banyak pertempuran melibatkan peperangan parit yang memakan korban ratusan tentara untuk
setiap yard yang diperebutkan. Sebagian besar pertempuran paling mematikan sepanjang sejarah
terjadi pada Perang Dunia Pertama, seperti Ypres, Marne, Cambrai, Somme, Verdun, dan
Gallipoli. Jerman memakai proses Haber fiksasi nitrogen untuk menyediakan suplai bubuk mesiu
yang tetap untuk pasukan-pasukannya, meski terjadi blokade laut oleh Britania.[143] Artileri
mengakibatkan jumlah korban paling banyak[144] dan mengonsumsi banyak sekali peledak.
Sejumlah besar luka kepala akibat ledakan granat dan fragmentasi mendorong negara-negara
terlibat mengembangkan helm baja modern, dipimpin oleh Perancis yang memperkenalkan helm
Adrian pada tahun 1915. Perkembangan ini diikuti oleh helm Brodie yang dipakai tentara
Imperium Britania dan A.S., dan pada tahun 1916 oleh Stahlhelm Jerman dengan perbaikan
desain yang masih dipakai sampai sekarang.

"Gas! Gas! Quick, boys!... Fitting the clumsy helmets just in time; But someone still
was yelling out and stumbling, And flound'ring like a man in fire or lime... Dim,
through the misty panes and thick green light, As under a green sea, I saw him
drowning."- Wilfred Owen, DULCE ET DECORUM EST, 1917[145]

Pemakaian bahan kimia yang luas adalah fitur berbeda dalam konflik ini. Gas yang dipakai
meliputi klorin, gas mustar, dan fosgin. Sedikit korban perang yang jatuh akibat gas,[146] karena
pertahanan efektif terhadap serangan gas segera diciptakan, seperti masker gas. Pemakaian
peperangan kimia dan pengeboman strategis berskala kecil tidak diizinkan oleh Konvensi Den
Haaf 1907, dan keduanya terbukti tidak begitu efektif,[147] meski berhasil menangkap perhatian
publik.[148]

Senjata darat terkuat adalah senjata kereta api yang berbobot ratusan ton per unitnya. Senjata ini
diberi nama Big Bertha, meski pemilik namanya bukanlah sebuah senjata kereta api. Jerman
mengembangkan Paris Gun yang mampu mengebom Paris dari jarak 100 kilometer (62 mi),
meski granatnya relatif ringan dengan berat 94 kilogram (210 lb). Saat Sekutu juga mempunyai
senjata kereta, model Jerman jauh lebih maju dan canggih daripada Sekutu.

Penerbangan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penerbangan pada Perang Dunia I

RAF Sopwith Camel. Bulan April 1917, harapan hidup rata-rata seorang pilot Britania di Front
Barat adalah 93 jam terbang.[149]

Pesawat bersayap tetap pertama dipakai secara militer oleh Italia di Libya tanggal 23 Oktober
1911 pada Perang Italia-Turki untuk keperluan mata-mata, dan pada tahun berikutnya diikuti
oleh penjatuhan granat dan fotografi udara. Tahun 1914, pemanfaatan militer mereka tampak
jelas. Pesawat awalnya dipakai untuk mata-mata dan serangan darat. Untuk menembak jatuh
pesawat musuh, senjata antipesawat dan pesawat tempur dikembangkan. Pengebom strategis
diciptakan, terutama oleh Jerman dan Britania, meski Jerman juga memakai Zeppelin.[150]
Menjelang akhir konflik, kapal angkut pesawat dipakai untuk pertama kalinya, dengan HMS
Furious meluncurkan Sopwith Camels dalam sebuah serangan untuk menghancurkan hangar
Zeppelin di Tondern tahun 1918.[151]

Balon pemantau berawak, melayang jauh di atas parit, dipakai sebagai platform mata-mata
stasioner, melaporkan pergerakan musuh dan mengarahkan artileri. Balon umumnya diawaki dua
orang, dilengkapi parasut,[152] sehingga jika terjadi serangan udara musuh, awak balon dapat
terjun dengan selamat. Pada masa itu, parasut begitu berat untuk dipakai pilot pesawat (bersama
keluaran tenaga marginalnya), dan versi parasut kecil belum dikembangkan sampai akhir perang;
parasut juga ditolak para pemimpin Britania yang khawatir akan menciptakan sifat pengecut.[153]

Parit Jerman dihancurkan oleh ledakan ranjau. Sekitar 10.000 tentara Jerman gugur ketika 19
ranjau diledakaan secara bersamaan.
Diakui atas kegunaannya sebagai platform pemantau, balon menjadi target penting pesawat
musuh. Untuk mempertahankannya dari serangan udara, balon-balon sangat dilindungi oleh
senjata antipesawat dan dipatroli oleh pesawat teman; untuk menyerang musuh, senjata tidak
umum seperti roket udara-ke-udara dipakai. Karena itu nilai mata-mata lampu suar dan balon
berkontribusi terhadap pengembangan pertempuran udara antara semua jenis pesawat, dan
menciptakan kebuntuan parit, karena mustahil memindahkan sejumlah besar tentara tanpa
terdeteksi. Jerman melakukan serangan udara di Inggris sepanjang tahun 1915 dan 1916 dengan
kapal udara, berharap menjatuhkan moral Britania dan mengakibatkan pesawat dialihkan dari
garis depan, dan pada akhirnya menciptakan kepanikan yang mendorong pengalihan beberapa
skadron pesawat tempur dari Perancis.[150][153]

Pemutakhiran teknologi laut

Jerman mengirimkan kapal-U (kapal selam) setelah perang dimulai. Berada di antara peperangan
kapal selam terbatas dan tanpa batas di Atlantik, Kaiserliche Marine memakai kapal-kapal ini
untuk memutus rantai suplai penting Kepulauan Britania Raya. Kematian pelaut dagang Britania
dan kehebatan kapal-U mendorong pengembangan ranjau bawah air (1916), hidropon (sonar
pasif, 1917), lampu suar, kapal selam pemburu (HMS R-1, 1917), senjata antikapal selam, dan
hidropon celup (dua perlengkapan terakhir tidak digunakan lagi pada tahun 1918).[154] Untuk
memperluas operasi mereka, Jerman merancang kapal selam suplai pada tahun 1916.
Kebanyakan kapal selam ditinggalkan pada masa antarperang sampai Perang Dunia II
memunculkan lagi kebutuhan akan kapal selam.

Pemutakhiran teknologi peperangan darat

Senjata mesin Vickers Britania

Parit, senjata mesin, mata-mata udara, kawat berduri, dan artileri modern dengan granat
fragmentasi membantu menciptakan kebuntuan di lini pertempuran Perang Dunia I. Britania dan
Perancis mencari solusi dengan menciptakan tank dan peperangan mekanis. Tank pertama
Britania dipakai pada Pertempuran Somme tanggal 15 September 1916. Ketergantungan mekanis
adalah suatu masalah, tetapi uji coba membuktikan keandalannya. Dalam satu tahun, Britania
melibatkan ratusan tank dalam pertempuran dan tank-tank tersebut menunjukkan kebolehan
mereka pada Pertempuran Cambrai bulan November 1917 dengan menerobos Garis Hindenburg,
sementara tim senjata gabungan menangkap 8.000 tentara musuh dan 100 senjata. Perancis
memperkenalkan tank pertama dengan meriam berputar, Renault FT-A7, yang menjadi
perlengkapan perang yang paling menentukan kemenangan. Konflik ini juga mendorong
diperkenalkannya senjata otomatis ringan dan senjata submesin, seperti Lewis Gun, bedil
otomatis Browning, dan Bergmann MP18.

Penyembur api dan angkutan subterania

Senjata baru lainnya, penyembur api, pertama dipakai oleh pasukan Jerman dan kemudian
diadopsi oleh pasukan lain. Meski tidak bernilai taktis tinggi, penyembur api adalah senjata kuat
dengan kemampuan demoralisasi yang mengakibatkan teror di medan tempur. Ini adalah senjata
berbahaya karena bobotnya yang berat membuat operatornya mudah menjadi target musuh.

Rel kereta parit berevolusi untuk pengiriman sejumlah besar makanan, air, dan amunisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tentara-tentara di daerah tempat sistem transportasi
konvensional telah dihancurkan. Mesin pembakaran dalam dan sistem traksi yang diperbarui
untuk mobil dan truk/lori akhirnya membuat rel kereta parit kedaluwarsa.

