Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Merokok
2.1.1 Kebiasaan Merokok dan Prevalensinya
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang sangat lazim ditemui dalam
kehidupan sehari-hari dan telah dianggap sebagai epidemi, baik di negara maju
maupun negara berkembang.8,25 Perokok sangat mudah ditemukan dimana saja, baik
itu laki-laki dan perempuan, anak-anak – lansia, kaya dan miskin; tidak terkecuali.
Prevalensi merokok lebih tinggi ditemukan pada kelompok usia muda ≤34
( tahun)
dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih tua≥55
( tahun) , dan hal ini lebih
umum ditemui pada laki-laki (30,9%) dibandingkan perempuan (25,1%).25
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mempunyai kebiasaan
merokok. Secara umum dapat dibagi dalam tiga bagian: 1) Faktor farmakologis, salah
satu zat yang terdapat dalam rokok adalah nikotin yang dapat mempengaruhi
perasaan atau kebiasaan, 2) Faktor sosial, yaitu jumlah teman yang merokok. Faktor
psikososial dari merokok yang dirasakan antara lain lebih diterima dalam lingkungan
teman dan merasa lebih nyaman, 3) Faktor psikologis, yakni merokok dapat dianggap
meningkatkan konsentrasi atau hanya sekedar untuk menikmati asap rokok.6
Menurut Silvan Tomkins cited Alamsyah, ada empat tipe perilaku merokok
berdasarkan management of affect theory yaitu6 :
1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh kebiasaan positif, dengan merokok seseorang
merasa akan penambahan rasa yang positif. Ada dua subtipe perilaku merokok :
a. Perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan
yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.
b. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedar untuk menyenangkan perasaan.
2. Perilaku merokok dipengaruhi oleh perasaan negatif. Sebagian orang merokok
untuk mengurangi perasaan negatif misalnya bila ia marah, gelisah, rokok
dianggap sebagai penyelamat.

Universitas Sumatera Utara


3. Perilaku merokok yang adiktif. Mereka yang sudah adiktif akan menambah dosis
rokok setiap saat setelah efek dari rokok berkurang.
4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok
sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan tetapi karena benar-
benar sudah menjadi kebiasaan rutin.
Gaya hidup merokok telah menjadi suatu masalah kesehatan karena merokok
merupakan faktor risiko yang mendukung terjadinya berbagai macam penyakit dan
membawa kematian berjuta penduduk dunia.8 Lebih dari 43 juta anak Indonesia
hidup serumah dengan perokok dan terpapar pada asap tembakau pasif atau asap
tembakau lingkungan. The Jakarta Global Youth Survey melaporkan bahwa 89% dari
anak-anak sekolah yang disurvei terpajan asap rokok lingkungan di tempat-tempat
umum. Anak-anak yang terpapar pada asap tembakau mengalami pertumbuhan paru
yang lambat, lebih mudah terkena bronkhitis dan infeksi saluran pernapasan dan
telinga serta asma bronkial. Kesehatan yang buruk pada usia dini mungkin akan
menyebabkan kesehatan yang buruk pula pada saat dewasa.26
Namun demikian, tingkat konsumsi rokok terus meningkat. Pada tahun 2014, sekitar
5,8 triliun rokok dihisap oleh perokok dan diperkirakan ada lebih dari 1,3 miliar
perokok di seluruh dunia (sekitar 1 miliar laki-laki dan 300 juta orang perempuan).
Pola konsumsi rokok di setiap negara sangat bervariasi. Merokok sering dihubungkan
dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat, dimana lebih dari 80% dari jumlah
perokok tersebut hidup di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan
menengah.25,27
China merupakan negara dengan tingkat konsumsi rokok tertinggi di dunia,
baik pada laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut bukan hanya dilihat dari seberapa
sering seseorang mengonsumsi rokok per hari, tetapi juga intensitas merokok yang tinggi
atau jumlah rokok yang dihisap oleh perokok per hari.27
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KEPMENKES) tahun
2008 menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara terbesar ke-7 di dunia yang
memproduksi tembakau. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia setelah Cina,
Amerika Serikat, Jepang dan Rusia, dengan 31,5% prevalensi merokok, 80%

