Anda di halaman 1dari 2

Patofisiologi Anemia Pasca Perdarahan

Segera setelah perdarahan, volume darah total akan berkurang tetapi kadar Hb dan nilai Ht
belum menurun yaitu sesuai keadaan sebelum terjadi pendarahan. Dua puluh jam sampai 60 jam
setelah perdarahan, terjadi perpindahan cairan dari ruang ekstrasel ke dalam ruang intravascular
(stadium hemodilusi). Pada saat ini jumlah eritrosit/µL, kadar Hb dan Ht menurun. Stadium hemodilusi
terjadi selama 1-3 hari setelah perdarahan dan timbul anemia normositik normokrom.1

Anemia yang terjadi pasca perdarahan akan akan merangsang sumsum tulang melalui
eritropoietin (EPO). Peningkatan kadar EPO plasma terjadi 6 jam setelah perdarahan dan mencapai
puncak pada hari ke 2-3. Bila sumsum tulang dalam keadaan normal, akan terjadi diferensiasi stem sel
menjadi sel-sel yang selanjutnya akan membentuk sel darah merah. Regenerasi eritrosit terjadi 6-12 jam
setelah perdarahan dan akan tampak sebagai polikromasi dan eritrosit berinti di darah tepi. Jumlah
retikulosit akan meningkat. Peningkatan retikulosit dapat mencapai 5-10% tergantung cadangan besi
tubuh. Peningkatan retikulosit terjadi mulai hari 2-3, mencapai puncak pada hari ke 4-6 dan akan normal
kembali pada hari ke 10-14 pasca perdarahan. Pada sediaan hapus darah tepi akan tampak polikromasi
sehingga hasil pemeriksaan volume eritrosit rata-rata (VER) meningkat. Selain makrositosis dapat
dijumpai pula leukositosis, neutrofilia dan trombositosis. Bila tidak terjadi perdarahan ulang dan semua
bahan untuk proses eritropoiesis cukup, semua nilai parameter hematologi kembali normal dalam 3-6
minggu. Beberapa jam setelah perdarahan, jumlah leukosit akan meningkat, dapat mencapai 20.000/µL
darah dengan beberapa sel muda seperti batang dan metamielosit. Terjadi juga trombositosis yang
dapat mencapai 500.000-1 juta/µL darah.1
Patofisiologi Anemia pada Gagal Ginjal Kronik

Pasien GGK biasanya mengalami anemia. Penyebab utamanya adalah defisiensi produksi eritropoietin
(EPO) yang dapat meningkatkan risiko kematian, uremia penghambat eritropoiesis, pemendekan umur
eritrosit, gangguan homeostasis zat besi. Antagonis EPO yaitu sitokin proinflamasi bekerja dengan
menghambat sel-sel progenitor eritroid dan menghambat metabolisme besi. Resistensi EPO disebabkan
oleh peradangan maupun neocytolysis. Beberapa mekanisme patofisiologi mendasari kondisi ini,
termasuk terbatasnya ketersediaan besi untuk eritropoiesis, gangguan proliferasi sel prekursor eritroid,
penurunan EPO dan reseptor EPO, dan terganggunya sinyal transduksi EPO.15 Penyebab lain anemia
pada pasien GGK adalah infeksi dan defisiensi besi mutlak. Kehilangan darah adalah penyebab umum
dari anemia pada GGK. Hemolisis, kekurangan vitamin B12 atau asam folat, hiperparatiroidisme,
hemoglobinopati dan keganasan, terapi angiotensin-converting-enzyme (ACE) inhibitor yang kompleks
dapat menekan eritropoiesis.4 Pasien GGK mengalami defisiensi zat besi yang ditunjukkan dengan
ketidakseimbangan pelepasan zat besi dari penyimpanannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
untuk eritropoiesis yang sering disebut juga reticuloendothelial cell iron blockade. Reticuloendothelial
cell iron blockade dan gangguan keseimbangan absorbsi zat besi dapat disebabkan oleh kelebihan
hepsidin.16 Hepsidin merupakan hormon utama untuk meningkatkan homeostasis sistemik zat besi
yang diproduksi di liver dan disekresi ke sirkulasi darah. Hepsidin mengikat dan menyebabkan
pembongkaran ferroportin pada enterosit duodenum, retikuloendotelial makrofag, dan hepatosit untuk
menghambat zat besi yang masuk ke dalam plasma. Peningkatan kadar hepsidin pada pasien GGK dapat
menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia.

http://eprints.undip.ac.id/50882/3/Yoanita_Pratiwi_Budiwiyono_22010112130146_Lap.KTI_Bab2.pdf

Anda mungkin juga menyukai