Kejahatan perang
Genosida dan pembersihan etnis

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Korban Utsmaniyah pada Perang Dunia I
Lihat pula: Genosida Armenia, Genosida Assyria, Genosida Yunani, dan Penolakan genosida

Tentara Austria-Hongaria mengeksekusi warga sipil Serbia saat pendudukan Mačva, 1914

Pembersihan etnis populasi Armenia di Kesultanan Utsmaniyah, termasuk deportasi dan


eksekusi massal, saat tahun-tahun terakhir Kesultanan Utsmaniyah tergolong genosida.[155]
Utsmaniyah memandang seluruh populasi Armenia sebagai musuh[156] yang memilih berpihak
pada Rusia sejak awal perang.[157] Pada awal 1915, sejumlah warga Armenia bergabung dengan
pasukan Rusia, dan pemerintah Utsmaniyah menggunakan alasan ini sebagai dasar pengesahan
Hukum Tehcir (Hukum Deportasi). Hukum ini membolehkan deportasi penduduk Armenia dari
provinsi-provinsi timur Kesultanan ke Suriah antara 1915 dan 1917. Jumlah pasti korban tewas
tidak diketahui. Meski Balakian memberi kisaran antara 250.000 sampai 1,5 juta orang
Armenia,[158] International Association of Genocide Scholars memperkirakan lebih dari 1 juta
jiwa.[155][159] Pemerintah Turki dari dulu tetap menolak tuduhan genosida dengan berpendapat
bahwa mereka yang tewas adalah korban peperangan antaretnis, kelaparan, atau wabah selama
Perang Dunia Pertama.[160] Kelompok etnis lain yang juga diserang Kesultanan Utsmaniyah pada
saat itu termasuk bangsa Assyria dan Yunani, dan sejumlah sarjana menganggap peristiwa
tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemusnahan yang sama.[161][162][163]

Foto memperlihatkan penduduk Armenia yang dibunuh saat Genosida Armenia. Gambar diambil
dari buku Ambassador Morgenthau's Story karya Henry Morgenthau, Sr., diterbitkan tahun
1918.[164]

Kekaisaran Rusia

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pogrom anti-Yahudi di Kekaisaran Rusia
Lihat pula: Pendudukan Galisia Timur oleh Rusia 1914-1915, Volhynia, dan Jerman Volga

Banyak pogrom terjadi seiring Revolusi 1917 Rusia dan Perang Saudara Rusia. 60.000–200.000
warga sipil Yahudi tewas dalam kekerasan yang terjadi di seluruh wilayah bekas Kekaisaran
Rusia.[165]

"Pemerkosaan Belgia"

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemerkosaan Belgia

Para penyerbu Jerman menganggap perlawanan apapun—seperti menyabotase rel kereta—


sebagai tindakan ilegal dan imoral, dan menembak pelanggar dan membakar bangunan sebagai
balasannya. Selain itu, mereka cenderung menganggap sebagian besar warga sipil sebagai
"franc-tireurs" berpotensial, dan menangkap dan kadang membunuh tahanan dari kalangan warga
sipil. Pasukan Jerman mengeksekusi lebih dari 6.500 warga sipil Perancis dan Belgia antara
Agustus dan November 1914, biasanya dalam penembakan warga sipil berskala besar nyaris
acak yang diperintahkan oleh perwira junior Jerman. Angkatan Darat Jerman menghancurkan
15.000-20.000 bangunan—termasuk perpustakaan universitas di Louvain—dan menciptakan
gelombang pengungsi sebesar satu juta orang. Lebih dari separuh resimen Jerman di Belgia
terlibat dalam insiden-insiden besar.[166] Ribuan pekerja dikirim ke Jerman untuk bekerja di
pabrik. Propaganda Britania yang mendramatisir "Pemerkosaan Belgia" menarik banyak
perhatian di Amerika Serikat, sementara Berlin menyatakan tindakan tersebut sah dan perlu
karena ancaman para "franc-tireurs" (gerilya) seperti yang terjadi di Perancis tahun 1870.[167]
Britania dan Perancis membesar-besarkan laporan tersebut dan menyebarluaskannya di dalam
negeri dan Amerika Serikat, tempat mereka memainkan peran besar dalam menghapus dukungan
untuk Jerman.[168][169]
Pengalaman tentara
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar veteran Perang Dunia I, Korban Perang Dunia
I, Commonwealth War Graves Commission, dan American Battle Monuments Commission

Kontingen Pertama Korps Bedil Relawan Bermuda untuk 1 Lincolns, berlatih di Bermuda untuk
Front Barat, musim dingin 1914–1915. 75% dari kedua kontingen BVRC menjadi korban.

Tentara Britania awalnya merupakan relawan, namun pada akhirnya menjadi wajib militer.
Imperial War Museum di Britania telah mengoleksi lebih dari 2.500 tekaman kesaksian pribadi
tentara, dan sejumlah transkrip pilihan yang disunting oleh penulis militer Max Arthur telah
diterbitkan. Museum ini percaya bahwa sejarawan belum memanfaatkan penuh material-material
ini, dan museum ini berhasil memiliki arsip lengkap rekaman untuk para penulis dan peneliti.[170]
Veteran yang selamat dan pulang cenderung hanya bisa mendiskusikan pengalaman mereka
dengan sesama rekannya. Mereka berkumpul dan membentuk "asosiasi veteran" atau "Legiun".

Tawanan perang

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tawanan Perang Dunia I di Jerman
Tawanan Jerman di kamp penjara Perancis

Sekitar 8 juta tentara menyerah dan ditahan di kamp tawanan perang selama Perang Dunia I.
Semua negara berjanji mengikuti Konvensi Den Haag mengenai perlakuan baik tawanan perang.
Tingkat keselamatan tawanan perang umumnya lebih tinggi daripada rekan mereka di garis
depan.[171] Penyerahan diri individu cenderung tidak biasa; pasukan dalam jumlah besar yang
biasanya menyerah secara massal. Pada Pertempuran Tannenberg 92.000 tentara Rusia
menyerah. Saat garnisun Kaunas yang dikepung menyerah tahun 1915, sekitar 20.000 tentara
Rusia menyerah. Lebih dari setengah kerugian Rusia (sebagai perbandingan terhadap mereka
yang ditangkap, terluka, atau gugur) memiliki status tawanan; untuk Austria-Hongaria 32%,
Italia 26%, Perancis 12%, Jerman 9%; Britania 7%. Tawanan dari pasukan Sekutu berjumlah
1,4 juta orang (tidak termasuk Rusia, yang 2,5-3,5 juta tentaranya ditawan). Dari Blok Sentral,
sekitar 3,3 juta tentara menjadi tawanan perang.[172]

Jerman menahan 2,5 juta tentara; Rusia menahan 2,9 juta tentara; sementara Britania dan
Perancis sekitar 720.000 tentara. Kebanyakan di antara mereka ditangkap tepat sebelum gencatan
senjata. A.S. menahan 48.000 tentara. Saat-saat paling berbahaya adalah tindakan penyerahan
diri, ketika tentara yang pasrah kadang ditembaki begitu saja.[173][174] Setelah tawanan tiba di
kamp, kondisi pada umumnya memuaskan (dan lebih baik daripada Perang Dunia II), berkat
upaya Palang Merah Internasional dan inspeksi oleh negara-negara netral. Akan tetapi, di Rusia
lebih buruk lagi: kelaparan biasa terjadi di kalangan tawanan dan warga sipil; sekitar 15–20%
dari seluruh tawanan di Rusia meninggal. Di Jerman, makanan langka, tetapi hanya 5% yang
meninggal.[175][176][177]

Foto ini memperlihatkan tentara Angkatan Darat India kurus yang selamat dari Pengepungan
Kut.

Kesultanan Utsmaniyah sering memperlakukan tahanan perang dengan buruk.[178] Sekitar 11.800
tentara Imperium Britania, kebanyakan India, ditawan setelah Pengepungan Kut di Mesopotamia
pada bulan April 1916; 4.250 orang meninggal dalam penjara.[179] Meski banyak yang sedang
dalam kondisi buruk saat ditangkap, para perwira Utsmaniyah memaksa mereka berjalan sejauh
1.100 kilometer (684 mi) ke Anatolia. Seorang korban selamat mengatakan, "Kami digiring
seperti hewan liar; keluar dari sana artinya mati."[180] Para korban selamat kemudian dipaksa
membangun rel kereta api melintasi Pegunungan Taurus.

Di Rusia, saat para tawanan dari Legiun Ceko Angkatan Darat Austria-Hongaria dibebaskan
tahun 1917, mereka mempersenjatai diri kembali dan sempat menjadi kekuatan militer dan
diplomatik pada Perang Saudara Rusia.