Universitas Sumatera Utara


diantaranya mengkonsumsi rokok kretek, dan lebih dari 60% berada di daerah
pedesaan. Pada tahun 2002, jumlah rokok yang dihisap penduduk Indonesia mencapai
lebih 200 miliar batang.26
Namun data terbaru dari The Tobacco Atlas menyebutkan bahwa Indonesia
menempati urutan ke-4 sebagai negara dengan tingkat konsumsi rokok terbesar di
dunia.27

1. CHINA
Perokok di China
mengonsumsi hingga
29 batang rokok per
hari

Gambar 1. Tingkat konsumsi rokok per orang per tahun: ≥usia


15 tahun,
201427

Data mengenai prevalensi merokok sangat bervariasi. Sumber data tersebut


berupa data frekuensi merokok dan jenis rokok yang dikonsumsi. Data mengenai frekuensi
merokok, fokusnya tertuju pada perokok harian atau merokok minimal satu kali per hari,
mengingat risiko kesehatan yang signifikan berhubungan dengan merokok setiap hari,
bahkan pada tingkat konsumsi yang rendah sedangkan untuk data mengenai jenis rokok
yang dihisap, fokus penelitian tertuju pada semua produk rokok yang dikonsumsi oleh
masyarakat.27

2.1.2 Komponen Rokok


Rokok merupakan suatu produk komersial berbentuk silindris berdiameter 5-8
mm yang terdiri atas tembakau, kertas pembalut dan penapis dengan panjang total
70-100 mm dan panjang penapis 15-25 mm.28,29 Rokok adalah salah satu produk

Universitas Sumatera Utara


tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap dan/atau dihirup termasuk rokok
kretek, rokok putih, cerutu dan bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotina
tobacum atau yang biasa disebut dengan tembakau.8
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat tingkat produksi
tembakau yang tinggi. Produksi tembakau di Indonesia selalu meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2009, total produksi tembakau di Indonesia mencapai 176,94
ton. Namun, sekitar 98% produk tembakau di Indonesia digunakan untuk rokok.30
Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditas internasional.8
Rokok merupakan gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu batang rokok yang dibakar
akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Bahan tersebut umumnya bersifat toksik,
karsinogenik di samping beberapa bahan yang bersifat radioaktif dan adiktif. Rokok
menghasilkan suatu pembakaran yang tidak sempurna yang dapat diendapkan dalam
tubuh ketika dihisap. Secara umum komponen rokok dapat dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau partikel
(8%).25,31
Komponen gas adalah berbagai macam gas berbahaya yang dihasilkan oleh
asap rokok; terdiri dari nitrosamin, nitrosopirolidin, hidrasin, vinil klorida, uretan,
formaldehid, hidrogen sianida, akrolein, asetaldehida, nitrogen oksida, amonia
piridin, dan karbon monoksida.31,32 Komponen partikel adalah bahan yang terserap
dari penyaringan asap rokok menggunakan filter cartridge dengan ukuran pori-pori
0,1μm, terdiri dari tar, nikotin, benzantrachne, benzopiren, fenol, cadmium, indol,
karbarzol dan kresol.31
Bahan kimia yang yang paling berbahaya dalam asap rokok adalah tar,
nikotin, dan karbonmonoksida. Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia
dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogenik.8,31 Pada saat rokok
dihisap, tar masuk ke rongga mulut sebagai uap padat yang setelah dingin akan
menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi,
saluran napas, dan paru-paru. Komponen tar mengandung radikal bebas, yang
berhubungan dengan risiko timbulnya kanker.31

