Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan
Letak sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan batang berada di bagian bawah kavum uteri.
Kejadian letak sungsang berkisar antara 2% sampai 3% bervariasi di berbagai
tempat. Sekalipun kejadiannya kecil tetapi mempunyai penyulit yang besar
dengan angka kematian sekitar 20% sampai 30% (Winkjosastro, 2005).
Persalinan secara sectio caesaria adalah kelahiran bayi melalui
abdomen dan insisi uterus. Kebanyakan alasan untuk melakukan persalinan
caesaria adalah posisi sungsang, distosia dan persalinan caesaria sebelumnya
maupun kehamilan dengan hipertensi. Menurut statistik tentang 3.509 kasus
Sectio Caesaria yang disusun oleh Peel dan Chamberlain, indikasi untuk
Sectio Caesaria adalah disproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%,
plasenta previa 11% pernah Sectio Caesaria 11%, kelainan letak janin 10%,
pre eklamsi dan hipertensi 7% dengan angka kematian ibu sebelum dikoreksi
17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin 14,5%,
(Winkjosastro, 2005).
Upaya memberikan perawatan yang efektif dan aman bagi ibu hamil
resiko tinggi membutuhkan usaha dari seluruh anggota tim kesehatan secara
bersama-sama, dengan setiap anggota tim menyumbang keterampilan dan
kemampuannya yang unik untuk menghasilkan hasil akhir yang optimal bagi
ibu dan bayi. Pasien dengan post section caesarea dengan indikasi letak
sungsang salah satu kasus yang memerlukan perawatan dari perawat yang
terampil.
Mengingat perawatan pasien dengan post sectio caesaria merupakan
masalah yang perlu perawatan intensif, karena banyaknya komplikasi yang
bisa didapatkan baik pada ibu dan janin seperti infeksi pada luka, luka
menganga, hemorragic, infeksi saluran kemih,cedera bladder atau bowel dan
komplikasi akibat anestesi diantaranya adalah perubahan pola nafas,
bradikardi maupun kelemahan fisik. Disinilah peran perawat sangat
diperlukan. Perawat harus mampu memberikan perawatan yang komprehensif,
berkesinambungan, teliti dan penuh kesabaran. Berdasarkan berbagai masalah
yang dihadapi pasien maka penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis
Ilmiah “Asuhan Keperawatan Pasien Ny.K dengan Post sectio Caesaria atas
Indikasi Letak Sungsang.”

1
1.2. Tujuan
Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah
a. Mengetahui tentang pengertian, penyebab, komplikasi serta
penatalaksanaan letak sungsang
b. Mengetahui langkah langkah serta manajemen dari pasien yang
mengalami letak sungsang

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi

Seksio sesarae adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan
utuh serta berat di atas 500 gram (Mitayani,2009).

Seksio sesarae adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut. (Amru sofian, 2012 dalam buku Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA).

2.2 Etiologi

a. Etiologi yang berasal dari ibu


Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua disertai kelainan
letak, disproporsi sefalo pelvic (disproporsi janin/panggul), ada sejarah
kehamilan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama
pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yaitu
preeclampsia-eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit
(jantung, DM), gangguan jalan persalinan seperti kista ovarium, mioma uteri,
dan sebagainya.
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum
atau forsep ekstraksi,

2.3 Manifestasi Klinis

1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)


2. Panggul sempit
3. Disporsi sefalopelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan
ukuran panggul
4. Rupture uteri mengancam
5. Partus lama (prolonged labor)

3
6. Partus tak maju (obstructed labor)
7. Distosia serviks
8. Pre-eklamsi dan hipertensi
9. Malpresentasi janin
 Letak lintang
 Letak bokong
 Presentasi dahi dan muka (letak defleksi)
 Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil
 Gemeli
10. Nyeri
11. Uterus teraba keras

2.4 Klasifikasi

Jenis jenis operasi seksio sesarea :


1. Seksio sesarea abdomen
Seksio secara transpeveritonealis
2. Seksio sesarea vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, seksio caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut :
- Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kroning
- Sayatan melintang (tranversal) menurut kerr
- Sayatan huruf T (T- incision)
3. Seksio saesarea koporal
Dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
sepanjang 10cm. tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena
memiliki banyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi berulang
yang memiliki banyak perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.
4. Seksio saesarea ismika (profunda)
Dilakukan dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim (
lowcervical transversal) kira-kira sepanjang 10cm.