Meski tawanan Sekutu di Blok Sentral langsung dikirim pulang setelah akhir perang, perlakuan
yang sama tidak diberikan kepada tawanan Blok Sentral di negara Sekutu dan Rusia.
Kebanyakan dari tawanan Blok Sentral tersebut dijadikan pekerja paksa, misalnya di Perancis
sampai tahun 1920. Mereka baru dibebaskan setelah Palang Merah mendekati Dewan Agung
Sekutu berkali-kali.[181] Tawanan Jerman masih ditahan di Rusia sampai tahun 1924.[182]

Atase militer dan koresponden perang


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Atase militer dan koresponden perang pada Perang
Dunia I

Pemantai militer dan sipil dari setiap kekuatan besar mengikuti dengan saksama jalannya perang.
Banyak yang mampu melaporkan suatu peristiwa dari sudut pandang yang mirip dengan posisi
"tempelan" di dalam daratan dan pasukan laut musuh. Para atase militer dan pemantau lain ini
mempersiapkan kesaksian langsung mengenai perang disertai tulisan analitis.

Misalnya, mantan Kapten Angkatan Darat A.S. Granville Fortescue mengikuti perkembangan
Kampanye Gallipoli dari sudut pandang tempelan di dalam wilayah pertahanan Turki; dan
laporannya diteruskan melalui sensor Tukri sebelum dicetak di London dan New York.[183] Akan
tetapi, peran pemantau ini diabaikan ketika A.S. memasuki kancah perang, sementara Fortescue
langsung mendaftar ulang masuk militer dan terluka di Hutan Argonne pada Ofensif Meuse-
Argonne, September 1918.[184]

Narasi perang oleh pemantau secara mendalam dan artikel jurnal profesional yang lebih sempit
segera ditulis setelah perang; dan laporan pascaperang ini umumnya mengilustrasikan
kehancuran medan tempur dalam konflik ini. Ini bukan pertama kalinya taktik posisi parit untuk
infanteri yang dipersenjatai senjata mesin dan artileri menjadi sangat penting. Perang Rusia-
Jepang juga dipantau secara saksama oleh atase militer, koresponden perang, dan pemantau lain;
tetapi, dari sudut pandang abad ke-21, tampak jelas bahwa serangkaian pelajaran taktik diabaikan
atau tidak dipakai dalam persiapan perang di Eropa dan seluruh Perang Besar.[185]

Dukungan dan penentangan perang


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penentangan Perang Dunia I dan Pemberontakan
Angkatan Darat Perancis (1917)

Dukungan
"Inggris dulu, baru diri sendiri", 1916

Di Balkan, nasionalis Yugoslav seperti pemimpin Ante Trumbić di Balkan sangat mendukung
perang ini dan memimpikan bebasnya bangsa Yugoslav dari Austria-Hongaria dan kekuatan
asing lainnya, serta pembentukan Yugoslavia merdeka.[186] Komite Yugoslav didirikan di Paris
tanggal 30 April 1915, namun kemudian memindahkan kantornya ke London; Trumbić
memimpin Komite ini.[186]

Di Timur Tengah, nasionalisme Arab berkobar di teritori-teritori Utsmaniyah sebagai respon atas
naiknya nasionalisme Turki sepanjang perang. Para pemimpin nasionalis Arab menyuarakan
pembentukan negara pan-Arab.[187] Pada tahun 1916, Pemberontakan Arab terjadi di teritori
Timur Tengah milik Utsmaniyah demi mencapai kemerdekaan.[187]

Nasionalisme Italia didorong oleh pecahnya perang dan awalnya sangat didukung oleh berbagai
faksi politik. Salah satu pendukung perang nasionalis Italia yang paling tekrenal adalah Gabriele
d'Annunzio, yang mempromosikan iredentisme Italia dan membantu meyakinkan publik Italia
untuk mendukung intervensi perang.[188] Partai Liberal Italia di bawah kepemimpinan Paolo
Boselli mempromosikan intervensi perang di sisi Sekutu dan memanfaatkan Dante Aligheri
Society untuk mempromosikan nasionalisme Italia.[189]
Sejumlah partai sosialis awalnya mendukugn perang ketika pecah bulan Agustus 1914.[190]
Tetapi sosialis Eropa terbagi di sisi nasional, dengan konsep kelas konflik yang dipegang oleh
sosialis radikal seperti kaum Marxis dan sindikalis yang muncul akibat dukungan patriotik
mereka terhadap perang.[191] Setelah perang dimulai, sosialis Austria, Britania, Jerman, Perancis,
dan Rusia mengikuti arus nasionalis yang bangkit dengan mendukung intervensi perang oleh
negara mereka .[192]

Para sosialis Italia terbagi menjadi pendukung perang dan penentangnya; beberapa di antaranya
adalah pendukung perang yang militan, termasuk Benito Mussolini dan Leonida Bissolati.[193]
Akan tetapi, Partai Sosialis Italia memutuskan menentang perang setelah para pengunjuk rasa
anti-militer tewas dan mengakibatkan mogok massal bernama Minggu Merah.[194] Partai Sosialis
Italia membersihkan dirinya dari anggota-anggota nasionalis pro-perang, termasuk Mussolini.[194]
Mussolini, seorang sindikalis yang mendukung perang atas dasar klaim iredentis wilayah
berpopulasi Italia di Austria-Hongaria, membentuk organisasi pro-intervensionis Il Popolo
d'Italia dan Fasci Riviluzionario d'Azione Internazionalista ("Fasci Revolusi untuk Aksi
Internaisonal") pada bulan Oktober 1914 yang kelak berkembang menjadi Fasci di
Combattimento tahun 1919, asal usul fasisme.[195] Nasionalisme Mussolini memungkinkan
dirinya menggalang dana dari Ansaldo (firma senjata) dan perusahaan lain untuk membentuk Il
Popolo d'Italia untuk meyakinkan para sosialis dan revolusionis agar mendukung perang.[196]

Pada bulan April 1918, Kongres Bangsa Terindas Roma mengadakan pertemuan, termasuk
perwakilan bangsa Cekoslovak, Italia, Polandia, Transylvania, dan Yugoslav yang meminta
Sekutu mendukung penentuan nasib sendiri nasional untuk orang-orang yang tinggal di dalam
Austria-Hongaria.[190]

Penentangan
Sesaat sebelum perang, Jenderal Britania Horace Smith-Dorrien memprediksikan terjadinya
perang menghancurkan yang harus bisa dihindari dengan nyaris segala cara.

Serikat dagang dan gerakan sosialis sudah lama menenetang sebuah perang yang menurut
mereka berarti bahwa pekerja akan membunuh pekerja lain demi kepentingan kapitalisme.
Setelah perang dideklarasikan, rupanya banyak sosialis dan serikat dagang yang malah
membantu pemerintah mereka. Di antara pengecualian tersebut adalah kaum Bolshevik, Partai
Sosialis Amerika, dan Partai Sosialis Italia, dan individu seperti Karl Liebknecht, Rosa
Luxemburg, dan para pengikutnya di Jerman. Ada pula sejumlah kecul kelompok antiperang di
Britania dan Perancis.

Benediktus XV, terpilih sebagai Paus kurang dari tiga bulan setelah Perang Dunia I, menjadikan
perang dan segala akibatnya fokus utama tugas kepausan pertamanya. Berbeda dengan
pendahulunya,[197] lima hari pasca-pemilihannya, ia berbicara tentang tugas dia untuk melakukan
sebisanya untuk menciptakan perdamaian. Ensiklik pertamanya, Ad Beatissimi Apostolorum,
dibacakan tanggal 1 November 1914, membicarakan masalah ini. Dipandang sebagai tokoh bias
yang berpihak pada satu sisi dan dibenci karena melemahkan moral nasional, Benediktus XV
melihat kemampuan dan posisinya yang unik sebagai duta perdamaian religius diabaikan oleh
negara-negara yang terlibat.