Universitas Sumatera Utara


Nikotin merupakan senyawa yang paling aktif secara farmakologi didalam
asap rokok.32 Nikotin merupakan bahan alkaloid alam yang bersifat toksik, berbentuk
cairan, tidak berwarna, dan mudah menguap dan dapat menimbulkan ketergantungan
psikis. Zat ini dapat berubah warna menjadi coklat dan berbau seperti tembakau jika
bersentuhan dengan udara.13 Nikotin memberikan efek terhadap sistem
kardiovaskular. Selama merokok, terjadi peningkatan denyut jantung dan tekanan
darah sehingga memengaruhi terjadinya vasokonstriksi.8,32 Nikotin juga berperan
dalam menghambat perlekatan dan pertumbuhan sel fibroblas ligamen periodontal,
menurunkan isi protein fibroblas, serta dapat merusak sel membran.31
Gas karbonmonoksida (CO) yang dihasilkan satu batang rokok dapat
mencapai 3-6%, gas ini dapat dihisap oleh siapa saja, baik oleh perokok itu sendiri,
orang yang berada di dekat perokok, ataupun orang yang berada pada ruangan yang
sama dengan perokok.30 Gas karbonmonoksida (CO) dalam rokok dapat
meningkatkan tekanan darah yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran
haemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit). Gas
karbonmonoksida (CO) memiliki afinitas dengan haemoglobin (Hb) sekitar dua ratus
kali lebih kuat dibandingkan afinitas oksigen terhadap haemoglobin (Hb).31 Zat ini
akan berikatan dengan oksigen dan membentuk carboxihaemoglobin. Seorang
perokok memiliki kadar carboxihaemoglobin yang lebih tinggi dibandingkan dengan
orang normal, yaitu sekitar 2-15%.8
Asap rokok yang dihisap ke dalam paru oleh perokoknya disebut asap rokok
utama (main stream smoke), sedang asap yang berasal dari ujung rokok yang terbakar
disebut asap rokok sampingan (side stream smoke). Polusi udara yang ditimbulkan
oleh asap rokok utama yang dihembuskan lagi oleh perokok dan asap rokok
sampingan disebut asap rokok lingkungan atau environmenttal tobacco smoke.26
Kandungan bahan kimia pada asap rokok sampingan ternyata lebih tigggi
dibanding asap rokok utama, antara lain karena tembakau terbakar pada temperatur
lebih rendah ketika rokok sedang tidak dihisap, membuat pembakaran menjadi
kurang lengkap dan mengeluarkan lebih banyak bahan kimia. Oleh karena itu asap

Universitas Sumatera Utara


rokok lingkungan berbahaya bagi kesehatan dan tidak ada kadar pajanan minimal
asap rokok lingkungan yang aman.26

2.1.3 Klasifikasi Perokok dan Jenis Rokok


Alamsyah membagi perokok atas tiga kategori, yaitu : 1) bukan perokok (non
smokers), adalah seseorang yang belum pernah mencoba merokok sama sekali; 2)
perokok eksperimen (experimental smokers), adalah seseorang yang telah mencoba
merokok tetapi tidak menjadikannya sebagai suatu kebiasaan; dan 3) perokok tetap
atau perokok reguler (regular smokers), adalah seseorang yang teratur merokok baik
dalam hitungan mingguan atau dengan intensitas yang lebih tinggi lagi.6
Berdasarkan kemampuannya menghisap rokok dalam sehari, perokok dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu8,32 :
1. Perokok ringan, yaitu perokok yang mengonsumsi rokok kurang dari 10 batang per
hari.
2. Perokok sedang, yaitu perokok yang mengonsumsi 10-20 batang rokok per hari.
3. Perokok berat, yaitu perokok yang mengonsumsi lebih dari 20 batang rokok per
hari.
Rokok berdasarkan bahan baku atau isi di bagi tiga jenis6,7:
1. Rokok putih yaitu rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang
diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok putih
memiliki kandungan 14-15 mg tar dan 5 mg nikotin. Kandungan tar dan nikotin
tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rokok kretek dan hal ini dikontrol
dengan baik/dijamin oleh pabriknya. Kadar tar dan nikotin yang tergolong rendah
ini menjadi nilai jual bagi mereka berkaitan dengan isu kesehatan.
2. Rokok kretek yaitu rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan
cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok
kretek memiliki kandungan tar dan nikotin yang lebih besar dibandingkan dengan
rokok putih, yaitu sekitar 20 mg tar dan 4-5 mg nikotin.

Universitas Sumatera Utara


3. Rokok klembak yaitu rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,
cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
Rokok berdasarkan penggunaan filter dibagi dua jenis7 :
1. Rokok Filter (RF) yaitu rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
2. Rokok Non Filter (RNF) yaitu rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat
gabus.
Menurut Bustan, lamanya seseorang merokok dapat diklasifikasikan menjadi
kurang dari 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok
makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga memiliki dose-response effect,
artinya semakin muda usia merokok seseorang, akan semakin besar pengaruhnya.8