4
2.5 Patofisiologi

Letak sungsang dapat terjadi akibat dari :


1. Terdapat tumor dalam rongga uterus.
2. Terbentuknya segmen bawah rahim.
3. Hidramion.

Adapun letak sungsang dapat dibagi menjadi sebagai berikut :

1. Letak bokong murni : prensentasi bokong murni (Frank Breech). Bokongsaja


yang menjadi bagian terdepan sedangkan kedua tungkai lurus keatas.
2. Letak bokong kaki (presentasi bokong kaki) disamping bokong teraba kaki
(Complete Breech). Disebut letak bokong kaki sempurna atau tidak sempurna
kalau disamping bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja.
3. Letak lutut (presentasi lutut) dan
4. Letak kaki , yang keduanya disebut dengan istilah : Incomplete Breech.

Tergantung pada terbanya kedua kaki atau lutut atau hanya teraba satu kaki atau
lutut disebut letak kaki atau lutut sempurna dan letak kaki atau lutut tidak
sempurna.
Dari semualetak-letakini yang paling sering dijumpai adalah letak bokong murni.
Punggung biasanya terdapat kiri depan. Frekuensi letak sungsang lebih tinggi
pada kehanilan muda dibandingkan dengan kehamilan aterme dan lebih banyak
pada multigravida dibandingkan dengan primigarvida.

5
Factor indikasi

Letak sungsang

Persalinan

Tindakan Spontan
pembedahan

Post SC

Perubahan Perubahan
psikologis fisiologis Anestesi
Luka post SC

Taking in Taking hold Letting go Uterus Terdapat Bedrest


Laktasi sayatan pada
Kontraksi Kontraksi luka
Dependen Belajar Mampu Penurunan uterus uterus Intoleransi
butuh perubahan menyesuaikan hormone estrogen aktivitas
perlindungan baru dengan dan progesteron Jaringan
Pendarahan Lochea
keluarga terputus
Jaringan
Kurang
Kelemahan fisik HB Terputusnya terbuka
informasi Prolaktin kontinuitas jaringan
Proteksi
Produksi ASI Kurang O2 Merangsang kurang
area sensorik
Kolostrum Kelemahan
Ggn. Rasa Invasi Bakteri
tidak keluar
6 nyaman
Resiko syok Kekurangan cairan dan Defisit Perawatan
Diri Resiko
hipovolemik elektrolit Nyeri akut Infeksi
2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemantauan elektronik kontinu: memastikan status janin/aktivitas uterus.


2. Hitung darah lengkap, golongan darah (ABO) dan percocokan silang, serta tes
Coombs.
3. Urinalisis: menentukan kadar albumin/glukosa.
4. Kultur: mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
5. Elvimetri: menentukan CPD.
6. Amniosentesis: mengkaji maturitas paru janin.
7. Ultrasonografi: melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan, kedudukan,
dan presentasi janin.
8. Tes stress kontraksi atau tes non-stres: mengkajian respons janin terhadap
gerakan/stress dari pola kontraksi uterus/pola abnormal.
9. Pemantauan EKG.
10. Elektrolit
11. Hemoglobin/Hematrokit.
12. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
(Tucker, Susan Martin, 1998)
2.7 Penatalaksanaan

1. Perawatan awal
1. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
2. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
3. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
4. Transfusi jika diperlukan
5. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman

7
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 – 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
- Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 – 10 jam setelah operasi
- Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
- Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
- Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler).
- Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
- Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
- Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
- Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
- Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
5. Perawatan fungsi kandung kemih
- Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
- Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
- Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
- Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per
oral per hari sampai kateter dilepas
- Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.

8
Kateter biasanya terpasang 24 – 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.

6. Pembalutan dan perawatan luka


- Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut.
- Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan.
- Ganti pembalut dengan cara steril.
- Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih.
- Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC.
7. Jika masih terdapat perdarahan
- Lakukan masase uterus
- Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL)
60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin.
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
- Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
- Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
- Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
- Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
- Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
- Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
- Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10. Obat-obatan lain
§ Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C

9
2.8 Komplikasi

1. Pada ibu
a. Infeksi puerperalis
Ringan: peningkatan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas.
Berat: peritonitis sepsis.
b. Perdarahan.
c. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, emboli paru-paru
2. Pada bayi

Kematian perinatal pasca seksio caesarea sebanyak 4-7%.