Sackville Street (sekarang O'Connell Street), Dublin, setelah Pemberontakan Paskah 1916

Perjanjian London 1915 antara Italia dan Entente Tiga meliputi persyaratan rahasia yaitu Sekutu
setuju dengan Italia untuk mengabaikan panggilan Paus agar berdamai dengan Blok Sentral.
Akibatnya, penerbitan Nota Perdamaian Agustus 1917 tujuh poin usulan Benediktus diabaikan
oleh semua pihak, kecuali Austria-Hongaria.[198]

Di Britania, tahun 1914, kamp tahunan Public Schools Officers' Training Corps diadakan di
Tidworth Pennings, dekat Salisbury Plain. Kepala Angkatan Darat Britania Raya Lord Kitchener
bermaksud meninjau kadetnya, tetapi pecahnya perang menggagalkan tugas tersebut. Jenderal
Horace Smith-Dorrien menggantikannya. Ia membuat terkejut dua per tiga ribu kadet dengan
mengatakan (mengutip Donald Christopher Smith, seorang kadeta Bermuda yang hadir), "bahwa
perang harus dihindari dengan nyaris segala cara, bahwa perang tidak menyelesaikan apa-apa,
bahwa seluruh Eropa dan lainna akan berantakan, dan bahwa jumlah korban tewas akan sangat
besar sehingga seluruh populasi akan menyusut drastis. Akibat keteledoran kita, saya, dan
banyak di antara kita, merasa hampir malu terhadap seorang Jenderal Britania yang
mengeluarkan sentimen yang memuramkan dan tidak patriotik ini, tetapi selama empat tahun
berikutnya, di antara kita yang selamat dari pembantaian ini—mungkin tidak lebih dari
seperempat—belajar tnetang betapa benar perkiraan Jenderal dan betapa berani ia
menyatakannya."[199] Mengeluarkan perkataan sentimen seperti ini tidak menghancurkan karier
Smith-Dorien atau bahkan mencegahnya melakukan tugasnya pada Perang Dunia I sebaik-
baiknya.

The Deserter, 1916. Kartun antiperang memperlihatkan Yesus menghadapi regu penembak yang
terdiri dari tentara dari lima negara Eropa.

1917 – Eksekusi di Verdun pada masa-masa pemberontakan militer.

Banyak negara memenjarakan orang-orang yang berbicara menentang konflik ini. Mereka
mencakup Eugene Debs di Amerika Serikat dan Bertrand Russell di Britania. Di A.S., Undang-
Undang Spionase 1917 dan Undang-Undang Penghasutan 1918 menjadikan penolakan
perekrutan militer atau membuat pernyataan apapun yang dirasa "tidak loyal" suatu tindak
kejahatan. Penerbitan yang kritis terhadap pemerintahan ditarik dari sirkulasi oleh sensor pos,[102]
dan banyak yang lama dipenjara akibat pernyataan mereka yang dianggap tidak patriotik.

Pemberontakan pasukan Ceko di Rumburk bulan Mei 1918 secara brutal dipadamkan dan para
pemimpinnya dieksekusi.
Sejumlah kaum nasionalis menentang intervensi, terutama di dalam negara-negara yang tidak
disukai nasionalis. Meski sebagian besar penduduk Irlandia mau ikut berperang tahun 1914 dan
1915, sebagian kecil nasionalis Irlandia maju menolak ikut serta dalam perang.[200] Perang terjadi
meski muncul krisis Pemerintahan Dalam Negeri di Irlandia yang muncul kembali tahun 1912,
dan pada Juli 1914 muncul kemungkinan serius akan pecahnya perang sipil di Irlandia.[201] Para
nasionalis dan Marxis Irlandia berusaha mengejar kemerdekaan Irlandia yang berujung pada
Pemberontakan Paskah tahun 1916, dengan Jerman mengirimkan 20.000 senjata bedil ke Irlandia
untuk menciptakan kerusuhan di Britania Raya.[201] Pemerintah Britania Raya memberlakukan
darurat militer di Irlandia sebagai tanggapan terhadap Pemberontakan Paskah, meski setelah
ancaman revolusi berkurang para pihak berwenang mencoba menenangkan perasaan kaum
nasionalis.[202]

Penolakan lain berasal dari para penentang bernurani – separuh sosialis, separuh religius – yang
menolak berperang. Di Britania, 16.000 orang meminta status penentang bernurani.[203] Sebagian
dari mereka, terutama aktivis perdamaian paling terkenal Stephen Henry Hobhouse, menolak
dinas militer dan alternatif.[204] Banyak yang dipenjara bertahun-tahun, termasuk pengurungan
sendiri dan diet roti dan air. Bahkan setelah perang, di Britania banyak iklan pekerjaan diberi
tanda "Kecuali penentang bernurani".

Pemberontakan Asia Tengah pecah pada musim panas 1916, ketika pemerintah Kekaisaran Rusia
mengakhiri pengecualian Muslim dari dinas militer.[205]

Tahun 1917, serangkaian pemberontakan di tubuh AD Perancis berujung pada eksekusi lusinan
tentara dan penahanan sejumlah besar tentara lainnya.

Di Milan bulan Mei 1917, kaum revolusi Bolshevik menyusun dan mengadakan pemberontakan
yang menuntut berakhirnya perang, dan berupaya menutup pabrik-pabrik dan menghentikan
operasi transportasi umum.[206] Pasukan Italia terpaksa memasuki Milan dengan tank dan senjata
mesin untuk menghadapi kaum Bolshevik dan anarkis, yang bertempur habis-habisan sampai 23
Mei ketika Angkatan Darat berhasil mengambil alih kota. Hampir 50 orang (termasuk tiga
tentara Italia) tewas dan lebih dari 800 orang ditahan.[206]

Revolusi Jerman, November 1918

Krisis Wajib Militer 1917 di Kanada terjadi ketika Perdana Menteri Robert Borden yang
konservatif memerintahkan dinas militer wajib atas keberatan warga Quebec berbahasa
Perancis.[207] Dari 625.000 tentara Kanada yang bertugas, 60.000 di antaranya gugur dan 173.000
lainnya luka-luka.[208]
Tahun 1917, Kaisar Charles I dari Austria secara rahasia memasuki negosiasi damai dengan
negara-negara Sekutu, dengan saudara tirinya Sixtus sebagai penengah, tanpa sepengetahuan
sekutunya, Jerman. Sayangnya ia gagal akibat pemberontakan Italia.[209]

Bulan September 1917, tentara Rusia di Perancis mulai mempertanyakan mengapa mereka
berperang untuk Perancis dan akhirnya memberontak.[210] Di Rusia, penolakan perang
mendorong para tentara mendirikan komite revolusinya sendiri, yang membantu memulai
Revolusi Oktober 1917, dengan tuntutan "roti, tanah, dan perdamaian". Kaum Bolshevik
menyetujui perjanjian damai dengan Jerman berupa Perjanjian Brest-Litovsk meski berada dalam
kondisi buruk.

Di Jerman Utara, Revolusi Jerman 1918–1919 terjadi pada akhir Oktober 1918. Pasukan
Angkatan Laut Jerman menolak berlayar untuk operasi berskala besar terakhir dalam perang
yang mereka lihat sama saja seperti bunuh diri; peristiwa ini memulai pemberontakan.
pemberontakan pelayar yang kemudian terjadi di pelabuhan Wilhelmshaven dan Kiel menyebar
ke seluruh Jerman dalam hitungan hari dan berujung pada proklamasi republik tanggal 9
November 1918 dan sesaat setelah itu pengunduran diri Kaiser Wilhelm II.

Wajib militer

Setelah perang ini perlahan berubah menjadi perang atrisi, wajib militer diberlakukan di
sejumlah negara. Masalah ini menjadi heboh di Kanada dan Australia. Di Kanada, wajib militer
memunculkan celah politik antara warga Perancis Kanada, yang percaya kesetiaan mereka hanya
untuk Kanada dan bukan Imperium Britania, dan warga Inggris mayoritas, yang memandang
perang sebagai sebuah tugas bagi Britania maupun Kanada. Perdana Menteri Robert Borden
mengesahkan Undang-Undang Dinas Militer, sehingga mencetuskan Krisis Wajib Militer 1917.
Di Australia, kampanye pro-wajib militer oleh Perdana Menteri Billy Hughes mengakibatkan
perpecahan di tubuh Partai Buruh Australia, sehingga Hughes membentuk Partai Nasionalis
Australia pada tahun 1917 untuk mempromosikan peraturan ini. Meski begitu, gerakan buruh,
Gereja Katolik, dan ekspatriat nasionalis Irlandia berhasil menentang peraturan Hughes, yang
kemudian ditolak di dua plebisit.