2.1.4 Dampak Merokok Terhadap Kesehatan


Merokok merupakan suatu kebiasaan adiktif yang pertama kali diperkenalkan
di Eropa.32 Berdasarkan segi kesehatan, tidak ada manfaat yang terkandung di dalam
rokok.8 Merokok dapat menimbulkan efek yang berbahaya pada setiap jaringan tubuh,
termasuk rongga mulut dan sering dikaitkan dengan beberapa penyakit yang dapat
menurunkan harapan dan kualitas hidup seseorang.25,33 Efek sistemik yang dapat
ditimbulkan akibat merokok diantaranya infarksi miokardial, penyakit jantung
koroner, hipertensi, stroke, penyakit saluran pernafasan, masalah pada sistem
reproduksi, emfisema, bronkhitis, impoten, ulkus, osteoporosis, kerutan pada wajah
dan kecanduan nikotin.13,25,34 Kebanyakan kematian akibat merokok adalah karena kanker
paru-paru, penyakit paru obstruktif kronis dan penyakit jantung koroner.25
Selain mengganggu keadaan sistemik, merokok juga menimbulkan efek pada rongga
mulut. Penyakit rongga mulut yang sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok
diantaranya kanker mulut, faring, laring, esofagus dan bibir, abrasi gigi, stein, pembentukan
kalkulus, halitosis, gangguan pengecapan, atrisi, luka menjadi lebih lama sembuh, dry
socket, hairy dan coated tongue, meningkatkan risiko terjadinya celah bibir dan palatum,
penyakit periodontal, dan lain-lain.13

Universitas Sumatera Utara


Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang
dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap, bahkan berhubungan dengan
dalamnya hisapan rokok yang dilakukan.31
Selain itu, asap rokok lingkungan juga dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan
individu. Individu yang terpapar asap rokok lingkungan juga berpotensi terkena penyakit
sistemik maupun rongga mulut.35 Erdemir dkk telah melakukan penelitian mengenai status
kesehatan periodontal dan level nikotin pada cairan sulkus gingiva pada anak-anak yang
terpapar asap rokok lingkungan. Hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan level
nikotin cairan sulkus gingiva dan berkurangnya level perlekatan jaringan periodontal pada
anak yang terpapar asap rokok lingkungan dibandingkan dengan anak yang tidak pernah
terpapar asap rokok lingkungan.21
Efek asap rokok lingkungan terhadap kesehatan memang tidak terlihat secara klinis,
namun dosis paparan asap rokok lingkungan terlalu banyak di dalam tubuh akan
menimbulkan bahaya bagi kesehatan tubuh maupun rongga mulut.35

Gambar 2. Efek merokok pasif terhadap kesehatan26

2.2 Penyakit Periodontal


2.2.1 Etiologi dan Faktor Risiko Penyakit Periodontal
Insidensi penyakit gigi dan mulut, terutama penyakit periodontal, tergolong
kelompok penyakit yang cukup banyak diderita oleh masyarakat di Indonesia, baik

Universitas Sumatera Utara


oleh anak-anak maupun dewasa. Data nasional Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2004 menyebutkan prevalensi penyakit periodontal di Indonesia sudah
mencapai 96,5%.36
Penyakit periodontal didefinisikan sebagai proses patologi yang terjadi pada
jaringan pendukung gigi-geligi yang terdiri atas gingiva, sementum, ligamen
periodontal dan tulang alveloar.16,37 Penyakit periodontal hampir selalu mengacu pada
terjadinya inflamasi pada jaringan periodontal yaitu gingivitis dan periodontitis.17
Penyakit periodontal merupakan infeksi yang disebabkan oleh plak gigi,
namun faktor risiko juga berperan dalam meningkatkan keparahan penyakit serta
respon pejamu dan perkembangan bakteri di rongga mulut.24 Plak gigi merupakan
faktor etiologi utama yang menyebabkan terjadinya penyakit periodontal dan
berperan terhadap perkembangan inflamasi penyakit periodontal.38
Plak gigi adalah deposit lunak yang melekat pada permukaan gigi, terdiri atas
akumulasi mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks interseluler
jika seseorang melalaikan kebersihan rongga mulutnya.2 Plak gigi merupakan biofilm
bakteri yang tersusun secara kompleks pada berbagai macam spesies bakteri dalam
suatu substrat.38 Beberapa bakteri yang sering dihubungkan dengan penyakit
periodontal diantaranya Prevotella intermedia, Eubacterium timidum, Fusobacterium
nucleatum, Porphyromonas gingivalis dan lain-lain.24,39
Selain faktor etiologi utama, ada faktor lain atau yang biasa disebut faktor
etiologi sekunder yang dapat memperparah penyakit periodontal yaitu faktor lokal
dan sistemik. Faktor-faktor tersebut mendukung terjadinya akumulasi plak dan respon
gingiva sehingga penyakit periodontal yang terjadi semakin parah. Adapun faktor
lokal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal adalah kalkulus,
restorasi yang kurang baik, karies yang parah, impaksi makanan, desain gigi tiruan
yang kurang baik, pemakaian pesawat ortodonti, kelainan gigi-geligi, kebiasaan
bernafas melalui mulut, konsumsi alkohol, dan kebiasaan merokok.38
Dewasa ini, merokok merupakan faktor risiko yang paling banyak disebutkan
sebagai penyebab keparahan penyakit periodontal.16 Hal ini telah dibuktikan dengan
beberapa penelitian mengenai hubungan antara merokok dan penyakit periodontal.