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Ny.K usia 22 tahun P1A0 pots SC 8 jam PP, dirawat di ruang kenanga RSU Garuda.
TD 100/70 mmHg, Nadi 78x/menit, T 37,5°C. Pada saat dilakukan pengkajian klien
mengatakan nyeri pada luka post op. Luka masih tertutup kasa dengan panjang 12
cm. klien tampak meringis, aktivitas klien hanya dilakukan ditempat tidur. Klien
mengatakan haus. Puting dan areola tampak kotor, kolostrum belum keluar. Klien
belum platulent, dan BU masih lambat. Uterus teraba keras, terpasang dower kateter.
Lochea rubra, Oman Ibn (+). Klien mengatakan tidak tahu kenapa dilakukan SC,
karena berencana partus normal. Berdasarkan data distatus pada saat datang klien
dirujuk dengan umur kehamilan 39 mg dan pemeriksaan leopold teraba bundar, keras,
melenting didaerah pundus, konvergent. Klien Op menggunakan general narkose
dengan BB bayi 3,8 kg, PB 51 cm. klien belum bertemu dengan anaknya.

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama : Ny.K
Umur : 22 thn
Jenis kelamin : Perempuan
b. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri pada luka post op
c. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan nyeri pada luka post
op. Luka masih tertutup kasa dengan panjang 12 cm. klien tampak

11
meringis, aktivitas klien hanya dilakukan di tempat tidur, klien
mengatakan haus puting dan aerola tampak kotor, kolostrum belum
keluar. Klien belum platulent dan BU masih lambat.
- Riwayat kesehatan dahulu : tidak terkaji
- Riwayat kesehatan keluarga : tidak terkaji
d. Pemeriksaan fisik
- TTV
TD : 100/70 mmHg
N : 78x/menit
T : 37,5 °C
- Luka sepanjang 12 cm
- Puting dan aerola tampak kotor
- Uterus teraba keras
- Lochea rubra
- Pemeriksaan leopold teraba bundar, keras, melenting di daerah fundus,
convergent.
e. Pemeriksaan penunjang
- Oman Ibn (+)

12
2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds : Klien Luka post op Nyeri
mengatakan nyeri
pada luka post op. Terdapat sayatan pada
luka
Do : Klien tampak
meringis, aktivitas Terputusnya kontinuitas
klien hanya dilakukan jaringan
ditempat tidur. Luka
masih tertutup kasa Merangsang area
dengan panjang 12 sensorik
cm.
gg. rasa nyaman

Nyeri akut
2. Ds : Klien Luka post op Risiko tinggi infeksi
mengatakan nyeri
pada luka post op. Terdapat sayatan pada
luka
Do : Klien tampak
meringis, Jaringan terbuka
Luka masih tertutup
kasa dengan panjang Proteksi kurang
12 cm.
Invasi bakteri

Resiko infeksi

13
Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (pembedahan, traumajalan lahir, episiotomi)
2. Risiko tinggi infeksi b.d Insisi pembedahan bekas operasi

Rencana Keperawatan

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Nyeri Akut b.d NOC: NIC:
agen injuri fisik  Pain level Pain management
b.d (pembedahan,  Pain kontrol  Lakukan pengkajian nyeri secara
trauma jalan  Comfort level komprehensif termasuklokasi,
lahir, episiotomi) Kriteria Hasil: karakteristik, durasi,
 Mampu mengontrol nyeri frekuensi,kualitas, dan faktor
(tahu penyebab nyeri, presipitasi.
mampu menggunakan  Observasi reaksi nonverbal dari
tekhnik nonfarmakologi ketidaknyaman.
untuk mengurangi nyeri,  Gunakan tekhnik komunikasi
mencari bantuan) terapeutik untuk mengetahui
 Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien
berkurang dengan  Kaji kultur yang mempengaruhi
menggunakan manajemen respon nyeri
nyeri
 Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)

14
 Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang)
Resiko tinggi NOC NIC
infeksi b.d insisi  Immune status Infection control (kontrol infeksi)
pembedahan  Knowledge : infection - Berikan lingkungan setelah
bekas operasi control Risk control dipakai pasien lain
Kriteria Hasil : - Pertahankan teknik isolasi
 Klien bebs dari tanda - Batasi pengunjing bila
dan gejala infeksi perlu

 Mendeskripsikan - Instruksikan pada

proses penularan pengunjung untuk mencuci

penyakit, faktor yang tangan saat berkunjung

mempengaruhi dan setelah berkunjung

penularan serta meninggalkan pasien

penatalaksanaannya - Gunakan sabun

 Menunjukkan antimikroba untuk cuci

kemampuan untuk tangan

mencegah timbulnya - Cuci tangan setiap

infeksi sebelum dan sesudah

 Jumlah leukosit dalam tindakan keperawatan

batas normal - Berikan antibiotik bila


perlu infection protection
 Menunjukkan perilaku
(proteksi terhadap infeksi)
hidup sehat

15
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sectio caesarae merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat


di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh.Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul,
disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk
ibu.Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak
lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum
baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak
adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman.

16

Anda mungkin juga menyukai