Wajib militer diterapkan untuk setiap pria yang mampu secara fisik di Britania, enam dari
sepuluh juta orang yang layak. Dari jumlah tersebut, sekitar 750.000 orang gugur dan 1.700.000
lainnya luka-luka. Kebanyakan korban tewas adalah pemuda yang belum menikah; akan tetapi,
160.000 istri kehilangan suaminya dan 300.000 anak kehilangan ayahnya.[211]

Dampak
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dampak Perang Dunia I

Dampak kesehatan dan ekonomi

Belum ada perang yang berhasil mengubah peta Eropa secara dramatis. Empat kekaisaran
menghilang: Jerman, Austria-Hongaria, Utsmaniyah, dan Rusia. Empat dinasti, bersama
aristokrasi kunonya, jatuh setelah perang: Hohenzollern, Habsburg, Romanov, dan Utsmaniyah.
Belgia dan Serbia hancur parah, seperti halnya Perancis, dengan 1,4 juta tentara gugur,[212] tidak
termasuk korban lainnya. Jerman dan Rusia juga terkena dampak serupa.[213]

Perang ini memberi konsekuensi ekonomi mendalam. Dari 60 juta tentara Eropa yang
dimobilisasi mulai tahun 1914 sampai 1918, 8 juta di antaranya gugur, 7 juta cacat permanen,
dan 15 juta luka parah. Jerman kehilangan 15,1% populasi pria aktifnya, Austria-Hongaria
17,1%, dan Perancis 10,5%.[214] Sekitar 750.000 warga sipil Jerman tewas akibat kelaparan yang
disebabkan oleh blokade Britania selama perang.[215] Pada akhir perang, kelaparan telah
menewaskan sekitar 100.000 orang di Lebanon.[216] Perkiraan terbaik untuk jumlah korban tewas
akibat kelaparan Rusia 1921 adalah 5 juta sampai 10 juta orang.[217] Pada tahun 1922, terdapat
4,5 juta sampai 7 juta anak tanpa rumah di Rusia akibat satu dasawarsa kehancuran sejak Perang
Dunia I, Perang Saudara Rusia, dan kelaparan 1920–1922.[218] Sejumlah penduduk Rusia anti-
Soviet mengungsi ke negara lain setelah Revolusi; pada tahun 1930-an, kota Harbin di Cina utara
menampung 100.000 warga Rusia.[219] Ribuan lainnya pindah ke Perancis, Inggris, dan Amerika
Serikat.

Di Australia, dampak perang terhadap ekonomi tidak terlalu parah. Perdana Menteri Hughes
menulis surat untuk Perdana Menteri Britania Raya Lloyd George, "Anda telah meyakinkan
kami bahwa Anda tidak bisa mendapatkan persyaratan yang lebih baik. Saya sangat menyesalkan
hal tersebut, dan sekarang berharap bahwa ada suatu cara untuk menetapkan perjanjian
permintaan biaya perbaikan setara dengan pengorbanan luar biasa yang dilakukan Imperium
Britania dan para Sekutunya."[220] Australia menerima perbaikan perang senilai ₤5.571.720,
tetapi biaya perang Australia secara langsung berjumlah ₤376.993.052, dan pada pertengahan
1930-an biaya pensiun, hadiah perang, bunga, dan dana tenggelam berjumlah ₤831.280.947.[220]
Dari sekitar 416.000 tentara Australia yang berdinas, 60.000 di antaranya gugur dan 152.000
lainnya luka-luka.[221]

Wabah menyebar pada masa-masa perang yang kacau. Pada tahun 1914 saja, wabah tipus yang
dibawa kutu menewaskan 200.000 orang di Serbia.[222] Mulai tahun 1918 sampai 1922, Rusia
mengalami 25 juta infeksi dan 3 juta kematian akibat wabah tipus.[223] Sementara sebelum
Perang Dunia I Rusia memiliki 3,5 juta kasus malaria, negara ini memiliki lebih dari 13 juta
kasus pada tahun 1923.[224] Selain itu, wabah influenza besar menyebar ke seluruh dunia. Secara
keseluruhan, pandemi flu 1918 menewaskan sedikitnya 50 juta orang.[225][226]
Rumah sakit militer darurat saat wabah flu Spanyol yang menewaskan sekitar 675.000 orang di
Amerika Serikat. Camp Funston, Kansas, 1918

Lobi oleh Chaim Weizmann dan kekhawatiran bahwa penduduk Yahudi Amerika akan memaksa
AS mendukung Jerman berakhir dengan Deklarasi Balfour 1917 oleh pemerintah Britania yang
menetapkan pendirian tanah air Yahudi di Palestina.[227] Lebih dari 1.172.000 tentara Yahudi
berdinas di pasukan Sekutu dan Sentral pada Perang Dunia I, termasuk 275.000 di Austria-
Hongaria dan 450.000 di Kekaisaran Rusia.[228]

Gangguan sosial dan kekerasan luas pada Revolusi 1917 dan Perang Saudara Rusia
mengakibatkan terjadinya 2.000 pogrom di bekas Kekaisaran Rusia, kebanyakan di Ukraina.[229]
Sekitar 60.000–200.000 warga sipil Yahudi tewas dalam kekerasan ini.[230]

Setelah Perang Dunia I, Yunani berperang melawan kaum nasionalis Turki yang dipimpin oleh
Mustafa Kemal, sebuah perang yang berakhir dengan pertukaran penduduk besar-besaran antar
kedua negara di bawah Perjanjian Lausanne.[231] Menurut berbagai sumber,[232] sekian ratus ribu
Yunani Pontik tewas pada masa-masa perang tersebut.[233]

Perjanjian damai dan batas negara

Setelah perang, Konferensi Perdamaian Paris memberlakukan beberapa perjanjian damai


terhadap Blok Sentral. Perjanjian Versailles 1919 secara resmi mengakhiri perang ini.
Ditandatangani di Titik ke-14 Wilson, Perjanjian Versailles juga mencetuskan berdirinya Liga
Bangsa-Bangsa pada tanggal 28 Juni 1919.[234][235]

Dalam penandatanganan perjanjian, Jerman mengaku bertanggung jawab atas perang ini dan
setuju membayar perbaikan perang dalam jumlah besar dan memberikan sejumlah teritori ke
pihak pemenang. "Tesis Rasa Bersalah" menjadi penjelasan kontroversial mengenai peristiwa-
peristiwa terakhir di kalangan analis Britania dan Amerika Serikat Perjanjian Versailles
menimblkan ketidakpuasan luar biasa di Jerman, yang dieksploitasi gerakan nasionalis, terutama
Nazi, dengan teori konspirasi yang mereka sebut Dolchstosslegende (legenda pengkhianatan).
Republik Weimar kehilangan jajahan kolonialnya dan dibebani tuduhan bersalah atas perang,
serta membayar perbaikan akibat perang. Tidak mampu membayar dengan ekspor (akibat
kehilangan teritori dan resesi pascaperang),[236] Jerman membayar dengan meminjam dari
Amerika Serikat. Inflasi berkelanjutan tahun 1920-an berkontribusi pada keruntuhan ekonomi
Republik Weimar, dan pembayaran perbaikan tertunda tahun 1931 setelah Kejatuhan Pasar
Saham 1929 dan permulaan Depresi Besar di seluruh dunia.
Pengungsi Yunani dari Smyrna, Turki, 1922

Austria-Hongaria terbagi menjadi beberapa negara pengganti, termasuk Austria, Hongaria,


Cekoslovakia, dan Yugoslavia, meski tidak sepenuhnya berada dalam perbatasan etnis.
Transylvania dipindahkan dari Hongaria ke Rumania Raya. Rinciannya tercantum dalam
Perjanjian Saint-Germain dan Perjanjian Trianon. Sebagai hasil dari Perjanjian Trianon, 3,3 juta
warga Hongaria berada di bawah pemerintahan asing. Meski penduduk Hongaria membentuk
54% populasi Kerajaan Hongaria pra-perang, hanya 32% teritorinya yang disisakan untuk
Hongaria. Antara 1920 dan 1924, 354.000 warga Hongaria keluar dari bekas teritori Hongaria
yang dikuasai Rumania, Cekoslovakia, dan Yugoslavia.

Kekaisaran Rusia, yang telah menarik diri dari Perang Dunia I pada tahun 1917 setelah Revolusi
Oktober, kehilangan sebagian besar wilayah baratnya dan negara-negara merdeka Estonia,
Finlandia, Latvia, Lithuania, dan Polandia berdiri di sana. Bessarabia kembali bergabung dengan
Rumania Raya karena sudah menjadi teritori Rumania selama lebih dari seribu tahun.[237]

Kesultanan Utsmaniyah pecah, dan sebagian besar teritori non-Anatolianya diberikan ke


berbagai negara Sekutu dalam bentuk protektort. Turki sendiri disusun ulang menjadi Republik
Turki. Kesultanan Utsmaniyah dipecah-pecah oleh Perjanjian Sèvres tahun 1920. Perjanjian ini
tidak pernah diratifikasi oleh Sultan dan ditolak oleh gerakan republikan Turki, sehingga
memunculkan Perang Kemerdekaan Turki dan berakhir dengan Perjanjian Lausanne tahun 1923.

Warisan
..."Strange, friend," I said, "Here is no cause to mourn."

"None," said the other, "Save the undone years"...


— Wilfred Owen, Strange Meeting, 1918[145]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang Dunia I dalam budaya masyarakat dan Tugu
peringatan Perang Dunia I

Upaya tentatif pertama untuk memahami makna dan konsekuensi peperangan modern dimulai
pada tahap-tahap awal perang, dan proses ini terus berlanjut selama dan setelah akhir perang.