Universitas Sumatera Utara


Merokok bukan hanya memberikan pengaruh pada jaringan periodontal saja, tetapi
juga berpengaruh terhadap perawatan periodontal. Efek merokok terhadap kesehatan
jaringan periodontal dipengaruhi oleh banyaknya dosis asap rokok yang terpapar pada
tubuh seorang perokok. Dosis yang terpapar berkaitan dengan berapa banyak jumlah
rokok yang dikonsumsi dan berapa lama seseorang telah mengonsumsi rokok selama
hidupnya.38
Faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit periodontal yaitu faktor
sistemik. Beberapa penyakit sistemik yang berkaitan dengan penyakit periodontal
adalah diabetes melitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, osteoporosis, gangguan
sistem imun, faktor hormonal, dan lain-lain.38,39

2.2.2 Gingivitis
Gingivitis merupakan salah satu penyakit yang paling umum diderita oleh manusia.
Gingivitis secara sederhana didefinisikan sebagai inflamasi gingiva. Gingivitis
merupakan inflamasi yang terjadi pada gingiva tanpa adanya kehilangan perlekatan.
Inflamasi ini terjadi pada gingiva dimana epitel penyatu masih utuh melekat pada gigi
sehingga perlekatan gigi belum mengalami perubahan.2,40 Gingivitis bersifat ireversibel
serta mudah untuk diobati dan dikontrol. Namun, gingivitis sering kali tidak menimbulkan
rasa sakit dan jarang diketahui oleh penderitanya. Gambaran klinis gingivitis diantaranya
perubahan warna pada gingiva menjadi lebih merah, edema, eksudasi, dan berpotensi
terjadi perdarahan pada saat probing. Selain itu, kemungkinan terjadi perubahan kontur
gingiva, hilangnya adaptasi jaringan pada gigi, dan meningkatnya aliran cairan sulkus
gingiva.40

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3. Gingivitis yang terjadi pada perokok,
disertai adanya stein dan
kalkulus40

2.2.3 Periodontitis
Periodontitis didefinisikan sebagai inflamasi pada jaringan pendukung gigi-
geligi yang disebabkan oleh kelompok mikroorganisme tertentu yang spesifik,
sehingga menyebabkan kerusakan yang progresif pada ligamen periodontal dan
tulang alveolar dengan peningkatan kedalaman probing, resesi, atau keduanya. Tanda
klinis yang membedakan periodontitis dan gingivitis adalah adanya kehilangan
perlekatan klinis. Hal ini sering disertai dengan adanya pembentukan poket
periodontal dan perubahan kepadatan dan ketinggian tulang alveolar. Tanda-tanda
klinis dari peradangan, seperti perubahan warna, kontur, dan konsistensi jaringan
periodontal, perdarahan saat probing dan kehilangan perlekatan.41
Periodontitis adalah penyakit yang sangat destruktif dan selalu melibatkan
peradangan pada jaringan, migrasi epitel penyatu, hilangnya jaringan ikat, dan
penghancuran tulang serat kolagen. Secara klinis, kondisi ini terlihat sebagai
pembentukan poket dan jaringan yang meradang, resorpsi tulang dan mobiliti gigi
terjadi akibat resorpsi tulang alveolar.42

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4. Periodontitis dengan kehilangan
perlekatan 3-4 mm pada pasien
perokok41