Tugu peringatan

Tugu peringatan dibangun di ribuan desa dan kota. Dekat dengan medan tempur, mereka yang
dimakamkan di lahan pemakaman buatan perlahan dipindahkan ke pemakaman resmi yang
dirawat oleh organisasi-organisasi seperti Commonwealth War Graves Commission, American
Battle Monuments Commission, German War Graves Commission, dan Le Souvenir français.
Banyak di antara pemakaman yang memiliki monumen pusat yang dipersembahkan kepada
korban hilang atau tidak dikenal, seperti tugu Menin Gate dan Thiepval Memorial to the Missing
of the Somme.
Dokter bedah Letkol John McCrae dari Kanada, penulis In Flanders Fields, meninggal dunia
tahun 1918 akibat pneumonia.

Pada tanggal 3 Mei 1915, selama Pertempuran Ypres Kedua, Letnan Alexis Helmer gugur. Di
samping makamnya, temannya, John McCrae, M.D., dari Guelph, Ontario, Kanada, menulis
sebuah puisi terkenal berjudul In Flanders Fields sebagai penghormatan untuk semua orang yang
tewas dalam Perang Besar. Diterbitkan di majalah Punch tanggal 8 Desember 1915, puisi ini
masih dibacakan sampai sekarang, terutama pada Hari Gencatan Senjata dan Hari
Peringatan.[238][239]

Liberty Memorial di Kansas City, Missouri, adalah sebuah tugu peringatan Amerika Serikat yang
dipersembahkan kepada semua warga negara A.S. yang berdinas di Perang Dunia I. Situs Liberty
Memorial diresmikan tanggal 1 November 1921. Pada hari itu, para komandan tertinggi Sekutu
berbicara di hadapan 100.000 orang. Itulah satu-satunya masa dalam sejarah ketika para
pemimpin tersebut berkumpul di satu tempat. Tokoh-tokoh yang hadir meliputi Letnan Jenderal
Baron Jacques dari Belgia; Jenderal Armando Diaz dari Italia; Marsekal Ferdinand Foch dari
Perancis; Jenderal Pershing dari Amerika Serikat; dan Laksamana D. R. Beatty dari Britania
Raya. Setelah tiga tahun pembangunan, Liberty Memorial rampung dan Presiden Calvin
Coolidge menyampaikan pidato khusus di hadapan 150.000 orang pada tahun 1926.

Liberty Memorial juga merupakan rumah bagi The National World War I Museum, satu-satunya
museum khusus Perang Dunia I di Amerika Serikat.

Ingatan budaya

Perang Dunia Pertama memberi pengaruh besar terhadap ingatan sosial. Perang ini dipandang
oleh banyak orang di Britania sebagai tanda akhir zaman stabilitas yang sudah ada sejak zaman
Victoria, dan di seluruh Eropa banyak orang menganggapnya sebagai ambang batas.[240]
Sejarawan Samuel Hynes menjelaskan:

Generasi pemuda tak bersalah, kepala mereka dipenuhi abstraksi tinggi seperti Kehormatan,
Kejayaan dan Inggris, pergi berperang untuk menjadikan dunia ini aman bagi demokrasi. Mereka
dibunuh dalam pertempuran bodoh yang dirancang oleh jenderal yang bodoh pula. Mereka yang
selamat terkejut, mengalami disilusi dan terpahitkan oleh pengalaman perang mereka, dan
melihat bahwa musuh asli mereka bukanlah Jerman, tetapi orang-orang tua di kampung halaman
yang telah membohongi mereka. Mereka menolak nilai-nilai masyarakat yang mengirimkan
mereka ke perang, dan dalam melakukannya mereka memisahkan generasinya sendiri dari masa
lalu dan warisan budayanya.[241]

Sebuah tugu peringatan perang desa untuk para tentara yang gugur pada Perang Dunia I.

Ini telah menjadi persepsi paling umum mengenai Perang Dunia Pertama, dimunculkan oleh
seni, sinema, puisi, dan cerita-cerita yang diterbitkan sesudahnya. Film seperti All Quiet on the
Western Front, Paths of Glory, dan King & Country telah menciptakan pemikiran ini, sementara
film masa perang seperti Camrades, Flanders Poppies, dan Shoulder Arms menunjukkan bahwa
pandangan perang paling kontemporer secara keseluruhan jauh lebih positif.[242] Sama pula,
karya seni Paul Nash, John Nash, Christopher Nevison, dan Henry Tonks di Britania melukiskan
pandangan negatif mengenai konflik bersamaan dengan persepsi yang tumbuh, sementara
seniman masa perang yang terkenal seperti Muirhead Bone melukiskan interpretasi yang lebih
damai dan menenangkan yang kemudian ditolak karena tidak akurat.[241] Sejumlah sejarawan
seperti John Terriane, Niall Ferguson, dan Gary Sheffield telah menantang segala interpretasi ini
sebagai pandangan parsial dan polemik:
Siegfried Sassoon (Mei 1915)

Keyakinan-keyakinan ini tidak dibagi sepenuhnya karena mereka hanya memberikan interpretasi
akurat mengenai peristiwa pada zaman perang. Dengan segala hormat, perang justru lebih rumit
daripada perkataan mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, sejarawan telah berpendapat
persuasif terhadap hampir setiap klise populer mengenai Perang Dunia Pertama. Sudah
ditunjukkan bahwa, meski kerugiannya luar biasa, dampak terbesar mereka terbatas secara sosial
dan geografis. Keragaman emosi selain horor yang dialami para tentara di dalam dan luar garis
depan, termasuk persaudaraan, kebosanan, dan bahkan kenikmatan, telah diakui. Perang
sekarang tidak dipandang sebagai "pertempuran omong kosong', namun sebagai perang
pemikiran, sebuah perjuangan antara militerisme agresif dan kurang lebih demokrasi liberal.
Sudah diketahui bahwa jenderal-jenderal Britania adalah para pria yang mampu menghadapi
tantangan sulit, dan bahwa di bawah komando merekalah Angkatan Darat Britania memainkan
peran penting dalam kekalahan Jerman tahun 1918: sebuah kemenangan besar yang
terlupakan.[242]

Meski para sejarawan menganggap segala persepsi perang sebagai "mitos",[241][243] itu hal yang
biasa.[butuh rujukan] Persepsi tersebut secara dinamis berubah sesuai pengaruh kontemporer,
berefleksi pada persepsi perang tahun 1950-an sebagai 'tidak bertujuan' setelah Perang Dunia
Kedua yang kontras dan konflik besar pada masa-masa konflik kelas tahun 1960-an.[242]
Sebagian besar tambahan terhadap kebalikannya sering ditolak.[242]

Trauma sosial

Trauma sosial yang diakibatkan oleh jumlah korban tidak terduga terbentuk dalam berbagai cara,
yang selalu menjadi subjek perdebatan sejarah selanjutnya.[244] Sejumlah orang[siapa?] terbakar
oleh nasionalisme dan segala akibatnya, dan mulai mengupayakan terciptanya dunia
internasionalis, mendukung organisasi-organisasi seperti Liga Bangsa-Bangsa. Pasifisme
semakin populer. Pihak lain memberi reaksi bertentangan, merasa bahwa hanya kekuatan dan
militer yang mampu menangani dunia yang kacau dan tidak manusiawi ini. Pandangan anti-
modernis merupakan hasil dari berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Buku yang didistribusikan oleh Departemen Perang A.S. kepada veteran tahun 1919

Pengalaman perang mengakibatkan trauma kolektif yang dirasakan oleh sebagian besar negara
terlibat. Optimisme la belle époque hancur, dan mereka yang berperang disebut sebagai Generasi
Hilang.[245] Selama bertahun-tahun pascaperang, orang-orang meratapi korban tewas, hilang, dan
cacat.[246] Banyak tentara pulang dengan trauma luar biasa, mengalami guncangan pertempuran
(juga disebut neurastenia, sebuah keadaan yang terkait dengan gangguan tekanan
pascatrauma).[247] Tentara lain pulang dengan sedikit dampak pascaperang; akan tetapi, diamnya
mereka mengenai perang berkontribusi pada status mitologi yang terus berkembang mengenai
konflik ini.[244] Di Britania Raya, mobilisasi massal, jumlah korban tinggi, dan runtuhnya zaman
Edward membuat masyarakat sangat puas. Meski banyak pihak terlibat tidak berbagi
pengalaman dalam pertempuran atau menghabiskan banyak waktu di garis depan, atau memiliki
ingatan positif mengenai jasa mereka, gambaran penderitaan dan trauma menjadi persepsi yang
terus-menerus dikembangkan.[244] Sejarawan seperti Dan Todman, Paul Fussell, dan Samuel
Heyns menerbitkan banyak karya tulis sejak 1990-an yang berpendapat bahwa persepsi perang
yang umum faktanya salah.[244]

Ketidakpuasan di Jerman
Munculnya Nazisme dan fasisme meliputi kebangkitan spirit nasionalis dan penolakan berbagai
perubahan pascaperang. Sama pula, popularitas legenda pengkhianatan (Jerman:
Dolchstoßlegende) adalah wasiat terhadap keadaan psikologis Jerman yang kalah dan penolakan
tanggung jawab atas konflik ini. Teori konspirasi pengkhianatan ini menjadi umum dan
penduduk Jerman melihat diri mereka sebagai korban. Penerimaan rakyat Jerman terhadap
Dolchstoßlegende' memainkan peran penting dalam kemunculan Nazisme. Rasa disilusi dan
sinisisme dibesar-besarkan disertai pertumbuhan nihilisme. Banyak pihak percaya perang ini
mengawali akhir dunia karena korban yang tinggi dari kalangan pria, pembubaran pemerintahan
dan kekaisaran, dan jatuhnya kapitalisme dan imperialisme.

Gerakan komunis dan sosialis di seluruh dunia mengumpulkan kekuatan dari teroi ini dan
menikmati popularitas baru. Perasaan-perasaan ini lebih lantang diteriakkan di daerah-daerah
yang langsung terkena dampak perang. Dari ketidakpuasan Jerman terhadap Perjanjian
Versailles yang masih kontroversial, Adolf Hitler berhasil memperoleh popularitas dan
kekuasaan.[248][249] Perang Dunia II juga merupakan kelanjutan perebutan kekuasan yang tidak
pernah selesai sepenuhnya oleh Perang Dunia Pertama; faktanya, sudah biasa bagi Jerman pada
tahun 1930-an dan 1940-an untuk menjustifikasi tindakan agresi internasional karena persepsi
ketidakadilan yang diberlakukan oleh para pemenang Perang Dunia Pertama.[250][251][252]
Sejarawan Amerika Serikat William Rubinstein menulis bahwa:

"'Zaman Totalitarianisme' mencakup hampir semua contoh genosida terkenal dalam sejarah
modern, dipimpin oleh Holocaust Yahudi, tetapi juga terdiri dari pembunuhan dan pemusnahan
massal di dunia Komunis, pembunuhan massal lain oleh Jerman Nazi dan sekutunya, serta
genosida Armenia tahun 1915. Semua pembantaian ini memiliki asal usul yang sama, kejatuhan
struktur elit dan mode pemerintahan normal di sebagian besar Eropa tengah, timur, dan selatan
akibat Perang Dunia Pertama, yang tanpanya tentu saja Komunisme atau Fasisme tidak akan
muncul kecuali dalam pikiran para penghasut dan orang sinting".[253]

Pendirian negara modern Israel dan akar dari Konflik Israel-Palestina yang terus berlanjut dapat
ditemukan pada dinamika kekuatan yang tidak stabil di Timur Tengah akibat Perang Dunia I.[254]
Sebelum perang berakhir, Kesultanan Utsmaniyah berhasil mempertahankan pertahanan dan
stabilitas di seluruh Timur Tengah.[255] Dengan jatuhnya pemerintahan Utsmaniyah, kekosongan
kekuasaan terjadi dan klaim wilayah dan kebangsaan saling bermunculan.[256] Perbatasan politik
yang ditetapkan oleh para pemenang Perang Dunia Pertama segera diberlakukan, kadang baru
setelah konsultasi dengan penduduk setempat. Dalam beberapa kasus, hal ini menjadi masalah
dalam perjuangan identitas nasional abad ke-21.[257][258] Sementara bubarnya Kesultanan
Utsmaniyah pada akhir Perang Dunia I menentukan dalam kontribusi terhadap situasi politik
modern di Timur Tengah, termasuk konflik Arab-Israel,[259][260][261] berakhirnya kekuasaan
Utsmaniyah juga menciptakan sengketa yang belum diketahui terhadap perairan dan sumber
daya alam lain.[262]

Informasi lebih lanjut: Perjanjian Sykes–Picot


Pengumuman gencatan senjata tanggal 11 November 1918. Philadelphia.

Pandangan di Amerika Serikat


Intervensi A.S. dalam perang ini, termasuk pemerintahan Wilson sendiri, semakin sangat tidak
populer. Ini tampak dari penolakan Senat A.S. terhadap Perjanjian Versailles dan keanggotaan di
Liga Bangsa-Bangsa. Pada masa antarperang, sebuah konsensus disepakati bahwa intervensi
A.S. adalah suatu kesalahan, dan Kongres mengesahkan beberapa hukum dalam upaya
melindungi netralitas A.S. pada konflik-konflik selanjutnya. Pemungutan suara tahun 1937 dan
bulan-bulan pertama Perang Dunia II menunjukkan bahwa hampir 60% responden menyatakan
intervensi pada PDI adalah kesalahan, dan hanya 28% yang menentang pandangan tersebut.
Tetapi pada periode antara kejatuhan Perancis dan serangan Pearl Harbor, opini publik berubah
total dan untuk pertama kalinya mayoritas responden menolak pandangan bahwa Perang Dunia I
adalah suatu kesalahan.[263]

Identitas nasional baru

Polandia lahir kembali sebagai sebuah negara merdeka setelah lebih dari satu abad. Sebagai
"bangsa Entente kecil" dan negara dengan korban terbanyak per kapita,[264][265][266] Kerajaan
Serbia dan dinastinya menjadi tulang belakang negara multinasional baru, Kerajaan Serbia,
Kroasia, dan Slovenia (kelak bernama Yugoslavia). Cekoslovakia, menggabungkan Kerajaan
Bohemia dengan sebagian Kerajaan Hongaria, dan menjadi satu bangsa baru. Rusia menjadi Uni
Soviet dan kehilangan Finlandia, Estonia, Lituania, dan Latvia, yang menjadi negara-negara
merdeka. Kesultanan Utsmaniyah langsung digantikan oleh Turki dan beberapa negara lain di
Timur Tengah.

Peta perubahan wilayah Eropa setelah Perang Dunia I

Di Imperium Britania, perang ini melepaskan bentuk baru nasionalisme. Di Australia dan
Selandia Baru, Pertempuran Gallipoli semakin terkenal sebagai "Baptisme Perjuangan" negara-
negara tersebut. Inilah perang besar pertama yang melibatkan negara-negara yang baru berdiri,
serta untuk pertama kalinya tentara Australia berperang sebagai penduduk Australia, bukan
subjek dari Kerajaan Britania Raya. Hari Anzac memperingati Korps Angkatan Darat Australia
dan Selandia Baru dan merayakan momen-momen menentukan tersebut.[267][268]

Setelah Pertempuran Vimy Ridge, tempat divisi Kanada berperang bersama untuk pertama
kalinya sebagai satu korps tunggal, warga Kanada mulai menyebut diri mereka sebagia bangsa
yang "ditempa dari api".[269] Berhasil di medan tempur yang sama tempat "negara induk" gagal
sebelumnya, Kanada untuk pertama kalinya dihormati secara internasional atas keberhasilan
mereka sendiri. Kanada memasuki perang dengan status Dominion Imperium Britania dan tetap
seperti itu, meski kelak bangkit dengan rasa kemerdekaan yang lebih besar.[270][271] Ketika
Britania menyatakan perang pada tahun 1914, jajahan-jajahannya otomatis juga ikut perang;
pada akhirnya, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan menjadi penandatangan
Perjanjian Versailles yang terpisah dari Britania.[272]

Dampak ekonomi

Jerman, 1923: uang kertas kehilangan nilai begitu besar sampai-sampai dijadikan pelapis
dinding. Jutaan warga kelas menengah Jerman menderita akibat hiperinflasi. Ketika perang
dimulai tahun 1914, satu dolar bernilai 4,2 mark; pada November 1923, satu dolar bernilai 4,2
triliun[273] mark.[274]

Salah satu dampak paling dramatis setelah perang adalah perluasan kekuasaan pemerintah dan
tanggung jawab di Britania, Perancis, Amerika Serikat, dan Jajahan Imperium Britania. Untuk
memanfaatkan semua kekuatan masyarakat mereka, pemerintah membentuk kementerian dan
kekuasaan baru. Pajak baru ditetapkan dan hukum disahkan, semuanya dirancang untuk
menunjang usaha perang; banyak yang masih ada sampai sekarang. Perang ini juga membatasi
kemampuan sejumlah bekas pemerintahan yang besar dan terbirokratisasi, seperti Austria-
Hongaria dan Jerman; akan tetapi, analisis apapun mengenai dampak jangka panjang tidak
berlaku akibat kekalahan negara-negara tersebut.