2.3 Efek Merokok Terhadap Jaringan Periodontal


2.3.1 Mikrobiologi dan Pembentukan Plak Akibat Merokok
Merokok memiliki efek yang cukup penting terhadap mikroorganisme rongga
mulut.32 Peningkatan prevalensi dan keparahan penyakit periodontal yang berhubungan
dengan merokok menunjukkan adanya interaksi pejamu-bakteri yang menyebabkan
kerusakan jaringan periodontal yang lebih luas. Ketidakseimbangan antara bakteri dan
respon pejamu dapat disebabkan oleh perubahan komposisi plak subgingiva dengan
peningkatan jumlah dan virulensi organisme patogen, perubahan respon pejamu terhadap
bakteri atau kombinasi keduanya.25
Merokok dapat menyebabkan penurunan potensi oksidasi-reduksi yang dapat
menyebabkan peningkatan plak bakteri anaerob. Secara statistik, ada peningkatan yang
signifikan pada proporsi bakteri gram-positif menjadi bakteri gram-negatif dalam 3 hari
pada plak seorang perokok dibandingkan dengan bukan perokok.25,32
Asap rokok yang dihasilkan mengandung fenol dan sianida yang memiliki sifat
toksik. Secara signifikan, perokok memiliki risiko lebih tinggi terhadap infeksi Tannerella
forsythensis dibandingkan bukan perokok. Selain itu, Porphyromonas gingivalis pada
subgingiva lebih dominan dalam menimbulkan infeksi pada perokok dibandingkan bukan
perokok. Namun, tidak ada risiko yang relatif lebih tinggi untuk infeksi dengan bakteri ini.32
Tingkat debris dalam rongga mulut perokok lebih tinggi dibandingkan dengan bukan
perokok, hal ini mungkin terjadi karena perbedaan kebiasaan menjaga kebersihan mulut,
peningkatan tingkat pembentukan plak, atau kombinasi keduanya. Wilson cited Torkzaban
dkk menjelaskan bahwa deposit gigi pada perokok menyebabkan permukaan gigi menjadi
tidak rata sehingga plak gigi lebih mudah melekat pada permukaan gigi.34 Meskipun
perokok memiliki lebih banyak plak dibandingkan bukan perokok, tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan perkembangan plak.32

Universitas Sumatera Utara


Beberapa hasil penelitian yang kontroversial mengenai hubungan merokok dan
peningkatan plak. Bergstrom dkk tidak menemukan perbedaan skor indeks plak pada 285
perokok dan bukan perokok. Selain itu, peneliti tidak menemukan adanya perbedaan
kuantitatif pada tingkat pertumbuhan plak antara perokok dan bukan perokok.34
Sebaliknya, penelitian lain telah menunjukkan perbedaan komposisi bakteri pada plak
subgingiva pada perokok dibanding bukan perokok. Pada sisi lain, beberapa penelitian telah
gagal membuktikan adanya perbedaan tingkat akumulasi plak pada perokok dibandingkan
dengan bukan perokok. Hal ini menunjukkan bahwa jika terdapat perubahan respon
mikroba pada perokok, hal itu merupakan perubahan plak secara kualitatif, bukan
25
kuantitatif.

2.3.2 Pembentukan Kalkulus pada Perokok


Merokok tembakau sering dikaitkan dengan peningkatan akumulasi kalkulus
supragingiva dan subgingiva pada gigi. Perokok memiliki lebih banyak kalkulus
dibandingkan dengan bukan perokok. Hal ini disebabkan oleh pH asap rokok yang
dihirup dan terpapar dalam rongga mulut.32,34 Pembentukan kalkulus lebih banyak
pada perokok juga mungkin disebabkan karena laju aliran saliva yang meningkat.
Konsentrasi kalsium meningkat dalam saliva perokok. Nikotin memengaruhi kelenjar
eksokrin dengan peningkatan inisial dalam saliva dan sekresi bronkus yang diikuti
oleh penghambatan sekresi. Fosfat kalsium ditemukan dalam kalkulus supragingiva
berasal dari saliva. Selain itu, ditemukan komponen organik berupa protein dan
polipeptida. Jumlah tersebut meningkat pada kalkulus yang ditemukan pada perokok
disebabkan oleh efek dari asap rokok dan perubahan pada saliva.32
Ada efek yang kuat antara merokok tembakau terhadap deposisi kalkulus
subgingiva. Peningkatan kalkulus subgingiva terjadi dengan meningkatnya paparan
rokok sesuai dengan banyaknya dosis yang terpapar. Ada hubungan kuat antara
merokok tembakau dan kalkulus supragingiva. Pembentukan dan keparahan kalkulus
supragingiva serupa antara orang-orang yang telah berhenti merokok dan yang tidak
pernah merokok.34