Produk domestik bruto (PDB) naik di tiga negara Sekutu (Britania, Italia, dan A.S.), tetapi turun
di Perancis dan Rusia, Belanda netral, dan tiga negara Sentral utama. Penurunan PDB di Austria,
Rusia, Perancis, dan Kesultanan Utsmaniyah mencapai 30 sampai 40%. Di Austria, misalnya,
banyak babi dipotong, sehingga tidak ada lagi daging pada akhir perang.

Di semua negara, pangsa pemerintah di PDB meningkat, melampaui 50% di Jerman dan Perancis
dan nyaris mencapai level tersebut di Britania. Untuk membayar pembelian di Amerika Serikat,
Britania melakukan investasi besar-besaran di industri rel kereta api Amerika Serikat dan mulai
meminjam uang dalam jumlah besar dari Wall Street. Presiden Wilson berada di ambang
pemotongan pinjaman pada akhir 1916, tetapi mengizinkan peningkatan besar pinjaman
pemerintah A.S. kepada negara Sekutu. Setelah 1919, A.S. meminta pembayaran pinjaman
tersebut. Pembayaran ini sebagian didanai oleh dana perbaikan Jerman, yang sebaliknya, dibantu
oleh pinjaman Amerika Serikat ke Jerman. Sistem melingkar ini kolaps tahun 1931 dan
pinjaman-pinjaman tersebut tidak pernah terbayarkan. Tahun 1934, Britania berutang senilai
US$4,4 miliar[275] dalam bentuk utang Perang Dunia I.[276]

"The Girl Behind the Gun" – Pekerja wanita, 1915

Dampak makro dan mikroekonomi terjadi setelah perang. Banyak keluarga berubah setelah
kaum pria pergi berperang. Setelah kematian atau ketiadaan pencari nafkah utama, wanita
terpaksa bekerja dalam jumlah besar. Pada saat yang sama, industri ingin mengganti buruh-buruh
yang hilang karena ikut berperang. Hal ini membantu perjuangan untuk menuntut pemberian hak
suara untuk wanita.[277]

Perang Dunia I terus meningkatkan ketidakseimbangan jenis kelamin, sehingga memunculkan


fenomena wanita berlebih. Kematian hampir satu juta pria selama perang memperlebar celah
gender sebanyak satu juta orang; dari 670.000 sampai 1.700.000 orang. Jumlah wanita belum
menikah yang mencari kemapanan ekonomi tumbuh pesar. Selain itu, demobilisasi dan
kemerosotan ekonomi setelah perang mengakibatkan tingginya pengangguran. Perang
meningkatkan jumlah pekerja wanita, akan tetapi kembalinya pria yang terdemobilisasi
menggantikan banyak wanita dari pekerjaannya, disertai penutupan berbagai pabrik masa perang.
Karena itu wanita yang bekerja selama perang akhirnya terpaksa berjuang mencari pekerjaan dan
wanita yang mendekati usia kerja tidak mendapat kesempatan.
Perang Dunia I

Searah jarum jam dari atas: Parit di Front


Barat; tank Mark IV Britania Raya melintasi
parit; kapal perang Angkatan Laut Kerajaan
HMS Irresistible tenggelam setelah menabrak
ranjau pada Pertempuran Dardanelles; awak
senjata mesin Vickers mengenakan masker gas,
dan pesawat dua sayap Albatros D.III Jerman
28 Juli 1914 – 11 November 1918
(Gencatan senjata)
Traktat Versailles ditandatangani
28 Juni 1919
(4 tahun and 11 bulan)
Traktat Saint-Germain-en-Laye
Tanggal ditandatangani 10 September 1919
Traktat Neuilly-sur-Seine
ditandatangani 27 November 1919
Traktat Trianon ditandatangani 4
Juni 1920
Traktat Sèvres ditandatangani 10
Agustus 1920
Eropa, Afrika, Timur Tengah,
Lokasi Kepulauan Pasifik, Cina, dan lepas
pantai Amerika Selatan dan Utara
Kemenangan Sekutu
Hasil
 Berakhirnya kekaisaran
Jerman, Rusia, Utsmaniyah,
dan Austria-Hongaria
 Terbentuknya negara-
negara baru di Eropa dan
Timur Tengah
 Penyerahan koloni Jerman
dan wilayah bekas
Kesultanan Utsmaniyah ke
negara-negara lain
 Pendirian Liga Bangsa-
Bangsa. (lainnya...)

Pihak terlibat
Blok Sekutu
(Entente)
Perancis
Imperium Britania
Raya

 Australia
 Kanada
 India

Newfoundland Blok Sentral
 Selandia Kekaisaran Jerman
Baru Austria-Hongaria
 Afrika Kesultanan
Selatan Utsmaniyah
 Rhodesia Bulgaria (1915–18)
Selatan

Kekaisaran Rusia
(1914–17) Pihak yang juga
Italia (1915–18) terlibat
Amerika Serikat Jabal Shammar
(1917–18)
Rumania (1916–18) ...dan lainnya
Kekaisaran Jepang
Serbia
Belgia
Yunani (1917–18)
Kerajaan Hijaz
Emirat Nejd dan
Hasa

dan lain-lain
Tokoh dan pemimpin
Pemimpin dan
komandan
Raymond Poincaré
Pemimpin dan
Georges
komandan
Clemenceau
Wilhelm II
Ferdinand Foch
Paul von
H. H. Asquith
Hindenburg
David Lloyd
Erich Ludendorff
George
Franz Joseph I
Douglas Haig
Karl I
Winston Churchill
Conrad von
Nicholas II
Hötzendorf
Nicholas
Mehmed V
Nikolaevich
Enver Pasha
Victor Emanuel III
Mustafa Kemal
Antonio Salandra
Atatürk
Vittorio Orlando
Ferdinand I
Luigi Cadorna
Nikola Zhekov
Woodrow Wilson
John J. Pershing
dan lainnya
Peter I, Raja Serbia

dan lainnya
Kekuatan
[1]
Entente
12.000.000

8.841.541[2][3]
Blok Sentral[1]
[4]
8.660.000
13.250.000
5.615.140
7.800.000
4.743.826
2.998.321
1.234.000
1.200.000
800.000
Total: 25.248.321
707.343

380.000
250.000 Di Britania, penjatahan akhirnya diberlakukan pada
awal 1918 untuk daging, gula, dan lemak (mentega dan
Total: 42.959.850 oleo), namun bukan roti. Sistem baru ini berjalan
lancar. Sejak 1914 sampai 1918, keanggotaan serikat
Korban
dagang berlipat dari empat juta orang menjadi delapan
Militer gugur: Militer gugur: juta orang. Mogok kerja semakin sering terjadi pada
5.525.000 4.386.000 tahun 1917–1918 karena serikat-serikat tersebut tidak
Militer terluka: Militer terluka: puas terhadap harga, pengendalian alkohol, sengketa
12.831.500 8.388.000 gaji, kelelahan akibat kerja berlebihan dan bekerja pada
Militer hilang: Militer hilang: hari Minggu, dan rumah yang tidak layak.
4.121.000 3.629.000
Total: Total: Britania mencari bantuan ke koloni-koloninya dalam
22.477.500 KIA, WIA, 16.403.000 KIA, WIA, memperoleh material perang penting yang persediannya
atau MIA ...lebih rinci. atau MIA ...lebih rinci.semakin langka di sumber-sumber tradisional. Para
geolog seperti Albert Ernest Kitson ditugaskan mencari sumber mineral berharga baru di koloni
Afrika. Kitson menemukan deposit mangan baru di Gold Coast yang dipakai untuk pembuatan
munisi.[278]

Artikel 231 Perjanjian Versailles (klausa "rasa bersalah perang") menyatakan Jerman dan
sekutunya bertanggung jawab atas semua "kehilangan dan kerusakan" yang diderita Sekutu
sepanjang perang dan memberi dasar untuk perbaikan pascaperang. Total perbaikan yang
dituntut senilai 132 miliar mark emas, lebih dari total emas atau valuta asing Jerman. Masalah
ekonomi yang mencuat dari pembayaran tersebut, dan kekesalan Jerman atas posisi mereka,
biasanya dianggap sebagai salah satu faktor penting yang mendorong berakhirnya Republik
Weimar dan awal dari kediktatoran Adolf Hitler. Setelha kekalahan Jerman pada Perang Dunia
II, pembayaran perbaikan tidak dilanjutkan. Jerman selesai membayar perbaikan pascaperang
pada bulan Oktober 2010.[279]

Anda mungkin juga menyukai