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Inflamasi dan Perdarahan Gingiva Akibat Merokok
Inflamasi gingiva berkembang melalui beberapa tahap dan akhirnya berubah
menjadi periodontitis. Perubahan pada pembuluh darah muncul sebagai manifestasi
awal inflamasi gingiva, adanya dilatasi kapiler dan meningkatkan aliran darah. Pada
lesi awal, infiltrasi inflamasi juga meningkat secara klinis sehingga menimbulkan
pembesaran gingiva. Hal ini diikuti dengan perubahan populasi sel dengan
peningkatan jumlah limfosit dan makrofag. Lesi berkembang sebagai konsekuensi
dari adanya akumulasi plak bakteri yang dapat menembus ke dalam jaringan.
Meningkatnya jumlah sel dalam inflamasi kronis diikuti oleh hilangnya kolagen pada
jaringan ikat yang terkena. Namun, dalam tahap ini, masih belum ada kehilangan
tulang atau perlekatan jaringan ikat.34
Selain itu, merokok tembakau dapat mengurangi permeabilitas pembuluh
darah perifer. Efek yang dihasilkan mungkin dikaitkan dengan tingkat menghirup asap
rokok dan penyerapan nikotin. Nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer yang merusak pembuluh darah gingiva dan mengurangi jumlah oksigen,
akibatnya terjadi perdarahan pada saat probing.32,34 Nikotin dari rokok merangsang
ganglia simpatik untuk menghasilkan neurotransmitter termasuk katekolamin. Hal ini
memengaruhi reseptor alfa pada pembuluh darah yang pada gilirannya menyebabkan
vasokonstriksi. Vasokonstriksi yang dihasilkan oleh nikotin bertanggung jawab
terhadap penurunan aliran darah gingiva.32
Perdarahan gingiva pada perokok bukan hanya disebabkan oleh vasokonstriksi
pembuluh darah gingiva saja, tetapi mungkin juga disebabkan oleh adanya
keratinisasi gingiva yang terjadi pada perokok.32
Merokok biasanya tidak menyebabkan perubahan yang mencolok pada gingiva.
Perokok berat mungkin memiliki perubahan warna keabu-abuan dan hiperkeratosis gingiva,
peningkatan jumlah sel keratin ditemukan pada gingiva perokok. Perubahan jaringan
epitel digambarkan sebagai keratosis, hiperkeratosis dan hiperplastik. Perdarahan dari
margin gingiva merupakan tanda awal terjadinya gingivitis, dan perdarahan gingiva pada

Universitas Sumatera Utara


saat probing banyak digunakan dalam pemeriksaan klinis sebagai tanda dalam
32,34
mengidentifikasi lesi aktif dalam penyakit periodontal.

Tabel 1.Efek Merokok terhadap Prevalensi dan Keparahan Penyakit


Periodontal25
Penyakit Periodontal Efek yang Ditimbulkan

Gingivitis Menurunkan inflamasi gingiva dan perdarahan pada


probing
Periodontitis - Meningkatkan prevalensi dan keparahan
kerusakan jaringan periodontal
- Meningkatnya kedalaman poket, kehilangan
perlekatan, dan kehilangan tulang alveolar
- Meningkatkan kerusakan jaringan periodontal
- Meningkatkan prevalensi periodontitis
- Tingginya angka kehilangan gigi
- Meningkatkan prevalensi sejalan dengan
bertambahnya jumlah rokok yang dikonsumsi per
hari

Universitas Sumatera Utara


2.4 Kerangka Teori

Rokok

Klasifikasi Perokok Jenis Rokok Komponen Rokok

Ringan Sedang Berat Nikotin Tar CO

Filter Non
Filter

Peningkatan stein

Retensi plak meningkat

Pembentukan kalkulus meningkat

Inflamasi dan perdarahan


gingiva

Peningkatan kedalaman poket dan


kehilangan perlekatan

Universitas Sumatera Utara


2.5 Kerangka Konsep

Variabel Tergantung :
Variabel Bebas :
- Perokok Ringan Status Periodontal yang diukur
- Perokok Sedang berdasarkan :
- Perokok Berat - Indeks Periodontal Russell

Variebel Terkendali Variabel Tidak Terkendali

- Subjek merupakan perokok - Diet


aktif, minimal 1 batang rokok - Kebiasaan dan cara menyikat
per hari gigi
- Jenis rokok yang dikonsumsi
adalah rokok tembakau
- Usia
- Jenis Kelamin

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai